Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah Kepulauan
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah Kepulauan by Title
Now showing 1 - 20 of 110
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisis Kelayakan Finansial Teknologi Peningkatan Produktivitas Lahan Berbasis Tanaman Pangan pada Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Buru(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hidayah, Ismatul; Susanto, Andriko Noto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian ini bertujuan untuk menentukan kelayakan finansial teknologi peningkatan produktivitas lahan berbasis tanaman pangan pada lahan sawah irigasi. Kajian pola tanam telah dilakukan pada petani lahan sawah irigasi di desa Waekasar, Kecamatan Mako, Kabupaten Buru pada tahun 2006. Digunakan metode pemahaman pedesaan secara partisipatif terhadap dua kelompok petani yaitu petani non kooperator (pola tanam asli) dan kooperator (pola tanam introduksi). Data yang dikumpulkan meliputi data komponen produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani dengan pola tanam petani maupun pola tanam introduksi layak secara finansial untuk diusahakan, namun usahatani dengan pola tanam introduksi mampu memberikan keuntungan yang lebih besar dibanding pola tanam asli petani dengan nilai R/C dan keuntungan masing-masing yaitu padi – padi – bero 1,60 keuntungan Rp 5.384.675 (pola tanam petani ), sedangkan pola tanam introduksi yaitu padi – padi – kedelai 1,61 dengan keuntungan Rp 8.921.675, padi – padi – kacang hijau 1,53 dengan keuntungan Rp 7.961.675, padi – kedelai – kedelai 1,57 dengan keuntungan Rp 9.389.175, padi – kedelai – kacang hijau 1,50 dengan keuntungan Rp 8.429.175, padi – kacang hijau – kacang hijau 1,46 dengan keuntungan Rp 8.000.675. Hasil analisis marginal B/C rasio semuanya > 1, menunjukkan bahwa perubahan pola tanam oleh petani sesuai pola tanam introduksi secara finansial layak dilakukan karena dari masing masing pola tanam introduksi mampu memberikan tambahan penerimaan lebih besar dibanding tambahan biaya yang dikeluarkan akibat mengganti pola tanam sesuai pola tanam introduksi dengan nilai mbcr masing masing yaitu padi – padi – kedelai 1,63, padi – padi – kacang hijau 1,42, padi – kedelai – kedelai 1,53, padi – kedelai – kacang hijau 1,38, padi – kacang hijau – kacang hijau 1,31. Model pola tanam introduksi padi – padi – kedelai secara finansial merupakan model usahatani yang mampu memberikan keuntungan terbesar selama satu tahun
- ItemAnalisis Kelayakan Finansial Teknologi Usahatani Kedelai Setelah Padi Sawah di Desa Waekasar, Kecamatan Mako, Kabupaten Buru(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hidayah, Ismatul; Susanto, Andriko Noto; Sirappa, Marthen P; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian ini bertujuan untuk menentukan kelayakan finansial teknologi introduksi usahatani kedelai setelah padi sawah, yang telah dilakukan pada petani kedelai lahan sawah irigasi di Desa Waekasar, kecamatan Mako, kabupaten Buru pada Tahun 2006. Digunakan metode pemahaman pedesaan secara partisipatif terhadap dua kelompok petani yaitu petani kooperator dan non-kooperator. Data yang dikumpulkan meliputi data komponen produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani petani kooperator dengan menerapkan teknologi introduksi mampu memberikan keuntungan yang lebih besar (Rp 2.557.000) dibandingkan dengan usahatani petani non-kooperator (1.165.000), dengan nilai R/C masing-masing yaitu 1,40 (petani kooperator), 1,33 (petani non-kooperator). Hasil analisis marginal B/C sebesar 1,36 menunjukkan bahwa perubahan komponen teknologi petani yang disesuaikan dengan teknologi introduksi secara finansial layak dilakukan karena setiap Rp 100 tambahan biaya yang dikeluarkan oleh petani kooperator akibat mengganti komponen teknologi menyebabkan tambahan penerimaan sebesar Rp 136. Usahatani pola introduksi layak diterapkan dengan titik impas tambahan produksi yaitu 556,60 kg/ha atau produktivitas minimal yang harus dicapai 1.486,60 kg/ha. Dengan tambahan produksi sebesar 850 kg/ha pada petani kooperator maka perubahan komponen teknologi tersebut layak dilakukan jika penurunan harga tidak sampai dibawah titik impas harga yaitu Rp 3.274,12/kg.
