Prosiding Penyidikan Penyakit Hewan
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Prosiding Penyidikan Penyakit Hewan by Title
Now showing 1 - 20 of 209
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisa Data Isikhnas : Identifikasi Sebaran Straw Sapi di D.I Yogyakarta pada Bulan Januari 2019 dengan Social Network Analysis Menggunakan Program Gephi 09.2(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Suryanto, Basuki Rochmat; Direktorat Kesehatan HewanAnalisis ini bertujuan untuk memberikan data dan informasi bagi dinas yang membidangi produksi peternakan dan produsen straw untuk pemetaan dan perencanaan kebijakan produksi ternak . Hasil analisa social network ini berupa graph yang menggambarkan hubungan antara produsen straw – ID Straw Sapi Pejantan – Inseminator. Metoda analisa dilakukan dengan pengambilan data dari isikhnas root_204 periode Januari 2019, difilter menggunakan pivotableExcell2016 untuk pembuatan data node dan edge, selanjutnya data diolah menggunakan aplikasi gephi. Visualisasi node dan edge merupakan informasi mengenai kuantitas inseminator dalam melakukan IB di wilayah Yogyakarta pada bulan Januari 2019 dan juga menggambarkan mengenai trend kesukaan peternak terhadap straw dari sapi pejantan tertentu. Hasil analisa graph diperoleh data bahwa pada Januari 2019 penggunaan tertinggi dari straw pejantan di kabupaten Gunungkidul adalah straw ID41260, Sleman tertinggi ID61015 , Kulonprogo ID611114 , Bantul ID 60865. Sebaran straw terbanyak untuk wilayah Yogyakarta adalah straw ID61015 ( 12.54 %), ID611114(10.24 %) dan ID60865( 8.7 %). Analisa data Isikhnas dengan SNA ini dapat digunakan untuk : 1. Mengetahui daerah sebaran produk straw dari Balai Inseminasi Buatan. 2. Sebagai data sekunder bagi dinas untuk pemetaan dan perencanaan kebijakan produksi ternak diwilayah Yogyakarta. 3. Pemantauan, pembinaan dan apresiasi terhadap inseminator dalam program peningkatan SDM. 5. Hasil analisa ini dapat juga dijadikan sebagai data awal oleh unit perbibitan , dalam penelusuran kualitas peranakan dari sapi pejantan bibit.
- ItemAnalisa Ekonomi Veteriner Pemeliharaan Ayam Petelur Spesific Antibody Negatif (SAN) Sebagai Penyedia TAB di IKHP BBVet Wates(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Untari, Heni Dwi; Suryanto, Basuki Rochmat; Suprihatin; Poermadjaja, Bagoes; Direktorat Kesehatan HewanInstalasi Kandang Hewan Percobaan (IKHP) Balai Besar Veteriner Wates memelihara ayam petelur dengan tujuan utama memproduksi telur ayam bertunas (TAB) untuk media isolasi virus di laboratorium Virologi. Ayam dipelihara tanpa pemberian vaksin untuk mendapatkan produk telur ayam bertunas Spesific Antibody Negatif (SAN). Penelitian ini bertujuan untuk menilai biaya dan manfaat pemeliharaan ayam petelur di IKHP dibandingkan dengan pengadaan TAB dari pembelian. Variabel yang digunakan adalah input (biaya produksi) dan output (hasil produksi). Variabel operasional dari penelitian ini mencakup analisa produksi, ekonomi veteriner, dari pemeliharaan ayam petelur SAN. Metode yang digunakan adalah metode analisa deskriptif melalui survei dan observasi. Dari hasil kajian ini diketahui bahwa pemeliharaan ayam SAN di BBVet Wates mengalami peningkatan jumlah populasi, tahun 2018 sejumlah 125 ekor dan tahun 2019 menjadi 170 ekor, produksi telur utuh yang dihasilkan rata-rata 1000 butir perbulan. Kesimpulan dari kajian ini bahwa pemeliharaan ayam petelur SAN di IKHP BBVet Wates didapatkan data bahwa angka Break Even Point (BEP) harga telur adalah Rp 13.743.98,- perbutir, nilai ini lebih hemat dan efisien dibandingkan pengadaan telur dari pemasok luar yang berkisar dari Rp 15.000,- untuk telur SAN atau clean egg dan Rp 35.000,- sampai dengan Rp 100.000,- per butir untuk telur SPF (Specific Pathogen Free). Angka R/C Return Cost Ratio didapatkan nilai 1,16 sehingga disarankan pemeliharaan ayam petelur SAN di IKHP BBVet Wates layak untuk tetap dilanjutkan. Pemanfaatan telur SAN dipertimbangkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan laboratorium Virologi BBVet Wates melainkan laboratorium dari instansi lain.
