Buletin Agroinfotek
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Buletin Agroinfotek by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 36
Results Per Page
Sort Options
- ItemPEMANFAATAN BROSUR DAN LEAFLET SEBAGAI MEDIA INFORMASI DAN KOMUNIKASI PERTANIAN(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Ruyadi, Ida; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKegiatan diseminasi informasi hasil penelitian/pengkajian pertanian kepada petani, pihak swasta dan pengguna lain perlu dilakukan melalui metode dan media yang tepat dan terus menerus, karena kegiatan diseminasi bukan sekedar penyebarluasan informasi dan teknologi pertanian, tetapi lebih dari itu para petani diharapkan dapat menerapkan hasil penelitian tersebut dalam usaha taninya sehingga meningkatkan kesejahteraannya. Dalam upaya penyebarluaskan informasi hasil penelitian dan pengkajian teknologi pertanian tersebut media cetak yang umum digunakan sebagai media informasi dan komunikasi adalah brosur dan leaflet. Sasaran utama pengguna brosur dan leaflet yaitu penyuluh pertanian, sehingga informasinya disajikan dan dikemas dengan menggunakan bahasa ilmiah popular agar mudah dipahami dan dapat digunakan sebagai materi penyuluhan. Pemanfaatan brosur dan leaflet sebagai media informasi dan komunikasi teknologi pertanian memiliki kelebihan karena dapat menjangkau sasaran yang lebih banyak dan tersebar jauh jika dibandingkan dengan komunikasi tatap muka.
- ItemPERANAN DATA DAN INFORMASI PEMETAAN AEZ (AGRO ECOLOGICAL ZONE) BAGI PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN: KASUS WILAYAH PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Rouw, Aser; Atekan; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPembangunan pertanian berbasis sumberdaya lahan, harus didasarkan atas data dan informasi yang akurat agar dapat menjamin penggunaannya secara berkelanjutan. AEZ (Agro-ecological zone) merupakan pengelompokan wilayah ke dalam zona-zona yang mempunyai keseragaman karakteristik sumberdaya lahan (biofisik) dan sosial ekonomi. Setiap zona agro ekologi mencerminkan kesamaan faktor-faktor sumberdaya tanah, seperti: lereng, topografi, litologi, drainase dan sumberdaya iklim (tipe curah hujan, kelembapan udara, dan radiasi matahari). Secara metodologi analisis AEZ menggunakan input data yang sangat memadai, mencakup data pimer dan sekunder dengan pendekatan desk study, survey lapangan, dan analisis laboratorium. Keluaran AEZ mencakup: zona-zona pertanian, arahan komoditas, sistem pertanian, dan data sifat fisik-kimia tanah setiap zona yang disajikan secara spasial dan tabular dan dikemas dalam sistem informasi geografis dan tercetak. AEZ disusun pada skala 1:250.000 sebagai dasar perencanaan pengembangan pertanian di tingkat provinsi, skala 1:50.000 untuk operasional di Kabupaten, dan skala 1:10.000 hingga 1:5.000 untuk skala kawasan. Tentunya semakin besar skala peta, semakin detail pula data dan informasi yang disajikan. Berdasarkan kandungan data dan informasi ini, maka AEZ memiliki peranan penting dalam konteks pembangunan pertanian berkelanjutan, yaitu dalam aspek produksi komoditas pertanian unggulan, komoditas fungsional, strategi produksi, dukungan pembangan kawasan-kawasan pertanian, jaminan teknis investasi pengembangan pertanian, dan penjelasan biodiversity pertanian, serta bagi efisiensi dan efektivitas pengkajian teknologi pertanian spesifik lokasi.
