Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 5 of 247
  • Item
    PERUBAHAN IKLIM DAN PENGARUHNYA TERHADAP SERANGGA HAMA
    (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017-10) Nila Wardani; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
    Perubahan iklim secara biologis akan mempengaruhi semua kehidupan yang ada di bumi baik manusia, hewan, mapun tumbuhan. Dalam kontek hama dan penyakit tumbuhan, maka perubahan iklim juga akan mempengaruhi kejadian penyakit dan terjadinya serangan hama di pertanaman. Perubahan iklim dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap serangga hama. Secara langsung iklim mempengaruhi bio ekologi dari serangga hama seperti perubahan iklim yang drastis akan menyebabkan terganggunya proses perkembangbiakan serangga (menurunkan atau meningkatkan). Secara tidak langsung perubahan iklim akan mempengaruhi lingkungan pendukung kehidupan serangga seperti perubahan iklim yang menyebabkan tidak tersedianya makanan (tanaman) sebagai sumber nutrisi dari serangga hama akibat terlalu panas atau terlalu dingin. Dengan demikian adanya perubahan iklim secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan serangga hama, sehingga peranannya dalam suatu tingkat trofik akan berbeda. Seringkali akibat perubahan iklim terjadi ledakan populasi serangga hama tertentu, atau terjadinya kepunahan suatu serangga hama.
  • Item
    POTENSI PREDATOR SYCANUS SPP. DAN RHYNOCORIS SP (HEMIPTERA: REDUVIIDAE) UNTUK MENGENDALIKAN HAMA TANAMAN
    (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017-12) Wardani, Nila; Candra Lina, Eka; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
    Serangga merupakan salah satu mahluk hidup yang berperan penting pada suatu ekosistem. Serangga dapat berfungsi menjaga aerasi tanah, penyerbuk, sebagai predator atau parasioid untuk mengendalikan serangga hama, sebagai hama dll. Sebagai predator hama sebagian besar serangga berasal dari ordo Hemiptera. Pada kajian ini akan di dilakukan pengujian terhadap beberapa sifat dua predator sebagai penunjang fungsinya untuk mengendalikan hama tanaman antara lain penanganan mangsa (Handling time ), perilaku kanibalisme, dan kompetisi interpsesies. Dari pengamatan terlihat bahwa Pada perlakuan handling time secara umum aktivitas predator Sycanus sp. lebih baik dibandingkan dengan predator Rhynocoris. Secara keseluruhan kanibalisme pada perlakuan tanpa mangsa dan dengan mangsa terhadap predator Rhinocoris.sp, dan Sycanus.sp, tampak bahwa predator Rhinocoris.sp lebih kanibal dibandingkan dengan Sycanus.sp. Pada keadaan mangsa yang tersedia predator Rhinocoris.sp lebih mampu bersaing dibandingkan dengan Sycanus.sp. Namun sebaliknya dalam keadaan mangsa terbatas atau keadaan tanpa mangsa Rhinocoris.sp. lebih tidak bisa bertahan dibandingkan dengan Sycanus.sp
  • Item
    PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum) PADA TANAMAN SAWI (Brassicajuncea L) DENGAN BERBAGAI DOSIS TRICHODERMA
    (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017-10) Zulfia, Viona; Yusuf, Rachmiwati; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
    Penelitian "Pengendalian Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) pada tanaman sawi (Brassicajuncea. L) dengan Berbagai Dosis Trichoderma" telah dilaksanakan di Laboratorium dan di Lahan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau, mulai dari Bulan Januari sampai Maret 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis Trichoderma terhadap pengendalian serangan penyakit layu fusarium pada tanarnan sawi. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 kali ulangan yang terdiri dari ; DO (Tanpa media Trichoderma), Dl (100 g dosis Trichoderma), D2 (150 g dosis Trichoderma), D3 (200 g dosis Trichoderma). Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Parameter Pengamatan dilakukan terhadap persentase benih yang terserang penyakit, sebelum muncul keatas permukaan tanah (pre emergence damping off), waktu mulai terlihatnya gejala pertama serangan pada tanaman (post emergence damping off), persentase tanaman yang terserang setelah muncul ke atas permukaan tanah (post Emergence Damping Off), persentase tanaman tumbuh sehat, tinggi tanaman (cm), berat basah tanaman (gram), berat segar ekonomis tanaman (gram). Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan yang memberikan hasil yang paling baik dalam mengendalikan penyakit layu Fusarium dijumpai pada perlakuan pemberian 200 g dosis Trichoderma, menghasilkan produksi sawi 40,625 ton/ha, sedangkan perlakuan terendah hanya mampu menghasilkan sawi sebanyak 29,375 ton/ha.
