Prosiding Penyidikan Penyakit Hewan
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Prosiding Penyidikan Penyakit Hewan by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 209
Results Per Page
Sort Options
- ItemSurveilans Penyakit Surra pada Kuda di Jakarta Utara Tahun 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) InanusantriDalam rangka persiapan pelaksanaan Asian Games XVIII tahun 2018, telah dilakukan surveilans pertama penyakit surra pada kuda di wilayah Jakarta Utara. Lomba ketangkasan kuda merupakan salah satu olah raga yang di pertandingkan. Penyakit surra merupakan salah satu penyakit yang harus bebas di areal EDFZ (Equine Disease Free Zone). Adapun kecamatan yang terdapat populasi kuda di Jakarta Utara sebanyak 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan Kelapa Gading. Jenis sampel yang diambil berupa sample darah kuda di Jakarta Utara pada tanggal 27 Juli 2017. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 17 sampel darah yang terdiri atas Kecamatan Tanjung Priok 11 sampel, Kecamatan Koja 5 sampel dan Kecamatan Kelapa Gading 1 sampel. Jenis pengujian yang digunakan adalah uji Elisa yang dilaksanakan oleh Balai Veteriner Subang. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengujian menunjukkan bahwa dari 17 sampel yang diuji diperoleh semua sample seronegatip. Data ini menunjukkan bahwa seroprevalensi surra pada kuda di Jakarta Utara sebesar 0%. Ini berarti tidak terdapat prevalensi antibodi penyakit surra pada kuda yang berada di Jakarta Utara, hal ini perlu dipertahankan. Pengawasan lalulintas ternak kuda kewilayah Jakarta Utara perlu diperhatikan, mengingat peternak sering mengganti kudanya karena alasan ekonomi.Oleh karena itu diperlukan peran aktif dari instansi terkait untuk melakukan sosialisasi untuk suksesnya Asian Games XVIII 2018.
- ItemSurveilans Brucellosis di Madura Tahun 2017 dan Rencana Strategis Penerapan Sistem Informasi Kesehatan Hewan Geographical Information System (GIS)(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Rochadi, Imam; Martuti, Vivy EnyBrucellosis is a disease of economic and reproductive disorder that is zoonotic and has an impact on the productivity of cattle population in Madura. Laboratory UPT Livestock Breeding and Animal Health Madura Animal Husbandry Office of East Java Province in collaboration with Veterinary Center Wates Jogjakarta has been conducting surveillance brucellosis since 2011-2017. Madura Island declared free against Brucellosis in cattle according to Minister of Agriculture Decree no. : 237 / Kpts. / PD.650 / 4/2015 issued on April 7, 2015, on the statement of Madura Island, East Java Province free from bucellosis disease in Madura cattle. Surveillance in 2017 aims to monitor the Madura region to maintain brucellosis-free status in Madura cattle, early warning system and run a national animal health information system. Surveillance in 2017 is using the method of Sampling for Detect Disease in four districts of Bangkalan, Sampang, Pamekasan and Sumenep. Examination of madura cow serum samples by Rose Bengat Test (RBT) was followed by Complement Fixation Test (CFT) and Polymerase Chain Reaction (PCR) with a target sample of 3,000 head of cattle. The realization of implementation from January to December 2017 has been tested as many as 3,000 samples of madura calf serum with negative results of brucellosis (p <0.05) and prevalence of 0.0% (table 1). If there is a positive test result RBT will be confirmed on BBVet Wates for CFT and PCR test. Then the results of collaboration with Veterinary Center Wates Jogjakarta has tested as many as 1,000 tails and with the result 1000 Brucellosis negative samples (p <0,05) with prevelansi 0,0% (table 2). Sample data processing information system using infolab as basic data isihknas 2017. To know the potential of incident and spreading pattern after free Madura brucellosis determination using spatial data base and map appearance descriptively combined with Data Management Investigation Mobile (MAGPI) data system which is compatible with Geographic Information System (GIS).
- ItemIsolasi Virus Avian Influenza pada Sel Primer Chicken Embryo Fibroblast (CEF) dan Sel Kultur Mardin-Darby Bovine Kidney (MDBK)(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Sari, Desi Puspita; Irianingsih, Sri Handayani; Darul, M. AfdhalPada awal tahun 2018, banyak kasus penurunan produksi telur dan kematian pada unggas komersial yang dilaporkan di wilayah kerja BBVet Wates, sehingga jumlah permintaan uji isolasi virus AI bertambah dan berimplikasi pada peningkatan kebutuhan Telur Ayam Berembrio SAN. Kajian isolasi virus Avian Influenza pada sel primer Chicken Embryo Fibroblast (CEF) dan sel kultur Mardin-Darby Bovine Kidney (MDBK) telah dilakukan di Laboratorium Virologi BBVet Wates. Kajian ini bertujuan untuk melihat perubahan dan respon titer HA sel primer CEF dan sel kultur MDBK yang diinokulasi virus Avian Influenza. Kajian ini dilakukan dengan metoda inokulasi virus AI pada media pertumbuhan sel primer CEF P2 dan sel kultur MDBK P142. Sel CEF dibuat dari 2 telur ayam berembrio (TAB) umur 10 hari. Setelah 24 jam 1 flask sel CEF dilakukan split ke microplate 24 well,sedangkan sel MDBK dikultur ke microplate 24 well dan flask 25 cm2. Isolat virus yang digunakan adalah A/Chicken/Sleman/BBVW-242/2017 dengan titer virus 16HA. Isolat virus diencerkan bertingkat dari 10-2 sampai 10-5 dan diinokulasikan pada sel CEF dan sel MDBK dengan 3 kali ulangan. Sel MDBK yang dikultur pada flask 25 cm2 diinokulasi virus enceran 10-2. Sel diinkubasi selama 4 hari pada suhu 37oC. Sel primer CEF dan sel kultur MDBK setelah 1 jam post infeksi tampak adanya perubahan sel (cytopathic effect/cpe). Virus AI dapat diisolasi pada sel primer CEF dengan titer virus 4HA pada inokulasi virus enceran 10-2 dan titer 2HA pada virus enceran 10-3. Pada sel kultur MDBK di microplate 24 well virus AI diidentifikasi pada pengenceran 10-2 dengan titer virus 2HA dan 10-3 dengan titer 4HA sedangkan sel kultur MDBK di flask 25 cm2 diperoleh titer virus lebih tinggi 64HA. Berdasarkan hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa sel primer CEF dan sel kultur MDBK dapat digunakan sebagai media pertumbuhan untuk isolasi virus AI.