- ItemAnalisa Hasil Diagnosa Penyakit Reproduksi Sapi pada Kegiatan Penanggulangan Gangguan Reproduksi Tahun 2015, 2017, dan 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Suhardi; Sudarsono, Indarto; NuryadiSelama tiga tahun, tahun 2015, 2017, dan 2018, BBVet Wates mendapat tugas untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan gangguan reproduksi (gangrep) pada sapi dan kerbau. Target masingmasing tahun secara berurutan sejumlah 203.850 ekor, 167.676 ekor dan 141.400 ekor, untuk Provinsi JawaTengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Realisasi target tersebut dapat dicapai oleh BBVet Wates, bahkan pada dua tahun pertama realisasi target mencapai 101%. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui penyakit reproduksi utama yang dijumpai atau dilaporkan pada pelaksanaan gangrep selama tiga tahun tersebut. Hasil diagnosa gangrep di lapangan menunjukkan bahwa lebih dari10 macam penyakit reproduksi yang ditemukan.Tetapi dua diagnosa yang yang sering ditemukan oleh para dokter hewan di lapangan yaitu diagnosa hypofungsi ovarium dan silent heat. Kedua diagnosa itu selalu mendominasi baik di tahun 2015, 2017 dan 2018. Pada tahun 2015 diagnosa hipofungsi ovaria sebesar 38,51 % dan silent heat 22,73%. Tahun 2017 hipofungsi ovaria 31,83% dan silent heat 39.13%, sedangkan pada tahun 2018 diagnosa hipofungsi ovaria sebesar 31,10 % dan kasus silent heat 33,95%. Hasil diagnose gangrep dari tahun 2015 mengindikasikan bahwa banyak sapi yang bermasalah pada ovariumnya, dimana hal ini membutuhkan terapi dan penanganan yang serius. Sebaliknya pada tahun 2017 dan 2018 diagnosa hipofungsi ovarium lebih rendah dibandingkan dengan diagnosa silent heat , dimana hal ini mengindikasikan bahwa kondisi reproduksi sapi lebih baik dari tahun 2015. Silent heat terjadi pada kondisi siklus reproduksi dan ovulasi yang sudah normal, akan tetapi belum menampakkan gejala birahi yang nyata, karena masih minimya hormon estrogen yang dikeluarkan oleh folikel ovarium. Melihat perbandinagan diagnosa di atas menjelaskan bahwa di tahun 2017 dan 2018 kondisi reproduksi sapi betina se wilayah kerja BBVet Wates lebih baik dari pada tahun 2015. Peran dari kegiatan penanggulangan gangguan reproduksi dapat memperbaiki tampilan reproduksi sapi betina.
- ItemAnalisis Biaya dan Manfaat: Dua Skenario dalam Penanganan Penyakit Kecacingan sebagai Penyebab Kematian Pedet di Kecamatan Kota Mukomuko, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Guntoro, Tri; Sanjaya, FKerugian akibat infeksi parasit khususnya cacing pada ternak di Indonesia sangat besar. Helminthiasis adalah penyakit pada sapi potong yang biasa terjadi di peternakan tradisional. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk untuk menganalisa biaya dan manfaat program pemberian obat cacing, pengobatan diare dan pembuatan kandang induk pedet. Kegiatan diawali dengan investigasi penyakit hewan di kota mukomuko, kab. Mukomuko, Bengkulu dalam kegiatan tersebut diperoleh informasi pedet yang tidak diberikan obat cacing 8,14 kali berisiko terhadap kejadian kecacingan yang berakhir pada kematian. Dalam tulisan ini disajikan dua skenario dalam upaya menurunkan angka kematian pada pedet selama 3 tahun periode. Skenario pertama adalah pedet diberi obat cacing, antibiotik dan pemberantasan vektor dengan asumsi kesembuhan (tahun kedua 60 % dan tahun ketiga 70%) diperoleh NPV Rp 595.739.268,00, BCR: 3,88 dan IRR : 296,35 %. Sedangkan skenario yang kedua dengan mengganti pemberantasan vektor dengan membangun kandang (asumsi ada 10 kandang kelompok) dengan asumsi kesembuhan (tahun kedua 90% dan tahun ketiga 92%) diperoleh NPV Rp 613.495.104,00, BCR : 2,28 dan IRR : 154,07. Dengan keterbatasan sumber daya maka kita bisa memilih dengan skenario satu atau skenario dua untuk menurunkan angka kematian pedet pada sapi dengan pemeliharaan tradisional.
- ItemAnalisis Biaya dan Manfaat: Vaksinasi dan Pembasmian Vektor terhadap Penyakit Jembrana di Kabupaten Seluma, Bengkulu(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Guntoro, Tri; Wera, Ewaldus; S, Ferro; FarlindunganPenyakit Jembrana merupakan penyakit viral yang bersifat menular pada sapi Bali dan bersifat endemis di kabupaten Seluma. Penyakit Jembrana memiliki dampak ekonomi yang cukup besar. Kerugian ekonomi berupa kehilangan pendapatan karena kematian ternak dan nilai jual ternak turun, biaya pengobatan, nilai kerja hewan menurun, biaya investigasi dan pengujiannya. Kerugian lain juga berupa terhambatnya perdagangan sapi bali dari daerah endemis ke daerah bebas. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa biaya dan manfaat program vaksinasi dan pembasmian vektor. Model ekonomi dan epidemiologi dikembangkan untuk menghitung biaya dan manfaat program vaksinasi. Input parameter yang digunakan diperoleh melalui Fokus Group Discussion yang diadakan pada tanggal 17 Januari 2018. Hasil kajian menunjukkan total biaya pemberantasan penyakit jembrana untuk periode 5 tahun sebesar Rp 1,4 Milyar dengan rasio benefit-biaya (BCR) 3,21 dan Internal rate of return (IRR) 167,5 %. Dari beberapa nilai tersebut membuktikan program vaksinasi dan pemberantasan vektor di Kabupaten Seluma, Bengkulu sangat layak untuk dilakukan.
