Buku Orasi Pengukuhan Profesor Riset
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Buku Orasi Pengukuhan Profesor Riset by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 122
Results Per Page
Sort Options
- ItemStrategi Penanggulangan Penyakit Layu Pseudomonas Pada Tanaman Industri Kasus Pada Tanaman Jahe(Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 1991) Sitepu, Djiman; Balai Penelitian Tanaman Rempah dan ObatSalah satu kendala yang dapat menyebabkan kegagalan usahatani tanaman industri adalah penyakit yang disebabkan oleh berbagai jenis patogen dari golongan bakteri, jamur, ganggang, nematoda, virus dan mikoplasma/sejenisnya. Dari golongan bakteri, khususnya species Pseudomonas yang umum menyebabkan penyakit layu, Pseudomonas solanacearum menduduki urutan atas dalam masalah yang ditimbulkannya, baik karena tumbuhan inangnya yang besar jumlahnya, karena patogenisitasnya tinggi, maupun karena sifat penularannya yang penuh rahasia.
- ItemPengendalian Terpadu Penggerek Batang Padi : Tantangan dan Peluang(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 1991-07) Soejitno, JustinusSalah satu kendala utama dalam peningkatan produksi beras adalah adanya gangguan serangan hama. Menurut hasil studi Direktorat Bina Perlindungan Tanaman selama 10 tahun (1978-1987), kehilangan hasil padi rata-rata per tahun karena serangan hama diperkirakan 10% dengan kisaran antara 4-14% pada musim kemarau dan 7-17% pada musim hujan (Wigenasantana, 1990). Menurut luas dan intensitas serangan, tiga hama utama yang menyerang tanaman padi adalah tikus, penggerek batang padi dan wereng batang coklat. Luas serangan rata-rata per tahun adalah 185.000 ha oleh tikus, 140.000 ha oleh penggerek batang padi, dan 120.000 ha oleh wereng batang coklat. Upaya pengendalian penggerek batang padi yang dianjurkan adalah cara bercocok tanam (sanitasi, pengolahan tanah, pembabatan, dan pembakaran jerami), pengumpulan kelompok telur, pergiliran tanaman atau varietas, pemanfaatan musuh alami dan secara kimiawi. Namun demikian upaya-upaya tersebut tidak terlaksana bailg karena berbagai hambatan. Akibatnya selama dua tahun terakhir masih terjadi serangan penggerek batang padi putih di jalur Pantura Jawa Barat. Hal ini mengisyaratkan bahwa sistem perlindungan tanaman kita masih lemah.
- ItemPengendalian Gulma pada Tanaman Pangan dan Pengembangannya Dimasa Depan(Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, 1992) Bangun, FirmanGulma atau tumbuhan pengganggu menyita 30 % dari biaya produksi kalau dikendalikan secara konvensional. Efisiensi dalam waktu, tenaga dan biaya sangat diperlukan dalam pertanian modem, yang terjawab dengan dihasilkannya bahan kimia yang dapat mematikan tumbuhan pengganggu atau gulma. Pada tahun-tahun pertama sejak herbisida diperkenalkan pada tanaman pangan, penelitian di Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, yang menjadi salah satu Balai dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan dulu Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) lebih dititik beratkan kepada efikasi herbisida diberbagai lokasi, disertai pengenalan tentang gulma sasaran dan taksonominya. Tahapan berikutnya adalah penelitian biologi gulma serta mekanisme persaingan gulma dengan tanaman, menyusul penelitian-penelitian pengendalian gulma secara biologi, serta pengaruh herbisida terhadap lingkungan. Dewasa ini penelitian-penelitian tersebut dilakukan secara serempak dan terpadu sehingga satu aspek dapat menunjang aspek yang lain, termasuk di dalamnya pengelolaan tanaman, rotasi, jarak tanam, pemupukan dan varietas. Adapun pati sari amal karya, serta pengembangan ilmu gulma di masa depan dibagi dalam beberapa bab yakni: 1) Pendahuluan, 2) Tanah dan Penyebaran Biji Gulma, 3) Gulma Tanaman Pangan, 4) Pengendalian Gulma Horizontal, 5) Pengendalian Gulma Secara Vertikal, 6) Pengembangan Pengendalian Gulma di Masa Depan, dan 7) Penutup atau Kesimpulan.
