Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah Kepulauan
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah Kepulauan by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 110
Results Per Page
Sort Options
- ItemPersepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ulat Sagu(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Mahu, Hamid; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPada saat ini, pemanfaatan ulat sagu adalah sebagai makanan alternatif bagi masyarakat suku dalam di Papua dan juga oleh orang-orang Maluku. Pada tempat-tempat di mana sumber protein hewani sulit didapat, maka ulat sagu dapat menjadi alternatif sumber makanan berprotein tinggi. Bagi masyarakat Maluku, ulat sagu sudah begitu familiar, ini dibuktikan dengan hasil survei bahwa 100 % kelompok petani dan 97 % kelompok non-petani pernah melihat serta 81 % kelompok petani dan 87 % kelompok non-petani pernah mendengar dalam beberapa variabel yang berkaitan dengan pernah melihat dan mendengar. Dari sepuluh indikator (variabel dalam bentuk pertanyaan) yang dipakai untuk melihat apresiasi dan preferensi masyarakat, maka sebagian besar mayarakat memberikan apresiasi (penghargaan) terhadap sumberdaya ulat sagu, namun sebaliknya masyarakat memberikan respon yang tidak begitu kuat dalam hal preferensi (ketertarikan) terhadap pemanfaatan sumberdaya ulat sagu, ini dibuktikan dengan hanya 43 % yang kadang-kadang mengkonsumsinya sebagai lauk alternatif dan 25 % tidak pernah mengkonsumsi dan hanya 3 % yang sering memakan. Pemanfaatan ulat sagu menjadi bahan suplemen pakan ternak, pelet ikan maupun dalam bentuk-bentuk lainnya belumlah menjadi topik yang menarik untuk dikembangkan dalam upaya meningkatkan pendapatan dan gizi masyarakat di wilayah-wilayah sentra produksi sagu.
- ItemKomposisi Karkas Dan Daging Domba Yang Diberi Pakan Dengan Penambahan Minyak Ikan Lemuru(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Joseph, G; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian ini dilakukan untuk mempelajari komposisi karkas dan daging ternak domba yang diberi minyak ikan lemuru dalam bentuk sabun kalsium sebagai sumber energi dan asam lemak poli tak jenuh. Penelitian ini menggunakan 15 ekor ternak domba jantan lokal yang berumur dibawah 1 tahun dan 3 jenis ransum sebagai perlakuan dan masing-masing perlakuan mendapat 5 ulangan. Rancangan yang digunakan adalah Rancanga Acak Kelompok (RAK). Hasil penelitian menunjukan bahwa Pemberian minyak ikan pada ransum ternak domba dalam bentuk sabu kalsium efektif sebagai sumber energi dan asam lemak poli tak jenuh. Suplentasi sabun kalsium minyak ikan sebanyak 10% dalam ransum ternak domba dapat meningkatkan mutu daging domba serta menurunkan kandungan kolesterol pada serum sebesar 50.56% dan pada daging sebesar 85.31%
- ItemTeknologi Pengolahan Ubi Jalar Mendukung Diversifikasi Pangan dan Pengembangan Agroindustri(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Malawat, Saleh; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuSalah satu kendala dalam pengembangan industri pengolahan pangan berbasis ubi jalar adalah kurangnya informasi teknologi yang mampu memberdayakan komoditas tersebut sebagai bahan baku industri sesuai dengan karakteristik mutu yang dikehendaki. Ditinjau dari segi nilai gizi, komoditas ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan protein yang relatif murah dan aman bagi kesehatan. Masalah yang dihadapi petani di Maluku adalah pada saat panen, ubi jalar hanya dijual dalam bentuk tumpukan-tumpukan dengan harga jual Rp. 5000/ kg. untuk kemudian dikonsumsi dengan cara direbus, digoreng atau dibuat kolak. Pada hal komoditas tersebut dapat diolah menjadi berbagai jenis produk antara lain: produk antara, produk siap masak dan produk siap santap.. Dengan berbagai teknologi pasca panen ubi jalar yang tersedia, diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ubi jalar, sehingga dapat meningkatkan agroindustri di pedesan.
