Seminar Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Seminar Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia by Author "Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor"
Now showing 1 - 20 of 49
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisis Molekuler Keragaman Genetik Ganoderma spp. yang Berasosiasi dengan Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Darmono, T.W. ...[at al]; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorPenyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Ganoderma spp. Merupakan salah satu penyakit terpenting pada tanaman kelapa sawit. Bahan tanaman kelapa sawit yang ada di Indonesia diketahui memiliki latar belakang genetik yang sempit dan seluruhnya diketahui peka terhadap Ganoderma. Namun demikian, kepekaan seluruh bahan tanaman terhadap serangan patogen dapat juga terjadi karena patogen yang bersangkutan memiliki keragaman genetik yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan tanaman kelapa sawit di Indonesia. Koleksi isolat Ganoderma spp. dilakukan dari berbagai wilayah di Indonesia. Isolat haploid dan diploid yang diperoleh disimpan pada biakan miring. Uji kompatibilitas seksual antarisolat dilakukan dengan sistem konfrontasi antarkultur miselium isolat haploid. Analisis molekuler dilakukan dengan menggunakan DNA yang dlekstraksi dari kultur miselium isolat diploid. Bagian DNA dari masing-masing isolat diamplifikasi secara acak dengan menggunakan teknik RAPD. Sebanyak 250 karakter RAPD digunakan untuk menetapkan tingkat keragaman antarisolat Ganoderma dengan analisis UPGMA. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa di samping memerlukan waktu yang lama, penggunaan sistem hifa konfrontasi sulit dilakukan karena pembentukan hifa apit sulit diamati sehingga hasil yang diperoleh tidak konsisten. Penggunaan teknik molekuler merupakan alternatif terbaik untuk menetapkan keragaman atau hubungan kekerabatan antarisolat Ganoderma. Isolat Ganoderma yang berasosiasi dengan tanaman kelapa sawit memiliki tingkat keragaman genetik yang tinggi baik di dalam kebun maupun antarkebun. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyakit busuk pangkal batang yang berkembang di suatu perkebunan disebabkan oleh patogen yang berasal dari wilayah Itu sendlri. Namun demikian, kemungkinan penyebaran penyakit melalui pengiriman bibit antarwilayah tetap dapat terjadi.
- ItemDampak Penggunaan Mikoriza Vesikuler Arbuskuler (Glomus fasciculatus) terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne incognita) dan Pertumbuhan Tanaman Tomat (JLycopersicon esculentum)(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Sarbini ...[at al], Gusti; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorPercobaan ini dilakukan di rumah kaca untuk mengetahui dampak dari mikoriza vesikuler arbuskuler (MVA) (Glomus fasciculatus) terhadap infeksi nematoda puru akar (Meloidogyne incognita) dan pertumbuhan tanaman tomat. Perlakuan terdiri dari tanaman tanpa mikoriza, tanaman tanpa mikoriza diinokulasi dengan M. incognita, tanaman bermikoriza diinokulasi dengan M. incognita, dan tanaman bermikoriza yang ditanam pada pot-pot percobaan yang berisi tanah steril. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 10 ulangan. MVA diberikan pada tanah pesemaian steril (300 g per m2) sedangkan inokulasi M. incognita dilakukan setelah tanaman semai dipindahkan ke pot percobaan (3.000 telur M. incognita per pot). Hasil percobaan menunjukkan bahwa MVA memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan tanaman dan di samping itu tanaman bermikoriza dapat menekan penyakit puru akar yang disebabkan M. incognita.
- ItemDeteksi Isolat Bacillus thuringiensis Indonesia yang Mengandung Gen Cry IAa, IAb, dan IAc dengan PCR(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Listanto ...[at al], Edy; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorBacillus thuringiensis telah dikembangkan sebagai biopestisida sejak beberapa dekade yang lalu. Beberapa isolat B. thuringiensis Indonesia telah diketahui keefektifannya dalam membunuh serangga hama dari berbagai tanaman pangan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi isolat-isolat S. thuringiensis Indonesia yang mengan dung gen cry IAa, lab, dan IAc dengan PCR. Beberapa cara pengelompokan B. Thuri ngiensis telah dilakukan, antara lain berdasar tipe antigen, protein kristal, serangga sasarannya dan teknik sidik jari. Sebanyak 33 isolat telah diisolasi DNA plasmidnya dan telah diamplifikasi dengan PCR menggunakan tiga set primer khusus untuk gen-gen tersebut. Dari 33 isolat yang diteliti dua isolat mengandung gen cry IAa dan IAc, yaitu isolat Jtm 341 dan Jtm 944, satu isolat hanya mengandung gen c/ylAc, yaitu isolat M7.71, enam isolat mengandung gen cry IAc dan menghasilkan fragmen DNA berukuran kurang dari 500 bp dengan primer untuk deteksi gen cry IAb, yaitu isolat Jtm 342, Jtm 1042, Bt32, BtE33, Jtg 541, dan Jtg 841, empat isolat menghasilkan fragmen DNA berukuran kurang dari 500 bp dengan primer untuk gen cry IAb, yaitu isolat Jtm 1842, B 405, T42, dan Bt com.