- ItemKAJIAN SISTEM INTEGRASI PADI-ITIK PADA LAHAN SAWAH IRIGASI DENGAN DUKUNGAN SUMBER DAYA LOKAL DI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Alimuddin; Sipi, Surianto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratTujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan paket teknologi integrasi spesifik lokasi berbasis sumber daya lokal dalam rangka meningkatkan pendapatan petani. Penelitian ini dilaksanakan di Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, Papua Barat pada bulan Maret sampai November 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daya dukung sumber daya alam Papua Barat sangat baik untuk penerapan sistem usaha tani integrasi padi-itik. Hasil tanaman padi yaitu 3,4 ton/ha, sementara persentase hasil telur itik tertinggi yaitu 92,1 % pada bulan juli. Komposisi pakan yang menggunakan sumberdaya lokal yaitu singkong, dedak padi dan keong mas mampu meningkatkan kemampuan bertelur ternak itik. Pendapatan petani (Pola Petani) adalah Rp. 6.035.000, dengan nilai R/C 2,4 dan nilai B/C 1,4 sedangkan pendapatan Pola Integrasi sebesar Rp. 11.625.000 untuk tanaman padi dengan nilai analisis rasio R/C 3,5 dan B/C 2,5. Tambahan hasil dari ternak itik sebesar Rp. 5.375.000 dengan nilai rasio R/C 1,6 dan B/C 0,6. Sedangkan nilai MBCR = 2,2 sehingga tingkat kelayakan introduksi tergolong baik dan menguntungkan bagi petani. Sementara hasil perhitungan imbalan kerja petani mencapai (IK) Rp. 141.667/HOK.
- ItemPOLA SEBARAN PELETAKAN KELOMPOK TELUR OSTRINIA FURNACALIS GUENÉE (LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE) PADA BEBERAPA FASE TANAMAN JAGUNG (ZEA MAYS L.)(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Subiadi; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPenelitian dilaksanakan untuk mengetahui pola sebaran peletakan kelompok telur ngengat Ostrinia furnacalis pada daun tanaman jagung dan penyebarannya pada lahan pertanaman jagung. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga kelompok yaitu lahan pinggir dalam berdekatan dengan pertanaman lain, bagian tengah lahan, dan lahan pinggir luar berdekatan dengan jalan raya. Pengamatan kelompok telur dilakukan pada seluruh tanaman jagung (sensus). Periode peletakan telur berlangsung selama 34 hari, dengan periode inisiasi hingga puncak 11 hari dan periode setelah puncak hingga akhir peletakan telur 23 hari. Peletakan telur O. furnacalis pada daun tanaman jagung menyebar secara berkelompok. Pada fase V8 hingga fase V12 ditemukan sebanyak 847 kelompok telur, 80,9% diantaranya ditemukan pada daun ke 6–9. Pada fase VT (bunga jantan) hingga fase R2 (bunga betina telah kering) ditemukan sebanyak 491 kelompok telur, 80,7% diantaranya ditemukan pada daun 7–11. Penyebaran kelompok telur pada bagian lahan terjadi secara berkelompok. Jumlah kelompok telur tertinggi berturut-turut dari bagian lahan pinggir dalam, bagian tengah lahan, dan bagian lahan pinggir luar masing-masing 37,4; 32,8; dan 29,8%.
- ItemPENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI DAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DI KABUPATEN MANOKWARI(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Sipi, Surianto; Subiadi; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKomoditas tanaman pangan terutama beras memilik peran strategis dalam pembangunan nasional. Selain menjadi komoditi strategis nasional, beras juga menjadi komoditi prioritas dalam hal kegiatan penelitian dan pengembangan. Peran penelitian sangat penting dalam hal perakitan komponen unggul dalam proses produksi. Salah satu upaya peningkatan produksi yaitu melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang telah dilakukan sejak tahun 2008. Kabupaten Manokwari sebagai salah satu daerah penghasil beras di Propinsi Papua Barat telah dicanangkan sebagai salah satu daerah Kawasan Pertanian Nasional Tanaman Pangan dengan komoditi padi dengan luas 2500 Ha sawah. Penerapan komponen teknologi PTT telah diperkenalkan kepada petani setempat guna diadopsi menjadi teknik baru dalam mengelola budidaya tanaman padi. Akan tetapi, setelah beberapa tahun diperkenalkan, masih terdapat beberapa komponen teknologi PTT yang belum dapat diadopsi sepenuhnya oleh petani sebagai pengguna akhir dari teknologi tersebut. Hal tersebut terlihat dari rata-rata produktivitas per hektar sawah petani di Kabupaten Manokwari pada 6 tahun terakhir (2013-2014) yaitu 4,1 ton/Ha, masih jauh dari rata-rata nasional yaitu 5,1 ton/Ha.
