Artikel Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Now showing 1 - 5 of 23
- ItemStrategi Pelaksanaan Program Asuransi Pertanian Di Tengah Pandemi Covid-19(Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2020-08) Pasaribu, Sahat M.Pasokan produksi pangan mendapat perhatian yang besar di tengah pandemi Covid-19 saat ini karena ketersediaannya sangat signifikan menjaga stabilitas sosial ekonomi nasional. Produksi pangan (dan ternak) dilindungi dari risiko kerugian karena kerusakan tanaman (atau kematian ternak) dengan penerapan skema asuransi. Asuransi pertanian adalah salah satu instrumen kebijakan untuk melindungi kepentingan petani. Tulisan ini membahas strategi pelaksanaan program asuransi pertanian di tengah wabah virus corona untuk menjamin keberlanjutan usaha tani. Pembahasan dilakukan secara deskriptif berdasarkan data sekunder dengan informasi yang relevan lainnya. Petani/peternak terus menunjukkan keinginan berasuransi karena manfaat yang dapat diberikannya, seperti ditunjukkan oleh pelaksanaan skema AUTP (padi) dan AUTS/K (sapi/kerbau). Kementerian Pertanian perlu terus mendorong penerapan dan pengembangan asuransi pertanian untuk memberikan ketenangan berusaha tani/beternak, meningkatkan produksi, dan memperbaiki kesejahteraan petani/peternak. Strategi pelaksanaan program asuransi pertanian di tengah pengaruh Covid-19 di antaranya mencakup: (a) upaya peningkatan peserta asuransi dengan data yang akurat, (b) perbaikan pelaksanaan sosialisasi, promosi, dan advokasi, (c) penyediaan anggaran bantuan premi, (d) pengintegrasian program asuransi pertanian ke dalam skema kredit, (e) pengembangan aplikasi asuransi untuk komoditas strategis (seperti jagung, bawang merah, serta kambing dan domba), (f) pemanfaatan sistem informasi dan teknologi (drone) serta dukungan terhadap kemitraan usaha (PPP), dan (g) pengembangan model asuransi berbasis produktivitas (yield-based insurance model).
- ItemAntisipasi Dampak Covid-19 Terhadap Pasar Beras Dunia Pada Masa Transisi Normal Baru(Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2020-07) Simatupang, PantjarPandemi Covid-19 gelombang pertama telah menimbulkan gejolak pasar beras global pada Maret-April 2020. Setiap negara mengutamakan penyelamatan kebutuhan dalam negerinya dan bahkan mengambil kesempatan meraih untung sekali pun dapat menimbulkan kesulitan bagi negara lain. Indonesia beruntung tidak harus mengimpor beras karena memiliki cadangan yang cukup. Pasar beras dunia sudah kembali normal sejak Mei 2020 seiring dengan meredanya penyebaran SARS-CoV-2 virus penyebab Covid-19 dan dimulainya transisi ke masa normal baru (new normal) di banyak negara, termasuk Indonesia. Risiko muncul-nya SARS-CoV-2 gelombang kedua masih cukup tinggi pada akhir tahun ini hingga pertengahan tahun depan. Disarankan agar Pemerintah Indonesia segera melakukan evaluasi kecukupan cadangan beras pemerintah dan total stok beras nasional serta kaitannya dengan kebutuhan impor beras tahun 2020 karena dua hal: (1) panen raya musim hujan dan tanam musim kemarau padi sudah selesai sehingga sudah dapat diketahui perkiraan produksi dan stok pada akhir 2020; (2) harga beras dunia diperkirakan akan menurun dalam periode Juni-Juli 2020. Jika memang diperlukan, waktu yang tepat membuat kontrak impor beras ialah Juli-Agustus 2020. Pemerintah Indonesia juga perlu membangun sistem ketahanan pangan nasional jangka menengahpanjang, termasuk membangun sistem peringatan dan tindakan dini bencana pangan.
- ItemAntisipasi Potensi Dampak Konflik Rusia-Ukraina Terhadap Sektor Pertanian Indonesia(Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2022-02-03) Sumedi; Dermoredjo, Saktyanu K.; Wahida; Setiyanto, Adi; Mardianto, SudiRusia dan Ukraina memiliki peran strategis dalam perdagangan global. Kedua negara ini memasok gas dan dan minyak bumi terutama bagi UE, pengekspor komoditas pangan utama seperti gandum dan jagung serta bahan baku pupuk berupa potasium. Konflik Rusia-Ukraina berpotensi menjadi bola salju pemburukan ekonomi global. Indonesia sebagai salah satu pelaku pasar pangan global, dipastikan juga akan terdampak, baik secara langsung, terdampak melalui gejolak pasar komoditas global, maupun dampak bola salju akibat krisis energi dan industri pupuk. Perdagangan antara Indonesia dengan Ukraina akan terdampak langsung meskipun tidak terlalu besar. Ekspor Indonesia adalah CPO, karet, kopi, kakao, minyak kelapa, teh, dan tembakau. Komoditas yang diimpor adalah gandum dan phospat sebagai bahan baku pupuk. Dampak tidak langsung terjadi, karena konflik Rusia-Ukraina akan meningkatkan harga komoditas pangan dunia, terutama CPO, gandum, jagung dan kedelai. Peingkatan harga ini perlu diwaspadai dampaknya terhadap ketersediaan minyak goreng, industri tahu dan tempe, serta usaha peternakan rakyat. Kenaikan harga energi akan meningkatkan harga pangan global karena meningkatnya biaya produksi terutama pupuk serta biaya distribusi.
- ItemMemahami Dinamika Perubahan Tarif Pajak Pertambahan Nilai Di Sektor Pertanian(Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2022-04-04) Sumedi; Mardianto, SudiSalah satu perubahan kebijakan perapajakan yang menjadi isu dan perbincangan adalah peningkatan tarif PPN DARI 10% menjadi 11% dan dikenakannya terhadap hasil pertanian dengan terbitnya UU No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Perubahan kebijakan ini dinilai banyak kalangan akan berdampak membebani para petani dan usaha kecil di sektor pertanian. Namun bila ditelusuri kebelakang, status hasil pertanian sebagai obyek pajak sudah berlangsung sejak tahun 2001 melalui PP No. 12/2001.
- ItemMewaspadai Dampak Situasi Pangan Global Terhadap Sektor Pertanian Indonesia(Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2022-05-05) Wahida; Sinuraya, Julia F; Yofa, Rangga D; Sumedi; Mardianto, SudiSituasi pangan global saat ini sedang dalam kondisi yang serius. Faktor perubahan iklim pandemi Covid-19, dan konflik Rusia-Ukraina, menyebabkan disrupsi kemampuan produksi dan rantai nilai pangan dunia. Pasokan pangan dunia tergangu karena penurunan produksi, peningkatan biaya, ataupun terkendala distribusi serta kebijakan safety first dari negara eksportir. Respon beberapa negara importir mengamankan kebutuhan dengan meningkatkan impor pangan semakin meningkatkan tekanan di pasar pangan dunia. Kondisi ini tercermin dari indeks harga pangan dunia yang terus meningkat sejak tahun 2020, dan mencapai titik tertinggi sebesar 160.