- ItemIdentifikasi Profil Protein Isolat Trypanosoma Evansi dengan Metode SDS-PAGE(2018) Yuniarto, Ichwan; Jannah, Nur; Kulsum, UmiSurra merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh Trypanosoma evansi dan merugikan secara ekonomis di dunia peternakan dan veteriner, terutama di negara-negara Afrika, Amerika Selatan, Timur Tengah dan Asia. Pada tahun 2010-2011 Surra di Indonesia telah mengakibatkan kematian 1159 ekor kuda, 600 ekor kerbau dan seekor sapi. Menurut hasil surveilans Balai Veteriner Banjarbaru tahun 2012 di Kalimantan terjadi 14 kasus Surra, tahun 2013 terjadi 25 kasus dan pada tahun 2014 terjadi 26 kasus Surra melalui pemeriksaan ulas darah. Protein mempunyai peranan penting dalam proses biologi karena protein merupakan komponen utama penyusun sel makhluk hidup. Identifikasi profil protein menggunakan Soluble Trypanosoma Antigen (STrAg) tiga isolat Trypanosoma evansi menggunakan metode SDS PAGE 12 % dengan pewarnaan Commasie Brilliant Blue. Hasilnya menunjukkan bahwa tiga isolat tersebut mempunyai profil protein yang berbeda meskipun satu spesies yang sama. Isolat A terdapat 14 protein dengan BM 174,76 – 7,17 kD, isolat B teridentifikasi 15 protein dengan BM 143,11 – 7,17 kD dan isolat C teridentifikasi 13 protein dengan BM 90,02 – 7,12 kD.
- ItemPenerapan Cara Keamanan Biologik dan Keselamatan Biologik yang Baik (Good Biosafety and Biosecurity Practices) di Fasilitas Laboratorium Biosafety Level 3 (BSL-3)/Animal Biosafety Level 4 (ABSL-4)(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Zahid, Muhammad; Mukartini, Sri; EmiliaBanyak mikroorganisme yang diklasifikasikan ke dalam kelompok risiko 3 yang membutuhkan fasilitas BSL-3 untuk penangangan dan penyimpanannya, salah satu diantaranya Avian Influenza, Rabies, Anthrax, Brucella, dan Leptospira. Fasilitas laboratorium BSL-3 secara khusus dibangun untuk memfasilitasi pengujian mutu vaksin hewan, baik sediaan vaksin bakterial maupun viral. Pengujian mutu vaksin tersebut antara lain pengujian vaksin Avian Influenza, Rabies, Antraks, Brucella maupun Leptospira. Disamping itu, BBPMSOH merupakan satu-satunya instansi pemerintah di bawah Kementerian Pertanian yang memiliki fasilitas ABSL-4 yang dilengkapi dengan isolator hewan guna mendukung uji tantang (challenge test) dan uji potensi terhadap virus Avian Influenza, Rabies, dan spora Antraks. Uji tantang dan potensi terhadap vaksin penyakit zoonotik tersebut menggunakan hewan percobaan yang sesuai. Pengujian ini diperlukan untuk memastikan mutu dan keamanan dari vaksin hewan yang beredar di Indonesia. Kedepannya fasilitas BSL-3/ABSL-4 di BBPMSOH dapat dimanfaatkan untuk program kerjasama pengujian ataupun penelitian terkait pengendalian penyakit hewan zoonotik. Oleh karena itu, pendekatan secara menyeluruh berdasarkan kombinasi antara pengendalian administratif, prosedur dan cara kerja yang aman di laboratorium, pengendalian fisik, tatalaksana bahan biologik, tatalaksana personil perlu diterapkan guna memenuhi kaidah cara keamanan biologik dan keselamatan biologik yang baik.
- ItemPewarnaan Immunoperoxidase (IPX) pada Biakan Sel Madin-Darby Bovine Kidney (MDBK) sebagai Salah Satu Upaya untuk Mendapatkan Isolat Lokal Virus Bovine Viral Diarrhea (BVD)(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Edi, Suryo Purnomo; Lukman; Ibrahim, Afif; Mahawan, Trian; SodirunBovine Viral Diarrhea (BVD) adalah salah satu penyakit viral yang dapat menurunkan reproduksi dan produktifitas pada sapi. Berdasarka pengujian secara laboratoris, penyakit BVD telah menjangkiti sapi-sapi di wilayah kerja Balai Veteriner Subang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat lokal asal Provinsi Jawa Barat. Sebanyak 9 serum sapi yang pada pengujian sebelumnya menggunakan Antigen Capture ELISA (ACE) dinyatakan positif antigen virus BVD, digunakan sebagai sampel pada penelitian ini. Sampel berasal dari Provinsi Jawa Barat yang diambil pada tahun 2016 dan 2017. Sampel diinokulasikan ke biakan sel Madin-Darby Bovine Kidney (MDBK). Pewarnaan Immunoperoxidase (IPX) digunakan untuk menentukan adanya infeksi virus BVDV pada biakan sel MDBK. Sebagai uji konfirmasi digunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Dari 9 sampel yang diuji didapatkan 2 sampel positif BVD dan juga menjadi isolat lokal virus BVD. Penerapan metode isolasi virus BVD di Balai Veteriner sangatlah penting mengingat metode tersebut menurut OIE merupakan gold standard pengujian diagnostik terhadap BVD. Isolat lokal virus BVD tersebut selanjutnya perlu dikarakterisasi lebih lanjut dan dapat digunakan sebagai bahan biologis untuk lebih memahami virus BVD yang bersirkulasi di Indonesia.