  • Item
    ANALISIS PENERAPAN TEKNOLOGI PENANGGULANGAN HAMA PENYAKIT PADA USAHATANI CABAI MERAH DATARAN TINGGI DI PROVINSI BENGKULU
    (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017-10) Hartono, Rudi; Bidi Astuti, Herlena; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
    Cabai merah merupakan salah satu komoditas strategis nasional yang dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Serangan hama dan penyakit tanaman sering membuat produksi menjadi rendah sedangkan permintaan tetap hal ini membuat harga cabai sangat tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan teknologi pengelolaan hama dan penyakit tanaman cabai di dataran tinggi Provinsi Bengkulu. Penelitian dilakukan di Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Lebong. Lokasi ditentukan secara purposive dengan jumlah responden sebanyak 62 orang yang diambil secara random sampling. Rata-rata skor penerapan teknologi penanggulangan hama penyakit tanaman (HPT) cabai merah adalah 2,38 artinya secara keseluruhan penerapan teknologi HPT kurang baik. 37,5% penerapan teknologi penanggulangan hama dan penyakit tanaman cabai berada pada kategori tidak baik yaitu penggunaan pestisida hayati, menggunakan perangkap serangga, dan menanam tanaman border. 37,5 % masuk kategori baik yaitu menggunakan benih berlabel, sanitasi lahan dan pengolahan lahan sempurna. 25 % kategori sangat baik yaitu melakukan penyemprotan dengan bahan kimi dan menggunakan mulsa plastik hitam perak.
  • Item
    KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS CABAI MERAH KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU (Study Kasus Kecamatan Selupu Rejang)
    (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017-10) Bidi Astuti, Herlena; Hartono, Rudi; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
    Fluktuasi harga cabai selalu menjadi hal yang menarik namun mengkhawatirkan bagi petani dan pelaku pasar. Intensifnya peningkatan produksi disaat-saat tertentu sering menyebabkan anjloknya harga cabai di pasaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja kelembagaan agribisnis cabai dan efisiensi pemasaran cabai di Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu. Metode yang digunakan adalah studi kasus (case study) pada Kecamatan Selupu Rejang sebagai sentra komoditas cabai. Kinerja kelembagaan yang dianalisis adalah struktur, perilaku dan keragaan (structure, conduct, and performance/SCP). Hasil penelitian menujukkan bahwa cabai yang dihasilkan oleh petani Selupu Rejang dominan untuk memenuhi pasar Sumatera Selatan bukan untuk memenuhi permintaan pasar lokal. Saluran pasar dari produsen ke konsumen di Selupu Rejang memiliki tiga bentuk struktur rantai pasar dan semua produsen maupun pedagang tidak melalukan fungsi pengelolaan dan penyimpanan produk. Hasil analisis struktur pasar di Selupu Rejang menunjukkan adanya pasar persaingan sempurna, harga terbentuk karena bertemunya kekuatan permintaan dan penawaran. Dari hasil analisis efisiensi tataniaga diketahui bahwa saluran pasar I lebih Efisien daripada saluran lainnya.