- ItemIdentiifikasi Kapang Pada Abon Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) selama Penyimpanan Suhu Kamar(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Mailoa, Meigi N; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuAbon ikan merupakan salah satu pengolahan ikan cakalang yang dapat dikembangkan , karena mempunyai prospek yang cukup cerah bila ditinjau dari segi potensi, teknik pembuatan sederhana serta mempunyai daya awet yang panjang. Produk olahan kering sering mengalami kerusakan yang ditimbulkan oleh kapang. Salah satu produk tersebut adalah abon cakalang. Untuk mengidentifikasi kapang yang ada pada paroduk abon ini telah dilakukan penelitian untuk memperoleh infomasi data ilmiah yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu. Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi jumlah koloni kapang dan identifikasi kapang. Dari analisa total koloni kapang pada abon cakalang yang dikemas dengan plastik tertinggi yaitu 1,8 x 106 koloni / gram yang disimpan selama 3 bulan dan terendah yaitu 5,0 x 104 koloni/ gram dengan penyimpanan selama 1bulan.Sedangkan untuk sampel abon yang dikemas dengan alumunium foil total koloni tertinggi yaitu 1,1 x 105 koloni/gram yang disimpan selama 3 bulan dan terendah yaitu 4,2 x 104 koloni/gram yang disimpan selama 1 bulan dan telah memenuhi standara mutu abon, yaitu 5,0 x 104 koloni/gram. Berdasarkan hasil identifikasi jenis kapang yang terdapat pada abon ikan cakalang adalah Aspergllus sp., Penicillium sp., dan Fusarium sp.
- ItemPemberdayaan dan Penguatan Peran Pembangunan Perekonomian, Sistem Pasar dan Kelembagaan : Dilema kemiskinan dan Kelaparan di Pedesaan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Elizabeth, Rosganda; Nurdin, Maryam; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPembangunan perekonomian telah menjadikan sistem pasar demikian komersial dan terbuka sehingga mudah dieksploitasi oleh kekuatan pasar bebas. Kondisi tersebut justru lebih banyak merugikan daripada menguntungkan kaum peysan di pedesaan, mencerminkan suatu realitas sosial ekonomi yang sangat dilematis. Saat sistem sosial dan ekonomi yang sudah demikian terbuka dan komersial, justru ditemukan begitu banyak masalah kemiskinan bahkan kesengsaraan dan kelaparan pada masyarakat di pedesaan terutama kaum peysan. Tulisan ini bertujuan mengemukakan faktor-faktor mendasar penyebab kelaparan dan kemiskinan, serta kondisi dilematis yang dihasilkan dalam pelaksanaan pembangunan perekonomian dan sistem pasar di perdesaan. Potensi dan peluang masih terbuka lebar ke arah pencapaian pengembangan pembangunan perekonomian di pedesaan dengan melihat besarnya potensi dan peluang perluasan areal tanam (ekstensifikasi dan intensifikasi), peningkatan efisiensi dan efektivitas SDM yang melimpah di pedesaan. Pengembangan analisis kelembagaan memiliki implikasi luas terhadap pencapaian keberhasilan pembangunan perekonomian pedesaan melalui peningkatan pemahaman perancang, pengambil, dan pelaksana pembangunan pertanian dan perdesaan terhadap aspek kelembagaan yang masih sangat rendah. Perlunya mengevaluasi kebijakan pembangunan perekonomian dari aspek kelembagaan, sehingga upaya keakuratan perumusan kebijakan pembangunan ke depan dapat berimplikasi besar bagi peningkatan daya saing SDM pedesaan dan pengembangan sistem pasar produk pertanian. Perlunya rancangan kebijakan dengan: 1) melihat relasi sosial, ekonomi, dan budaya, dalam mengkaji potensi kelembagaan tradisional perekonomian di pedesaan; 2) mengkaji alternatif kebijakan pembangunan perekonomian dan pedesaan yang mempertimbangkan indigenous knowledge (kearifan lokal) dan local knowledge (pengetahuan lokal). Pemberdayaan kelembagaan perekonomian dan pedesaan diperlukan sebagai salah satu bentuk upaya penciptaan kemandirian petani, peningkatan pendapatan rumahtangga, pengembangan sistem pasar produk pertanian.