- ItemMEMBANGUN SINERGI ANTARA PENELITI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN DAN PENYULUH PERTANIAN DALAM RANGKA DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI PROVINSI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Hidayat, Galih W.; Halijah; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat
- ItemIMPLEMENTASI PROGRAM PUAP DI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Sutisna, Entis; Halijah; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratProgram PUAP yang telah diimplementasikan di 33 provinsi sejak tahun 2008, nampaknya akan segera berakhir. Pada tahun 2016 akan dilanjutkan dengan pengembangan LKM-A. Di Provinsi Papua Barat selama 8 tahun berjalan, program tersebut telah berhasil merekrut 995 gapoktan PUAP dengan jumlah dana yang tersalurkan sebanyak 99,5 miliar. Namun demikian program ini belum mampu menciptakan LKM-A secara optimal (hanya 13% LKM-A) dari jumlah gapoktan yang telah terbentuk. Permasalahan yang tercatat selama pelaksanaan program PUAP di Papua Barat antara lain; Rendahnya tingkat koordinasi, lemahnya kinerja PMT dan PP, dan kurangnya kompetensi pengurus gapoktan dalam mengelola organisasi dan keuangan dana gapoktan.
- ItemKORELASI TINGKAT SERANGAN PENGGEREK BATANG JAGUNG DENGAN PENYAKIT BUSUK BATANG PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Subiadi; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKajian lapang dilaksanakan untuk melihat korelasi antara tingkat serangan penggerek batang jagung dengan tingkat serangan penyakit busuk batang pada tanaman jagung Jagung hibrida Pioneer 21 ditanam pada lahan seluas 1000 m² dengan jarak tanam 80 x 20 cm. Lahan dibagi menjadi 36 petak yang berukuran 3,2 x 2,6 m yang terdiri dari 70 tanaman per petak. Pengamatan jumlah tanaman yang terserang penggerek batang jagung dan penyakit busuk batang dilakukan satu minggu sebelum panen. Serangan penggerek batang jagung berkorelasi positif dengan serangan penyakit busuk batang pada tanaman jagung. Rata-rata tingkat serangan penggerek batang jagung sebesar 64,05% dengan tingkat serangan terendah sebesar 38,57% dan tertinggi 78,57%. Rata-rata tingkat serangan penyakit busuk batang sebesar 13,69% dengan tingkat serangan terendah sebesar 4,29% terjadi pada petak dengan tingkat serangan penggerek batang terendah dan tingkat serangan penyakit busuk batang tertinggi sebesar 32,86% juga terjadi pada petak dengan tingkat serangan penggerek batang tertinggi.
- ItemTINJAUAN FILOSOFIS MASALAH PETANI DAN MASALAH RISET DALAM PARADIGMA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Rouw, Aser; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPengkajian teknologi pertanian spesifik lokasi adalah sebuah paradigma pengkajian dalam menghasilkan teknologi pertanian spesifik lokasi. Proses tersebut diawali dari masalah petani dalam berusahatani dan bermuara pada solusi inovasi teknologi pertanian, atau masalah penerapan teknologi oleh petani. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis mengajukan thesis: masalah petani dan masalah riset adalah tahapan fundamental dan krusial dalam paradigma pengkajian teknologi pertanian spesifik lokasi. Untuk menjelaskan pertimbangan filosofis terhadap thesis tersebut, penulis mengajukan tiga pertanyaan mendasar: (i) Apakah hakekat masalah riset dan masalah petani dalam paradigma pengkajian teknologi pertanian spesifik lokasi? (ii) Dapatkah seseorang petani memecahkan masalah usahataninya? (iii) Bagaimana memformulasikan masalah petani menjadi masalah riset bagi peneliti. Petani secara individu maupun kelompok usahatani mampu memecahkan masalah usahataninya. Namun kemampuan tersebut dibatasi oleh pengetahuan dan pengalaman usahataninya. Dengan demikian, hakekat sesunguhnya masalah petani adalah sesuatu diluar kemampuan pengetahuan petani, yang penulis sebut sebagai masalah aktual petani. Sedangkan masalah riset adalah fakta atau fenomena yang dianggap merugikan, yang berupa sebuah pertanyaan riset yang telah diberi penjelasan sains untuk menjawabnya, namun belum lengkap, sehingga perlu mencari penjelasan lanjut melalui penelitian. Sehingga secara struktur masalah petani berbeda dengan masalah riset. Masalah petani menyangkut sesuatu yang bersifat negatif, atau merugikan secara ekonomi. Sementara masalah riset memuat penjelasan sains berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah terhadap permasalahan. Untuk menjadi masalah riset, maka masalah aktual di petani harus dapat diformulasikan untuk memenuhi keadaan menjadi permasalahan riset bagi peneliti. Hal ini harus memenuhi dua substansi penting, yaitu kaidah ilmiah dan kepentingan petani. Sehingga formulasi masalah riset dari masalah aktual petani tidak hanya menyangkut aspek nalar, tetapi juga menyangkut aspek motivasi dan secara teknis harus memenuhi setidaknya empat tahapan proses, yaitu: mulai dari masalah aktual petani, motivasi peneliti, pendefinisian, pertanyaan riset, dan masalah riset.
- ItemPENGEMBANGAN PERTANIAN BIOINDUSTRI DI PAPUA BARAT KONSEP, PELUANG, DAN IMPLEMENTASI(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Sutisna, Entis; Motulo, Hiasinta F.J.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratTransformasi ekonomi dari yang selama ini berbasis pada sumber energi dan bahan baku asal fosil menjadi berbasis pada sumber energi dan bahan baku baru dan terbarukan, utamanya bahan hayati, tidak bisa ditunda lagi. Sejalan dengan itu, pendekatan pembangunan pertanian yang dipandang sesuai bagi Indonesia, termasuk Papua Barat, ialah pembangunan Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan. Konsepsi Pertanian Bioindustri dapat diartikan sebagai sistem pertanian yang pada prinsipnya mengelola dan/atau memanfaatkan secara optimal seluruh sumberdaya hayati termasuk biomasa, dan atau limbah pertanian, bagi kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis. Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam model pengembangan inovasi teknologi pertanian bioindustri, yaitu: (a) model menurut komposisi komoditas, (b) model menurut kawasan, dan (c) model berbasis agroekosistem. Sedangkan implementasinya di Papua Barat baru tahap awal yang meliputi kegiatan koordinasi, sosialisasi, identifikasi, perancangan model dan implementasi secara terbatas. Peluang pengembangan pertanian bioindustri di Papua Barat cukup tinggi, namun masih diperhadapkan pada masalah lemahnya organisasi petani, rendahnya kerjasama peserta, dan masih sulitnya penerapan teknologi.
- ItemSTRATEGI DAN IMPLEMENTASI DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Konyep, Sostenes; Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratTerjadinya perubahan lingkungan strategis menuntut adanya percepatan adopsi teknologi oleh pengguna. Pemenuhan tuntutan tersebut banyak bergantung pada kegiatan diseminasi. Dalam konteks ini kegiatan diseminasi menjadi sangat penting. Untuk itu perlu adanya suatu strategi/siasat dalam pelaksanaan diseminasi. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana implementasi diseminasi di Papua Barat dikaitkan dengan Penerapan strategi diseminasi. Hasil Analissis deskriptif menunjukkan bahwa implemetasi Diseminasi Teknologi Pertanian di Papua Barat masih lemah. Indikasi lemahnya pelaksanaan system penyuluhan tersebut, dilihat dari beberapa variabel diantaranya: Kelembagaan Penyuluhan, sumberdaya penyuluh, Programa penyuluhan, materi, metode, peralatan penunjang, dan pembiayaan. Kelemahan-kelemahan yang terjadi berkaitan dengan beberapa hal antara lain: , Langkah –langkah yang belum tepat berkaitan dengan penentuan dan pemahaman tujuan, target audiens belum terdefinisakan dengan jelas, belum efektif dalam menentukan media diseminasi, dan Frekuensi penyampaian pesan yang masih rendah. Terjadinya kondisi seperti ini karena berhadapan dengan kendala yang dihadapi oleh para menyuluh, diantaranya berkaitan dengan lemahnya kemampuan menyediakan sumberdaya yang diperlukan (pengetahuan, ketrampilan, dana, kelembagaan), dan Masih rendahnya pengembangan rekomendasi teknologi yang tepat guna. Ada tiga faktor penting yang perlu diperhatikan agar proses adopsi teknologi dapat berjalan lebih cepat. Pertama faktor pesan itu sendiri (Teknologi), kedua pembawa pesannya (penyuluh), dan ketiga faktor pengguna (penerima inovasi).
- ItemWAKTU TANAM, DOSIS PEMUPUKAN, DAN VARIETAS PADI REKOMENDASI KALENDER TANAM TERPADU VERSUS PENERAPAN OLEH PETANI: (Kasus Musim Tanam Tahun 2014-2016 di Kabupaten Sorong dan Manokwari)(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Rouw, Aser; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratWaktu tanam (WT), varietas, dan dosis pemupukan padi adalah bagian dari rekomendasi teknologi adaptif perubahan iklim yang termuat dalam sistem informasi kalender tanam (katam) terpadu yang dapat diakses setiap saat oleh petani dan penyuluh melalui SMS center, aplikasi android, dan website. Tulisan ini menyajikan hasil verifikasi WT, varietas dan dosis pemupukan padi rekomendasi katam versus penerapan oleh petani di Kabupaten Sorong dan Manokwari pada periode tanam MH Maret 2014 - Oktober 2015 dan MK April - September 2015, serta MH Oktober 2015 - Maret 2016 dan MK April - September 2016. Penelitian dilakukan dalam bentuk survey lapangan dan ekstraksi data dari katam terpadu. Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan antara rekomendasi katam versus penerapan di petani pada periode periode tanam yang sama. WT padi di petani cukup bersesuaian dengan rekomendasi katam. Di Kabupaten Sorong rata-rata WT padi oleh patani berkisar ± 1-2 dasarian dari rekomendasi katam, sedangkan di Manokwari sekitar ± 2-3 dasarian dari WT rekomendasi katam. Pada periode April-September 2015 dan Oktober-Maret 2016 sekitar 40% lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Sorong mengalami gagal panen akibat kejadian kekeringan (El Nino). Meskipun fenomena tersebut telah diprediksi sifat hujan bawah normal dan telah diinformasikan dalam katam. Secara rata-rata provitas padi di Sorong tinggi pada periode April-September, sedangkan Manokwari pada periode Oktober-Maret. Hal ini berkaitan dengan sifat pola hujan pada kedua wilayah tersebut. Sorong memiliki pola hujan lokal C1 yang secara klimatologi distribusi maskimum curah hujan sekitar Mei-Agustus, sedangkan Manokwari memiliki pola hujan monsunal A4 di mana musim hujan sekitar Desember-April. Dosis pemupukan padi yang diterapkan petani sangat bervariasi dengan nilai selang yang besar. Keadaan ini dipengaruhi terutama oleh faktor ketersediaan pupuk di petani. Petani cenderung mengaplikasikan dosis pupuk secara berlebihan (12-50%) jika tersedia pupuk, sebaliknya jika tidak tersedia pupuk, petani tidak memupuk tanamannya. Jenis pupuk yang tersedia di petani adalah Urea dan N-P-K Phonska, sementara pupuk tunggal SP36 dan KCl sangat langka di Petani. Pupuk organik masih sangat jarang digunakan, hanya beberapa lokasi tertentu yang mencoba menggunakan kotoran sapi yang dikomposkan. Varietas padi yang digunakan petani sekitar 40% sama dengan varietas rekomendasi umum dalam katam terpadu, seperti varietas Ciherang, Cigeulis, Inpari 30, dan Mekongga. Umumnya petani masih sulit mendapatkan benih padi bermutu di lapangan. Petani biasanya mendapatkan benih padi dengan cara barter benih antar sesama petani atau melalui bantuan dinas pertanian.
- ItemIMPLEMENTASI DISEMINASI MULTI CHANNEL PADA MASYARAKAT PETANI KAKAO DI KABUPATEN MANOKWARI - PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKakao merupakan komoditas perkebunan yang prospektif di Papua Barat. Sayangnya pengembangan kakao rakyat belum ditangani secara baik, penerapan teknologi masih rendah, yang menyebabkan rendahnya produktivitas. Pengkajian ini bertujuan untuk: 1) Mempercepat penyebaran dan adopsi teknologi produksi kakao baik inovasi teknis maupun kelembagaan; 2) Meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dari usahatani kakao; dan 3) Merancang implementasi Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC). Pengkajian ini dilaksanakan mulai bulan januari sampai Desember tahun 2012. Lokasi ditentukan secara sengaja di Distrik Oransbari, Kabupaten Manokwari. Menggunakan pendekatan multi metode, survai onfarm, pertemuan dan pelatihan. Menggunakan analisis deskriptif, respon petani, dan analisis before after. Hasil kajian menunjukkan bahwa melalu pengkajian diseminasi Multi Channel pada masyarakat petani kakao, telah terjadi peningkatan produktivitas kakao, peningkatan respon petani terhadap implementasi teknologi kakao, dan telah dirintis dasar-dasar untuk mengimplementasikan Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC). Pada aspek penguatan kelembagaan telah terbentuk organisasi kelompok tani dan gapoktan, dimana kinerja organisasi tersebut sejalan dengan kelembagaan yang telah terbangun pada masyarakat lokal. Kegiatan pengkajian ini masih perlu dilanjutkan dengan menitik beratkan pada penguatan pembinaan petani dengan mengimplementasikan SDMC. Untuk itu diperlukan penguatan substansi teknologi, kelembagaan petani, dan koordinasi untuk meningkatkan dukungan stakeholders terhadap pelaksanaan SDMC.
- ItemORGANISASI DAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH PADI KASUS DI KABUPATEN MANOKWARI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Prambudi, Imam; Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratBenih bermutu yang memenuhi „enam syarat tepat‟ (tepat varietas, jumlah, lokasi, mutu, waktu dan harga), belum dapat diakses oleh petani secara mudah dan murah. Rendahnya akses petani terhadap benih unggul bermutu tersebut karena kelembagaan perbenihan yang ada di Papua Barat belum berfungsi secara optimal, termasuk rendahnya kapasitas penangkar benih padi, sehingga sistem penyediaan benih bermutu belum dapat ditangani sesuai harapan. Pengkajian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi, pemetaan, dan memahami aspek Organisasi dan kelembagaan termasuk kinerja kelompok penangkar benih padi di Kabupaten Manokwari. Pengkajian ini telah dilaksanakan pada periode bulan April sampai Agustus 2013 bertempat di Kabupaten Manokwari, tepatnya daerah pengembangan padi yaitu Distrik Prafi, Distrik Masni, dan Distrik Oransbari. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa terdapat 7 kelompok penangkar benih padi di Kabupaten Manokwari. Seluruh sawah milik anggota berada pada agro ekosistem lahan sawah dataran rendah dengan ketinggian hanya 3m (dpl). Dari aspek keorganisasian ketujuh kelembagaan tersebut sudah eksis nemun belum memiliki legalitas formal, tingkat kinerjanya masih lemah, dan belum efektif, terutama dalam penggunaan lahan. Untuk meningkatkan persediaan benih unggul bermutu, para penangkar perlu mendapat legalitas, diberikan bimbingan intensif baik pada aspek teknis mapun kelembagaan, termasuk pembinaan pengembangan usaha.
- ItemMEMBANGUN “KAMPUNG PALA” BERWAWASAN PERTANIAN BIOINDUSTRI DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKabupaten Fakfak merupakan daerah penghasil pala terbesar di Indonesia Bagian Timur (Papua Barat). Walaupun penerapan teknologi oleh masyarakat masih rendah, namun pemerintah daerah mempunya keinginan yang besar untuk memacu mengembangkan tanaman pala. Membangun kampung pala dengan mengembangkan inovasi pertanian Bio-Industri, merupakan langkah jitu yang patut diimplementasikan. Pengembangan pertanian bioindustri adalah pengembangan pertanian yang ramah lingkungan, menerapkan inovasi teknologi, integrasi, dimulai dari hulu hingga hilir dan berkelanjutan serta memiliki nilai ekonomi tinggi dari pengolahan hasil samping, biomasa atau limbahnya. Karakteristik seperti ini sangat tepat jika diimplementasikan di Kabupaten Fakfak. Dalam membangun kampung pala berwawasan bio-industri di Kabupaten Fakfak, lebih tepat menggunakan model menurut komposisi komoditas. Dalam hal ini bisa berbasis integrasi tanaman ternak, atau berbasis single comodity, dengan menetapkan pala sebagai komoditas utama.
- ItemKUALITAS DAN KELAYAKAN KOMPOS CAMPURAN FAECES KAMBING, SERASAH, DAN CANGKANG KAKAO SEBAGAI PUPUK ORGANIK PADAT (POP) PADA PERTANIAN BIOINDUSTRI DI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Atekan; Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratManfaat kompos dalam menunjang kesuburan tanah tidak diragukan lagi, kompos dikatakan berkualitas jika memenuhi standart yang telah ditetapkan. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui kualitas dan kelayakan kompos yang bersumber dari serasah dan cangkang kakao serta faeces ternak kambing yang dihasilkan dari pola integrasi kambing-kakao pada system pertanian bioindustri di Papua Barat berdasarkan baku mutu kompos SNI: 19-7030-2004 dan persyaratan teknis minimal pupuk organic padat (POP) berdasarkan Permentan No: 70/Permentan/SR.140/10/2011. Kompos dibuat menggunakan bahan baku campuran dari faeces kambing, serasah, dan cangkang buah kakao dengan perbandingan 50%, 20%, dan 30% berdasarkan bobot. Hasil pengomposan ditinjau dari indicator struktur fisik (warna dan bau) maupun karakteristik produk (kandungan unsure hara) menunjukkan kualitas sesuai dengan yang disyaratkan oleh standart baku mutu kompos dan layak digunakan sebagai pupuk organic padat (POP) sesuai dengan persyaratan teknis minimal pupuk organic.
- ItemTINJAUAN PENGGUNAAN MARKA DNA UNTUK SELEKSI KETAHANAN PENYAKIT TANAMAN(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Basundari, Fransiska R.A.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPenerapan metode pemuliaan tanaman konvensional untuk perakitan gen-gen ketahanan pada genotipe tertentu akan memerlukan waktu lama. DNA berdasarkan polimorfismenya, yang disebut dengan marka DNA, dapat digunakan untuk menyeleksi sifat-sifat unggul yang diinginkan pemulia. Penanda molekuler ini menjadi komponen penting dalam program persilangan backcross untuk pengerucutan gen (gene pyramiding). Proses seleksi dengan menggunakan marka DNA ini disebut dengan Marker-Assisted Breeding (MAB) atau Marker-Assisted Selection (MAS). MAS akan sangat menguntungkan bila diterapkan pada generasi awal tanaman, karena tanaman yang membawa gen-gen yang tidak diharapkan dapat dieliminasi. Proses seleksi pada tahapan bibit ini disebut dengan Marker-Assisted Seedling Selection (MASS). Uji DNA melalui MASS akan dapat mengidentifikasi bibit-bibit tanaman yang diprediksi memiliki sifat yang diinginkan oleh pemulia sebelum ditanam di lahan. Beberapa uji DNA melalui MASS telah digunakan pada beberapa tanaman untuk melakukan seleksi terhadap ketahanan penyakit tertentu, diantaranya resistensi terhadap penyakit scab (kudis) pada tanaman apel, dan juga resistensi terhadap penyakit bercak daun (cherry leaf spot/CLS) pada tanaman ceri (cherry). Penggunaan MASS ini menunjukkan potensi yang sangat baik dalam meningkatkan efisiensi pengerucutan alel-alel yang tahan penyakit. Pada akhirnya, integrasi antara marka molekuler dalam program pemuliaan tanaman akan menjadi cara yang sangat baik dalam peningkatan efisiensi pengembangan kultivar untuk tanaman tahunan.
- ItemKERAGAAN PAKET INFORMASI TEKNOLOGI PERTANIAN PADA KEGIATAN GELAR TEKNOLOGI PADI SAWAH DI DISTRIK ORANSBARI KABUPATEN MANOKWARI SELATAN(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Ruyadi, Ida; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratTujuan kegiatan gelar teknologi padi sawah adalah untuk menunjukkan atau menggelar berbagai paket teknologi yang telah dihasilkan BPTP Papua Barat untuk dibandingkan dengan teknologi yang ada pada petani. Kegiatan ini lebih mengarah kepada promosi paket teknologi yang diyakini lebih baik dari pada teknologi yang diterapkan petani. Paket teknologi yang diimplementasikan adalah paket teknologi dengan mempertimbangkan karakteristik biofisik dan sosial ekonomi masyarakat setempat. Kegiatan gelar teknologi padi sawah dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 2016 di Kampung Sindang Jaya Distrik Oransbari Kabupaten Manokwari Selatan Provinsi Papua Barat dengan melibatkan 10 petani kooperator, peneliti, teknisi, penyuluh pendamping, dan POPT. Pelaksanaannya dilakukan secara intensif mulai dari perencanaan dan penetapan teknologi serta evaluasi kegiatan agar adopsi teknologi yang komprehensif, berorientasi agribisnis dan berkelanjutan dapat dicapai. Paket informasi teknologi yang digelar adalah : (1) Penggunaan benih bersertifikat, 2) Penerapan sistem tanam jajar legowo/Jarwo 4:1, (3) Penerapan pemupukan berimbang, (4) Penggunaan alat panen mini combine harvester. Berdasarkan hasil ubinan panen padi sawah pada kegiatan gelar teknologi padi sawah pada areal seluas 10 Ha diperoleh hasil sebesar 6,2 ton/Ha GKP, sementara cara petani hanya menghasilkan 2,3 ton/Ha. GKP. Dari sisi produksi telah terjadi peningkatan 2,4 – 4,2 ton/Ha GKG, kemudian adanya efisiensi dalah hal penggunaan benih padi sebanyak 15 Kg/Ha juga penggunaan pupuk UREA sebanyak 30 Kg/Ha.