- ItemAnalisis Kelayakan Finansial Usahatani Tanaman Perkebunan Rakyat di Kabupaten Buru(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hidayah, Ismatul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuAnalisis kelayakan finansial usahatani tanaman perkebunan dilakukan di Kabupaten Buru tahun 2005 dengan metode survei berstruktur. Indikator kelayakan yang digunakan Pendapatan bersih atau keuntungan, rasio pendapatan dengan biaya (B/C), Periode pengembalian (Pay Back Period), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return atau IRR. Hasil analisis kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa pada tingkat DF 15 persen, dalam waktu 15 tahun usahatani tanaman perkebunan rakyat layak atau menguntungkan dengan nilai NPV masing masing yaitu kelapa Rp 1.095.316,80. dengan tingkat IRR 17 persen, jambu mete Rp 1.912.230 dengan tingkat IRR 19,20 persen, pala Rp 5.612.558,50 dengan tingkat IRR 22,10 persen, cengkeh Rp 9.846.800,60 dengan tingkat IRR 29 persen, kakao Rp 8.136.000 dengan tingkat IRR 25 persen, kopi Rp 8.126.510 dengan tingkat IRR 27 persen, sedangkan nilai net B/C > 0 pada semua komoditas perkebunan (layak secara ekonomi), artinya selama 15 tahun usaha perbandingan antara keuntungan bersih dengan biaya yang dikeluarkan untuk masing masing komoditas yaitu kelapa 1,19, jambu mete 1,34, pala 1,74, cengkeh 2,67, kakao 1,89, kopi 2,10. Tanpa memperhatikan tingkat bunga (bunga modal), jangka waktu pengembalian modal usahatani tanaman perkebunan untuk masing masing komoditas yaitu kelapa 8 tahun 7 bulan, jambu mete 7 tahun 1 bulan, pala 8 tahun 9 bulan, cengkeh 6 tahun 9 bulan, kakao 6 tahun 1 bulan,opi 5 tahun 6 bulan.
- ItemAnalisis Kelayakan Usaha dan Nilai Tambah Agroindustri Sagu: Studi Kasus Pengusaha Sagu di Kec. Salahutu dan Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Leatemia, E D; Girsang, Wardis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuMaluku memiliki potensi sagu sekitar 31000 hektar namun belum dimanfaatkan secara optima baik pohon sagu maupun hasil olahan tepung sagu. Sagu merupakan komoditi pangan yang banyak mengandung karbohidrat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pangan masyarakat, baik secara tradisional maupun pangan olahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha produksi sagu dan nilai tambah produk olahan sagu. Metode penelitian studi kasus digunakan terhadap 3 kelompok pengusaha sagu dan 30 pengrajin pembuat bagea dan sarut, masing-masing di desa Waai dan Waitatiri, kecamatan Salahutu dan desa Ihamahu, kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan analisis finansial dan analisi nilai tambah Hayami dan Toshihiko (1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha kelompok bisnis tepung sagu basah dan kering layak diusahakan. Nilai tambah yang diperoleh pun bervariasi menurut harga bahan baku, harga input dan nilai produk. Rasio nilai tambah satu kilogram tepung sagu terhadap nilai produk yang dijual untuk masing-masing produk juga berbeda: bagea kanari 27,86%, sarut kanari 28,65%, bagea kelapa 20,94% dan sarut kelapa 17,82%. Disarankan agar kelompok usaha sagu memperoleh nilai tambah yang optimal melalui perbaikan teknologi produksi yang lebih baik dan teknik modifikasi produk yang lebih beragam serta jaringan pasar yang lebih luas.