- ItemPemberian Rayap (Glyptotermen montanus Kemner) Terhadap Kadar Mineral Ca, P dan Mg Plasma Darah Ayam Pedaging(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Uhi, Harry Triely; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian bertujuan untuk mengetahui respon ayam Rokky-301 yang diberi berbagai taraf penambahan rayap yang dideteksi dari kadar mineral Ca, P, dan Mg dalam plasma dan tulang ayam pedaging. Perlakuan yang digunakan ada 5 (lima) macam yaitu, perlakuan R0 (Ransum basal tanpa rayap), R1 (Ransum basal + 0,5% rayap), R2 (Ransum basal + 1,0% rayap), R3 (Ransum basal + 1,5% rayap), dan R4 (Ransum komersial). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 (lima) perlakuan dan 3 (tiga) ulangan. Parameter yang diamati kadar Ca, P, dan Mg dalam plasma dan Konsumsi Ca, P, dan Mg dalam ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio Ca : P dalam ransum yang dikonsumsi adalah berkisar 1,23 - 1,57 : 1, sedangkan Ca : Mg berkisar antara 23 -95 : 1. Selanjutnya rataan kadar Ca, P dan Mg plasma ayam pedaging berkisar antara 9,23 - 11,21 mg/100 ml Ca; 5,50 - 6,46 mg/100 ml P dan 2,62 - 4,12 mg/ 100 ml Mg. Kesimpulan Peningkatan taraf penambahan rayap (G. montanus Kemner) sebanyak 1,5% memperlihatkan nilai peningkatan lebih baik terhadap kadar Ca dan Mg plasma dibandingkan kontrol positif.
- ItemPenampilan Varietas Ayam Kampung Naked Neck, Frizzle, dan Normal Dengan Pakan Berbeda(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Papilaja, Bercomien Juliet; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuAyam kampung memiliki beberapa varietas yang menunjukkan perbedaan satu dengan yang lain. Ayam naked neck, frizzle dan normal merupakan tiga varietas, mempunyai penampilan morfologi yang secara umum sama, namun penyebaran bulunya bervariasi cukup luas diakibatkan genotip yang dimiliki. Oleh adanya kondisi bulu yang berbeda ini maka dengan pemberian pakan berbeda akan mengakibatkan respons yang berbeda. Penelitaian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari performans ayam naked neck, frizzle dan normal dengan pakan yang berbeda serta interaksi antara genotip dan pakan. Penelitian ini menggunakan 196 ekor betina anak ayam yang terdiri dari legund, walik dan normal. Anak ayam diberi pakan secara ad libitum berupa pakan R1 (pakan komersial) dan R2 (pakan pedesaan). Variabel yang diamati adalah pertambahan berat badan,konsumsi dan konversi pakan. Analisis data menggunakan analisis variansi dari RAL pola faktorial. Hasil yang diperoleh menunjukkan bawa rata-rata pertambahan berat badan menunjukkan perbedaan yang nyata namun tidak terjadi interaksi antara genotip dan pakan, sebaliknya pada konsumsi terjadi interaksi. Pada konsumsi pakan terdapat perbedaan yang nyata pada semua umur kecuali umur 0-2 minggu. Hasil konversi pakan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan genotip dan pakan. Naked neck memiliki kemampuan yang lebih dalam mengkonsumsi pakan R2
- ItemPemanfaatan Limbah Jagung Untuk Ternak Sapi Melalui Pendekatan Crop Livestock System (CLS) Mendukung Ketahanan Pangan Di Maluku(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Matitaputty, Procula R; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPeningkatan produksi peternakan khususnya di Maluku merupakan bagian dari ketahanan pangan Nasional. Dengan demikian katahanan pangan bidang peternakan akan terkait dengan aspek-aspek kecukupan pangan asal ternak bagi rumah tangga, baik jumlah dan mutu. Pembangunan ekonomi yang mempertimbangkan potensi sumberdaya alam merupakan strategi pembangunan yang tepat. Salah satu kondisi dan permasalahan yang ada sekarang adalah sumber penyediaan pakan hijauan khususnya untuk ternak ruminansia yang berkualitas