- ItemEf ektivitas Asosiasi Azospirillum sp. dengan Tanaman Jagung(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) B.P., Marcia ...[at al]; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorPercobaan inokulasi Azospirillum pada tanaman jagung untuk melihat efektivitas asosiasi Azospirillum dengan tanaman jagung telah dilaksanakan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain (Balitjas) Maros dari bulan Mei sampai Agustus 1996. Untuk itu digunakan contoh tanah Regosol dari Bone yang tergolong alkalis dan mempunyai kandungan kalsium (Ca) bebas yang sangat tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh inokulasi Azospirillum sudah tertihat pada saat tanaman jagung berumur 25 hari setelah tanam (hst) berupa perbedaan yang nyata antara tanaman yang diinokulasi dengan yang tanpa inokulasi, N total akar dan bagian atas yakni dalam tanaman, tinggi tanaman, bobot kering akar dan bagian atas tanaman, serta serapan N oleh akar dan bagian atas tanaman. Strain lrJ1 dapat berasosiasi baik dengan tanaman jagung. Pada tanaman yang diinokulasi oleh Azospirillum lrJ1, pemberian 30 kg N/ha tidak tampak berbeda jika dibandingkan dengan takaran 60 dan 90 kg N/ha, bahkan takaran 90 kg N/ha cenderung kurang efektif. Pertumbuhan tanaman jauh lebih baik pada tanaman yang diinokulasi daripada tanpa inokulasi.
- ItemEkspresi Transien GUS pada Tahap Awal Transformasi Genetik Tanaman Kopi melalui Agrobacterium tumefaciens(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Siswanto ...[at al]; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorUntuk mempelajari efektivitas transformasi pada tanaman kopi, telah dHakukan inokulasi pada potongan daun muda kopi dengan Agrobacterium tumefaciens strain EHA 105-Kan yang mengandung gen O-glucuronidase (GUS A). Inokulasi dengan 100 pi (1x107 sel/ml) atau 1.000 pi (1x107 sel/ml) Agrobacterium dan penambahan 100 pM acetosyringone dilakukan terhadap daun muda yang tanpa atau telah diprekultur selama empat hari dalam media MS yang dimodifikasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ekspresi GUS yang ditandai oleh terbentuknya warna biru dalam ael/jaringan mulai terdeteksi setelah 48-72 jam ko-kultivasi. Prekultur tidak meningkatkan efektivitas transformasi dan pencucian dengan karbenisilin atau moxatactam 500 pg/ml selama tiga jam, cukup efektif untuk membunuh Agrobacterium. Efektivitas transformasi tebih tinggi pada klon B6 dibanding BP 358 dan konsentrasi Agrobacterium terbaik adalah 1.000 pi (1x108 sel/ml). Induksi kalus pada jaringan yang tertransformasi memertukan waktu lebih lama dan pertumbuhan kalus lebih lambat dibanding pada jaringan normal.