- ItemAnalisis Perhitungan Kebutuhan Pangan Pokok Penduduk Dalam Upaya Swasembada Pangan di Kabupaten Maluku Tenggara(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hidayah, Ismatul; Bustaman, Sjahrul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian ini dilakukan untuk menghitung kebutuhan pangan pokok penduduk Kabupaten kepulauan Maluku Tenggara dengan tujuan swasembada, dengan skenario swasembada pangan pokok dicapai pada tahun 2010 melalui ekstensifikasi dan intensifikasi. Dari hasil perhitungan diperoleh kebutuhan pangan pokok penduduk Kabupaten Maluku Tenggara untuk masing masing Komoditas yaitu 10.138,67 ton beras, 1.490,98 ton jagung, 26.506,34 ton ubi kayu, 3.699,84 ton umbi-umbian. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan tambahan luas panen untuk masing masing komoditas yaitu padi gogo 7.570,81 ha, jagung 63,49 ha, ubikayu 168,86 ha, ubi ubian 199,98 ha. Alternatif kebijakan yang dilakukan yaitu penambahan luas panen dan peningkatan produktivitas padi gogo sebesar 1.177 ha dan 4 ton/ha, Meningkatkan produktivitas ubikayu sebesar 23 ton/ha, jagung 5 ton/ha dan ubu ubian 16 ton/ha, dengan skenario komposisi pangan pokok dirubah menjadi beras 11,37%, ubikayu 72,19%, jagung 10,29% dan ubi ubian 6,16%.
- ItemAnalisis Program Ketahanan Pangan Dalam Perspektif Kemiskinan dan Kelaparan di Wilayah Kepulauan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008) Rahado, Kos; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKemiskinan dan kelaparan merupakan dampak dari adanya kekeliruan dalam kebijakan pembangunan nasional yang selama ini mengarah kepada pendekatan makro dan kurang memperhatikan keadaan mikro, berpola sentralistis, dominasi pemerintah, dan kebijakan pengembangan komoditas pertanian yang berfokus pada beras. Saat ini masih ditemukan banyak masyarakat yang berada dalam kondisi rawan pangan, kesehatan buruk dan pendidikan tertinggal yang bila tidak ditangani secara adil akan berlanjut kepada kerawanan pangan kronis dan kondisi terbelunggu kemiskinan struktural. Pemecahan masalah untuk memerangi kelaparan dan mengurangi kemiskinan melalui pendekatan yang berorientasi kepada rumah tangga, berpola desentralistik dan peningkatan partisipasi masyarakat. Untuk itu peningkatan ketersedian pangan spesifik wilayah, sistem distribusi dan keterjangkauan, kesempatan memperoleh layanan pendidikan, kesehatan, modal, asuransi dan jaminan sosial serta dibutuhkan komitmen eksekutif dan legislatif guna perbaikan tatanan pemerintahan. Di samping itu dibutuhkan program pangan bersifat segera, program pangan jangka pendek, program pangan jangka menengah dan program pangan jangka panjang. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan untuk memerangi kelaparan dan mengurangi kemiskinan perlu adanya keserasian dan keterkaitan antara kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta penanganan yang bersifat lintas sektoral, lintas departemen dan lintas wilayah serta usaha masyarakat. Program-program untuk memerangi kelaparan dan mengurangi kemiskinan perlu disosialisasikan kepada para pelaku kebijakan, pelaku ekonomi dan masyarakat untuk dilaksanakan sesuai dengan permasalahan dan kondisi masing-masing daerah kepulauan.