- ItemPeranan Efisiensi Penggunaan Pupuk Untuk Melestarikan Swasembada Pangan(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1992) Adiningsih, Justina SriPenggunaan pupuk untuk tanaman pangan rata-rata per tahun dalam Pelita I 464.8 ribu ton dan Pelita II 990.2 ribu ton dan jenis pupuk yang digunakan urea dan TSP. Pada Pelita III dan IV, penggunaan rata-rata per tahun mencapai 2565.4 ribu ton dan 3923.2 ribu ton dan jenis yang digunakan bertambah dengan KCl dan AS. Jumlah pemakaian tertinggi adalah pada awal Pelita V (1989) sebanyak 4464 ribu ton. Kenaikan yang tajam ini disebabkan meningkatnya program intensifikasi tanaman padi baik karena peningkatan dosis pupuk persatuan luas lahan maupun karena peningkatan areal intensifikasi. Kenaikan penggunaan pupuk dilain pihak membawa konsekuensi makin meningkatnya subsidi pupuk yang dirasakan makin berat mengingat keterbatasan kemampuan pemerintah.
- ItemPerbaikan Sistem Produksi Bibit Untuk Menunjang Peningkatan Produksi dan Mutu Kentang(Balai Penelitian Hortikultura Lembang, 1992-10) Asandhi, Azis AzirinSebagai bahan baku industri, varietas kentang yang sekarang diusahakan oleh petani masih kurang mendukung. Varietas kentang yang banyak diusahakan oleh petani adalah varietas Granola yang kurang memenuhi syarat untuk menunjang usaha pemerintah dalam mendukung perkembangan industri karena kandungan bahan padatnya lebih rendah dari 20% atau Specific gravity nya yang kurang dari 1,07. Ketersediaan bibit bermutu tinggi yang tidak menentu (karena masih tergantung impor) baik dalam jumlah maupun kontinuitasnya tidak mendukung pengadaan bahan baku yang bermutu dengan keseragaman tinggi yang sangat diperlukan dalam pengembangan industri prosesing. Pada tahun 1989 luas areal pertanaman kentang di Indonesia tercatat 39.835 hektar dengan produksi 518.909 ton atau rata-rata hasil per hektar 13,0 ton/ha. Hasil rata-rata ini masih jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan potensi hasil 35 t/ha yang dicapai oleh Balai Penelitian Hortikultura Lembang (Young, 1979). Rendahnya hasil tersebut terutama karena tidak tersedianya bibit bermutu dalam jumlah yang cukup, sehingga petani menggunakan bibit yang bermutu rendah, disamping faktor lain seperti kultur teknis, kehilangan hasil akibat dari serangan hama/penyakit dan penyimpanan yang kurang baik.
- ItemKarakterisasi Sifat dan Standardisasi Mutu Beras Sebagai Landasan Pengembangan Agri-bisnis dan Agro-industri Padi di Indonesia : Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama(Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, 1995-09-27) Damardjati, Djoko SaidSelama dasa warsa swasembada beras, ketersediaan beras di pasar yang melimpah memberikan kesempatan konsumen lebih leluasa memilih jenis, sifat, dan mutu beras yang dikehendaki. Dengan demikian karakteristik beras makin memegang peranan penting dalam penentuan harga di pasar. Beras yang mempunyai sifat disukai konsumen akan mempunyai harga yang lebih tinggi dari pada jenis lainnya. Walaupun demikian belum ada standardisasi dan ''grading" beras sebagai kriteria mutu beras yang berlaku dan diterima dalam sistem perdagangan beras secara nasional. Kriteria mutu beras yang ditetapkan oleh BULOG, adalah hanya untuk tujuan pengadaan pangan yang didasarkan atas sifat fisik tanpa memperhatikan preferensi konsumen. Walaupun sebagian besar beras masih dikonsumsi langsung di rumah tangga untuk diolah menjadi nasi, tetapi pada sisi lain perkembangan industri pangan berbasis beras, seperti tepung beras, makanan bayi, bihun, dodol, dan sebagainya, juga meningkat. Produk olahan tersebut, pada umumnya memerlukan karakteristik tertentu dari beras yang digunakan sebagai bahan baku. Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka kemampuan penguasaan terhadap karakteristik bahan hasil panen merupakan komponen penting yang sangat diperlukan dalam pengembangan agri-bisnis dan agro-industri beras.