dalam hal gizi dan kwantitas dalam hal jumlah serta tersedia sepanjang tahun sangat kurang. Akibatnya produktivitas sapi potong semakin rendah dan gairah usaha sapi menjadi lesu. Dalam revitalisasi pertanian, tanaman-tanaman unggulan yang dapat membantu hubungan kerjasama/integrasi antara pertanian dan peternakan adalah tanaman padi, jagung, kelapa sawit, coklat dan lain-lain yang merupakan komoditas yang diprioritaskan untuk dikembangkan. Sebagai komoditas pertanian yang strategis dan sebagai tulang punggung ekonomi pedesaan, maka tanaman jagung perlu diupayakan untuk dikembangkan melalui teknologi yang dapat meningkatkan produktivitasnya sekaligus menjaga kelestarian lahan tersebut. Jagung bukan saja sebagai komoditi pangan, tetapi sudah menjadi komoditi industri, sangat berpeluang dikembangkan dengan dukungan potensi lahan dan teknologi. Peningkatan produktivitas sapi potong dapat dilakukan secara integrasi dengan tanaman jagung dalam suatu sistem usahatani, dimana ternak sapi dapat memanfaatkan limbah jerami jagung sebagai pakan. Demikian juga kotoran sapi melalui pengomposan dapat menjadi pupuk organik untuk tanaman jagung. Makalah ini lebih banyak ditekankan pada limbah jagung sebagai sumber pakan ternak sapi potong.
- ItemKomposisi Kimia dan Keempukan Bakso dari Jenis Daging yang diberi Bahan Pengenyal(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Tiven, Nafly C; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia dan sifat fisik bakso daging ayam dan kambing yang diberi bahan pengenyal albumen, soda kue dan boraks. Daging ayam dan kambing dipisahkan jaringan lemaknya, dipotong kecil-kecil dan digiling sampai halus, dimasukkan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan dan filler serta es batu sedikit demi sedikit dan dicampur sampai membentuk adonan yang homogen, kemudian diberi bahan pengeyal albumen, soda kue dan boraks masing-masing 0,2 % dari adonan. Adonan dibentuk bulat-bulat menggunakan tangan dengan ukuran yang relatif sama dan berat 10 g dan direbus secara terpisah antar perlakuan sampai matang, ditiriskan dan dilanjutkan dengan pengujian. Parameter yang diamati adalah komposisi kimia dan sifat fisik bakso. Data yang diperoleh dianalisis dengan variansi acak lengkap pola searah. Hasil analisis statistik terhadap komposisi kimia dan sifat fisik bakso menunjukan bahwa jenis daging berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap kadar abu, lemak, protein, pH, keempukan dan daya ikat air tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air. Bahan pengenyal berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) kadar air, pH, keempukan dan daya ikat air serta berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap kadar lemak dan protein, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu. Terdapat interaksi antara jenis daging dan bahan pengenyal terhadap kadar air, lemak, protein dan keempukan, tetapi tidak terdapat interaksi terhadap kadar abu, pH dan daya ikat air. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bakso daging ayam mempunyai kadar abu dan kadar lemak yang lebih rendah tetapi mempunyai kadar protein yang lebih tinggi dari bakso yang menggunakan daging kambing, Untuk bahan pengenyal, boraks mempunyai kadar air dan protein yang lebih tinggi dibanding albumen dan soda kue, tetapi ketiganya mempunyai kadar abu dan lemak yang tidak berbeda. Bakso daging ayam mempunyai pH yang lebih rendah tetapi lebih a lot dan mempunyai daya ikat air yang lebih tinggi dibanding bakso daging kambing, sedangkan untuk bahan pengenyal, soda kue mempunyai pH yang lebih tinggi dibanding boraks dan albumen, tetapi boraks lebih kenyal dan mempunyai daya ikat yang lebih tinggi dari soda kue dan albumen.