- ItemAnalisis Tingkat Pendapatan Perempuan Pengusaha Sagu Lempeng dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya : Kasus pada Ibu-Ibu Bakar Sagu di Pulau Ambon(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Papilaya, Eddy C; Mahupale, Yunita; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPerempuan pengusaha sagu lempeng merupakan salah satu stakeholder penting dalam agribisnis sagu berbasis rumahtangga. Namun, usaha mereka belum optimal karena keterbatasan teknologi/inovasi, terbatasnya modal usaha dan pemasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan perempuan pengusaha sagu dan kontribusinya terhadap pendapatan rumahtangga, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jumlah responden sebanyak 24 orang (73 persen dari Populasi) diambil secara acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: rata-rata pendapatan bersih per bulan perempuan pengusaha sagu lempeng sebesar Rp 1.062.706; kontribusi pendapatan perempuan pengusaha sagu lempeng terhadap pendapatan rumahtangga sebesar 74 persen, dan tingkat harga jual merupakan variabel yang berpengaruh positif dan nyata terhadap tingkat pendapatan.
- ItemArah Dan Kebijakan Percepatan Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan (Kepala Badan Litbang Pertanian)(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Suryana, Achmad; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKetahanan pangan pada dasarnya adalah terpenuhinya konsumsi pangan rumah tangga secara memadai, baik dari segi pasokan, kualitas maupun aksesibilitas. Meningkatnya pasokan dan kualitas pangan, serta aksesibilitas/daya beli/pendapatan rumah tangga dapat dapat ditempuh melalui penerapan inovasi teknologi. Namun demikian, inovasi teknologi tersebut tidak akan sampai ke pengguna/petani jika tidak diikuti dengan kegiatan diseminasi/alih teknologi secara tepat. Oleh karena itu, inovasi teknologi dan percepatan alih teknologi secara bersama-sama berperan besar dalam meningkatkan produksi pertanian dan daya beli masyarakat dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Untuk itu, perlu upaya adanya perbaikan dalam aspek penelitian dan pengembangan, serta pendekatan diseminasi/alih teknologi secara terus menerus. Berbagai kegiatan yang dirancang oleh Departemen Pertanian saat ini dalam meningkatan ketahanan pangan nasional, kesejahteraan petani, dan meningkatkan daya saing produk pertani perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Untuk itu, seluruh pemangku kepentingan
- ItemAsap Cair Cangkang Sawit (Elais quinensis) sebagai Antioksidan Fenolik dalam Menghambat Kerusakan Oksidatif Protein Daging Ikan Tongkol Putih (Thunus sp)(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Apituley, Daniel A N; Soukotta, Dwight; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuProtein daging ikan yang disimpan akan mengalami perubahan yang akhirnya mengarah pada kerusakan baik secara oksidatif maupun non oksidatif. Kerusakan oksidatif tersebut dapat terjadi karena serangan radikal pengoksidasi diantaranya radikal hidroksil yang berasal dari luar maupun dalam bahan pangan tersebut. Kerusakan tersebut dapat dicegah antara lain dengan mengeleminasi oksigen atau dengan menambahkan antioksidan. Salah satu antioksidan yang diharapkan dapat mencegah kerusakan oksidatif protein tersebut adalah asap cair. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji daya hambat asap cair sebagai model antioksidan fenolik pada kerusakan oksidatif protein daging ikan yang ditandai dengan terbentuknya protein karbonil serta profil asam amino protein daging ikan Tongkol Putih selama penyimpanan dalam sistim pembangkit radikal hidroksil CuSO4 - H2O2 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen fenolik dalam asap cair cangkang sawit mampu menghambat terjadinya kerusakan oksidatif pada protein daging ikan Tongkol Putih. Ini terlihat dari rendahnya laju pembentukan protein karbonil pada perlakuan penambahan asap cair 200 ppm bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan asap cair. Penambahan asap cair 200 ppm juga menyebabkan rendahnya persentase pengurangan asam-asam amino esensial seperti histidin dari 10,00% menjadi 8,62%; tirosin dari 13,67% menjadi 11,64%; metionin dari 11,26% menjadi 9,79% dan fenilalanin dari 20,69% menjadi 20,27%.