- ItemPrevalensi dan Karakteristik Ekonomik Usahaternak Tradisional : Tantangan Bagi Upaya Peningkatan Produksi Ternak Nasional(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002) Soedjana, Tjeppy D.; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianPeran ternak dalam suatu sistem usahatani tidak diragukan lagi dan kenyataan ini telah berlangsung sejak lama, dimana ternak dapat berperan sebagai alat transportasi, tenaga kerja dalam penyiapan lahan, menyediakan pupuk kandang dan kompos untuk kesuburan lahan, dan memberikan bahan pangan berprotein tinggi dalam bentuk daging, telur dan susu.
- ItemPeranan dan Pengelolaan Hara Kalium untuk Produksi Pangan di Indonesia(Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2002) Subandi; Balai Penelitian Tanaman SerealiaDi Indonesia, perhatian terhadap pemberian hara K untuk produksi pertanian, terutama komoditas pangan relatif rendah atau tertinggal dibandingkan dengan hara N dan P. Hal ini disebabkan selain ketersediaan K dalam tanah terutama lahan sawah yang masih cukup, juga karena pupuk K relatif sulit diperoleh dan/atau harganya mahal, serta kurangnya pengertian tentang peranan K secara baik oleh sebagian besar petani dalam berusahatani.
- ItemPemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia : Strategi dan Implementasi(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002) Sudaryanto, Bambang; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDengan meningkatnya pendapatan masyarakat, tuntutan terhadap kebutuhan hidupnya juga meningkat, begitu juga permintaan terhadap produk peternakan juga meningkat. Disamping itu pertambahan jumlah penduduk akan mengakibatkan permintaan produk peternakan bertambah. Sedangkan luas lahan konstan sehingga usaha peternakan membutuhkan sumberdaya alam yang cukup. Oleh sebab itu pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan menjadi suatu pilihan yang harus diprioritaskan.
- ItemOptimalisasi Pengendalian Terpadu Penyakit Bercak Daun dan Karat Pada Kacang Tanah(Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2002) Saleh, Nasir; Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbianBeberapa faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas kacang tanah di Indonesia antara lain: (a) cara budidayanya menggunakan teknologi sederhana, (b) keterbatasan modal dan pengetahuan petani, (c) sebagian besar diusahakan di lahan kering dengan kesuburan tanah yang rendah dan (d) gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama penyakit yang belum dapat diatasi. Dalam orasi ini, diuraikan (1) arti penting penyakit bercak daun dan karat pada kacang tanah, (2) Ekobiologi dan strategi pengendalian, serta (3) Optimalisasi pengendalian terpadu.
- ItemPengendalian Penyakit Tungro Terpadu: Strategi dan Implementasi(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2002) Hasanuddin, AndiDalam usaha mencapai swasembada beras, pengaruh beberapa faktor abiotik dan biotik sangat menentukan. Di antara faktor-faktor tersebut, penyakit tungro merupakan salah satu faktor biotik yang harus mendapat perhatian besar. Gejala penyakit tungro yang berat disebabkan oleh infeksi komplek dua jenis virus yaitu virus bentuk batang (RTBV; rice tungro bacilliform virus) dan virus bentuk bulat (RTSV; rice tungro spherical virus), sedangkan infeksi salah satu jenis virus menyebabkan gejala ringan atau tidak jelas, tergantung partikel yang menginfeksi (Hibino et al., 1978). Kedua partikel virus hanya dapat ditularkan oleh wereng hijau terutama N. virescens secara semi persisten.