- ItemPenyebaran Penyakit Parasit Darah pada Sapi dan Kerbau di Wilayah Kerja BBVet Wates Tahun 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Dewi, Ari Puspita; Khadjadatun; Rochmadiyanto; Imran, KoeswariPenyakit akibat parasit darah, seperti anaplasmosis, babesiosis, theileriosis dan trypanosomiasis mempunyai arti yang penting bagi usaha peternakan sapi dan kerbau di Indonesia. Penyakit tersebut dapat bersifat perakut, akut maupun kronis, yang ditularkan secara mekanik oleh vektor dari agen penyebab penyakit tersebut. Dampak dari penyakit tersebut dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar berupa penurunan berat badan ternak, penurunan produksi susu, penurunan kualitas daging atau kulit atau jeroan, penurunan produktivitas ternak sebagai tenaga kerja, dan bahkan dapat menyebabkan kematian ternak. Kajian penyakit parasit darah ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran penyakit anaplasmosis, babesiosis, theilleriosis dan trypanosomiasis pada sapi dan kerbau di wilayah kerja BBVet Wates tahun 2017 dan untuk memberikan rekomendasi pengobatan yang sesuai dengan agen penyebab penyakit darah tersebut. Sebanyak 5.681 sampel darah sapi dan 830 sampel darah kerbau yang diperoleh dari wilayah kerja BBVet Wates baik berupa sampel pelayanan aktif maupun pelayanan pasif yang diduga terinfeksi parasit darah diperiksa dengan menggunakan metode konvensional yaitu preparat ulas darah tipis dengan pewarnaan Giemsa dan Haematocrit Centrifugation Technique (HCT) khusus untuk trypanosomiasis. Dari hasil pemeriksaan darah sapi tersebut diperoleh hasil bahwa sebanyak 12 sampel (0,21%) menunjukkan hasil positif Anaplasma sp, 264 sampel (4,65%) positif Theileria sp, 18 sampel (0,32%) positif Babesia sp dan 21 sampel (0,37%) positif Trypanosoma sp, sedangkan pemeriksaan darah kerbau menunjukkan hasil bahwa sebanyak 7 sampel (0,84%) menunjukkan hasil positif Anaplasma sp, 57 sampel (6,87%) positif Theileria sp dan 68 sampel (8,19%) positif Trypanosoma sp. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa kejadian anaplasmosis, theilleriosis dan trypanosomiasis pada sapi dan kerbau ditemukan di wilayah kerja BBVet wates, sedangkan babesiosis ditemukan hanya pada sapi saja. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut disarankan untuk dilakukan pengobatan sesuai dengan agen penyebab parasit darah tersebut, agar penanganan penyakit lebih optimal.
- ItemAplikasi Kuning Telur untuk Mendeteksi Antibodi Penyakit pada Unggas(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Dharmawan, Rama; Rahayu, Rina AstutiPada peternakan ayam layer umumnya memiliki riwayat vaksinasi yang panjang, dan beberapa vaksin tentu telah mengalami boster beberapa kali, namun dalam beberapa kasus peternak tidak mengijinkan ayamnya untuk diambil sampel darahnya, oleh karena itu harus ada solusi untuk mendapatkan serum tanpa harus mengambil darah unggas, metode ini bertujuan untuk memisahkan antibodi (IgY) dari kuning telur melalui prosedur presipitasi (Polson et al.; 1980). Ada dua langkah penting dalam memisahkan IgY. yang pertama adalah pengangkatan lipid dan yang kedua adalah presipitasi total IgY dari supernatan. Setelah dialisis terhadap buffer (biasanya PBS), Kemurnian ekstrak kuning telur sekitar 80% dan tergantung pada umur ayam petelur (Diana Pauly et al ; 2011). Hasil ekstraksi kuning telur akan diperoleh serum yang dapat diaplikasikan untuk pengujian HI test titer virus, pada pengujian kali ini menggunakan 45 telur ayam layer dari 9 peternak atau setiap peternak memberikan 5 butir telur untuk dilakukan Empat jenis pengujian antibodi penyakit terhadap AI H5 clade 2.1.3 dan 2.3.2 , ND dan AI H9N2., dari pengujian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut dari perternak 1-9 semua terdeteksi antibodinya, dan variasi titer antibodi yang di peroleh adalah 0 – 256 untuk AI H5 calde 2.1.3 ; 0 – 128 untuk AI H5 clade 2.3.2; 8 – 2048 untuk AI H9N2 dan 2 - 512 untuk penyakit ND, namun rata-rata diperoleh umumnya memiliki titer antibodi tinggi atau ≥ 16 pada ke empat pengujian. Kesimpulan dari hasil tersebut maka penggunaan serum dari kuning telur untuk deteksi antibodi penyakit penyakit AI dan ND dan dapat dikembang untuk penyakit lain seperti pulorum, EDS dan IB
- ItemPotensi Vaksin Antraks Dengan Variasi Dosis dan Lama Penyimpanan(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Ristiana, Dina; Asmara, Widya; Wahyuni, A.E.T.H.Antraks adalah penyakit yang disebabkan oleh Bacillus anthracis. Antraks termasuk salah satu penyakit hewan strategis dan bersifat zoonosis. Pengendalian Antraks adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi pada ternak kadang tidak dilakukan sesuai dosis anjuran, sehingga menimbulkan kematian pada kambing/domba dan keguguran pada sapi bunting trimester pertama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi vaksin Antraks apabila diberikan ½ dan ¼ dosis dengan lama penyimpanan sampai dengan 2 tahun pada suhu 2-8 °C berdasarkan jumlah kandungan spora dan uji tantang. Vaksin yang digunakan yaitu vaksin Anthravet® (Pusvetma) baru (kurang dari 3 bulan) dan lama (telah disimpan selama dua tahun). Penghitungan jumlah kandungan spora dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC), uji tantang digunakan hewan coba 70 marmut dewasa yang dibagi menjadi 7 kelompok yaitu kelompok I diberikan vaksin Antraks dosis ¼ penyimpanan lama, kelompok II dosis ¼ penyimpanan baru, kelompok III dosis ½ penyimpanan lama, kelompok IV dosis ½ penyimpanan baru, kelompok V dosis 1 penyimpanan lama, kelompok VI dosis 1 penyimpanan baru, dan kelompok kontrol diberikan NaCl fisiologis. Uji tantang dilakukan pada hari ke-21 setelah vaksinasi menggunakan 200 minimum lethal dose (MLD) B. anthracis strain 17JB. Pengamatan dilakukan terhadap daya hidup marmut sampai 10 hari setelah uji tantang. Hasil yang didapatkan, jumlah kuman per dosis pada vaksin lama 9,42x106 CFU/ml dan vaksin baru 9,34x106 CFU/ml. Hasil uji tantang dosis ¼ penyimpanan baru paling rendah(60%), berbeda nyata dengan dosis 1 penyimpanan lama dan dosis 1 penyimpanan baru yang menghasilkan protektivitas paling tinggi (100%). Kesimpulan yang dapat diambil yaitu jumlah kandungan spora dosis ¼ dan ½, pada vaksin baru dan lama masih memenuhi standar OIE (2012) dan FOHI (2013), namun untuk uji tantangnya tidak memenuhi syarat; potensi vaksin Antraks pada penyimpanan sampai dengan 2 tahun masih tetap bagus selama diberikan dalam dosis 1.