- ItemEliminasi Beban Polutan dalam Lindi Hitam oleh Kapang Non-White Rot Fungi, Aspergillus awamori(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Triastuti ...[at al], Jovita; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorTelah dilakukan percobaan penggunaan kapang bukan jenis pelapuk putih {non-white rot fungi) Aspergillus awamori untuk mengetahui kemampuan eliminasinya terhadap beban polutan dalam limbah cair proses pembuatan serat cara basa (lindi hitam). Phanerochaete chrysosporium, Geastrunrsp., Marasmius sp., dan Melanotus sp. yang diketahui sebagai jenis kapang pengurai lignoselulosa digunakan sebagai pembanding. Substrat dibuat dari campuran lindi hitam dan media mineral (40:60% v/v), dengan dua macam pH yaitu pH asli substrat (9,78) dan pH 5,70. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121C selama 15 menit, dan inkubasi pada suhu kamar (25,9C) selama tujuh hah. Hasil percobaan pada pH 5,70 menunjukkan nilai eliminasi COD tertinggi diperoleh dari A. Awamori (55%), dibanding dengan P. chrysosporium, Geastrum sp., dan Marasmius sp. (44-47%), dan terendah adalah Melanotus sp. (26%). Terjadi penurunan nilai absorbancy substrat {X 280 nm) pada semua jenis kapang sebesar 56-64%. Pada pH 5,70 A. awa mori menunjukkan kemampuan adaptasi dan kecepatan pertumbuhan sebanding dengan Geastrum sp., dan diperoleh biomassa 1,60 g/100 ml substrat, lebih tinggi dari jenis kapang lainnya. Dapat disimpulkan bahwa A. awamori dapat memanfaatkan senyawa ligno selulosa dalam lindi hitam sebagai sumber nutrisi (karbon), dan penggunaan A. Awamori dapat menjadi satu altematif dalam penanganan limbah cair proses pembuatan serat.
- ItemEnzim Lipoksigenase: Penyebab Aroma Langu pada Kedelai dan Upaya Penanggulangannya Melalui Eliminasi Genetik(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Muchlish Adie, M.; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorKedelai dikenal sebagai sumber protein yang murah dan terjangkau. Dalam dekade terakhir ragam olahan dan penggunaan kedelai mengalami peningkatan yang berarti terutama di kawasan Asia Selatan dan Amerika Latin. Kelemahan kedelai sebagai bahan baku olahan adalah adanya aroma langu yang dlsebabkan oleh berbagai bentuk isomerik lipoksigenase. Hal tersebut akan menjadl sangat penting terutama bagi Industri yang terkait dengan masalah aroma. Upaya menonaktifkan enzim lipoksigenase yang dilakukan saat pengolahan telah dilakukan di antaranya dengan perlakuan panas dan ekstraksi dengan bahan organik. Upaya tersebut memerlukan biaya mahal dan belum sepenuhnya mampu mengeliminir aroma langu. Eliminasi genetik merupakan pendekatan yang atraktif untuk mengatasi aroma langu. Kedelai normal paling tidak terdiri dari tiga enzim lipoksigenase yaitu lipoksigenase 1 (L-1), lipoksigenase 2 (L-2) dan lipoksigenase 3 (L-3). Keberadaan ketiga enzim tersebut dalam biji kedelai dapat dianalisis dengan metode sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) dengan tingkat hasil yang akurat. Kajian genetik menunjukkan bahwa enzim L-1, L-2, dan L-3 dikendalikan oleh alel tunggal resesif, masing-masing oleh lx-1, lx-2 dan /x-3. Lokus /x-3 bersifat bebas terhadap lokus /x-7 dan /x-2. Enzim L-2 diketahui menghasilkan hexanal terbesar dibanding L-1 dan L-3. Eliminasi genetik terhadap L-2, akan bermanfaat untuk mengurangi aroma langu. Karenanya rekombinasi antara varietas kedelai yang telah adaptif dan diterima konsumen dengan kedelai defisit L-2 dan L-3 akan merupakan strategi pendekatan genetik yang paling memungkinkan untuk menyediakan bahan baku kedelai untuk keperluan industri.
- ItemEvaluasi Penggunaan Nematoda Entomopatogen Steinernema carpocapsae Isolat Sulawesi Selatan sebagai Biosida untuk Mengendalikan Hama Kubis Crocidolomia binotalis(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Rosmana ...[at al], Ade; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorNematoda Steinernema carpocapsae telah berhasil diisolasi dari beberapa serangga ordo Lepidoptera yaitu Bombyx mori (isolat BE1, BS1, dan BS2), Crocodolomia binotalis (isolat CE1, CE2, dan CM1), dan Spodoptera exigua (isolat SE1 dan SE2). Pengujian keefektifan isolat-isolat ini di laboratorium menunjukkan bahwa isolat CM1 memberikan tingkat kematian tertinggi pada larva II C. binotalis, walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan isolat BE1, BS2, dan SE2. Pada larva III pengujian semua isolat tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dan tingkat kematiannya relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan larva II. Kultur nematoda isolat CM1 dan BE1 yang terbaik diperoleh pada medium B yaitu masing-masing mencapai 437.775 dan 338.600 IJ3/5 ml setelah tujuh hari inkubasi. Pengujian di lapang menunjukkan bahwa isolat CM1 dan BE1 dengan dosis 10.000 dan 100.000/m2 dapat secara efektif menekan populasi larva C. binotalis dan intensitas kerusakan daun kubis, lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan insektisida sintetik.