- ItemAnalisis Genetik Gen Fusion Isolat Newcastle Disease Virus yang Berasal dari Berbagai Wilayah Indonesia(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Srihanto, E.A; Angeliya, L; Guntoro, T; Dharmawan, R; Dibia, N; Juwita, R.PNewcastle disease adalah salah satu penyakit unggas terpenting di dunia perunggasan. Penyakit ini disebabkan oleh avian paramyxovirus type 1 (APMV-1). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis genetik Newcastle diseases virus (NDV) yang berasal dari beberapa isolat di Indonesia. Data yang dihasilkan dapat sebagai acuan gambaran situasi virus ND di Indonesia saat ini. Isolat sampel berasal dari berbagai host yaitu ayam buras, ayam layer, ayam broiler dan dari lingkungan pasar tradisional. Sebanyak 9 sampel isolat yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dilakukan sekuensing pada gen fusion. Assembly sekuens digunakan perangkat lunak Unipro UGENE versi 1.30.0. Analisis data sekuens digunakan perangkat lunak MEGA 6.06 meliputi multiple alignment, deductive amino acids prediction dan phylogenic tree analysis. Analisis patogenesitas didapatkan 8 isolat tergolong ke dalam velogenic ND dengan susunan asam amino penyusun cleavage site 112R-R-Q-K-R-F117. Satu sampel isolat NDV teridentifi kasi sebagai lentogenic ND yang disusun oleh asam amino 112G-K-Q-G-R-L117. Deduced amino acids sequences pada gen fusion didapatkan 5 titik asparagine-linked glycosylation sites dan 12 cysteine residues pada isolate NDV penelitian. Titik epitop utama ditemukan relatif conserve kecuali pada beberapa isolate terjadi perubahan asam amino di K78R dan D170N. Analisis phylogenetic tree menunjukkan 8 sampel tergolong pada genotip VII (subgenotip VIIf, VIIg dan VIIh) dan 1 isolat tergolong pada genotip I.
- ItemAnalisis Genetik Gen Gag Virus Jembrana Asal Wilayah Balai Veteriner Lampung(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Srihanto, E.A.; Angeliya, L.; Siswanto, J.; Daulay, RSD; Guntoro, T; SuryantanaPenyakit Jembrana pernah terjadi di wilayah Lampung dari tahun 1976-1986. Pada tahun 2017 wabah penyakit Jembrana terjadi lagi di wilayah kerja Balai Veteriner Lampung. Di Propinsi Bengkulu dikonfi rmasi 7 kabupaten/kota dari 10 kabupaten/kota terdeteksi positip virus Jembrana. Di Propinsi Sumatera Selatan dikonfi rmasi 9 kabupaten/kota dari 15 kabupaten/kota terdeteksi positip virus Jembrana. Kematian sapi bali sampai saat ini masih sering dilaporkan dan ditemukan. Perkembangan virus Jembrana sejak ditemukan pada tahun 1984 telah mengalami perubahan. Kajian ini bertujuan untuk melihat dinamika virus Jembrana di wilayah kerja Balai Veteriner Lampung. Materi yang digunakan berupa data sekuens virus Jembrana koleksi Balai Veteriner Lampung. Metoda analisis dilakukan dengan melihat jarak genetik, homologi dan hubungan kekerabatan virus Jembrana. Analisis dilakukan menggunakan perangkat lunak MEGA 6.06 yang meliputi prediksi asam amino, homologi, jarak genetik dan pohon kekerabatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa virus Jembrana yang beredar di wilayah kerja Balai Veteriner memiliki homologi berkisar 92-92,8% dengan virus Tabanan/87. Jarak genetik dengan virus Tabanan/87 berkisar antara 7,2-8 %. Gambaran pohon kekerabatan menunjukkan terdapat 2 claster virus Jembrana yang beredar di wilayah kerja Balai Veteriner Lampung.