- ItemPerencanaan Pengembangan Pangan Spesifik Lokasi Di Wilayah-Wilayah Kepulauan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Pemerintah Provinsi Maluku; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar, merupakan unsur yang sangat strategis dalam kehidupan manusia. Pemenuhan pangan merupakan hak asasi manusia, hak asasi rumah tangga bahkan hak asasi individu. Ketahanan pangan menurut UU No. 7/1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari terjadinya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Defisi ini meninggalkan pemahaman yang cukup lama Defenisi menurut UU No. 7/1996 mengharuskan setiap daerah harus dapat menyediakan pangan bagi masyarakat di daerahnya, bahkan lebih daripada itu masyarakat sedapat mungkin dapat menyiapkan pangan bagi keluarganya. Ketahanan pangan melekat pada individu/rumah tangga berlanjut pada masyarakat, wilayah propinsi hingga nasional.
- ItemKontribusi Pangan Lokal Dalam Sistem Ketahanan Pangan Nasional(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Louhenapessy, J E; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPangan merupakan kebutuhan dasar kehidupan manusia dan ketahanan pangan adalah benteng terakhir ketahanan nasional. Sehingga dapat dikatakan boleh saja kita menunda pembangunan kecuali pembangunan ketahanan pangan. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumberhayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan-bahan tambahan sebagai kelengkapan bahan baku pangan yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan / atau pembuatan makanan dan minuman. Swasembada pangan mencakup pengertian produksi pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan suatu daerah
- ItemKajian Penerapan Teknologi Inovatif PTT pada Padi Sawah Dalam Meningkatkan Produksi Mendukung Ketahanan Pangan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Sirappa, Marthen P; Rieuwpassa, Alexander J; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKajian penerapan teknologi PTT padi sawah pada beberapa varietas unggul telah dilaksanakan di desa Samal, kecamatan Seram Utara, kabupaten Maluku Tengah. Tujuan dari kajian tersebut adalah untuk mengetahui pengaruh teknologi PTT padi sawah terhadap hasil dan pendapatan petani. Pengkajian dilakukan pada bulan Juni sampai September 2006 pada areal seluas 2 ha. Perlakuan yang dikaji adalah penerapan teknologi model PTT terutama penggunaan varietas unggul dan pemupukan yang berimbang. Hasil kajian menunjukkan bahwa teknologi PTT memberikan hasil, penerimaan dan keuntungan yang lebih besar dibanding teknologi yang biasa dilakukan petani setempat. Hasil rata-rata dari keempat varietas pada penerapan model PTT sekitar 7,15 t/ha dengan penerimaan dan keuntungan masing-masing sebesar Rp 10.725,000 dan Rp 5.609.750/ha, sedangkan teknologi petani hanya memberikan hasil rata-rata 5,30 t/ha dengan penerimaan dan keuntungan sebesar Rp 7.950.000 dan 3.574.900/ha. Penerapan teknologi PTT secara finansial layak karena memberikan nilai Gross B/C rasio > 1.
- ItemImplementasi Pembangunan Pertanian Di Provinsi Maluku(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Marasabessy, A; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuSektor pertanian telah dan terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan PDB (Pendapatan Domestik Bruto), sumber devisa melalui ekspor, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selain kontribusi langsung, sektor pertanian juga memiliki kontribusi tidak langsung yang berupa efek pengganda (multiplier effect), yaitu keterkaitan input-output antar industri, konsumsi dan investasi. Dampak pengganda tersebut relatif besar sehingga sektor pertanian layak dijadikan sektor andalan dalam pembangunan ekonomi masional. Sektor pertanian terbukti lebih tanggu bertahan dan mampu pulih lebih cepat disbanding sektor lainnya, sehingga dapat berperan sebagai penyangga pembangunan nasional. Peran tersebut terutama dalam penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa melalui ekspor, penampung (reservoir) tenaga kerja yang kembali ke pedesaan, penanggulangan kemiskinan, pengendalian inflasi, dan pertumbuhan yang masih positif. Secara umum, sektor pertanian telah mampu melepaskan diri dari ancaman keterpurukan yang perkepanjangan, terlepas dari ancaman kontraksi berkelanjutan dan melepaskan diri dari perangkap “ spiral pertumbuhan rendah “ dan bahkan telah berada pada fase percepatan pertumbuhan (accelerating growth) menuju pertumbuhan berkelanjutan (sustainable growth).