- ItemPemanfaatan Sumber Daya Lokal dan Inovasi Teknologi dalam Mendukung Pengembangan Sapi Potong di Indonesia(Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2002-06) Diwyanto, KusumaOrasi ilmiah ini membedah tentang perkembangan peternakan sapi potong di Indonesia, serta perkembangan bioteknologi peternakan dan upaya pemanfaatannya untuk mendorong penyediaan sapi bakalan. Bedahan ini diharapkan dapat (1) memberi arah dalam pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal; (2) memfokuskan tujuan pengembangan sapi bakalan secara kompetitif; serta (3) menetapkan sasaran agar peternak sapi penghasil bakalan lebih sejahtera, baik melalui nilai tambah ekonomis maupun keuntungan lainnya.
- ItemStrategi dan Implementasi Pemupukan Rasional Spesifik Lokasi(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, 2002-07) SuyamtoDi negara-negara maju seperti di Australia, Eropa, dan Amerika telah menerapkan praktek pemupukan atas dasar kandungan hara dalam tanah dan daun dengan pendekatan ‘‘Prescription Farming” atau ‘‘Precision Farming”. Dalam pendekatan tersebut diperlukan informasi tentang karakteristik tanaman yang diusahakan, seperti tingkat hasil yang ingin dicapai dan jumlah serapan hara untuk mencapai hasil tersebut. Pendekatan tersebut di Australia telah dijelaskan oleh Talay dari “PIVOT Limited” pada “National Soil Summit” di Jakarta tanggal 26 Februari 1998. Fukai (1998) dari Universitas Queensland juga menyatakan bahwa analisis tanah telah digunakan secara luas untuk banyak tanaman diberbagai negara untuk menentukan keefektifan aplikasi pemupukan. Di Indonesia, penentuan rekomendasi pupuk atas dasar analisis tanah dan tanaman telah dilakukan pada tanaman perkebunan (Goenadi dan Adiwiganda, 1998). Sementara pada tanaman pangan masih pada tahap rekomendasi pemupukan secara umum untuk satu unit area dengan menggunakan peta status hara tanah (Widjaja-Adhi et,al. 1998), itupun baru pada daerah terbatas yang tersedia peta status hara tanahnya. Pemupukan berimbang masih sering diartikan sebagai pemberian pupuk (N,P,K) lengkap dengan dosis dan formulasi sama diberbagai kondisi kesuburan tanah. Atas dasar uraian tersebut, dalam orasi ilmiah ini saya akan menyampaikan pokok-pokok pikiran menuju pemupukan rasional spesifik lokasi sesuai kebutuhan, dengan fokus pada tanaman pangan (padi). Pembahasan ditekankan pada strategi dan implementasi pemupukan rasional spesifik lokasi. Dengan harapan semua pihak yang terkait dengan praktek pemupukan (pengambil kebijaksanaan, produsen pupuk, distributor, petugas lapang/penyuluh, peneliti dan petani) mempunyai persepsi yang sama menuju penerapan pemupukan rasional spesifik lokasi.
- ItemPengendalian Hama Terpadu dan Prospeknya Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Kapas(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2003) SoebandrijoPerkembangan kapas di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1979 melalui program Intensifikasi Kapas Rakyat (IKR) tidak sesuai dengan harapan. Areal perkapasan yang diharapkan mencapai 150.000 hektar pada akhir Pelita III (1984), tidak pernah terwujud. Bahkan pada tahun 2001, luas areal kapas di daerah pengembangan hanya mencapai 25.000 ha. Produktivitas kapas berbiji pun rendah, rata-rata hanya 450 kg per ha (Ditjenbun, 1998), jauh d i bawa h target nasional, yaitu 1200 kg per ha. Oleh karena itu pasokan untuk kebutuhan serat nasional sangat sedikit, kurang dari 2%. Akibatnya industri tekstil Indonesia sangat tergantung pada persediaan kapas di pasar internasional, atau dengan kata lain 98% - 99% kebutuhan serat kapas di Indonesia berasal dari impor.