- ItemAnalisis Kelayakan Usaha Budidaya Itik Petelur dengan Sistem Kandang Baterai dan Ranch di Kabupaten Blitar(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Khopsoh, Binti; Kompudu, Alfred; Anugera, PriyaBudidaya itik petelur di Indonesia dikelola dengan sistem kandang baterai dan ranch. Penelitian ini untuk mengetahui analisis usaha ternak itik petelur pada kandang baterai dan ranch; dan untuk mengetahui pengaruh perubahan kenaikan biaya produksi, penurunan harga jual telur itik, dan jumlah hasil produksi terhadap kelayakan fi nansial budidaya itik petelur tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dilakukan bulan April 2017 di Kabupaten Blitar pada 10 peternak itik yaitu 5 peternakan untuk setiap jenis kandang. Penentuan lokasi menggunakan metode sampling purposive. Data primer diperoleh dari kuisioner dan observasi, sedangkan data sekunder dari berbagai literatur dan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar. Analisis fi nansial dari perhitungan NPV, IRR, Net B/C, payback period dan sensitivitas saat terjadinya kenaikan harga pakan, penurunan harga telur dan penurunan produksi telur. Sedangkan analisis data non fi nansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek social lingkungan. Analisis fi nansial pada sistem baterai: NPV sebesar Rp. 198.344.974, IRR 220%, Net B/C 11,4 dan payback period 1,4. Pada sistem ranch: NPV sebesar Rp. 100.700.923, IRR 108%, Net B/C 8 dan payback period 1,5. Analisis sensitivitas toleransi kenaikan harga pakan maksimal pada sistem baterai 19,1% dan 10.45% pada sistem ranch. Toleransi penurunan harga jual maksimal pada sistem baterai 14,6% dan 8,86 % pada sistem ranch. Sedangkan toleransi penurunan produksi telur pada sistem baterai 14.53% dan 8,86 % pada sistem ranch. Analisis non fi nansial berdasarkan aspek pasar terdapat permintaan telur itik yang tinggi; dari aspek teknis peternakan memenuhi persyaratan ideal dalam persiapan kandang, manajemen produksi, dan penanganan penyakit. Aspek manajemen terdapat struktur organisasi yang jelas tugas dan fungsinya. Sedangkan dari aspek social lingkungan tidak ada yang menentang usaha ini karena tidak menimbulkan pencemaran yang menganggu masyarakat sekitar. Berdasarkan analisis fi nansial dan non fi nansial disimpulkan bahwa budidaya itik petelur dengan sistem baterai lebih menguntungkan peternak dibandingkan dengan sistem ranch.
- ItemAnalisis Risiko Kualitatif Pengiriman Pupuk Organik Berbahan Dasar Feces Unggas dari Kabupaten Blitar ke Kabupaten Sumba Timur(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Angsar, MelkyAvian Infl uenza (AI) adalah penyakit zoonosis penting dan telah menjadi ancaman besar bagi peternakan ayam rakyat. Pulau Sumba secara historis adalah Pulau bebas kasus Avian Infl uenza. Analisis risiko ini sebagai respon atas permintaan perusahaan tebu yang hendak memasukan pupuk organik berbahan dasar feces unggas sebanyak 2.730 ton ke Kabupaten Sumba Timur. Tim Analisis risiko melakukan pemantauan ke Karantina Waingapu tempat pupuk ditahan. Metode pengumpulan data dengan kuesioner dan kunjungan lapangan ke Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar, ke farm tempat dihasilkannya feces unggas, ke lokasi pengolahan feces menjadi pupuk organik, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. Sampel feces juga diambil dan dilakukan pemeriksaan PCR oleh Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. Hasil analisis risiko menunjukan bahwa estimasi risiko penularan virus AI terkait pemasukan pupuk organik asal unggas dari Provinsi Jawa Timur ke Kabupaten Sumba Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah Negligible artinya kejadian dapat diabaikan sehingga Tim merekomendasikan agar pengiriman pupuk organik tersebut dapat dilakukan dengan beberapa catatan yaitu kelengkapan dokumen pengiriman produk berupa surat rekomendasi daerah asal dan tujuan, sertifi kat veteriner daerah asal, hasil pemeriksaan laboratorium dan surat keterangan bebas kasus AI dalam 6 bulan terakhir perlu dilampirkan dalam setiap kali pengiriman produk dan pengiriman pupuk harus dalam kondisi tertutup (dalam kontainer) dan hanya boleh diturunkan ketika sampai di lokasi tujuan akhir.