- ItemKasus Kematian Sapi Bali di Jorong Tompek Nagari Salareh Aia Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Putri, Sri Hilmayeni Tri; Purnama, Betty IndahTelah dilaksanakan penyidikan kematian sapi bali pada bulan April sampai Juni 2017 di kelompok Karya Abadi, Jorong Tompek Nagari Salareh Air. Kasus kematian beberapa ekor sapi bali baru pertama kali terjadi di daerah ini. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan konfirmasi dan verifikasi diagnosa penyakit, mengidentifkasi sumber penularan penyakit dan populasi berisiko, menggambarkan karakteristik epidemiologi, mengidentifikasikan faktor-faktor risiko yang berasosiasi dengan penyakit dan untuk merekomendasikan langkah-langkah pengendalian penyakit. Metode penyidikan berupa; pengumpulan data dan informasi melalui wawancara menggunakan kuisioner, pemeriksaan laboratorium dengan pengambilan sampel dan analisa data. Gejala klinis berupa: demam tinggi, penurunan nafsu makan, lesu, lemah dan depresi. Untuk kasus lanjut disertai keringat darah dan kematian. Berdasarkan kerangka waktu dan kurva epidemik, kisaran masa inkubasi sampai terlihat gejala klinis adalah 4 sampai 14 hari. Angka mortalitas sebesar 6% sampai 36%. Diagnosa banding saat kunjungan lapangan adalah parasit darah dan penyakit Jembrana. Mortalitas sebesar 38% terhadap populasi baru dan 5,79% bagi populasi lama. Berdasarkan hasil uji PCR (positif) dari Laboratorium BVet Bukittinggi, menunjukkan bahwa sapi-sapi tersebut positif mengidap JDV. Pengambilan sampel selanjutnya berupa ulas darah setelah kematian masih berlanjut, meskipun tindakan pencegahan dan pengobatan telah dilakukan. Hasilnya, 78,9% positif parasit darah. Berdasarkan hasil penyelidikan dengan gejala klinis yang teramati adalah lemah/lesu, nafsu makan menurun, kadang-kadang ditemukan kondisi seperti keringat darah dimana sapi mati setelah 3 hari keluar keringat darah serta didukung pula dengan hasil laboratorium maka disimpulkan bahwa patogenitas penyakit ini cukup tinggi dengan penyebaran yang cepat. Sumber penularan dapat disebabkan oleh virus ataupun penyakit lain yang ditularkan melalui vektor. Keadaan ini didukung pula dengan luasnya padang penggembalaan, kepadatan populasi di lokasi tersebut serta kondisi lingkungan yang lembab. Pemberian rekomendasi tindakan pengendalian adalah peningkatan sanitasi kandang, manajemen peternakan serta komunikasi, informasi dan edukasi tentang cara beternak sapi bali yang baik.
- ItemHasil Investigasi Kasus Kematian dan Penurunan Produksi Telur pada Sentra Peternakan Unggas Komersial di Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta Tahun 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Wibawa, Hendra; Apriliana, Ully Indah; Dharmawan, Rama; Pratamasari, Dewi; Suryanto, Basuki Rochmat; Susanta, Dwi Hari; Farhani, Nur Rohmi; Suhardi; Sari, Desi Puspita; Kumorowati, Enggar; Poermadjaja, BagoesBerbagai permasalahan pernyakit unggas terjadi pada tahun 2017. Walaupun virus Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) H9N2 berhasil diisolasi dari outbreak penyakit penurunan produksi telur pada peternakan layer di awal 2017, terdapat keraguan apakah kasus ini diakibatkan infeksi tunggal virus H9N2 atau ko-infeksi dengan agen lainnya serta dipengaruhi masalah manajemen peternakan. Selain itu, dilaporkan adanya peningkatan kasus kematian pada broiler sejak pertengahan 2017. Investigasi kasus dilakukan Balai Besar Veteriner Wates dengan tujuan untuk mengetahui distribusi kasus di lapangan, penyebab penyakit, dan faktor resiko yang berkaitan dengan penurunan produksi telur dan kematian pada sentra peternakan unggas komersial di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Metodologi investigasi meliputi pemilihan daerah berdasarkan laporan kasus dan resiko penyakit di daerah populasi tinggi unggas komersial layer, broiler, dan ayam jawa super di 10 kabupaten (Kendal, Semarang, Karanganyar, Sleman, Bojonegoro, Lamongan, Tulungagung, Blitar, Kediri, dan Malang), pengambilan sampel, wawancara dengan peternak, dan uji laboratorium untuk diagnosis dan deteksi agen penyakit, serta identifikasi faktor resiko dengan pendekatan case-control study. Jumlah peternakan yang disurvei sebanyak 58 peternakan komersial Sektor-3, terdiri dari: 35 peternakan layer (550 ekor), 20 broiler (340 ekor), dan 3 jawa super (45 ekor). Definisi kasus ditetapkan berdasarkan tanda klinis: pada layer adalah penurunan produksi telur > 40% dengan atau tanpa disertai kematian; pada broiler dan jawa super adalah gangguan