- ItemEvaluasi Transformasi Kacang Tanah dengan Bantuan Agrobacterium sebagai Model Sistem Ekspresi Transgen(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Utomo ...[at al], Setyo Dwi; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorSebelum dilakukan usaha skala besar dalam transformasi genetik spesies rekalsitran misalnya kacang tanah, informasi dini tentang ekspresi konstruksi genetik pada spesies yang akan ditransformasi akan sangat berguna. Ekspresi konstruksi genetik pada kalus kacang tanah mungkin dapat menduga tingkah laku yang sebenamya suatu konstruksi genetik secara lebih teliti daripada jika diduga berdasar ekspresi "pada sistem heteroiog. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penggunaan transformasi daun tua kacang tanah dengan bantuan Agrobacterium tumefadens sebagai model sistem ekspresi transgen. Tujuh puluh dua sub-subklon kalus dievaluasi berdasar tingkat ekspresi GUS menggunakan tluorometric assay. Tujuh puluh dua sub-subMon tersebut diturunkan dari dua sumber eksplan kultivar NC 7, dua transforman independen Agrobacterium per eksplan, tiga cawan kultur per transforman Agrobacterium, dua klon per cawan kultur, dan tiga sub-subklon per klon. Rata-rata 58 Won kalus transgenik dihasilkan tiap 100 potongan daun yang dikulturkan. Tiap Won berbobot 50-100 mg pada tujuh minggu setelah eksplan dikulturkan. Dalam dua minggu, bobot kalus bertambah 4-6 kali lipat. Rata-rata aktMtas GUS adalah 0,1071 dan berWsar dari 0,0145 sampai 0,3243 nmol/menit/ng protein. Secara keseluruhan, ekspresi GUS konsisten, tidak dipengaruhi oieh sumber eksplan, transforman Agrobacterium, cawan kultur, dan Won kalus. Disimpulkan bahwa sistem ekspresi ini cukup efisien untuk menunjukkan suatu konstruksi genetik diekspresi secara semestinya.
- ItemFrekuensi Stadium Perkembangan Blastoderm Puyuh Prainkubasi pada Galur Inbred, F, Hybrid, dan Acak(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Hedianto, Yanuarso Eddy; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorUntuk mengetahui awal terjadinya heterosis dan efek silang-dalam pada embrio puyuh maka telah dilakukan pengamatan terhadap frekuensi stadium perkembangan blasto derm prainkubasi pada galur inbred (F=0,594), Fi hybrid, dan acak. Penilaian terhadap stadium perkembangan blastoderm dilakukan berdasarkan standar stadium perkem bangan blastoderm pasca-oviposisi I-V yang dibuat untuk blastoderm puyuh. Hasll pengamatan yang dilakukan terhadap 71, 81, dan 98 blastoderm menunjukkan nilai untuk stadium paling rendah (stadium I) berturut-turut adalah 12,7%; 3,7%; dan 3,1% dan nilai untuk total Stadium IV dan V adalah 30,9%, 45,6% dan 58,2% masing-masing pada galur inbred, F^ hybrid, dan acak. Percobaan ini menunjukkan bahwa heterosis dan efek silang-dalam pada puyuh telah terjadi sebelum embrio mengalami proses inkubasi.
- ItemFusi Sel pada Berbagai Tahap Perkembangan Sel Embrio(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Tappa ...[at al], Baharuddin; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorTeknik fusi sel dilakukan pada genom embrio mamalia untuk mempelajari interaksi inti sitoplasma dan kloning dengan teknik transfer inti. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi sel blastomer genom dari berbagai tahap perkembangan sel embrio mencit dengan menggunakan metode fusi elektrik untuk pengembangan teknik transfer inti. Sel-sel blastomer dari embrio tahap 2, 4, 8, dan 16 sel. Terhadap sel-sel blastomer tersebut diberikan stlmulasi elektrik pada kondisi fusi yang berbeda. Embrio yang telah difusi, dikultur dalam inkubator CO2 dengan konsntrasi CO2 5% temperatur 38,5C selama 96 jam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa angka fusi yang tertinggi adalah 88,6% dari embrio tahap 2 dan 16 sel yang difusi pada kekuatan pulse 1,5-2,0 kv/cm dalam waktu 60-90 psec. Sedangkan embrio tahap 16 sel memperlihatkan angka fusi yang terendah 34,3% pada 2,0 kv/cm dengan 90 psec. Sel blastomer yang telah terjadi fusi setelah dikultur sampai tahap blastosis memperlihatkan bahwa embrio tahap 2-16 sel tidak berbeda pada kekuatan pulsa 1,0-2,0 kv/cm selama 30-90 psec. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fusi sel dengan metode fusi elektrik dapat digunakan untuk menghasilkan kloning dengan teknik transfer inti.