- ItemAnalisis Semi Kuantitatif Peluang Pemasukan Rabies ke Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Guntoro, T; Hakim; Safryl, F; Direktorat Kesehatan HewanSejak 2013 Kepulauan Bangka Belitung telah dinyatakan bebas Rabies oleh Menteri Pertanian. Provinsi ini adalah salah satu provinsi kepulauan yang dijadikan sebagai objek wisata. Dan provinsi ini berbatasan dengan Pulau Sumatera daratan yang merupakan daerah endemik rabies. Tujuan dalam penulisan ini adalah menilai risiko masuknya rabies ke provinsi ini. Metode yang digunakan dengan FGD (Fokus Group Diskusi) untuk mendapatkan angka probabilitas atau kemungkinan di masing masing jalur peluang pemasukan. Penilaian yang telah dilakukan bersama narasumber menyatakan bahwa Rabies memiliki peluang masuk 27 x 10-2 (27 dalam 100) dapat digolongkan atau dikategorikan rendah. Penguatan penjagaan oleh Karantina dan petugas check point serta penguatan surveilans dan juga memastikan titer antibodi terhadap penyakit rabies yang protektif menjadi sangat penting dalam mempertahankan status bebas rabies Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
- ItemAplikasi Alat Pemetaan Laboratorium dalam Meningkatkan Kapasitas Laboratorium di Indonesia(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Simanjuntak, Purnama Martha Oktavia; Harsono, Audi T; Idris, Syafrison; Hartaningsih, Nining
- ItemAplikasi DRIT (Direct Rapid Immunohistochemistry Test) untuk Mendeteksi Antigen Virus Rabies pada Jaringan Otak(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Rahmadani, Ibnu; Fitria, YulRabies merupakan salah satu penyakit hewan yang memberikan efek secara langsung bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil pengujian laboratorium merupakan dasar pemberian Vaksin anti rabies bagi manusia yang tergigit HPR, namun tidak semua daerah mempunyai laboratorium yang mampu melakukan pengujian rabies. dRIT (direct Rapid Immuohistochemistry Test) merupakan metode pengujian antigen virus rabies yang tanpa menggunakan mikroskop fluoresen yang sudah direkomendasikan oleh OIE. 60 (enam puluh) otak anjing tanpa pengawet yang diduga terinfeksi virus rabies digunakan sebagai sampel. Dilakukan pembuatan preparat ulas otak lalu difiksasi dalam Buffer Formalin 10%, lalu direaksikan dengan mouse anti rabies Biotinilated (Ab.Com.China) dan streptavidin peroksidase (dako). Hasil pengujian divisualisasikan dengan menggunakan substrat AEC (amino-9-ethyl carbazole) kemudian diamati dengan mikrokop cahaya. Hasil pengujian menunjukkan, 60 sampel yang diuji menunjukkan 45 sampel positif antigen virus rabies dan 15 sampel negatif virus rabies. Pengujian dRIT jika dibandingkan dengan uji dFAT menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas sebesar 100%. Metode dRIT dapat diterapkan untuk pengujian antigen virus rabies di laboratorium yang tidak memiliki mikroskop fluoresens.
- ItemAplikasi Kuning Telur untuk Mendeteksi Antibodi Penyakit pada Unggas(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Dharmawan, Rama; Rahayu, Rina AstutiPada peternakan ayam layer umumnya memiliki riwayat vaksinasi yang panjang, dan beberapa vaksin tentu telah mengalami boster beberapa kali, namun dalam beberapa kasus peternak tidak mengijinkan ayamnya untuk diambil sampel darahnya, oleh karena itu harus ada solusi untuk mendapatkan serum tanpa harus mengambil darah unggas, metode ini bertujuan untuk memisahkan antibodi (IgY) dari kuning telur melalui prosedur presipitasi (Polson et al.; 1980). Ada dua langkah penting dalam memisahkan IgY. yang pertama adalah pengangkatan lipid dan yang kedua adalah presipitasi total IgY dari supernatan. Setelah dialisis terhadap buffer (biasanya PBS), Kemurnian ekstrak kuning telur sekitar 80% dan tergantung pada umur ayam petelur (Diana Pauly et al ; 2011). Hasil ekstraksi kuning telur akan diperoleh serum yang dapat diaplikasikan untuk pengujian HI test titer virus, pada pengujian kali ini menggunakan 45 telur ayam layer dari 9 peternak atau setiap peternak memberikan 5 butir telur untuk dilakukan Empat jenis pengujian antibodi penyakit terhadap AI H5 clade 2.1.3 dan 2.3.2 , ND dan AI H9N2., dari pengujian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut dari perternak 1-9 semua terdeteksi antibodinya, dan variasi titer antibodi yang di peroleh adalah 0 – 256 untuk AI H5 calde 2.1.3 ; 0 – 128 untuk AI H5 clade 2.3.2; 8 – 2048 untuk AI H9N2 dan 2 - 512 untuk penyakit ND, namun rata-rata diperoleh umumnya memiliki titer antibodi tinggi atau ≥ 16 pada ke empat pengujian. Kesimpulan dari hasil tersebut maka penggunaan serum dari kuning telur untuk deteksi antibodi penyakit penyakit AI dan ND dan dapat dikembang untuk penyakit lain seperti pulorum, EDS dan IB
- ItemAssessment Tool for Laboratories and Antimicrobial Resistance Surveillance System (ATLASS)-(Alat Penilaian untuk Laboratorium dan Sistem Surveilans Resistensi Antimikroba)(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Desmayanti, LiysAntimicrobial Resistance (AMR) telah menjadi ancaman global, terutama untuk kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan yaitu potensi munculnya bakteri yang kebal terhadap antibiotik (superbug), karena penggunaan antibiotik yang tidak bertanggung jawab. FAO PBB telah mengembangkan Alat Penilaian untuk Laboratorium dan Sistem Surveilans Resistensi Antimikroba (ATLASS). Alat ini dirancang untuk mengidentifi kasi hambatan, memetakan kapasitas dan jaringan analisis laboratorium, dan menentukan faktor-faktor apa yang dapat ditingkatkan untuk memungkinkan laboratorium memiliki