pernafasan, pencernaan, motorik, atau pertumbuhan diikuti kematian > 10%. Teridentifikasi 27 peternakan kasus (case) dan 31 peternakan non-kasus (control). Kasus pada layer terjadi sejak Maret 2017; kematian sporadik pada broiler terjadi pada Juli, September, Desember 2017 dan Januari 2018; dan kematian pada Jawa super terjadi pada November-Desember 2017. Kasus penurunan produksi telur > 40% ditemukan di semua kabupaten, dimana 14 dari 19 kasus pada layer (73.7%) memiliki tanda klinis gangguan pernafasan dan penurunan produksi. Pada broiler dan jawa super, 6 dari 8 kasus penyakit (75.0%) memiliki tanda klinis berak putih, stunting, kesusahan berjalan, dan kematian. Lebih dari 69% unggas layer menunjukkan respon antibodi tinggi (titer HI > 16) terhadap virus ND, AI subtipe H5 (AI-H5), dan AI subtipe H9 (AI-H9). Sebaliknya, proporsi antibodi tinggi terhadap ND, AI-H5, AIH9 pada unggas broiler dan jawa super bervariasi dari 7-51%. Virus AI-H9 tidak terdeteksi di semua peternakan, tetapi virus AI-H5, virus ND, bakteri Mycoplasma gallisepticum, parasit Eimeria sp., perubahan histopatologis inclusion body hepatitis (IBH), kadar protein kasar yang rendah (<18%), dan kandungan aflatoxin yang tinggi (>50 µg/Kg) berhasil dideteksi dari beberapa peternakan dengan tanda-tanda klinis di atas. Hasil ini mengindikasikan bahwa kasus penyakit pada unggas komersial tidak hanya disebabkan oleh infeksi tunggal agen, tetapi lebih bersifat multifaktor, melibatkan beberapa agen dan dipengaruhi kondisi lingkungan/manajemen peternakan. Investigasi lanjutan diperlukan untuk mengetahui apakah antibodi tinggi terhadap H9 disebabkan kekebalan vaksinasi atau akibat paparan infeksi virus AI H9 lapang. Biosekuriti dan manajemen, termasuk perbaikan mutu pakan dan peningkatan kekebalan unggas melalui vaksinasi, perlu ditingkatkan untuk mencegah kasus serupa di masa mendatang.
- ItemHasil Sero Surveilans dalam Rangka Pembebasan Brucellosis di Propinsi Banten Tahun 2012 – 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Yuliyanti; Panus, A.; Rahmawan, A.; Sodirun; Selviyanti; Maryamah, E.Seperti kita ketahui bahwa penyakit Brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang perlu diwaspadai baik pada ternak maupun manusia, karena penyakit ini dapat menyebabkan keguguran di usia kebuntingan 5-7 bulan. Sehingga pada ternak penyakit ini dapat mengakibatkan kerugian ekonomis yang cukup besar bagi peternak. Selain itu penyakit Brucellosis termasuk ke dalam 22 jenis Penyakit hewan menular strategis yang ada di Indonesia sesuai dengan Keputusan menteri Pertanian No 4026/Kpts./OT.140/3/2013 tentang PHMS di Indonesia. Propinsi Banten sebagai salah satu Propinsi di Pulau Jawa dengan jumlah populasi ternak yang cukup tinggi untuk sapidan kerbau sehingga mempunyai potensi besar dalam perdagangan/ekspor ternak. Syarat suatu wilayah dapat ekspor ternak antar Negara adalah bebas terhadap penyakit salah satunya adalah Brucellosis. Oleh karena itu Balai Veteriner Subang dalam rangka mendukung Propinsi Banten dalam penyelenggaraan perdagangan dan dalam rangka pengendalian penyakit zoonosis melakukan Survei pembebasan Brucellosis di Propinsi Banten. Tujuan dari surveilans ini adalah untuk mengetahui tingkat prevalensi penyakit Brucellosis di Propinsi Banten selama 5 tahun (2012-2017). Metode surveilans yang dilakukan adalah metode surveilans bertahap selama 5 tahun, tahun 2012 dilakukan dengan survei prevalensi (n=4PQ/L2), tahun 2013 – 2017 adalah survei deteksi penyakit. Metode pengujian yang digunakan sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 828/ Kpts/OT.210/10/98 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Hewan Keluron Menular (Brucellosis) pada ternak adalah pengujian dengan metode RBT, MRT dan CFT serta metode lain yang dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan (Ditjennak 1998). Dari hasil surveilans tahun 2012 - 2017dapat diketahui bahwa prevalensi Brucellosis di Propinsi banten tahun 2012 sebesar 0 % dari jumlah sampel yang diambil sebanyak 5290, hasil surveilans tahun 2013-2014diperoleh prevalensi Brucellosis sebesar 0 % dari jumlah sampel yang diambil sebanyak 1.046, dan hasil surveilanstahun 2015-2016 diperoleh prevalensi sebesar 0,011 %, sedangkan hasil surveilans tahun 2017 diperoleh prevalensi sebesar 0,011 %. Dari hasil surveilans yang dilakukan oleh Balai Veteriner Subang selama 5 tahun tingkat prevalensi Brucellosis di propinsi banten di bawah 0,2 %, maka dari itu Propinsi Banten dapat diusulkan untuk Pembebasan Brucellosis di tahun 2018.