- ItemBenih untuk Ketahanan Pangan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Alfons, Janes Berthy; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuSalah satu elemen pokok ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutu yang sebagian besar berasal dari produksi sendiri. Penggunaan benih bermutu merupakan salah satu komponen teknologi dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan, karena memiliki daya hasil yang tinggi, tahan hama dan penyakit utama dan berumur genjah. Permasalahan yang dihadapi dalam perbenihan tanaman pangan saat ini adalah: (1) belum semua varietas unggul yang dilepas dapat diadopsi petani atau pengguna benih; (2) ketersediaan benih sumber dan benih sebar secara ”enam tepat” (varietas, mutu jumlah, waktu, lokasi, dan harga) belum dapat dipenuhi; (3) belum optimalnya kinerja lembaga produksi dan pengawasan mutu benih; dan (4) belum semua petani menggunakan benih unggul bermutu/bersertifikat. Dalam rangka mendukung penyediaan benih unggul bermutu untuk mendukung ketahanan pangan diperlukan langkah-langkah stategis meliputi; (1) optimalisasi pengembangan varietas unggul baru (VUB), (2) produksi dan distribusi benih, (3) pengendalian mutu melalui sertifikasi benih, dan (4) optimalisasi kelembagaan perbenihan.
- ItemDampak Perubahan Pola Komsumsi Non Beras ke Pangan Beras Terhadap Ketahanan Pangan Lokal Masyarakat Di Desa Hatusua Kecamatan Kairatu Kabupaten SBB(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008) Thenu, S F W; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKetahanan pangan dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi semua orang pada setiap saat dan setiap individu mempunyai akses untuk memperolehnya, baik secara fisik maupun ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana dampak perubahan pola konsumsi terhadap ketahanan pangan lokal masyarakat di desa Hatusua. Menggunakan metode survei menggunakan analisis Diskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan dampak sebagai berikut : (1) berkurang/menipisnya pengetahuan masyarakat (terutama generasi muda) terhadap nilai-nilai sasi yang ditunjukan oleh : menurunnya minat masyarakat menggunakan budaya sasi untuk melindungi sumberdaya alam mereka. Keadaan ini tentunya ikut dipicu oleh beberapa faktor lain seperti : perkembangan penduduk , pendidikan dan perkembangan agama, serta sosialisasi pemahaman sasi yang rendah kepada masyarakat, (2) perubahan sistim bagi hasil (maanu), (3) perubahan teknologi pengolahan, (4) perubahan status kepemilikan tanah, (5) perubahan pola pikir aparatur desa dan warga masyarakat.
- ItemDukungan petrokimia terhadap pembangunan pertanian melalui pengadaan pupuk berimbang dan bersubsidi(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007-10-29) PT Petrokimia Gresik; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku
- ItemEfek Metoda Pemurnian Redestilasi dan Adsorbsi Dengan Zeolit Aktif Terhadap Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Nendissa, Dessyre M; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuAsap cair sudah digunakan secara luas dalam pengolahan pangan namun masih ada kekuatiran yang disebabkan oleh kandungan tar yang bersifat karsinogen dalam asap cair tersebut sehingga perlu dimurnikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan komposisi asap cair tempurung kelapa setelah mengalami proses pemurnian dengan cara redestilasi kemudian dilanjutkan dengan diadsorbsi pada zeolit aktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemurnian ini menyebabkan penurunan jumlah puncak yang terdeteksi dengan GC-MS. Jumlah puncak yang terdeteksi dari asap cair tempurung kelapa sebelum diredestilasi 23 puncak. Setelah diredestilasi, menurun menjadi 7 puncak dan setelah diadsorbsi pada zeolit aktif, jumlah puncak yang tersisa adalah 5 puncak. Tiga puncak yang tertinggi adalah puncak asam asetat, phenol dan 4 ethyl-2 methoxy phenol. Komponen asap cair tempurung kelapa setelah dimurnikan dengan metoda redestilasi dan kemudian dilanjutkan dengan dilewati pada zeolit aktif mengalami penurunan adalah senyawa phenol dan asam sedangkan senyawa karbonil dan hidrogen polisiklik aromatik menjadi hilang.