- ItemKajian Model Penyuluhan Pertanian Berbasis Kelembagaan Lokal(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Wamaer, Demas; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuDistrik Demta Kabupaten Jayapura Provinsi Papua telah dilakukan survei bulan Juli 2006 dengan pendekatan FGD (Focus Discussian Group) yang bertujuan mempelajari karakteristik masyarakat tani menurut spesifikasi inovasi pembangunan yang ditawarkan untuk diadopsi dan juga mempelajari kemungkinan digunakannya kelembagaan adat untuk menyusun model penyuluhan yang sesuai dengan wilayah yang bersangkutan. Hasil survei menunjukkan bahwa kelembagaan-kelembagaan masyarakat adat selama ini terlihat makin redup karena terjadinya perubahan-perubahan dalam lingkungan masyarakat adat sebagai akibat dari masuknya kelembagaan modern seperti pemerintahan desa yang bersifat formal, koperasi unit desa, lembaga penyuluhan dan lain-lain. Namun masyarakat adat tidak tinggal diam dan menerima begitu saja perubahan yang terjadi karena mulai terlihat upaya mereka merevitalisasi kelembagaan adat yang sekarang dikenal sebagai DAK (Dewan Adat Kampung) melalui forum resmi Dewan Adat Papua (DAP) yang disokong pemerintah daerah Provinsi Papua. Dengan muncul era otonomi khusus (Otsus) bagi Papua yang memberi kesempatan kepada lembaga adat untuk mengkonsolidasikan diri agar ikut berperan dalam mendorong perubahan masyarakat adat, tidak saja dalam bidang sosial budaya, tetapi juga dalam bidang ekonomi. Hal ini mengindikasikan perlunya upaya untuk menjalin keterkaitan hubungan antara kelembagaan lokal masyarakat adat (DAK) dengan kelembagaan baru yang telah dibentuk badan resmi pemerintah, seperti kelembagaan penyuluhan dan koperasi unit desa, untuk membangun desa secara terpadu baik melalui program pemerintahan desa dan program masyarakat adat yang diharapkan berjalan seiring, sehinggga tidak menimbulkan konflik.
- ItemPeningkatan Daya Saing Vanili Menunjang Agribisnis di Maluku(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Nurdin, Maryam; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuSebagian besar produksi vanili Indonesia digunakan untuk keperluan ekspor, sehingga penanganan cara pembudidayaan dan pengolahan hasilnya harus tepat guna agar mutu vanili yang dihasilkan baik, dan dapat memberikan nilai yang besar terhadap devisa negara. Untuk memenuhi permintaan konsumen dunia, dalam satu dasawarsa terakhir ini luas areal tanaman vanili di Indonesia meningkat dengan pesat. Namun peningkatan luas areal tersebut belum diikuti dengan meningkatnya produksi, karena tingkat produktivitasnya juga masih rendah yaitu baru mencapai 90,5 kg per ha. Sedangkan tanaman vanili yang baik harus menghasilkan 2.000 – 2.500 kg per ha vanili basah. Luas areal pertanaman vanili masih sangat sedikit, yaitu sekitar 50 ha dan tersebar hanya di Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat (BPS, 2002). Jika dibandingkan dengan potensi lahan perkebunan di Maluku, maka pengembangan komoditas tersebut mempunyai peluang yang cukup besar. Untuk dapat meningkatkan daya saing, maka langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah : intensifikasi budidaya mencakup peningkatan kualitas pemeliharaan khususnya pembasmian hama dan penyakit; peningkatan kualitas pengolahan; peningkatan keamanan terhadap hasil panen. Banyaknya pencurian buah vanili sehingga mengakibatkan petani memungut hasilnya sebelum tua sehingga mutu vanili yang diperoleh rendah. Menyatukan para petani vanili dalam wadah koperasi perlu dilakukan agar memudahkan petani dalam melakukan pemasaran vanili dan Koordinasi untuk menciptakan sinergisme yang baik diantara subsistem dalam agribisnis.