- ItemHibridisasi Somatik Lada liar dengan Lada Budi Daya(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Husni ...[at al], Ali; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorHibridisasi seksual untuk mentransfer sifat ketahanan dari lada liar (Piper colubrinum) ke lada budi daya (Piper nigrum) sukar dilakukan. Untuk mengatasi masalah tersebut bioteknologi kultur jaringan dapat digunakan melalui hibridisasi somatik dengan cara teknik fusi protoplas. Melalui teknik ini dapat dihasilkan hibrida baru dari hasil persilangan antardua tetua yang mempunyai kekerabatan yang jauh yang secara seksual inkompatibel. Untuk mendapatkan protoplas digunakan daun yang ditoreh melintang 1 mm yang diinkubasikan dalam 10 ml larutan enzim selulase R-10 2% + macerozim R-10 0,5% selama 16 jam. Masing-masing protoplas lada budi daya dengan lada liar dengan kerapatan 10s difusikan dengan PEG 6000 pada konsentrasi 30% selama 25 menit. Protoplas hasil fusi ditabur dalam beberapa komposisi media padat. Perkembangan protoplas diamati secara periodik di bawah mikroskop sampai terbentuk mikro kalus. Mikro kalus yang terbentuk kemudian disubkultur pada beberapa komposisi media baru untuk mendorong pertumbuhan mikro kalus menjadi kalus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi enzim selulase R-10 2% dengan macerozim R-10 0,5% dapat mengisolasi protoplas lada dengan kerapatan dan viabilrtas yang tinggi. Larutan PEG 6000 30% selama 20 menit dapat menginduksi terjadinya fusi dengan keberhasilan 26%. Protoplas hasil fusi mengalami pembelahan sel dan membentuk mikro kalus pada minggu pertama setelah dikulturkan. Protoplas yang ditabur dalam media padat 14 LV+ABA 0,01 mg/l+BA 4,5 mg/l+sukrosa 3% dapat menghasilkan mikro kalus yang berwama hijau. Pemberian selapis tipis media cair MS+2.4-D 2 mg/l+thiadiazuron 0,1 mg/l di atas media padat dapat mendorong pertumbuhan mikro kalus menjadi kalus.
- ItemIdentifikasi Marka RFLP untuk Toleransi terhadap Keracunan Besi Pada Padi di Indonesia(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Sutrisno ...[at al]; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorSuatu penelitian dilakukan untuk tujuan mengidentifikasi tetua-tetua padi yang menunjukkan toleran atau peka terhadap keracunan besi, mensurvai polimorfisme antara tetua-tetua toleran dan peka, mempelajari keterkaitan antara marka-RFLP dan toleransi terhadap keracunan besi. Suatu kajian lapang yang dilaksanakan di Tamanbogo, Lampung pada tanah sawah yang mengandung sekitar 175 ppm Fe, menunjukkan bahwa padi varietas Mahsuri, Batang Ombiiin, BW 267-3, dan KDM 105, adalah toleran terhadap keracunan besi, sedangkan varietas IR 64 dan Sei Lilin adalah peka. Suatu survai polimorfisme antara tetua toleran (Batang Ombiiin, BW 267-3, Mahsuri) dan peka (IR64 dan Sei Lilin) menggunakan kombinasi 5 enzim restriksi dan 43 klon DNA menunjukkan bahwa 42 kombinasi enzim-klon DNA menghasilkan polimorfisme antara tetua-tetua tersebut. Sedangkan survai polimorfisme antara tetua toleran (Mahsuri) dan peka (IR64) menggunakan kombinasi 5 enzim restriksi dan 43 klon DNA, menunjukkan bahwa 18 kombinasi enzim-klon DNA menghasilkan polimorfisme antara kedua tetua tersebut. Dari 86 klon DNA yang digunakan untuk hibridisasi, 23 klon DNA tidak terjadi hibridisasi dengan fragmen DNA padi hasil potongan kelima enzim restriksi yang diuji. Dari kombinasi enzim-klon DNA yang menunjukkan polimorfisme tersebut, 22 kombinasi enzim-klon DNA digunakan untuk kajian keterpautan pada 24 individu F2 hasil silangan Mahsuri/IR64. Hasil kajian keterpautan tersebut menunjukkan bahwa 4 kombinasi, yaitu R202-EcoRV, RZ144-Hindlll, RZ450-Pstl, dan RZ721-Pstl berpeluang besar untuk terpaut dengan gen toleransi terhadap keracunan besi pada varietas Mahsuri. Kajian keterpautan perlu dilanjutkan dengan menggunakan individu F2 yang lebih banyak dan kombinasi enzim-klon DNA yang lain.