- ItemSerosurveilans Rabies di Nusa Tenggara Timur Tahun 2016(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Berek, Hilda Susiyanti DeboraRabies sejak pertama kali dilaporkan pada November 1997 di Kabupaten Flores Timur, masih menjadi topik permasalahan yang belum mampu diselesaikan di Nusa Tenggara Timur khususnya di daratan Flores.Tahun 2015 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) di NTT sebanyak 7.386 kasus, yang merupakan kasus terbanyak kedua setelah Propinsi Sulawesi Utara. Hingga tahun 2016 tercatat lebih dari 200 orang meninggal di NTT karena rabies, terutama di Pulau Flores dan Lembata. Pemberantasan Rabies di NTT sampai sekarang belum memberikan hasil yang memuaskan. Penanganan penyakit rabies perlu dilakukan secara tepat sasaran dengan memprioritaskan perhatian pada faktor-faktor pemeliharaan yang berkaitan dengan vaksinasi dan titer antibodi protektif. Surveilans untuk mengetahui prevalensi status kekebalan pada anjing post vaksinasi Rabies di NTT, telah dilakukan pengambilan sampel di 9 Kabupaten Daratan Flores dan Lembata pada bulan April sampai dengan Desember 2016. Selama pelaksanaan surveilans berhasil dikumpulkan sebanyak 2.079 sampel serum darah. Pengujian laboratorik dilakukan pada Laboratorium Pengujian dan Penyidikan Veteriner UPT Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT dengan metode Indirect ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Hasil surveilans post vaksinasi Rabies menunjukkan bahwa anjing-anjing di daratan Flores dan Lembata Nusa Tenggara Timur yang memiliki titer antibodi protektif terhadap rabies 49,49% (1.029/2.079) dan yang tidak protektif 50,51% (1.050/2.079). Cakupan vaksinasi pada anjinganjing di daratan Flores diatas 70%, namun efektifitas vaksinasi hanya sebesar 50,25%. Beberapa hal kemungkinan menjadi penyebabnya adalah status kesehatan hewan saat divaksin, umur, dan perbedaan bangsa anjing/breed. Kemungkinan yang lain mutu vaksin, cara penanganan vaksin di lapangan kurang tepat, dan frekuensi vaksinasi. Kurangnya perhatian petugas vaksinator tentang pentingnya rantai dingin (cold chain) di lapangan merupakan faktor penyebab potensi vaksin anti rabies yang digunakan menurun.
- ItemPengembangan Imunohistokimia untuk Deteksi Bovine Pasteurellosis pada Kasus Pneumonia Enzootika Pedet di Balai Veteriner Lampung(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Susilo, Joko; Triwibowo, Bayu; Heni, AhyulBovine Pasteurellosis merupakan patogen yang sering menimbulkan penyakit pernafasan pada sapi dan tersebarluas di seluruh dunia termasuk di Indonesia serta menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Agen bakterial penyebab Bovine Pasteurellosis meliputi Pasteurella multocida dan Pasteurella (Mannheimia) haemolytica. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengembangan teknik diagnosa imunohistokimia (IHK) untuk mendeteksi Pasteurella multocida dan Mannheimia haemolytica pada pneumonia enzootika pedet. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 sampel paru pedet yang telah dilakukan isolasi dan identifikasi oleh Laboratorium Bakteriologi Balai Veteriner Lampung periode sampel tahun 2018. Empat sampel yang sama selanjutnya diproses di laboratorium Patologi untuk dilakukan pengujian histopatologi dan imunohistokimia. Poliklonal antibodi dibuat dengan menyuntikan masing masing antigen yaitu; Pasteurella multocida dan Mannheimia haemolytica yang telah dikarakterisasi oleh Laboratorium Bakteriologi terhadap dua kelinci berbeda. Teknik imunohistokimia menggunakan sistem berlabel polimer. Perubahan histopatologi seluruh sampel paru menunjukkan lesi bronchopneumonia suppurativa, oedema pulmonum, koagulatif nekrosa, pneumonia granulomatosa, pneumonia fibrinosa, infiltrasi dan akumulasi polimorfonuklear netrofil dan makrofag. Hasil imunohistokimia dengan menggunakan antibodi andti Pasteurella multocida menunjukan adanya ikatan antigen-antibodi yang kuat pada cairan oedema pulmonum, bagian sentral dan tepi granulomatosa, di sekitar area infiltrasi netrofil dan makrofag, serta septa interlobularis dan pleura. Hasil imunohistokimia dengan menggunakan antibodi anti Mannheimia haemolytica isolat Lampung menunjukan adanya ikatan antigen-antibodi yang kuat pada jaringan paru yang mengalami nekrosa koagulasi dan fibrin.
- ItemKejadian Goiter pada Kambing Peranakan Etawa yang Diduga Disebabkan oleh Tanaman Goitronik di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Inarsih, Dwi; Anindita, Katamtama; Rahmadani, Ibenu; Febrianto, NikoPenyakit goiter merupakan penyakit yang muncul akibat kekurangan asupan iodium. Kekurangan kandungan iodium bisa terjadi baik secara langsung diakibatkan oleh kandungan iodium dalam tanah yang memang rendah maupun secara tidak langsung yang disebaabkan karena ada faktor penghambat atau menghalangi atau mengganggu dari kerja kelenjar tiroid. Tujuan kegiatan untuk menyelidiki kemungkinan dari penyebab pada kasus-kasus sejenis dan mempunyai kesamaan pada ternak kambing PE (Peranakan Etawa) di beberapa wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi. Metode yang digunakan pada kasus yang terjadi yaitu berdasarkaan anamnesa, gejala klinis, patologi klinis dan histopatologi serta memperhatikan kondisi lingkungan sekitar kasus yang merupakan daerah penghasil sayur seperti bunga kol, brokoli, kubis, Lobak, Sawi, bayam dll. Dimana tanaman tersebut merupakan sumber goitronik yang tinggi. Adanya kematian pada kambing PE terutama yang baru lahir dalam keadaan lemah yang hanya mampu bertahan hidup 1 hingga 4 minggu serta adanya pembesaran kelenjar Tiroid. Kejadian ini terjadi berulang pada beberapa ekor kambing PE. Daerah kasus merupakan daerah penghasil sayuran dilereng gunung marapi dan singgalang, propinsi Sumatera barat. Dari kadaver yang mengalami pembengkaan kelenjar tiroid, setelah dilakukan pemeriksaan histopalogi terlihat adanya hiperplastik goiter. Pada beberapa kasus yang belum terlambat kejadiannya telah di terapi dengan mineral berupa garam beryodium pada induk selama bunting dan pada fetus yang lahir. Serta terjadi kesembuhan pada kasus yang di tangani secara cepat dan tepat. Kasus-kasus ini terjadi pada daerah-daerah penghasil sayuran. Dan kejadian ini terjadi diduga karena ternak memakan tanaman yang mengandung zat Goitronik.