- ItemKonsepsi Pembentukan Alternatif Model UKM Pertanian Mendukung Akselerasi Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Bustaman, Sjahrul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuTingkat pemanfaatan inovasi teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan oleh BPTP Maluku cenderung lambat bahkan dapat dikatakan kurang diadopsi oleh petani. Salah satu penyebabnya adalah dibutuhkan modal kerja yang lebih besar bila menggunakan inovasi teknologi walaupun produksi hasil yang lebih menjanjikan. Untuk itu diperlukan lembaga pembiayaan usahatani. Model LKM Pertanian dianggap cocok dan perlu dibentuk. Sebagai unti percontohan lokasi LKM sebaiknya berada pada desa kegiatan Prima Tani. Hal ini dimaksud agar tenaga BPTP yang ada di lapangan dapat membantu dalam pendampingan teknologi dan operasional LKM. Agar mudah diakses petani, skim kredit dibuat sesuai karakteristik petani sebagai pengguna. Pengajuan dan penyaluran kredit dilakukan secara kelompok untuk itu perlu ditumbuh kembangkan kelompok tani atau Gapoktan, sedangkan pengembalian kredit mempertimbangkan jenis usaha. LKM Pertanian perlu melakukan kegiatan seleksi calon nasabah untuk menghindari kemacetan pinjaman terutama dalam aspek kejujuran, nasabah dan kelayakana usaha termasuk teknologi yang dipakai. Besarnya kredit yang diberikan sebanyak 60-70 % dari jumlah kredit yang diminta kelompok tani. Untuk itu kelompok harus memiliki modal terlebih dahulu melalui pengumpulan iuran pokok dan iuran wajib. Model LKM Pertanian diharapkan dapat digunakan sebagai model pembiayaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) thn 2008, dimana Deptan akan memberikan dana Rp 100 juta per desa kepada 10.000 desa.
- ItemStrategi Optimalisasi Inovasi Kelembagaan Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Daerah(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hendayana, Rahmat; Alfons, Janes Berthy; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKajian optimalisasi inovasi kelembagaan dalam mewujudkan ketahanan pangan daerah, merupakan hasil telaahan mendalam terhadap data dan informasi sekunder dari berbagai sumber yang relevan, tahun 2007. Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui kondisi eksisting dan indikator kelembagaan pangan yang optimal, sehingga dapat disusun strategi pencapaian kelembagaan ketahanan pangan yang optimal di daerah. Sumber data dan informasi utama dalam bahasan ini adalah publikasi hasil kajian ketahanan pangan yang tersedia di pustaka maupun hasil penelusuran (surfing) internet. Melalui interpretasi dan telaah kualitatif yang dilakukan dalam pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (a) Keberhasilan ketahanan pangan, tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan teknologi semata, akan tetapi juga dientukan oleh unsur kelembagaan pendukungnya, baik yang bersifat formal maupun non formal. Teknologi menjadi syarat keharusan sedangkan kelembagaan merupakan syarat kecukupan; (b) Keberadaan kelembagaan formal maupun non formal memiliki peran strategis dan krusial dalam mewujudkan ketahanan pangan di level nasional maupun daerah dalam perannya memfasilitasi akses terhadap teknologi yang telah tersedia maupun teknologi yang diperlukan tetapi belum tersedia, menyediakan kebutuhan petani, fasilitasi modal kerja dan pemasaran; (c) Kelembagaan ketahanan pangan yang optimal dicirikan oleh konsistensinya dalam menerapkan prinsip-prinsip kelembagaan yang mencakup prinsip kebutuhan, efektivitas, efisiensi, fleksibilitas, manfaat, pemerataan dan keberlanjutan, (d) Untuk mencapai kondisi kelembagaan ketahanan pangan yang optimal diperlukan strategi diawali dengan melakukan inventarisasi elemen lembaga yang sudah ada kemudian menumbuhkan elemen lembaga yang dibutuhkan tetapi belum tersedia dan atau menumbuhkan elemen lembaga yang sudah ada tetapi belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan pangan di daerah; dan terakhir menumbuhkan keterkaitan yang harmonis secara fungsional dan secara institusional antar elemen kelembagaan ketahanan pangan.