- ItemEfektivitas Beberapa Jenis Isolator Terhadap Kesegaran Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) selama Penyimpanan Dingin(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Tapotubun, A M; Sormin, R B D; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPendinginan dengan es merupakan cara pengawetan yang paling umum digunakan untuk mempertahankan kesegaran ikan. Walaupun demikian es sangat mudah menyerap panas dari lingkungan sehingga dibuthkan peti pendingin berinsulasi. Bahan-bahan alam yang mudah ditemukan seperti pelepah pisang atau serbuk gergaji dapat dimanfaatkan sebagai isolator menggantikan stirofoam yang selama ini digunakan namun sulit ditemukan dipedesaan sehingga kesegaran ikan dapat tetap dipertahankan selama penyimpanan. Penggunaan stirofoam dan pelepah pisang sebagai isolator pada peti berinsulasi dapat mempertahankan kesegaran ikan cakalang selama 8 hari penyimpanan, sedangkan serbuk gergaji pada hari ke 8 telah menunjukan gejala pembusukan.
- ItemIdentifikasi Pola Usahatani Lahan Kering Mendukung Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani di Kabupaten MTB (Studi kasus di Kec. Tanimbar Selatan)(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Rieuwpassa, Alexander J; Susanto, Andriko Noto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuIdentifikasi pola usahatani lahan kering mendukung ketahanan Pangan rumah tangga tani di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2007, menggunakan metode survei, dan berlokasi di desa Ilngei, Wowonda, Translok Wesawak Kecamatan Tanimbar Selatan. Kegiatan ini bertujuan untuk (1) mengetahui pola usahatani lahan kering secara tradisional dan (2) mengetahui berapa besar kontribusi bahan pangan dari pola ini terhadap ketersediaan energi mendukung sistem ketahanan pangan rumah tangga tani di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola usahatani lahan kering di Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah pola usahatani campuran (mix cropping), rata-rata luas lahan garapan petani 0,11 ha dengan kontribusi bahan pangan sebesar 1555,53 kg/tahun dan ketersediaan energi rata-rata 1048,58 kkal/org/tahun. Ketersediaan energi ini untuk kebutuhan per orang per hari masih belum memenuhi angka kebutuhan rata-rata yaitu 1600 kkal/org/hari (standar kecukupan energi), Rendahnya ketersediaan energi disebabkan karena petani belum menerapkan teknologi inovatif, terutama teknologi pola tanam dan teknologi budidaya dan luas lahan garapan sangat kecil (0,11 ha/petani)
- ItemIdentiifikasi Kapang Pada Abon Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) selama Penyimpanan Suhu Kamar(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Mailoa, Meigi N; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuAbon ikan merupakan salah satu pengolahan ikan cakalang yang dapat dikembangkan , karena mempunyai prospek yang cukup cerah bila ditinjau dari segi potensi, teknik pembuatan sederhana serta mempunyai daya awet yang panjang. Produk olahan kering sering mengalami kerusakan yang ditimbulkan oleh kapang. Salah satu produk tersebut adalah abon cakalang. Untuk mengidentifikasi kapang yang ada pada paroduk abon ini telah dilakukan penelitian untuk memperoleh infomasi data ilmiah yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu. Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi jumlah koloni kapang dan identifikasi kapang. Dari analisa total koloni kapang pada abon cakalang yang dikemas dengan plastik tertinggi yaitu 1,8 x 106 koloni / gram yang disimpan selama 3 bulan dan terendah yaitu 5,0 x 104 koloni/ gram dengan penyimpanan selama 1bulan.Sedangkan untuk sampel abon yang dikemas dengan alumunium foil total koloni tertinggi yaitu 1,1 x 105 koloni/gram yang disimpan selama 3 bulan dan terendah yaitu 4,2 x 104 koloni/gram yang disimpan selama 1 bulan dan telah memenuhi standara mutu abon, yaitu 5,0 x 104 koloni/gram. Berdasarkan hasil identifikasi jenis kapang yang terdapat pada abon ikan cakalang adalah Aspergllus sp., Penicillium sp., dan Fusarium sp.
- ItemImplementasi Pembangunan Pertanian Di Provinsi Maluku(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Marasabessy, A; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuSektor pertanian telah dan terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan PDB (Pendapatan Domestik Bruto), sumber devisa melalui ekspor, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selain kontribusi langsung, sektor pertanian juga memiliki kontribusi tidak langsung yang berupa efek pengganda (multiplier effect), yaitu keterkaitan input-output antar industri, konsumsi dan investasi. Dampak pengganda tersebut relatif besar sehingga sektor pertanian layak dijadikan sektor andalan dalam pembangunan ekonomi masional. Sektor pertanian terbukti lebih tanggu bertahan dan mampu pulih lebih cepat disbanding sektor lainnya, sehingga dapat berperan sebagai penyangga pembangunan nasional. Peran tersebut terutama dalam penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa melalui ekspor, penampung (reservoir) tenaga kerja yang kembali ke pedesaan, penanggulangan kemiskinan, pengendalian inflasi, dan pertumbuhan yang masih positif. Secara umum, sektor pertanian telah mampu melepaskan diri dari ancaman keterpurukan yang perkepanjangan, terlepas dari ancaman kontraksi berkelanjutan dan melepaskan diri dari perangkap “ spiral pertumbuhan rendah “ dan bahkan telah berada pada fase percepatan pertumbuhan (accelerating growth) menuju pertumbuhan berkelanjutan (sustainable growth).
- ItemInovasi Teknologi Umbi-Umbian Mendukung Ketahanan Pangan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008) Alfons, Janes Berthy; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKetahanan pangan diartikan sebagai ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah, mutu dan gizi yang cukup, aman dikonsumsi, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan akan mantap bila komsunsi masyarakat berasal dari berbagai sumber pangan lokal. Ubi-ubian (ubi kayu, ubi jalar, yams, dan cocoyams) sebagai sumber karbohidrat non-beras merupakan tanaman pangan spesifik bagi masyarakat Maluku, berpontensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif mendukung ketahanan pangan. Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan ubi-ubian adalah teknologi produksi masih sederhana disamping produk-produknya hingga saat ini cenderung konvensional, dengan kemampuan dan nilai gizi yang kurang menarik. Hal ini menyebabkan relatif rendahnya ketertarikan masyarakat untuk memanfaatkan sebagai sumber karbohidrat substitusi terhadap beras. Dalam rangka pengembangan ubi-ubian sebagai komoditi pangan alternatif perlu didukung oleh teknologi inovatif meliputi teknologi pra panen, pascapanen dan pengolahan hasil. Inovasi teknologi varietas unggul baru, mampu meningkatkan produktivitas tanaman serta meningkatkan kualitas hasil pertanian. Inovasi teknologi pengelolaan lahan dan air akan memberikan dampak pada daya dukung lahan (produktivitas lahan meningkat) sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (produktivtas tanaman meningkat). Begitu pula dengan teknologi pengelolaan hama dan penyakit tanaman juga merupakan inovasi teknologi yang dapat diandalkan untuk mengurangi resiko kegagalan panen, sedangkan inovasi teknologi pascapanen pengolahan hasil dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan kualitas produk pertanian, yang pada akhirnya meningkatkan nilai tambah produk pertanian.
- ItemInovasi Teknologi Usahatani Kedele(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Van Room, Maryke Jolanda; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKedele merupakan komoditi tanaman pangan yang cukup penting artinya. Sebagai bahan makanan, kedele banyak mengandung protein, lemak dan vitamin serta unsur mineral lainnya. Kebutuhan masyarakat akan kedele setiap tahun terus meningkat, baik untuk bahan makanan, keperluan industri maupun untuk bahan baku pakan ternak. Pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani kedele dirasakan masih rendah yang disebabkan oleh penerapan sistem usahatani yang belum sesuai dengan teknologi yang ada. Tingkat prosuksi rata-rata kedele petani berada di bawah hasil potensi yang bisa dicapai sehingga menyebabkan laju pertumbuhan komoditas tersebut lamban. Kesenjangan hasil tersebut dapat terjadi karena tingkat penerapan teknologi oleh petani masih rendah diantaranya disebabkan oleh ketersediaan benih bermutu terbatas, varietas yang digunakan adalah varietas lokal, populasi tanaman kurang optimal, kesuburan tanah rendah, pengendalian OPT tidak efisien. Di samping itu paket teknologi budidaya spesifik lokasi belum banyak tersedia.
- ItemInventarisasi Hijauan Makanan Ternak Lokal Di Pulau(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Patty, Ch W; Joris, L; Siwa, I; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPeningkatan produksi dan populasi ternak khususnya ternak kerbau yang merupakan ternak unggul lokal di pulau Moa tidak efisien bila tidak didukung oleh produksi hijauan yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Sistem pengembalaan ternak yang dilakukan secara kontinyu (Continuous grazing) dan musim kemarau yang cukup panjuang akan mempengaruhi komposisi botani padangan dan cenderung akan menurunkan nilai gizi padangan dan produksi ternak kerbau. Berdasarkan kenyataan tersebut maka telah dilakuakan kajian menyangkut “Inventarisasi Hijauan Makanan Ternak di Pulau Moa”. Dari hasil kajian ini diharapkan dapat diterapkan suatu kebijakan dalam upaya budidaya dan pengembangan hijauan makanan ternak lokal guna mengembangkan ternak kerbau yang merupakan salah satu plasma nutfah Propinsi Maluku. Penelitian ini dilakukan di pulau Moa dengan menggunakan metode survei melalui pengamatan dan pengumpulan data di lapangan dengan mengambil lokasi pada dua areal padang penggembalaan. Pengambilan sampel hijauan makanan ternak dilakukan sebanyak 450 cluster untuk tiap padang penggembalaan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : a). Jenis hijauan makanan ternak, 2). Komposisi hijauan makanan ternak dan 3). Kualitas hijauan padang penggembalaan. Berdasarkan hasil kajian di lapangan pada areal padang penggembalaan diperoleh jenis hijauan rumput-rumputan antara lain : rumput Setaria (Setaria ancepts), Merak (Andropogon Themeda), Jukut Pait (Axonopus compressus), rumput Kerbau (Paspalum conjugatum), rumput Suket Emprit-empritan (Eragrostis amibilis) dan Rumput Sudan. Selain jenis rumput ditemukan pula jenis hijauan pohon yang sring diberikan kepada ternak seperti kusambi, beringin, lamporo, parma, turigamal dan wetu. Pengukuran komposisi botani diperoleh hasil : rumput setaria = 33.92 %, rumput merak = 21.84 %, rumput jukut pait = 20,77 %, rumput Kerbau = 13,31 %, rumput Sekut emprit-emprit = 5,82 % dan rumput sudan = 4,33 %. Sedangkan padang penggembalaan di Moa Timur (Gunung Kerbau) diperoleh hasil sebagai berikut : rumput Setaria = 31,15 %, rumput jukut pait = 30,11 %, rumput merak = 19,35 %, rumput Sekut emprit-emprit = 11,59 % dan rumput Kerbau = 7,80 % Sedangkan hasil rata-rata analisa proksimat ruput pada padang penggembalaan Mkamar adalah protein = 4,33 %, serat kasar = 34,35 % BETN = 38,72 % dan abu = 7, 13 %, sedangkan padang penggembalaan gunung Kerbau adalah protein = 3,46 %, serat kasar = 36,66 %, BETN = 37,26 % dan abu = 8,12 %.