kemampuan analitis yang andal dalam pengujian AMR dan menjadi laboratorium referensi baik di tingkat nasional dan regional di sektor pertanian, lingkungan, dan produksi pangan. Misi ATLASS ini sudah dilakukan mulai tahun 2017 di 2 (dua) laboratorium UPT Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yaitu Balai Pengujian Mutu dan Sertifi kasi Produk Hewan (BPMSPH) dan Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifi kasi Obat Hewan (BBPMSOH). Selain itu, pada tahun 2018 juga dilakukan penilaian ATLASS di Balai Besar Veteriner Wates. Dalam penilaian ATLASS, aspek penilaian dibagi atas tata kelola laboratorium (governance), unit epidemiologi (epidemiology unit), jaringan laboratorium (laboratory Network), komunikasi (Communication), dan kegiatan yang berkeberlanjutan (Sustainability). Hasil penilaian diterjemahkan dalam Progressive Improvement Pathway yaitu alur peningkatan kapasitas laboratorium yang progresif, dimana kapasitas dibagi atas beberapa tingkatan yaitu tidak memiliki kapasitas (level 1/no capacity), kapasitas terbatas (level 2/limited capacity), kapasitas yang dikembangkan (level 3/developed capacity), kapasitas yang ditunjukkan (level 4/demonstrated capacity), dan kapasitas berkelanjutan (level 5/sustainable capacity). Dari hasil Penilaian ATLASS yang dilakukan di BPMSPH dan BBPMSOH menunjukan bahwa kapasitas kedua laboratorium tersebut dalam melakukan pengujian dan surveilans AMR berada di level 2 (limited capacity) dan sudah ada beberapa aspek dalam penilaian ATLASS yang sudah dapat ditingkatkan ke level 3 (developed capacity) yaitu peningkatan kapasitas peralatan laboratorium, teknik evaluasi hasil pengujian Antimicrobial Susceptibility Test (AST), dan perlu dilakukan uji profi siensi. Hasil penilaian ATLASS untuk BBVet Wates masih berada di Level 1 (No capacity), dimana aspek yang perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkat ke level 2 (Limited Capacity) yaitu dengan meningkatkan dan memperbaiki mekanisme sampling, meningkatkan kapasitas peralatan laboratorium untuk pengujian AST, penggunaan panel bakteri sesuai dengan kelompok bakteri yang diuji, dan harus melakukan uji profesiensi.
- ItemBiosekuriti dan Manajememen Efektif Biaya pada Peternakan – Peternakan Ayam Pedaging ( Broiler ) di Kabupaten Klaten(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Asih, Duwi Pudji Ning; Setyawan, Erry; Darmawan, Hery; Sukarna, Adi HardjaBudidaya ayam broiler yang sangat pesat di Kabupaten Katen untuk mendapatkan hasil optimal dan bisa membantu peternak ayam broiler maka dilakukan penelitian dimana penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil dengan cara menerapkan biosekuriti manajemen yang tepat dan program vaksinasi yang tepat pada peternak broiler komersial skala kecil dibawah (10000) ekor diharapka meningkatkan penghasilan peternak ayam broiler Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2014 sampai 2015 di Kabupaten Klaten Jawa Tengah dilakukan oleh PPV dan FAO ECTAD Indonesia dilakukan di 9 farm broiler di kabupaten klaten dengan metode sampling purposive data primer menggunakan kuisener , wawancara dan observasi ke peternak data sekunder berasal dari hasil data yang di peroleh dari penelitian pada saat fase pra intervensi dan fase intervensi oleh FAO Dan PPV serta data dari DinasPertanian Klaten Penelitian ini mengunakan pendekatan kuantitatif diskriftif Tahap nya adalah pengumpulan data selama 12 bulan baik tahap pra intervensi dan tahap intervensi di peternakan pilot project atau peternakan kontrol studi ini mampu memaksimalkan keuntungan fi ncial dan produksi yang teridentifi kasi karena manajemen bukan faktor eksternal hasil studi IP dari 301 menjadi 310 meningkat (3%)IP peternak control pada periode ini sama turun (2,6%) peningkatan pada peternakan pilot project karena ada penerapan manajemen dan biosekuriti dan program Vaksinasi yang tepat ,peternak pilot project mendapat tambahan IDR 619 per ayam/persiklus sementara peternak control menurun pendapatnya sebesar IDR 458 /ekor persiklus total keuntungan ekonomi yang di dapat yaitu sebesar IDR 1∙076 per ayam persiklus keuntungan ini di peroleh dengan investasi peternak sebesar IDR 28 per ekor per siklus Berdasarkan penelitian tersebut disimpulkan bahwa keuntungan peternak didapat menerapkan biosekuriti yang tepat ,manajemen yang benar dan program vaksinasi yang tepat
- ItemBovine Fat Necrosis Finding Around the Stomach with Persistent Vomiting in Japanese Black Cattle(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Zulfanedi, Yoli; Taniguchi, Masayasu; Taura, Yasuho; Takagi, Mitsuhiro; Hiyama, Masato; Sasaki, Naoki; Tani, Kenji; Itamoto, Kazuhito; Nakaichi, Munekazu; Shigetoshi, Takeda; Morimoto, Masahiro; Sakai, YusukeA 7-years old Japanese Black (JB) cow showed persistent vomiting, anorexia, diarrhea, and also 3-month pregnancy. Laboratory tests revealed anemia, hypoalbumenia, hypoproteinemia, elevated serum liver enzyme, and ketonuria. Due to poor condition, she was euthanised and necropsy was performed. Grossly, the stomach was surround and adhered by thick hard fat masses which were suggestive of necrotic fat masses. The fat masses were mainly found around abomasum and also found around reticulum, omasum and omentum. Histopathological examination revealed the fat tissue consisted of calcifi ed and necrotic adipocyte with fi brosis and leukocyte infi ltration. According to these findings the lesions were diagnosed as bovine fat necrosis (BFN) and rarely found around the stomach with persistent vomiting symptom.