- ItemKeragaman Sif at Morfologi Vegetatif Tanaman Hasil Fusi Protoplas Solatium khasianum Clarke dengan Solatium mammosum L. di Lapang(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Priyanto ...[at al], Budhi; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorPengamatan morfologi di lapangan (Kebun Percobaan IPB di Tajur, Bogor) dilakukan terhadap 37 nomor regeneran hasil fusi protoplas Solarium khasianum Clarke dan S. mammosum L Dua puluh nomor telah diduga dari pola isozim esterasenya sebagai hibrida somatik, sedangkan 17 nomor yang lain mirip dengan S. mammosum (Priyanto, 1996). Secara umum habitus tanaman hibrida somatik adalah mirip dengan S. khasianum dan ukuran daunnya bahkan lebih kecil dari ukuran daun S. khasianum. Kedua kelompok tanaman regeneran hasil fusi protoplas berduri lebih banyak pada berbagai bagian tanamannya dibanding dengan kedua tetuanya. Dari hasil analisis principle component analysis menggunakan data kuantitatif (ukuran daun dan jumlah duri pada fangkai daun, helaian daun, ruas batang, serta kaliks) dan data kualitatif (sifat rambut, rambut kelenjar, dan ujung daun) sifat morfologi, dapat diidentifikasi adanya pemisahan tanaman regeneran menjadi dua kelompok. Penempatan genotipe di dalam kelompok ini ternyata sejalan dengan hasil pemisahan menurut pola isozim esterasenya. Nomornomor hibrida somatik mengelompok bersama dengan S. khasianum dan memisah secara tegas dari kelompok lain yang menggerombol di sekitar S. mammosum. Sifat jumlah duri yang banyak pada permukaan helaian daun dan ukuran daun yang besar memberikan sumbangan yang besar pada pemisahan kelompok mirip S. Mammosum dan kelompok hibrida somatik. Sedangkan di antara hibrida somatik dapat dilihat adanya kelompok dengan jumlah duri pada tangkai daun yang banyak. Dari analisis ini terlihat pula bahwa hibrida somatik tidak menyebar di antara S. mammosum dan S. khasianum, melainkan jelas memisah dari kedua tetuanya.
- ItemMaturasi Oosit Domba secara In Vitro tanpa CO2(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) E.T. Margawati ...[at al]; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorPenelitian dimaksudkan untuk mengembangkan metode maturasi in vitro tanpa CO2 pada oosit domba. Oosit domba dikoleksi dari ovarium Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dengan cara aspirasi (penyedotan) dan semprot media menggunakan jarum suntik ukuran 18 gauge. Oosit dibagi ke dalam tiga perlakuan: (T1) Oosit dimaturasi di dalam eppendorf berisi medium IVM (Bikarbonat-199 +10% FCS + 10 pg/ml FSH + 10 pg/ml hCG + 1 ^g/ml Estrogen) dilapisi minyak mineral di atasnya, sebelum ditanam oosit, medium IVM diekuilibrasi selama + 2 jam di inkubator 5% CO2.. (T2) Oosit dimaturasi di daiam drop medium IVM (T1) yang dilapisi dengan minyak mineral di atasnya. (T3) Oosit dimaturasi di dalam drop medium IVM (T1) dengan minyak mineral di atasnya, sebelum ditanam oosit, drop IVM diekuilibrasi + 2 jam di inkubator 5% CO2. Pada semua perlakuan, maturasi in vitro berlangsung 24 jam pada suhu 38C dengan humiditas tinggi tanpa CO2. Tahap pembelahan meiosis oosit (metaphase I, anaphase I, telophase I, dan metaphase II) diuji setelah dicat dengan lacmoid 1%, dan diamati di bawah inverted microscope dengan pembesaran 300 kali. Proporsi oosit muda mencapai metaphase II pada maturasi tanpa CO2 tidak berbeda nyata (P>0,05) di antara ketiga perlakuan (39, 29, dan 48%, untuk T1, T2, dan T3). Namun demikian, proporsi masak telur pada T1 dan T3 cenderung lebih tinggi dari pada T2. Penelitian ini menyimpulkan, ada kemungkinan untuk melakukan maturasi in vitro oosit domba secara sederhana atau di dalam inkubator mini tanpa CO2 selama transportasi berjarak jauh dari RPH ke laboratorium.