- ItemDinamika Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 di Wilayah Balai Veteriner Tahun 2004-2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) E. A., Srihanto; L, Angeliya; A.S, WahyuningtyasPenyakit Avian Influenza sejak masuk ke wilayah Lampung tahun 2003 sampai sekarang belum bisa diatasi dengan baik. Kematian unggas sampai saat ini masih sering dilaporkan dan ditemukan. Unggas yang terinfeksi dilaporkan tidak hanya ayam tetapi jenis unggas lainnya seperti puyuh, itik, entog, kalkun, walet dan burung liar. Perkembangan virus Avian Influenza sejak ditemukan pada tahun 2003 telah mengalami evolusi dan perubahan. Kajian ini bertujuan untuk melihat dinamika dan evolusi virus Avian Influenza di wilayah kerja Balai Veteriner tahun 2004-2016. Materi yang digunakan berupa data sekuens virus Avian Influenza dari genebank dan koleksi Balai Veteriner Lampung tahun 2004-2017. Asal isolat isolat diperoleh dari berbagai macam spesies meliputi ayam, puyuh, kalkun, itik, entog, walet dan burung liar. Metoda analisis dilakukan dengan melihat jarak genetik, homologi dan hubungan kekerabatan virus Avian Influenza. Analisis dilakukan menggunakan perangkat lunak MEGA 6.06 yang meliputi prediksi asam amino, homologi, jarak genetik dan pohon kekerabatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa sejak tahun 2004-2017 sebaran virus Avian Influenza di wilayah kerja Balai Veteriner ditemukan adanya 2 clade yaitu clade 2.1 dan 2.3.2.1c. Jarak genetik antara clade 2.1 dengan clade 2.1.3 sekitar 3% dengan homologi berkisar 97%. Jarak genetik antara clade 2.1 dengan clade 2.3.2.1 sekitar 8 % dengan homologi sekitar 91 %. Jarak genetik antara clade 2.1.3 dengan clade 2.3.2.1 sekitar 4,5% dengan homologi sekitar 95,5%. Sebaran unggas yang terinfeksi mencakup multi spesies unggas meliputi ayam, puyuh, kalkun, itik, entog, walet dan burung liar.
- ItemIsolasi dan Identifikasi Salmonella Sp dan Escherichia Coli dalam Rangka Pemetaan Resistensi Antimikroba di Peternakan Ayam Petelur dan Pedaging di 5 Provinsi di Pulau Jawa(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Rahayuningtyas, Irma; Astuti, Lilis Sri; Istiyaningsih; Andesfha, Ernes; Atikah, NenengPenyakit enteritis banyak disebabkan oleh Salmonella sp. dan E. coli yang menginfeksi unggas, mamalia, dan manusia. Bakteri tersebut sangat berbahaya bilamana resisten terhadap antimikroba dan mempunyai gen yang dapat menyebarkan sifat resistensinya ke manusia melalui konsumsi produk unggas yang tercemar bakteri tersebut. Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat Salmonella sp. dan E. coli dalam rangka pemetaan AMR di peternakan ayam petelur dan pedaging dari 5 Provinsi di Pulau Jawa. Sampel dari swab kloaka ayam petelur 282, ayam broiler 173, dan pakan ayam 66 yang diambil secara proporsional dengan metode isolasi sesuai SNI 2987:2008. Isolat Salmonella sp. diidentifikasi sampai tingkat serotipe dengan metode PCR dan Sequencing dengan primer spesifik Salmonella enteritidis dan Salmonella thyphimurium, sedangkan isolat E. coli dilakukan uji patogenitas secara invitro dengan media congo red. Hasil isolasi dari 282 swab kloaka ayam petelur diperoleh 9 (3,2%) isolat Salmonella sp. dan 268 (95%) isolat E. coli, dari 273 swab kloaka ayam pedaging diperoleh 34 (12,4%) isolat Salmonella sp. dan 258 (94,5%) isolat E. coli, sedangkan dari 66 pakan tidak diperoleh isolat Salmonella sp. tetapi diperoleh 25 (37,9%) isolat E. coli. Hasil uji serotipe 43 isolat Salmonella sp. dinyatakan : 21 isolat Salmonella enteritidis, 19 isolat Salmonella thyphimurium, 2 isolat Salmonella waycross, dan 1 isolat Salmonella typhi. Hasil uji patogenitas 268 isolat E. coli, yang bersifat patogen sebanyak 48 (17,9%) berasal dari ayam petelur, 39 (15,1%) berasal dari ayam pedaging, dan 1 (4%) dari pakan. Semua isolat selanjutnya akan dilakukan uji resistensi antimikroba oleh Unit Uji Farmasetik dan Premiks. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa beberapa peternakan ayam petelur dan pedaging sudah terinfeksi oleh S. enteritidis, S. typhimurium, dan E. coli patogen yang sangat berbahaya bagi manusia, hal ini perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem biosekuriti pada peternakan ayam dibawah pengawasan Dinas terkait, serta program monitoring untuk mengontrol cemaran di peternakan ayam tersebut.