- ItemBrucella Melitensis: Respon Serologis terhadap Kambing yang Mendapat Infeksi Buatan dengan Kuman Brucella Melitensis Biovar 1(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Siswani; Rosmiaty; F. D., Titis; MuflihanahBrucellosis pada ruminansia kecil, khususnya kambing dan domba merupakan penyakit menular yang sangat penting terutama dari aspek kesehatan masyarakat (Public health) mengingat penyakit ini menyebabkan dampak zoonosis yang tinggi berupa kematian pada manusia. Penyebab utama brucellosis pada kambing domba disebabkan oleh kuman Brucella melitensis. Brucellosis ini menyebakan kerugian ekonomi yang besar, antara lain terjadinya keguguran, ternak lahir lemah, penurunan produksi susu dan peradangan pada persendian Di Indonesia status kejadian brucellosis pada kambing dan domba belum banyak diketahui atau dilaporkan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang epidemiologi penyakit, dampak zoonosis dan ekonomi yang disebabkan oleh brucellosis dan juga keterbatasan pemahaman tentang metode diagnosis penyakit ini. Keterbatasan bahkan ketidaktersedianya data tentang kejadian penyakit ini di Indonesia berdampak pada terhambatnya perdagangan internasional terutama dalam proses ekportasi komoditas ternak kambing dan domba dimana negara pengimport mempersyaratkan tentang status brucellosis di tingkat negara maupun individu ternak. Sebagai laboratorium rujukan nasional untuk penyakit brucellosis, maka pengembangan metode diagnosis brucellosis pada kambing dan domba di Balai Besar Veteriner Maros ini sangat diperlukan sebagai dasar dan pendukung pelaksanaan surveilans terhadap penyakit ini di Indonesia. Laboratorium Rujukan juga mempunyai tugas untuk menyiapkan bahan standard yang dibutuhkan dalam pengujian, terutama kontrol standard dalam pengujian serologis. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat respon serologis yang ditimbulkan pada kambing yang telah infeksi oleh kuman Brucella melitensis biovar 1 melalui intra konjungtiva, kemudian dilakukan pengambilan serum secara berkala dan selanjutnya contoh serum diperiksa secara serologis dengan metode RBT dan CFT secara paralel. Titer yang muncul akan diamati dan akan diseleksi sebagai kandidat dalam pembuatan kontrol positif standard. Hasil penelitian menunjukkan titer antibodi kambing yang diifeksi kuman Brucella melitensis muncul pada minggu ke-2 pasca infeksi dengan titer CFT 4/8. Titer antibodi kambing mencapai puncak pada minggu ke-11, yaitu 4/256 titer CFT, dan mulai terjadi penurunan titer pada minggu ke-28.
- ItemCemaran Timbal pada Ternak di TPA Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Susilaningrum, Siwi; Sutopo; Wibawa, Hendra; Arif, Didik; Poermadjaja, Bagoes; Direktorat Kesehatan HewanSesuai dengan Undang-Undang No.18/2008 tentang pengelolaan sampah yaitu sistem sanitary landfill yaitu perataan, pemadatan, dan penutupan lapisan sampah memerlukan kondisi yang kondusif yaitu salah satunya bebas dari gangguan ternak. Tempat Pembuangan Ahkir (TPA) sampah berisiko tinggi terhadap pencemaran berbagai polutan. Ternak yang digembalakan dan mengkonsumsi limbah atau sampah di TPA akan sangat berbahaya bila ternak tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pangan manusia. Dilakukan Investigasi dengan tujuan mengetahui ada dan tidaknya logam berat Pb pada sapi yang dipelihara di area TPA Piyungan yang bersifat observasional dengan metode pengambilan sampel darah sapi secara acak, pengisian kuisener dan pengujian laboratorium dengan metode Atomic Absorption Spectrofotometric (AAS). Hasil pengujian 19 sampel darah sapi diperoleh hasil 6 sampel tidak terdeteksi Pb dan 13 sampel terdeteksi Pb (rata-rata 2,69 mg/kg). Selanjutnya dilakukan pemilahan ternak sapi jantan-betina, muda dewasa dan kebebasan dalam memilih pakan. Hasil pengujian kadar Pb dalam darah 14 betina rerata 1,14 mg/kg dan 5 jantan rerata 1,71 mg/kg. Sapi muda (2 bulan - < 2,5 tahun) 5 sampel rerata 2,97 mg/kg dan dewasa (2,5 tahun - 10 tahun) 10 sampel 0,686 mg/kg. Terakhir, 8 sampel dari kelompok sapi yang pakannya diambilkan dari TPA rerata 1,67 mg/kg dan 11 sampel dari kelompok sapi yang digembalakan di TPA rerata 1,013 mg/kg. Hasil investigasi menunjukkan bahwa sapi-sapi yang memakan sampah terdeteksi kandungan Pb melebihi standart Maksimum Residu Limit (MRL) WHO 0,10 mg/kg dan standart MRL Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 1,0 mg/kg. Perlu penelitian lebih lanjut tentang distribusi logam berat Pb dalam berbagai jaringan tubuh ternak yang digembalakan di TPA dan dilakukan penyuluhan kepada warga yang bertempat tinggal di area TPA tentang bahaya logam berat bagi kesehatan dan perlu dilakukan bimbingan teknis pemeliharaan sapi yang lebih baik.
- ItemDeteksi Antibodi Rabies pada Sapi dan Kambing Kasus Gigitan HPR (Hewan Pembawa Rabies) Pasca Divaksin Rabies di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Fitria, Yul; Zulfanedi, Yoli; Putri, Rahmi EkaTelah terjadi gigitan anjing terduga rabies pada 16 ekor sapi dan 1 ekor kambing di Nagari Pulau Mainan, Kecamatan Koto Salak, kabupaten Darmasraya, propinsi Sumatera Barat, tanggal 17 Oktober tahun 2017. Gigitan pada daerah hidung. Pertolongan pertama pada hewan dilakukan vaksinasi dengan vaksin yang tersedia sebagai vaksin antirabies. Penyuntikan dilakukan 3 kali secara intramuskular pada hari ke 0, 7, dan 14 (sapi) sedangkan kambing 1,7 dan 14. Pengambilan serum darah dilakukan pada hari ke 0, 7, 14 dan 120. Dilakukan pengujian deteksi antibodi rabies dengan metode RFFIT (Rapid Fluorescent Foci Inhibition Test) pada seluruh sampel. Ditemukan antibodi pada sapi dengan nilai 0,5 dan >2 IU/ml. 2 ekor sapi mati 20 hari setelah gigitan dengan gejala agresif dan hipersalivasi, kambing mati setelah 23 hari pasca gigitan. Kesimpulan tindakan pada ternak pasca gigitan HPR bisa dilakukan penyuntikan Vaksin dengan suntikan pada hari 0,7 dan 14 pasca gigitan dan pengukuran titer antibodi dengan metoda RFFIT.
- ItemDeteksi Bovine Viral Diarrhea pada Ternak Sapi di Wilayah Regional III Lampung Tahun 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) R.R., Kurdiwa; S., Alawiyah; Sumaryatno; T., Hidayah; Direktorat Kesehatan HewanBovine Viral Diarrhea (BVD) merupakanpenyakit viral yang disebabkan oleh Bovine viral diarrhea virustermasuk genus Pestivirus famili Flaviviridae. Virus ini bersifat teratogenik dan imunosupresif. Penyakit ini sangat infeksius pada sapi dengan gejala diare, pneumonia dan dapat menimbulkan dampak kerugian secara ekonomi yang besar. Regional III sebagai pintu masuk bagi ternak sapi dari luar Pulau Sumatera merupakan salah satu faktor risiko yang memungkinkan terjadinya penyebaran virus BVD ke wilayah lainnya, untuk itu perlu dilakukan pemantauan terhadap Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada ternak sapi di wilayah Regional III Lampungsecara berkesinambungan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui seroprevalensi BVD dan prevalensi kasus BVD serta mendeteksi adanya kaitan bangsa sapi, jenis kelamin dan umur sapi sebagai faktor risiko terhadap kasus BVD. Telahdilakukansurvei serologis BVD pada tahun 2019 terhadapBovine Viral Diarrhea (BVD) di wilayah Regional III dan diuji secara laboratoris menggunakan metode uji ELISA(enzyme linked immunosorbant assay) BVDantibodi dan ELISA(enzyme linked immunosorbant assay)BVD antigen.Materi yang digunakan adalah serum sapi dan Kit ELISABVD antibodi dan Kit ELISABVD antigen. Sebanyak 306 sampel dilakukan uji dengan metode ELISAantibodi, hasil positif sebanyak 179(58,49%), sampel positif dilanjutkan uji menggunakan metode ELISAantigen dengan hasil uji semuanya adalah negatif (0%).Dari data sampel yang masuk didapatkan data Sapi Brahman Crossmenghasilkan nilai (OR=14,55; CI=8,32 – 25,44) dan faktor jenis kelamin dengan nilai (OR=8,46; CI=2,41 – 29,69). Hasil ini menunjukkan adanya asosiasi antara kedua faktor dengan kejadian penyakit BVD.Pelaksanaan vaksinasi, sanitasi yang baik atau biosekuriti yang sesuai merupakan salah satu langkah pencegahan terbaik terhadap penyakit BVD.