- ItemPENYAKIT TUNGRO DAN KERACUNAN Fe PADA TANAMAN PADI(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Sipi, Surianto; Subiadi; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPencegahan awal terhadap perkembangan serangan penyakit sangat ditentukan oleh sejauh mana petani, penyuluh pertanian, dan pengamat organisme pengganggu tanaman (POPT) dapat mengidentifikasi serangan sejak awal. Kemampuan mengidentifikasi tersebut terkait erat dengan pengetahuan tentang gejala serangan, karena semua penyakit dan keracunan mempunyai gejala yang khas dan dapat tampak secara visual pada organ tanaman mulai dari akar sampai tajuk tanaman. Seringkali terjadi perbedaan pendapat dikalangan petani, penyuluh dan POPT terhadap suatu gejala yang muncul di lapangan. Hal tersebut dapat mempengaruhi ketepatan waktu penanganan, kesimpangsiuran gejala dan tindakan yang harus dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya keterangan yang menjelaskan secara tegas perbedaan dari setiap gejala yang muncul di lapangan. Penyakit tungro dan keracunan Fe merupakan cekaman pada tanaman padi yang sering muncul di beberapa sentra tanaman padi di Kabupaten Manokwari. Sering terjadi perdebatan antara beberapa pihak mengenai kedua gejala tersebut. Oleh Karena itu, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan secara tegas aspek-aspek yang terkait dengan kedua gejala. Gejala tanaman yang telah terinfeksi penyakit tungro dengan jelas dapat dibedakan dengan gejala keracunan Fe. Letak perbedaan yang paling mencolok yaitu pada organ daun. Dimana, daun tanaman yang terserang penyakit tungro akan berwarna kuning atau kuning mendekati orange. Sementara gejala keracunan Fe daun tidak menguning akan tetapi terlihat pucat dan terdapat bagian yang seperti berkarat agak kemerahan.
- ItemRESPON PETANI TERHADAP PRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI MELALUI m-P3MI DI KOTA JAYAPURA, PAPUA(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Wamaer, Demas; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPengkajian ini bertujuan untuk mengetahui respon petani terhadap keragaan produksi 2 VUB kedelai klas FS yang diperkenalkan kepada petani melalui m-P3MI (Model Pengembangan Pertanian Melalui Inovasi) di Kota Jayapura, Papua. Kota Jayapura sebagai lokasi pengkajian, termasuk salah satu kawasan pengembangan m-P3MI di Provinsi Papua, untuk itu peningkatan pendapatan petani dapat diupayakan melalui peningkatan produksi, dengan pengenalan varietas unggul baru komoditas pertanian yang memiliki produktivitas tinggi dan adaptif dengan kondisi spesifik lokasi. Kajian ini menggunakan metode penelitian survai. Data dianalisis secara deskriftif yang didukung dengan tabulasi, penggunaan tabel, dan grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon petani terhadap varietas kaba lebih tinggi dibanding varietas anjasmoro. Hal ini disebabkan karena kaba lebih diminati pasar dibanding anjasmoro. Namun demikian varietas kaba dan Anjasmoro tersebut memiliki peluang untuk dikembangkan mengingat produktivitasnya cukup tinggi, diminati oleh penangkar kedelai. Disarankan kepada PEMDA agar dapat melakuakan perbaiakan terhadap sistem perbenihan dengan merevitalisasi kelembagaan perbenihan terutama BBU dan BBP serta memberikan pembinaan terhadap petani penangkar.