- ItemMikropropagasi Kopi Arabika (Coffea arabica L.) melalui Embriogenesis Somatik dan Analisis Kestabilan Genetiknya dengan RAPD(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Mathius ...[at al], Nurita Toruan-; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorPerbanyakan tanaman secara in vitro telah dikembangkan pada beberapa kuKivar Coffea arabica L. menggunakan penggandaan tunas aksilar, meristem pucuk, dan eksplan melalui embriogenesis somatik dari eksplan daun. Namun, studi stabilitas genetik planlet menggunakan analisis RAPD, masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan teknologi perbanyakan kopi arabika kate (Kartika 1) in vitro melalui embrio genesis somatik, dan stabilitas genetiknya dengan analisis RAPD. Potongan daun muda dikulturkan dalam medium Murashige dan Skoog yang lengkap (MSi) dengan penambahan 0,5-2,0 mg/l 2,4-D berkombinasi dengan 1,0-5,0 mg/l kinetin, untuk menginduksi kalus embriogenik atau melalui embriogenesis tidak langsung. Sedang embriogenesis langsung diinduksi dalam medium Vi hara makro MS (MSi) dengan penambahan 0,5-3,0 mg/l BAP berkombinasi dengan 0,1-2,0 mg/l 2,4-D. Untuk penggandaan embrio dari medium MSi dan MS1/2 dilakukan dalam medium cair dengan penambahan 0,5 mg/l kinetin dan 0,05 mg/l NAA. Embrio dari medium cair dikecambahkan dalam medium padat dengan penambahan 0,5 mg/l kinetin. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk inisiasi kalus embriogenik yang terbaik adalah dengan penambahan 1 mg/l 2,4-D dan 4 mg/l kinetin. Sedang untuk embriogenesis langsung adalah dengan penambahan 2 mg/l BAP berkombinasi dengan 0,5 mg/l 2,4-D. Namun, waktu yang tercepat dengan jumlah planlet dewasa terbanyak yang dapat ditransfer ke rumah kaca diperoleh dari embriogenesis tidak langsung. Analisis RAPD untuk integritas kestabilan genetik planlet dari kultur in vitro menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan genetik.
- ItemModifikasi Genetik Beta-Conglycinin dan Glycinin untuk Perbaikan Nilai Nutrisi Kedelai(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) MuchlishAdie, M.; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorKedelai memiliki kandungan protein tertinggi di antara tanaman pangan lainnya. Protein kedelai dinilai berkualitas rendah disebabkan oleh rendahnya kandungan asam amino terutama sistein dan methionin. Protein kedelai sebagian besar (70%) terdiri dari beta-conglycinin (7S globulin) dan glycinin (11S globulin). Aplikasi metode SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis) untuk mendeteksi globulin pada biji kedelai telah dilakukan dan memberikan hasil yang andal. Kedua globulin tersebut memiliki karakteristik yang berlainan yaitu globulin 11S memiliki kandungan sistein dan methionin tiga sampai empat kali lebih banyak dibanding yang terdapat pada globulin 7S, disamping juga kandungan kedua globulin tersebut memiliki korelasi negatif yang kuat. Beta-conglycinin terdiri dari polipeptida a, a', dan B. Sedangkan glycinin terdiri dari enam subunit intermediat tak-identik yang masing-masing berisi satu '-pslipeptida acidic dan satu polipeptida basic. Keberadaan dan ketiadaan subunit a dikendalikan oleh alel tunggal resesif dan bersifat independen terhadap subunit a' dan ft. Modifikasi genetik untuk perbaikan nilai nutrisi kedelai dapat dilakukan dengan menurunkan kandungan 7S dan meningkatkan kandungan 11S. Penggabungan ketiga alel tersebut ke dalam satu varietas merupakan langkah penting, yang akan bermanfaat terhadap peningkatan kualitas protein kedelai di samping dukungannya terhadap industri yang berbahan baku kedelai.
- ItemMolecular Detection of Citrus Vein Phloem Degeneration(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Subandiyah ...[at al], Siti; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorThis research was conducted in order to develop pathogen detection tool using specific monoclonal antibodies and DNA-probes for CVPD or Indonesian citrus greening. Preci pitated protein from the sap of CVPD infected citrus leaf midribs was used to immunize 8 weeks Balb/c mice. Each mouse was injected intraperitonially with 200 pi PBS contai ning 10 pg protein in the present of adjuvant with interval of two weeks and booster injec tion was given (intra vena) three times everyday after the last injection of the regular immunization. The immune lymphocytes were then fused with NS-1 myeloma cells in the present of PEG 4,000 as fusogen. The hybridomas that producing antibodies were selected against the sap of healthy and CVPD infected citrus leaf midribs by ELISA. The hybridomas producing antibodies reactive to CVPD but not reactive to healthy plants were further cloned and propagated. Total DNA were extracted from CVPD infected citrus leaf midribs using the modification method of SDS-Proteinase K- Lisozyme. The DNA was used as the template for PCR of 16S-rRNA gene using universal primers, the part of the gene using specific oligonucleotides of Liberobacter asiaticum and L africanum, Asian and African greening bacterium. There were 6 clones of hybridoma producing specific monoclonal antibodies against CVPD in vitro, however only clon DW- 0310 that showed consistenly reactive to CVPD. This results indicated that DW 0310 is highly sensitive to CVPD samples originated from many cultivars of citrus, cv. Siem, Keprok, and Manis from different places (Yogyakarta, Magelang, Purworejo, and Bali) and not reactive to any other plant diseases. The universal primers amplified of 1,500 bp DNA fragment that was cut into about 1,300 and 200 bp by Eco Rl, and into 1,250 and 250 bp by Bel I. Using the specific oligonucleotides of L. asiaticum in the fragment of 1,500 bp 16S-rRNA gene, 400 bp fragment was found by amplification, on the other hand, there was no amplification using the specific oligonucleotides of L africanum.
- ItemNetralisasi Limbah Karet oleh Beberapa Jenis Mikroalga(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Carolina ...[at al]; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorLimbah karet termasuk dalam goiongan limbah organik yang sesuai untuk dikelola secara mikrobiologi. Dalam penelitian ini, beberapa jenis mikroalga yakni Chlorella pyrenoidosa, Dunaliella sp. dan Lyngbia sp. diintroduksikan sebagai mikroba penetralisir limbah karet. Degradasi COD dan pertambahan jumlah sel dipantau untuk memberikan gambaran lengkap mengenai kinerja mikroalga yang diuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa C. pyrenoidosa relatif memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan mikroalga lainnya. Selain itu, daya tumbuh terbaik terlihat pada C. pyrenoidosa di mana fase eksponensial terjadi secara signifikan pada hari kelima.
- ItemOptimasi Suhu Annealing pada PCR dan Kesesuaian Random Primer untuk Analisis RAPD Tanaman Karet(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1997-11) Hans ...[at al], Nurhaimi; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorSuhu annealing merupakan salah satu faktor kritis dalam menentukan keberhasilan reaksi amplifikasi DNA menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Oleh karena itu, sebelum digunakan untuk analisis DNA pada tanaman tertentu, perlu dilakukan pengujian terhadap suatu annealing tersebut. Di samping itu, random primer yang sesuai yang menghasilkan pola pita DNA polimorfik pada elektroforesis gel harus dltentukan sebelum digunakan untuk analisis molekuler yang didasarkan pada teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan suhu annealing optimum PCR dan memilih random primer yang sesuai untuk analisis RAPD tanaman karet (Hevea brasiliensis). DNA diisolasi dari daun muda klon PR 261, RRIC 101, GT 1, BPM 24, AVROS 2037, RRIM 600, dan LCB 1320, yang dipilih secara acak. Suhu annealing adalah 35, 36, 37, 38, 39, dan 45C. Selanjutnya 20 macam random primer 10 mer yang mempunyai sekuen basa berbeda telah diuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu annealing 36-39C menghasilkan DNA terbaik, sedangkan primer OPC 05, OPC 09, OPC 13, OPC 14, OPC 16 serta OPC 20 menghasilkan pola pita DNA yang polimorfik pada beberapa klon tanaman karet. Primer-primer tersebut merupakan primer yang berpotensi untuk digunakan dalam analisis RAPD tanaman karet.
- «
- 1 (current)
- 2
- 3
- »