- ItemBeberapa Aspek Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2003) Bahri, SjamsulDi Indonesia, data keberadaan berbagai residu obat hewan terutama golongan antibiotika dan sulfa, pestisida, mikotoksin dan hormon pada produk ternak seperti susu, daging dan telur telah dilaporkan (Bahri, et al. 1992a, 1992b, 1994b; Sudarwanto, 1990; Sudarwanto, et al. 1992; Maryam, et al. 1995; Darsono, 1996; Biyatmoko, 1997; Dewi et al. 1997; dan Widiastuti, et al. (2000). Demikian pula dengan cemaran kuman Salmonella pada berbagai komoditas ternak di Indonesia (Sri Poemomo dan Bahri, 1998). Untuk mendapatkan produk ternak yang aman harus melalui suatu proses yang panjang dimulai dari Farm (proses pra-produksi) sampai dengan proses Pasca produksinya. Dalam hal ini Faktor-faktor penting dalam permasalahan Keamanan Pangan Asal Ternak terdapat disetiap mata rantai dari proses tersebut. Pada orasi ini akan diulas Berbagai Aspek Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia.
- ItemStrategi Peningkatan Produksi Kedelai Sebagai Upaya Untuk Memenuhi Kebutuhan di Dalam Negeri dan Mengurangi Impor(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2004) Adisarwanto, T.; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianPemerintah sebenarnya telah berupaya keras untuk dapat meningkatkan produksi kedelai melalui beberapa program yaitu Pengapuran (1984), Opsus kedelai (1990), Gemapalagung (2000), akan tetapi karena program-program tersebut tidak didukung sistem perencanaan yang baik dan dilaksanakan secara keberlanjutan maka upaya tersebut tidak dapat mencapai sasaran produksi yang ditentukan. Oleh karena itu Kasryno dan Pribadi (1991) menyarankan empat kebijakan yang dapat ditempuh untuk dapat meningkatkan produksi kedelai yaitu (1) kebijaksanaan harga yang berorientasi pada produsen (2) pengembangan paket teknologi (3) subsidi sarana produksi dan (4) pengendalian impor dan perdagangan dalam negeri. Dalam naskah pidato pengukuhan saya ini, saya akan menitikberatkan pokok bahasan pada aspek pengembangan paket teknologi untuk meningkatkan produksi dengan melalui pendekatan lima sumber pertumbuhan serta aspek dukungan eksternal.
- ItemProspek Parasitoid Trichogrammatoidea Bactrae-bactrae Nagaraja (Hymenoptera) Sebagai Agens Hayati Pengendali Hama Penggerek Polong Kedelai Etiella zinckenella Treit(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2004) Marwoto; Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
- ItemKontribusi Ilmu Tanah dalam Mendorong Pengembangan Agribisnis Kacang Tanah di Indonesia(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005) Sudaryono; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianKendala produksi pertanian tanaman kacang tanah secara garis besar dikelompokkan ke dalam lima macam, yaitu (1) biofisik, (2) teknis, (3) sosial, (4) ekonomi, dan (5) kebijakan. Kendala biofisik menyangkut masalah lahan atau jenis tanah, pola tanam, dan gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). Ragam jenis tanah menunjukkan ragam karakteristik tanah yang sekaligus mencerminkan ragam kendala dan tingkat produktivitas kacang tanah. Ragam jenis lahan atau agroekologi mencerminkan ragam dinamika gangguan OPT, serta ragam pola tanam. Pola tanam lebih ditentukan oleh neraca air musiman atau secara umum ragam iklim suatu wilayah.
- ItemReformasi Irigasi dalam Kerangka Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005) Pasandaran, Effendi; Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
- ItemEkobiologi Patogen: Perspektif dan Penerapannya dalam Pengendalian Penyakit(Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2005) Suhardi; Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura