Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 108
Results Per Page
Sort Options
- ItemVARIETAS UNGGUL BERDAYA HASIL TINGGI DAN TOLERAN TERHADAP LAHAN GAMBUT(Balittra, 1991) Achmadi Jumberi, Mansur Lande dan Isdijanto Ar-RizaPerakitan varietas unggul merupakan eara yang paling murah dan aman terhadap lingkungandalam rangka peningkatan produktivitas padi di lahan gambut. Penggunaan varietas unggul meningkatkan hasil padi di tingkat petani yang pada akhimya dapat meningkatkan pendapatan dan tarap hidup petani. Beberapa sifat yang diharapkan dari penelitianvarieiasungguluntuk lahan gambut, yaitu : (1) berdaya hasil tinggi, (2) toleran terhadaplingkungan tumbuh lahan gambut dengan beberapa kendala yang dimilikinya, (3) toleranterhadap penyakit yang banyak berkembang di lahan gambut, (4) berumur genjah, (5)tinggitanaman 100-115 em, (6) bentukgabah panjang dan rasa nasi di senangi petani.
- ItemPENGELOLAAN AIR DI LAHAN PASANG SURUT(Balittra, 1991) Muhrizal Sarwani, Supardi Suping, Khairil AnwarMasalah tanah dan airmerupakan kendala utama dilahanpasang surut. Pengelolaan air dengan pendekatan hubungan air-tanah-tanaman merupakan kunci sukses dalam menekan kendala utama yang ada. Penelitian untuk mendapatkan teknologi pengelolaan tanah dan air terus dilakukan, baik berupapercobaan lapang maupun laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa denganpengaturan airdankultur teknisyangbaik,pada lokasi pasang surut dengan tipe luapan B dapat ditanam padi dan palawija. Hasil padi dapat mencapai 4 tlha,dimana 45%dariangkatersebutdisebabkan olehpengelolaan air.Sedangkan kedelai dapat mencapai hasil sekitar 2 tlha dan jagung 4 tlha. Disamping itu juga dalam setahun dapat ditanam dua kali sehinggaproduktivitas lahan meningkat. Pada pasang surut tipe luapan A pengelolaan air sulit dilakukan pada tirgka: petani karena kondisi air dan tanahnya. Sedangkan pada tipeluapan C,pengelolaan airlebihditujukan kepada konservasi air. Dalam pemanfaatan lahanpasang surut, khususnya tanah sulfat masam perlu menghindari reklamasi lahan yang dapat menyebabkan teroksidasinya lapisan pirit, menghindari penggunaan iaryang berkualitas buruk, dan mengusahakan terjadinya pencucian unsur-unsur beracun secara cepat. Penerapan kultur teknis yang baik dan penggunaan varietas yang adaptif menunjang keberhasilan usaha tersebut. Kualitas airberhubungan denganjarak dari saluran skunder, dan menentukan produksi tanaman. Kualitas air cukup baik pada areal persawahan dekat saluran skunder hinggajarak 2 km ke arah hutan (melintang), setelah itu kualitas airnya jelek.
- ItemPROSIDING SEMINAR PENELITIAN SISTEM USAHATANI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN SELATAN(Balittra, 1991) Isdijanto Ar-Riza, Bambang Prayudi, Agus Supriyo, Edi Supriyadi, MurzaniDalam upaya pencapaian dan pelestarian swasembada pangan dan peningkatan pendapatan petani, perlu didukung oleh teknologi yangsesuai, sehingga berbagai kendala, fisik, biologi dan sosial ekonomi yang masih menghadang bisa diatasi. Luas lahan gambut secara nasional adalah 17,235juta hektar, dan mempunyai potensi besar untuk usaha pertanian. Sehingga dengan demikian lahan ini'perlu didayagunakan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan penduduknya. Kendala-kendala seperti tingkat kemasakan gambut, ketebalan, subsidensi, keharaan, pengelolaan air, harna, penyakit dan ketenaga kerjaan akan bisa diatasi dengan penelitian yang efektif dan terarah. Penelitian sistem usahatani yang diarahkan kepada peningkatan pendapatan petani dengan cara mendayagunakan sumberdaya yang tersedia secara serasi, dan didukung oleh teknologi komponen usahatani yangsesuai, akan mampu meningkatkan produktivitas lahan dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Hasil-hasil penelitian sistem usahatani dan teknologi pendukungnya telah dicapai dibahas oalam seminar pada tanggal 20-21 Pebruari 1991di Banjarmasin. Buku yang merupakan risalah dari seminar tersebut diharap dapat membantu upaya pengembangan lahan gambut sebagai lahan usaha pertanian.
- ItemSISTEM PENUNJANG DALAM PENGEMBANGAN USAHATANI DI LAHAN BERGAMBUT(Balittra, 1991) Rachmadi Ramli dan Rosita GalibSistem usahatani di lahan pasang surut bergambut telah dilaksanakan sejak tahun 1987 dan menunjukkan peningkatan dibanding usahatani sebelumnya. Pengembangan sistem usahatani ini tidak terlepas darifaktor yang mempengaruhinya, yaitu kebijaksanaan pemerintah, tersedianya teknologi, faktor ekstemal dan partisipasi petani. Peningkatan dukungan keempat faktor tersebut diharapkan dapat mempercepat pengembangan sistem usahatani yang bersangkutan. Teknologi produksi yang diperlukan untuk sistem usahatani telah tersedia dan selalu dikembangkan oleh peneliti bersama-sama penyuluh lapangan dan petani. Para petani telah menunjukkan partisipasinya dengan menerapkan paket-paket teknologi yang dianjurkan. Faktor ekstemal masih perlu ditingkatkan, terutama dal.im hal penyediaan kredit usahatani serta tenaga penyuluh. Kredit usahatani masin belum dapat menjangkau pet ani secara luas. Tenaga penyuluh pertanian lapangan dirasakan masih belum optimal, mengingat luasnya wilayah pembinaan seorang penyuluh (1.133 Ha) dengan 234 KKpetani dan 3 Desa serta 14 kelompok usahatani.
- ItemPENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DI LAHAN PASANG SURUT GAMBUT(Balittra, 1991) Mansur LandeTanaman pangan, terutama padi, jagung, dan kedelai memiliki peranan penting dalam pembangunan pertanian di Indonesia .. Ketiga jenis tanaman pangan tersebut langsung terkait dengan tujuan pembangunan pertanian seperti yang telah digariskan dalam REPELIT A V. Peningkatan produksi padi akan meningkatkan kualitas dan memantapkan . swasembada pangan. Sedangkan peningkatan produksi tanaman jagung dan kedelai akan menunjang peningkatan produksi dan kualitas bahan-bahan industri serta mengurangi impor hasil pertanian. Pertumbuhan penduduk sebesar 1.9% tiap tahun, diikuti dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai, menurut peningkat -m produksi padi agar swasembada beras yang telah dicapai pada tahun 1984 dapat dipertahankan. Demikian juga penggunaan jagung dan kedelai 'untuk pakan ternak dan bahan industri meningkat dengan pesat sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam Pelita V diperkirakan laju pertumbuhan penggunaan jagung dan kedelai untuk makanan ternak akan meningkat dengan laju masing-masing 9.7 dan 9.9 persen setahun. Impor kedelai termasuk bungkil kedelai telah meningkat dari 183.000 ton pada tahun 1976 menjadi 720.000 ton pada tahun 1986. Banyaknya impor kedelai pada tahun 1986 merupakan 37.0 persen dari total konsumsi kedelai dalam negeri. Secara nasional, permintaan hasil produksi padi, jagung dan kedelai bertambah sehingga peningkatan produksi melalui intensifikasi pertanaman dan perluasan area meningkat tiap tahun.
- ItemKEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KALIMANTAN SELATAN(Balittra, 1991) Ismed Ahmad (Ketua Bappeda Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan)Pembangunan merupakan upaya dalarri mencapai tujuan bangsa Indonesia untuk menuju masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. °Kegiatan pembangunan ini dilaksanakan melalui serangkaian rencana-rencana jangka menengah dengan tahapan selama lima tahun, yang dikenal dengan Repelita. Setelah menjalani limakali Pelita kita diharapkan sudah siapuntuk tinggallandas, sehingga kegiatan dalam Repelita V merupakan kegiatan pembangunan dalam menyongsong era tinggal landas.
- ItemBUDIDAYA PADI DI LAHAN GAMBUT(Balittra, 1991-02-20) Muhammad Noor, Agus Supriyo, Sudirman Umar dan Isdijanto Ar-RizaL:zhan gambut 'merupakan yang terluas dari lahan-lahan bermasalah di Indonesia yang tersebar di tiga pulau besar Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. Luas lahan gambut diperkirakan 18-24 juta ha atau 9,6 - 12,6% darijumlah keseluruhan lahan pertanian. Sifat kesuburan dan kimia tanah gambut dikenal sangat rendah seperti pH rendah, nisbah Clhara rendah, kadang-kadang pada lapisan bawah didapati pirit. Tingkat kesuburan tanah gambut ditentukan oleh dekomposisi (kematangan), ketebalan gambut, lapisan mineral di bawahnya, dan kualitas air yang meluapinya. Padi merupakan tanaman yang toleran terhadap kendala -lingkungan yang ada pada lahan gambut. Bercocok tanam padi di lahan gambut memerlukan pengetahuan dan teknologi khusus karena sifatnya yang khas dan berbeda dengan lahan-lahan lain seperti lahan aluvial.umumnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan lahan gambut eukup mempunyai prospek sebagai lahan pertanian apabila dikelola dengan baik dan tepat. Pengolahan tanah, pemberian herbisida, pemupukan hara makro dan mikro memberikan peluahg terhadap peningkatan hasil padi. Pengolahan tanah dieangkul1 kali yang dipadukan dengan pemberian herbisida dapat memberikan hasil padi rata-rata 4,58 tonlha. Pemberian pupuk makro NPK (45-60-50) dan ditambahkan 5kg Culha memberikan peningkatan hasil sebesar 146% dibandingkan hanya dengan pemupukan NPK Hasil penelitian peneampuran bahan mineral tanah setebal6 em pada lahan meningkatkan hasil padi sebesar 25%.
- ItemEMISI GAS RUMAH KACA DARI VARIETAS PADI PASANG SURUT(Balittra, 2007) Prihasto Setyanto dan Helena Lina Susilawati;Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balingtan Jakenan pada rnusim kemarau tahun 2005. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi pengaruh varietas padi pasang surut terhadap emisi gas rumah kaca (ORK). Kurang lebih 18 ton tanah pasang surut salin (rata-rata pH air 9,0 I) diambil dari lahan sawah di pantai utara Kabupaten Demak dan ditempatkan dalam 12 mikroplot untuk ditanami empat varietas padi yaitu Punggur, Sei Lalan, Indragiri dan Martapura. Contoh udara dari dalam boks berukuran 1 m x 1 m x 1 m diambil dengar pompa otornatik dan konsentrasi metananya (C~) diukur dengan kromatografi gas yang dilengkapi detektor FID (Flame Ionization Detector). Contoh udara untuk analisa karbondioksida (C02) dan dinitrogen oksida (N20) diambil dengan jarum suntik (5 rnl) secara manual setiap 7 hari sekali rnenggunakan boks berukuran 40 em x 20 em x 20 em. Kandungan CO2 dan N20 dalam eontoh dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas yang dilengkapi detektor ECD (Electron Capture Detector) dan TCD (Thermal Conductivity Detector). Hasil peneJitian menunjukkan bahwa padi varietas Martapura paling tinggi dalam mengemisi CH4 yaitu sebesar 171.5 kg/ha, diikuti Sei Lalan, Indragiri dan Punggur, berturut-turut sebesar 152,6, 141,1 dan 105,4 kg/ha. Emisi CO2 dari plot yang ditanam varietas Punggur, Martapura, Sei Lalan dan Indragiri berturut-turut sebesar 4386, 7303, 3622 dan 3853 kg/ha, serta emisi N20 sebesar 0,204,0,207,0,262, dan 0,448 kg/ha. Hasil padi antar varietas tidak berbeda nyata berkisar antara 5,65 - 6,75 t/ha.
- ItemPOTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN PADI LAHAN PASANG SURUT DI KABUPATEN BULUNGAN(Balittra, 2007) Nurbani, BPTP Kaltim JL. PM Noor Sempaja Samarinda-Kaltim Sriwulan P. Rahayu, dan Dhyani Nastiti.P.Kabupaten Bulungan mempunyai luas wilayah 18.010,50 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 40.398 jiwa terdiri atas 30.072 laki-laki dan 10.326 perernpuan. Pola hujan termasuk ke dalam pola A (pola curah hujan tunggal), B (curah hujan bulanan sedikit berfluktuasi), dan C (pola curah hujan ganda), termasuk kedalam zona iklim A (daerah beriklim hujan tropis). Lahan pasang surut di kabupaten Bulungan termasuk katagori tipe luapan A dan B utamanya yang dekat dengan daerah aliran sungai, sedangkan yang lebih atas umumnya telah mengarah ke tipe luapan C dan D. Penggunaan lahan pertanian terutama untuk lahan sawah seluas 6.354 ha terdiri atas irigasi setengah teknis 30 ha, irigasi sederhana 90 ha, irigasi desa/non PU 637 ha, tadah hujan 3.235 ha, dan pasang surut 2.862 ha. Dari luas lahan sawah 6.354 ha pada tahun 2005 hanya 3.349 ha ditanami padi sawah, sehingga masih ada 3.005 ha lahan sawah yang tidak dimanfaatkan. Sistem budidaya yang dilakukan petani umumnya masih secara tradisional, penanaman padi dilakukan 1 - 2 kali setahun tergantung pada tipe luapan. Padi yang ditanam adalah varietas IR 64 dan pada umumnya petani menanam varietas lokal. Benih padi umumnya masih menggunakan produksi sendiri ataupun hasil tukar dengan petani lain, sehingga kemurnian dan kualitas rendah akibatnya hasil yang diperoleh belum optimal. Dengan kondisi demikian maka produksi gabah yang dihasilkan masih rendah yaitu 19,19 ku/ha. Untuk peningkatan produktivitas perlu perbaikan tata air, pengolahan tanah, pemupukan dan ameliorasi. Untuk meningkatkan produksi padi di wilayah ini, ekstensifikasi lahan masih bisa dilakukan perlu didukung oleh kebijakan pemerintah melalui program transmigrasi.
- ItemBAHAN TUMBUHAN SEBAGAI AGENSIA PENGENDALI HAMA TANAMAN RAMAH LINGKUNGAN(Balittra, 2007) A.N.Ardiwinata l dan S.Asikin1 2), Peneliti Balingtan 1) Peneliti Balittra 2)Pada akhir-akhir ini sering terjadi ledakan hama yang menyerang pertanaman petani, yang salah satunya akibat pengguaan bahan kimia beracun yang kurang bijaksana dan terus-menerus dalam mengendalikan harna. Adapun dampak negatif dari bahan kimia beracun (pestisida/insektisida) tersebut adalah terjadinya pencemaran lingkungan, terbunuhnya musuh alami dan jasad bukan sasaran serta keracunan bagi konsumen dan hewan peliharaan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari alternatif pengendalian hama yang ramah lingkungan yaitu penggunaan bahar. tumbuhan sebagai agensia pengendali hama yang ramah lingkungan. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa kedelai varietas Deing dan tanaman jagung berturut-turut iebih disukai oleh Etiella zinckenella dan Heliothis armigera untuk hingga dan bertelur yang merupakan inang dari hama-hama tersebut. Purun tikus (Eleocharis dulcis) sangat disukai oleh penggerek batang padi putih untuk meletakkan teluryang dibanding tanaman padi itu sendiri dan ekstrak dari E.dulcis tersebut berpotensi sebagai bahan attraktan bagi penggerek batang padi putih. Tanaman kapayang (Pangium edule), rumput minjangan (Chromolaena odorata), lukut (Patycerium bifurcatum) dan galam (Malaleuca leucandra) berpotensi sebagai insektisida nabati dalam mengendalikan penggerek batang padi, ulat daun, ulat grayak dan ulat buah serta wereng coklat. Tanaman Melaleuca bracteaca bekerja sebagai sex pheromone untuk mengendalikan lalat buah. Tanaman gadung (Dioscorea compos ita) digunakan sebagai umpan dalam mengendalikan hama tikus dan tanaman tuba (Derris eliptica) sangat beracun terhadap keong mas, namun sebaiknya tidak dilakukan pada sawah sistem nina padi karena sangat membahayakan pada ikan.
- ItemMITIGASI EMISI GAS METAN PADA TANAH GAMBUT DENGAN VARIETAS PADI(Balittra, 2007) Prihasto Setyanto dan Helena Lina Susilawati, Balai Penelitian Lingkungan PertanianLuas lahan gambut di Indonesia diperkirakan mencapai 18,5 juta hektar di mana 50% atau 9,46 juta hektar lahan tersebut potensial dikembangkan sebagai areal pertanian. Diperkirakan baru sekitar 3,6 juta hektar tanah gambut yang sudah direklamasi untuk keperluan terse but. Lahan gambut adalah areal yang sangat kaya akan sumber karbon yang bersifat stabil mengingat pH tanahnya yang rendah sehingga memperiambat proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik. Pengembangan untuk pertanian diduga akan merubah ekosistim gambut sehingga dekomposisi secara anaerobik berlangsung optimal dan melepaskan emisi gas metan (CH4) dalam jumlah yang sangat besar. Gas CH4 adalah salah satu gas rumah kaca di atmosfir bumi yang dapat memantulkan kembali sinar infra merah (sinar dengan efek panas). Penumpukan gas tersebut di atmosfir akan mengarah kepada pemanasan global yang selanjutnya dapat merubah sistim iklim bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan inforrnasi teknologi mitigasi emisi gas CH4 dari tanah gambut dengan penanaman varietas padi yang adaptif untuk tanah pasang surut. Penelitian dilaksanakan pada MK 2006 di Kebun Percobaan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) dengan menempatkan tanah gambut dari Kecamatan Gambut, Kalimantan Selatan, pada mikroplot berukuran 1,5 m xl,S m dengan kedalamanO,5 m. Mikroplot tersebut dilapisi plastik dan ditanami padi varietas Punggur, Tenggulang, Banyuasin dan Batanghari. Gas C~ diambil dengan menggunakan boks yang terbuat dari pleksiglas, dan konsentrasi gas C~ dalam boks diukur dengan kromatografi gas yang terhubung dengan alat otomatik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Punggur meng-emisi CH4 tertinggi yaitu 183.0 kg/ha/musim dibanding varietas Banyuasin, Tenggulang dan Batanghari. Emisi CH4 dari ketiga varietas tersebut berturut-turut sebesar 179,2, 124,I dan 104.0 kg/ha dan tidak ada perbedaan nyata terhadap produksi padi (berkisar antara 3,3 - 4,0 t/ha). Varietas padi Batanghari sangat ideal untuk dikembangkan di lahan gambut selain emisi gas CH4 yang dihasilkan rendah juga hasil padi tidak berbeda nyata dengan varietas padi lainnya.
- ItemMENGGALI POTENSI PERTANIAN PADA LAHAN RAWA PENGALAMAN MASA LALU DAN STRATEGI KE DEPAN(Balai Pengunjian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) FAGI AHMAD M; lAS IRSAlPerhatian terhadap pembangunan pertanian pada Iahan rawa dari sejak Hindia Belanda snmpai sekarang tidak pcrnah berhcnti, walaupun mcngalarni pasang gurut, Pemantapon organisasi dan pcningkatan capaclly bulldlng dari Balittan Banjarbaru, inisiaci SWAMP II, ISDP dan P2SLPS2 adalah bukti dari bcgarnya perhatian pernerintah„ produktivitas padi (Ian palawija naik dcngan pcncrapan teknologi tepat guna yang dihasilkan oleh Balittan Banjarbaru, kcmudian divcrifikagi Olch SWAMP JI dan ISDP, Di lokasi P2SLPS2, sctclah sekitar 10 tahun, gclain produktivitag komoditas tanaman pangan dan Iahan, pendapatan dan kcscjahtcraan pctani naik, juga kcmandirian den kewiraugahaan petani tumbuh dan berkembang, Bcrdagarkan kigah gukgcg rnaga Jalu itu dapat disimpulkan bahwa pengembangan pcrtanian pada Iahan rawa gangat progpektif. Metode Iry and error tela)) berganti (Icngan metode yang bcrlandagkan iJmu pcr;getahuan dan teknologi, sehingga ketidak pastian produksi dan produktivitas pcrtanian pada Iahan rawa pasang-surut dipcrkecil, bahkan ditiadakan. Pcmbangunan pcrianian pada Jahan rawa pasang gurut ke depan supaya terfokus ke Iahan potcngial dan Iahan yang teJah direklamagi, termasuk Jahan PLG 1.000.000 ha. Pcnataan ulang tipoJogi Jahan pada gkaJa 1:250.000; skala 1:100.000 atau 1:50.000 dan skala SJ dipcrlukan, bcrturut-turut untuk perencanaan propinsi, perencanaan kabupatcn, dan pcrcncanaan tehnik budidaya Olch kccamatan, desa dan pctani. Teknologi yang bcrhasil mcningkatkan hagil padi dan palawija di Jokasi Gelar Teknologi di Karang Agung Ulu, Musi Banyuagin, dan pcrluagannya di lokasi P2SLPS2 di Sumatera Selatan dapat digunakan scbagai acuan, Pendckatan KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sincrgismc) supaya digunakan dalam pcmbangunan pertanian pada Iahan rawa pasar,g surut.
- ItemGRAND DESIGN LAHAN RAWA(Balai Pengunjian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) lAS IRSAl; SUKARMAN; SUBAGYONO KASDI; SURIADIKARTA D.A; NOOR M; JUMBERI AHMADISumberdaya lahan rawa di Indonesia, sebagai salah satu pilihan lahan pertanian di masa depan, dan secara dominan terdapat di empat pulau besar di luar Pulau Jawa, yaitu Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua, serta sebagian kecil di Pulau Sulawesi. Menurut Puslittanak (2000) total luas lahan rawa di Indonesia adalah 34.309.958 hektar, terdiri atas tanab gambut seluas 13.302.278 hektar, dan tanah mineral seluas 21.107.682 hektar. Berdasarkan jenis tanah dan kendala pengembangan, lahan rawa pasang surut dipilah atas 4 (empat) tipologi utama, yaitu (l) lahan potensial, (2) lahan sulfat masam, (3) lahan gambut, dan (4) lahan salin (Widjaja-Adhi, 1992, 1995). Berdasarkan hidrotopografi wilayah, pengaruh luapan pasang, dan pengatusan (drainage) temporer/permanen, maka wilayah pasang surut dibagi dalam 4 (empat) tipe luapan, yaitu tipe luapan A, B, C, dan D (WidjajaAdhi et al, 1992). Pengaruh lingkungan sangat kuat terhadap sifat-sifat kimia tanah dan air pada wilayah rawa pasang surut. Kendala biofisik utama pada tanah rawa pasang surut adalah kemasaman, kelarutan ion-ion toksis, kahat hara makro, amblesan (subsidence), dan daya sangga tanah (bearing capasity). Selain biofisik, pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut juga dihadapkan pada kondisi keteknikan yaitu tata air dan kondisi sosial ekonomi. Keberhasilan subsektor pengembangap lahan rawa dibeberapa provinsi dan kegagalan proyek PLG sejuta ha di Kalimantan Tengah merupakan pengalaman dan pembelajaran yang sangat berharga. Oleh karena Itu diperlukan adanya suatu perencanaan melalui penyusunan grand design lahan rawa, yang bertujuan untuk memberikan aeuan pelaksana pembangunan pertanian di lahan rawa.
- ItemProsiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa Revitalisasi Kawasan PLG dan Lahan Rawa Lainnya untuk Membangun Lumbung Pangan Nasional Kuala Kapuas, 3 - 4 Agustus 2007 buku II(Balittra, 2007) Mukhlis Muhammad Noor Agus Supriyo Izzuddin Noor R. Smith SimatupangPemanfaatan dan pengembangan lahan rawa merupakan salah satu alternatif yang paling prospektif dan strategis untuk mengatasi masalah degradasi dan penciutan lahan subur akibat konversi lahan dan pemanfaatan lahan yang kurang bijak. Lahan rawa yang selama ini dianggap lahan marginal temyata memiliki potensi yang besar bagi pengembangan pertanian terutama bila dikelola dengan menerapkan teknologi pengelolaan lahan dan air serta komoditas yang tepat. Dalam kaitan pengembangan pertanian di lahan rawa secara optimal dan berkelanjutan, Badan Litbang Pertanian dalam hal ini Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalteng bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Kapuas, Kalteng melaksanakan Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa dengan tema " Revitalisasi Kawasan PLG dan Lahan Rawa Lainnya untuk Membangun Lumbung Pangan Nasional", pada tanggal 3-4 Agustus 2007 di Kuala Kapuas. Tujuan seminar tersebut adalah untuk (1) memadukan kepentingan pihak-pihak terkait dalam penyusunan Grand Design Pengelolaan Lahan Rawa yang Berkelanjutan sehingga pengembangannya lebih maju dan efisien, (2) mendiseminasikan hasil-hasil penelitian berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan lahan rawa, dan (3) menyatukan pendapat dan gagasan dalam mencapai sistem pengelolaan dan pengembangan lahan rawa secara terpadu. Prosiding yang diterbitkan dalam bentuk Buku I dan II ini merupakan kumpulan makalah yang dibahas dalam seminar tersebut, terdiri dari 1 (satu) makalah kunci, 8 (delapan) makalah utama, dan 60 makalah penunjang. Melalui prosiding ini, diharapkan para pengguna dapat lebih mengenal dan memanfaatkan teknologi pertanian lahan rawa ke depan, dan sccara khusus mendukung revitalisasi dan rehabilitasi lahan kawasan PLG Kalteng. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penerbitan prosiding ini disampaikan banyak terimakasih.
- ItemIDENTIFIKASI POTENSI LAHAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN PASANG SURUT(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) SUPRIYO AGUS; HATMOKO DWIPotensi produksi komoditas pertanian antar wilayah berbeda, tergantung pada kualitas' sumberdaya lahannya, keterampilan sumberdaya manusia dan modal, Oleh karena itu, pemilihan komoditas diharapkan mampu membentuk usahatani berdasarkan pewilayahan komoditas berproduksi secara optimal dan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan kajian cepat (quick assesstment)) terhadap potensi sumberdaya lahan di lapangan, Kegiatan ini meliputi penyusunan peta satuan lahan, penelitian lapangan, analisis tanah, Olah data dan pelaporan. Penyusunan satuan lahan berdasarkan tipologi lahan dan tipe luapan. Penelitian di lapangan meliputi pengamatan tanah dan lingkungan, sumberdaya air dan kesuburan t.anah, Penelitian lapangan diarahkan untuk menentukan rekomendasi penggunaan lahan dan teknologi sumberdaya lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) Desa Gandang,Kab,Pulang Pisau, mempunyai agroekosistem lahan pasang surut. Daerah ini termasuk dalam group landfcrrn aluvial dan gambut yang pembentukannya dipengaruhi Sungai Kahayan dan tata airnya dipengaruhi Oleh air pasang surut. (b) Daerah penelitian dengan rerata curah hujan tahunan 1937 mm, sehingga termasuk dalam zone agroklimat D-3. Bulan basah (CH>200 mm) terjadi selama 4 bulan dan bulan kering (CH
- ItemPOTENSI DAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT BERKELANJUTAN UNTUK PERTANIAN(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) Sabiham SupiandiPemanfaatan lahan gambut untuk berbagai usaha, termasuk untuk pertanian, harus selalu memperhatikan beberapa sifat gambut sebagai berikut: (i) mudah rusak bila dimanfaatkan dalam keadaan aerob karena bahan utamanya adalah CHO yang mudah terdekomposisi, (ii) tingkat kesuburan tanah yang rendah (miskin unsur hara), (iii) kemasaman tanah dan kandungan asam-asam organik yang tinggi, serta (iv) laju kehilangan C (emisi C) yang cepat. Selain itu, ketebalan gambut dan bahan tanah mineral di bawah endapan gambut harus menjadi pertimbangan utama dalam mengembangkan lahan gambut. Pengalaman menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan gambut di Indonesia untuk pertanian tidak selalu memberikan hasil yang menggembirakan. Kekurangperhatian terhadap sifatsifat inheren gambut yang menyebabkan terjadi miskelola sehingga mengakibatkan daya dukung fisik lahannya menjadi rendah, merupakan faktor utama dari kegagalan yang sering dialami. Dalam upaya memanfaatkan lahan gambut secara berkelanjutan, azas kehati-hatian dalam mengelola lahan gambut harus diutamakan, termasuk dalam memilih tanaman yang akan diusahakan sesuai dengan kemampuan daya dukung lahannya. Pemanfaatan lahan gambut berkelanjutan untuk pertanian sangat ditentukan oleh keberhasilan pengaturan tata air (saluran), karena gambut Indonesia umumnya terbentuk pada daerah yang selalu tergenang (waterlogged) namun bahan gambutnya mudah rusak pada saat mengalami proses kekeringan. Beberapa hal penting Iainnya yang juga harus diperhatikan dalam pemanfaatan lahan gambut di Indonesia ke depan adalah: (i) pengelolaan harus dilakukan berdasarkan pada spesifik lokasi, (ii) penataan lahan gambut yang akan digunakan harus didasarkan pada wilayah fungsional ekosistemnya, dan (iii) keberadaan local knowledge dan local technology. Dengan memperhatikan kunci-kunci pokok pengelolaan lahan gambut seperti tersebut di atas, diharapkan dalam pemanfaatan lahan gambut Indonesia ke depan dapat memperoleh keuntungan secara ekonomi yang lebih baik, tanpa harus mengorbankan aspek kelestarian lingkungan,
- ItemKARAKTERISTIK DAN POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT Kasus Desa Primatani Handil Gayam, Kab. Tanah Laut, Kalimantan Selatan(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) NOOR MUHAMMAD; SYARIFUDDIN ARIF; MUSLIHAT LILISekitar hampir 200 łokasi Primatani pada tahun 2007, diantaranya 10 łokasi termasuk agroekosistem rawa pasang surut. Salah satu dari 10 Desa Primatani di atas adalah Desa Handil gayam, Kecamatan Kurau, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Sebagian łokasi Primatani merupakan desa-desa wilayah baru seperti Desa Petak Batuah, Kalimantan Tengah, tetapi sebagian besar wilayah rawa pasang surut sudah dibuka antara tahun 19601990 bahkan sebelumnya seperti wilayah Desa Purwosari, Kec. Tamban, Kab. Barito Kuala, dibuka sejak tahun 1936. Wilayah rawa pasang surut pada awalnya sebagian besar merupakan wilayah pengembangan transmigrasi yang menjadi program pemerintah dałam Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) tahun 1969-1990. Desa Handil Gayam merupakan wilayah yang sudah lama dan cukup berkembang. Program pencetakan sawah pasang surut yang pada awalnya diragukan oleh para pakar pertanian Eropah (Belanda), ternyata berkembang dengan baik. Beberapa wilayah rawa yang semula merupakan hutan belukar telah menjadi kota Kecamatan bahkan ibu kota Kabupaten (Marabahan). Sudah tentu pengembangan rawa pasang surut tidak semudah seperti membalik telapak tangan, diperlukan partisipasi aktif petani kelembagaan eksternal dan dukungan kebijakaan pemerintah daerah maupun pusat. Tulisan ini menyajikan tentang karakter dan sebaran lahan rawa pasang surut di Desa Primatani Handil Gayam, Kalsel serta peluang pengembangannya sebagai salah satu sumber pertumbuhan produksi pertanian di Kalimantan Seletan
- ItemJARINGAN TATA AIR PENGEMBANGAN RAWA (Suntu Pengalaman Dari Kinerja Dan Manfaatnya)(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) DARMANTODalam pengembangan rawa, jaringan tata air merupakan prasarana yang sangat Vital untuk mengatur keberadaan air disuatu tempat/wilayah. Perarı jaringan tata air baik yang alamiah maupun buatan, teıkait dengan fungsi saluran, sehingga permasalahannya menjadi sangat kompieks. Dengan demikian dalam pengembangan rawa, pertimbangan pembangunan jaringan tata air harus selalu memperhatikan banyak hal. Fengalaman menunjukkan bahwa konflik kepentingan akan memunculkarı konflik kriteria teknis jaringan tata air, sehingga diperlukan kajian yang serba cakup dan berkelanjutaıı didalam perencanaan maupun pelaksanaannya. Peran fungsi lahan dan jaringan itü sendiri didalam memenuhi maksud dan tujuan pengembangan rawa, selalu akan berpengaruh cukup berarti terhadap penilaian kinerja serta nıanfaatrıya. Hal ini menjadikan permasalahannya menjadi dinamis seiring dengan perjalanan waktu dan perııbahan peran jaringan terkait dengan perubahan tata guna lahan serta persepsi masyarakatnya. Didalam melayani budidaya pertanian dalam arti luas, fungsi tata air yang berkaitan dengan keberadaaıı air dan dinamikanya di lahan sangat menentııkan proses kesiapan tanah, tingkat kecukupan jumlah dan kesesuaian kualitas airnya didalam mendukung prodüktivitas iahan. Oleh şebab itü didalam kajiannya tidak dapat lepas dari perilaku dinamika hidrometeorologi setempat maupun kemampuarı teknoiogi yang diterapkan untuk mengatur keberadaan air di lahan. Selain itü faktor kualitas sumberdaya manusia setempat juga akan sangat menentııkan. disamping faktor lain yang terkait. Keunikan kondisi ekosistem lingkungan dan kearifan masyarakat setempat, yang didalam interaksinya telah berlangsung dan teruji dalam kurun xvaktu lama, perlu diperhatikan secara propoısioııal didalaın pengembangan rawa. Inovasi yang dikembangkan harus memperhatikan nilai nilai sosial-ekonomi-budaya setempat agar diperoleh nilai manfaat yang optimal dan berkelanjııtan. Resiko yang mungkin terjadi harus dapat diantisipasi melalui langkah struktııral ınaııpıın nonstruktural. Terkait dengan tujuan pengcnıbangan lahan ravva di Indoncsia secara makro, maka aspek konservasi sumberdaya alam rawa, tata ruang wilayah pembangunan regional maupun nasional, upaya menekan kemungkinan munculnya daya rusak dan perilaku dinamis budidaya masyarakaînya, maka peran serta masyarakat menjadi
- ItemDUKUNGAN PRIMA TANI TERHADAP PENGEMBAGAN KAWASAN PLG KALIMANTAN TENGAH(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) MASGANTIABSTRAK Presiden Republik Indonesia telah INPRES No. 2 Tahun 2007 tanggal 16 Maret 2007 tentang Pereepatan Rehabilitasi dan Rehabilitasi Kawasan PLG di Kalimantan Tengah. Sesuai Inpres tersebut sek'itar 23% (3Ä0.000 Ha) dari total luas kawasan PLG yaitu 1 .457.280 Ila dapat dilnanfaatkan untuk kegiatan budidaya, baik untuk budidaya pertanian tanmnan pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, maupun k'ehutanan. Badan Litbang Pertanian telah banyak menghasilkan inovasi pertanian, baik inovasi teknologi roaupun kelembagaan. Narnun hasil evaluasi eksternal maupun internal menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pelnanfaatan inovasi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian cenderung tnelatnbat, bahkan Inenurun. Salah satu upaya Badan Litbang Pertanian untuk tueningkatkan kecepatan dan petnanfaatan inovasi pertanian yang dihasilkannya, maka sejak tahun 2005 Ielah diitnpletnentasikan Progratn Rintisan dan Akselerasi Pejnasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Pritna Tani). Di Kalimantan Tengah Prograjn ini dimulai pada tahun 2()()6 untuk: (I) tnendukung Revitalisasi Pertanian di Kawasan PLG. Tujuan titajna Pritna Tani adalah utituk mempercepat disetninasi dan adopsi teknologi invatif yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian, (2) tnetnperoleh utnpan balik mcngenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik pengguna dan lokasi. serta (3) meningkatkan pendapaton petani suatu wilayah petvontohan melalui inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Untuk tuendukung Progralll Pervepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi kawasan PLG, pada tahun 2()()7 - 2010 BPTP Kalintantan Tengah telah mengalokasikan 3 (tiga) kegiatan Prinut Tant di Kawasat) tet•scbut, yaitu Pritna Tani Lahan Pasang Surut Kawason PLG di Desa Sekata Bangun, Latnunti Il C-2, Kecatuatan Ntantangai
- ItemINOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) JUMBERI AHMADI; NOOR MUHAMMAD; ANWAR KHAIRILAlih fungsi lahan yang semakin cepat dan juelandainya pcningkatan produktivitas tanaman karena cekaman lingkungan serta menurunnya kualitas lahan merupakan masalah dan tantangan utama dalam peningkatan ketahanan pangan, Salah satu areal alternatif yang prospektif untuk produksi tanaman pangan adalah lahan rawa pasang surut karena arealnya cukup luas, yaitu sekitar 20,1 juta hektar dan teknologi pengelolaannya sudah tersedia. Untuk keperluan praktis, lahan pasang surut dikelompokkan menjadi empat tipologi lahan, yaitu potensial, sulfat masam, gambut dan salin dengan empat tipe luapan air, yaitu A, B, C dan D. Berbagai pola penataan lahan bisa dikembangkan di lahan pasang surut yang disesuaikan dengan dipologi lahan dan tipe luapan air. Dengan penataan lahan tersebut dan pengelolaan yang tepat sesuai dengan karakteristiknya, berbagai tanaman pangan dapat dikembangkan di lahan pasang surut disesuaikan dengan penataan lahannya. Berbagai komponen teknologi pengelolaan tanah dan air serta budidaya tanaman pangan di lahan pasang surut sudah dihasilkan dari berbagai kegiatan penelitian. Penerapan teknologi tersebut pada Jahan yang sudah direklamasi diperkirakan akan diperoleh produksi sebanyak 3,684 juta ton padi, 1,473 juta ton jagung dan 0,276 juta ton kedelai pertahun untuk pertanaman musim hujan saja. Beberapa model sistem usahatani dapat diterapkan disesuaikan dengan tujuannya, yaitu berbasis tanaman pangan untuk ketahanan pangan, sena berbasis komoditas unggulan untuk sistem agribisnis.