- ItemKomposisi Gizi Laor dan Perubahannya Akibat Proses Pengolahan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Latumahina, M Ch A; Tapotubun, A M; Savitri, I K E; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuLaor biasa dikonsumsi masyarakat Maluku, dalam bentuk olahan bakasang dan lawar. Seperti halnya pangan laut lainnya, laor kaya kandungan gizi, karena waktu pengambilannya untuk dikonsumsi merupakan saat perkembangbiakannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi gizi laor mentah dan perubahannya setelah diolah menjadi bakasang dan lawar. Setelah proses pengolahan, terjadi perubahan komposisi laor baik pada produk bakasang maupun lawar. Kadar air dan protein kasar lawar menurun sedangkan kadar lemak meningkat dan kadar abu relatif tidak berubah. Kadar protein kasar bakasang relatif sama dengan laor segar tetapi kadar air dan lemak menurun sedangkan kadar abu menjadi sangat tinggi
- ItemTeknologi Pasca Panen Ubikayu untuk Mendukung Pengembangan Agroindustri(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Malawat, Saleh; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuUbikayu sebagai bahan sumber karbohidrat merupakan produk pertanian yang cukup potensial untuk industri skala rumah tangga, industri kecil maupun menengah. Untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun pasar dalam negeri, ubi kayu nilai ekonominya dengan sentuhan teknologi penanganan pasca penen yang optimal. Permasalahan yang dihadapi petani, adalah ketika panen, ubikayu hampir tidak habis terjual, bahkan banyak terbuang sebagai limbah, padahal masyarakat dapat ditangani dengan baik dan diolah menjadi berbagai bahan setengah jadi antara lain: chip, sawut, tepung pati dan lain-lain untuk kemudian diolah menjadi mie, roti, cake, kue kering dan minuman dari ubikayu. Dengan penganekaragaman produk ubikayu ini, akan memperkuat posisi rebut tawar petani sehingga tidak hanya menawarkan satu jenis produk kepada konsumen, melainkan menjual dalam bentuk segar, bahan setengah jadi, dan aneka jenis olahan makanan lainnya. Salah satu usaha yang paling rasional untuk meningkatkan pendapatan petani adalah menggali potensi pangan lokal dan memberi sedikit sentuhan teknologi sesuai kebutuhan petani di daerah setempat.
- ItemBenih untuk Ketahanan Pangan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Alfons, Janes Berthy; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuSalah satu elemen pokok ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutu yang sebagian besar berasal dari produksi sendiri. Penggunaan benih bermutu merupakan salah satu komponen teknologi dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan, karena memiliki daya hasil yang tinggi, tahan hama dan penyakit utama dan berumur genjah. Permasalahan yang dihadapi dalam perbenihan tanaman pangan saat ini adalah: (1) belum semua varietas unggul yang dilepas dapat diadopsi petani atau pengguna benih; (2) ketersediaan benih sumber dan benih sebar secara ”enam tepat” (varietas, mutu jumlah, waktu, lokasi, dan harga) belum dapat dipenuhi; (3) belum optimalnya kinerja lembaga produksi dan pengawasan mutu benih; dan (4) belum semua petani menggunakan benih unggul bermutu/bersertifikat. Dalam rangka mendukung penyediaan benih unggul bermutu untuk mendukung ketahanan pangan diperlukan langkah-langkah stategis meliputi; (1) optimalisasi pengembangan varietas unggul baru (VUB), (2) produksi dan distribusi benih, (3) pengendalian mutu melalui sertifikasi benih, dan (4) optimalisasi kelembagaan perbenihan.