- ItemIdentifikasi Virus Reassortant H5N1 Clade 2.3.2.1C dari Outbreak Highly Pathogenic Avian Influenza pada Unggas di Indonesia Tahun 2015-2016(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Wibawa, Hendra; Dharmawan, Rama; Mulyawan, Herdiyanto; Mahawan, Trian; Srihanto, Eko A; Miswati, Yuli; Hutagaol, Nensy M; Riyadi, Arif; Hartawan, Dinar H.W.; Hendrawati, Ferra; Deswarni; Zenal, Farida C; Hartaningsih, Nining; Poermadjaja, BagoesSalah satu sifat virus avian influenza (AI), termasuk virus dari kelompok ganas atau highly pathogenic AI (HPAI) subtipe H5N1, adalah kemampuan untuk terus berubah melalui mekanisme mutasi (mutation) dan persilangan/reasorsi (reassortment) genetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengkharakterisasi virus-virus H5N1 terkini dengan pendekatan whole genome sequencing dan analisis bioinformatika virus AI. Teknik Next Generation Sequncing (NGS) digunakan untuk sekuensing sampel-sampel yang dikoleksi oleh Balai Besar Veteriner/Balai Veteriner di seluruh Indoesia dari kasus kematian unggas yang meningkat dari Desember 2015-April 2016. Hasil sekuens penuh (full-length) genom virus AI (terdiri dari 8 segmen: PB2, PB1, PA, HA, NP, NA, MP, NS) diblast dalam database genom influenza di Genbank, dilanjutkan analisa filogenetik, dan kharakterisasi asam-asam amino yang berperan dalam patogenesis virus HPAI. Hasil studi menunjukkan bahwa reassorsi genetik teridentifikasi pada beberapa segmen gen internal (PB2, M dan NS) dari virus H5N1 yang saat ini dominan ditemukan pada unggas di Indonesia (clade 2.3.2.1) dengan virus H5N1 yang dideteksi sebelumya (clade 2.1.3.2). Selain itu juga terdeteksi adanya virus-virus reassortant HPAI H5N1 Clade 2.3.2.1 yang memiliki segmen gen internal PB2 yang diduga berasal dari virus low pathogenic AI (LPAI). Hasil ini mengindikasikan adanya sirkulasi bersama beberapa virus AI dari jenis clade dan subtipe yang berbeda-beda sebelum terjadi peningkatan outbreak HPAI pada awal 2016, yang berdampak terjadinya infeksi campuran (co-infection) pada satu spesies inang sehingga menghasilkan virus-virus reassortant. Surveilans pada aras molekuler sangat dibutuhkan untuk terus memonitor perkembangan evolusi virus AI di Indonesia
- ItemBrucella Melitensis: Respon Serologis terhadap Kambing yang Mendapat Infeksi Buatan dengan Kuman Brucella Melitensis Biovar 1(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Siswani; Rosmiaty; F. D., Titis; MuflihanahBrucellosis pada ruminansia kecil, khususnya kambing dan domba merupakan penyakit menular yang sangat penting terutama dari aspek kesehatan masyarakat (Public health) mengingat penyakit ini menyebabkan dampak zoonosis yang tinggi berupa kematian pada manusia. Penyebab utama brucellosis pada kambing domba disebabkan oleh kuman Brucella melitensis. Brucellosis ini menyebakan kerugian ekonomi yang besar, antara lain terjadinya keguguran, ternak lahir lemah, penurunan produksi susu dan peradangan pada persendian Di Indonesia status kejadian brucellosis pada kambing dan domba belum banyak diketahui atau dilaporkan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang epidemiologi penyakit, dampak zoonosis dan ekonomi yang disebabkan oleh brucellosis dan juga keterbatasan pemahaman tentang metode diagnosis penyakit ini. Keterbatasan bahkan ketidaktersedianya data tentang kejadian penyakit ini di Indonesia berdampak pada terhambatnya perdagangan internasional terutama dalam proses ekportasi komoditas ternak kambing dan domba dimana negara pengimport mempersyaratkan tentang status brucellosis di tingkat negara maupun individu ternak. Sebagai laboratorium rujukan nasional untuk penyakit brucellosis, maka pengembangan metode diagnosis brucellosis pada kambing dan domba di Balai Besar Veteriner Maros ini sangat diperlukan sebagai dasar dan pendukung pelaksanaan surveilans terhadap penyakit ini di Indonesia. Laboratorium Rujukan juga mempunyai tugas untuk menyiapkan bahan standard yang dibutuhkan dalam pengujian, terutama kontrol standard dalam pengujian serologis. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat respon serologis yang ditimbulkan pada kambing yang telah infeksi oleh kuman Brucella melitensis biovar 1 melalui intra konjungtiva, kemudian dilakukan pengambilan serum secara berkala dan selanjutnya contoh serum diperiksa secara serologis dengan metode RBT dan CFT secara paralel. Titer yang muncul akan diamati dan akan diseleksi sebagai kandidat dalam pembuatan kontrol positif standard. Hasil penelitian menunjukkan titer antibodi kambing yang diifeksi kuman Brucella melitensis muncul pada minggu ke-2 pasca infeksi dengan titer CFT 4/8. Titer antibodi kambing mencapai puncak pada minggu ke-11, yaitu 4/256 titer CFT, dan mulai terjadi penurunan titer pada minggu ke-28.
- ItemTemuan Penyakit Inclusion Body Hepatitis pada Sampel Surveilans Pasif Kasus Kematian Tinggi Unggas Broiler di Wilayah Kerja Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Pratamasari, Dewi; Kumorowati, Enggar; Nurani, Suci; SutopoSekitar satu tahun belakangan ini dilaporkan adanya kasus kematian tinggi pada peternakan unggas komersial khususnya ayam broiler, namun dari hasil diagnosa belum diketahui penyebabnya. Dimulai pada akhir Desember 2017 BBVet Wates menerima sampel organ dari Technical service perusahaan di wilayah kabupaten Demak. Populasi ayam pada farm terserang sebanyak 23.000 ekor berumur 23 hari dengan total kematian 6000 ekor. Gejala klinis yang nampak mirip penyakit Infectious Bursal Disease (Gumboro disease) yaitu ayam mengalami kelesuan, depresi, gemetar, bulu kusam berdiri, anoreksia. Tujuan dari penyidikan ini adalah untuk mengetahui penyebab kasus kematian unggas Broiler melalui pendekatan pengamatan dan analisa patologi anatomi dan histopatologi dari sampel-sampel kasus yang diterima BBVet Wates dalam bentuk organ hati dalam formalin. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terjadi perubahan patologi anatomi hati pucat, rapuh dan membesar. Pengujian sampel hati dilakukan dengan pemeriksaan histopatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin. Hasil pengujian menunjukkan adanya benda inklusi intranuklear pada sel hepatosit, multifokal nekrotik hepatitis, dan infiltrasi sel – sel limfoid disekitar pembuluh darah (perivaskuler kaffing). Dari pengujian patologi anatomi di lapangan dan pengujian histopatologi di laboratorium menunjukkan perubahan yang khas yaitu adanya inclusion body hepatitis dan infiltrasi sel sel radang pada pembuluh darah yang kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus. Jika temuan patologi dan histopatologi ini dikaitkan dengan data keparahan penyakit di lapangan dan studi literatur ada kemungkinan jika kematian unggas Broiler bisa disebabkan oleh infeksi virus Adenovirus Group 1 yang menyebabkan terjadinya inclusion body hepatitis pada unggas broiler. Penelitian lebih lanjut diperlukan seperti isolasi virus dan PCR/Sequencing untuk peneguhan diagnosa temuan ini.