Prosiding Seminar Nasional Bioetika Pertanian
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Prosiding Seminar Nasional Bioetika Pertanian by Author "Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian"
Now showing 1 - 20 of 22
Results Per Page
Sort Options
- ItemAggregate Stability: A Vital Component of the Health of Sandy Soils Used in Agriculture(BB Biogen, 2009-12) Djajadi; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianKestabilan Kebersamaan: Komponen Utama untuk Kesehatan pada Lahan Berpasir untuk Pertanian. Kesehatan dan kualitas tanah merupakan komponen terpenting dalam pertanian yang berkelanjutan. Pemeliharaan kesehatan tanah berpasir sangat penting dilakukan, karena tekstur tanahnya ringan, memiliki kapasitas menahan air, dan menggunakan hara rendah serta mudah mengalami erosi. Stabilitas agregat diperkirakan merupakan indikator fisik kesehatan tanah berpasir, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik (seperti ciriciri hidraulik, kekuatan tanah, dan erosi), sifat kimia (seperti daur hara), dan biologi (seperti aktivitas mikroba). Liat dan bahan organik memegang peranan penting dalam agregasi dan stabilitas tanah. Salah satu strategi untuk meningkatkan stabilitas agregat tanah berpasir adalah penambahan liat dan bahan organik. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah dan memberikan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan akar.
- ItemAkselerasi Inovasi Teknologi Budi Daya Salak Pondoh Organik Melalui Penerapan SPO-GAP di Desa Merdikorejo Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman(BB Biogen, 2009-12) Rustijarno ...[at a], Sinung; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianAkselerasi Inovasi Teknologi Budi Daya Salak Pondoh Organik Melalui Penerapan SPO-GAP di Desa Merdikorejo Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman. Pemenuhan kebutuhan pangan dengan pemanfaatan input-input kimiawi yang mudah diperoleh dan dalam jumlah sedikit mampu meningkatkan produksi secara drastis ternyata mempunyai dampak yang merugikan. Dampak jangka panjang yang terjadi adalah degradasi kualitas lingkungan hidup khususnya sumber daya lahan pertanian berupa penurunan kualitas tanah. Keberlanjutan sumber daya pertanian tergantung pada inovasi teknologi pertanian yang ramah lingkungan dengan pemanfaatan bahan organik. Tujuan kajian adalah untuk mengetahui inovasi teknologi budi daya salak pondoh organik melalui penerapan SPO-GAP (Standard Procedure Operational-Good Agricultural Practices). Kajian dilakukan di Klinik Teknologi Pertanian (Klinttan) Duri Kencana Desa Merdikorejo Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman pada tahun 2005. Metode yang digunakan adalah survai, analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa budi daya salak pondoh berkembang sejak tahun 1982, teknologi pemupukan menggunakan pupuk kandang dan aspek pemasaran masih tergantung pada pedagang lokal tanpa menggunakan klasifikasi produk organik. Teknologi budi daya dan manajemen usaha salak pondoh diarahkan menuju produk organik dengan menggunakan pedoman budi daya yang baik (GAP), standarisasi mutu, sertifikasi, dan labelisasi produk serta menjalin kerja sama dengan mitra usaha. Salak pondoh Sleman merupakan salah satu contoh penerapan SPO salak dan telah mendapatkan serifikat klasifikasi mutu salak pondoh Prima 3. Strategi pengembangan usaha agribisnis dapat dioptimalkan dengan melakukan perbaikan teknologi produksi menuju sertifikasi produk Prima 2, optimalisasi sumber daya alam dan pengembangan kelembagaan.
- ItemBioetika dalam Penanganan Kasus Flu Burung dan Kaitannya dengan Pelestarian Sumber Daya Genetik Ayam Lokal(BB Biogen, 2009-12) Sartika, Tike; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianBioetika dalam Penanganan Kasus Flu Burung dan Kaitannya dengan Pelestarian Sumber Daya Genetik Ayam Lokal. Flu burung yang merebak di Indonesia sejak tahun 2003 berasal dari industri peternakan besar ayam ras. Virusnya menular ke unggas lokal, karena pemeliharaannya yang kurang baik. Kasus flu burung ini merupakan era bangkitnya peternakan unggas rakyat, khususnya ayam kampung sektor IV, yang pada awalnya sebagian besar (70%) pola pemeliharaannya diumbar (scavenging). Saat ini pemeliharaan ayam telah menuju semi intensif dengan menerapkan pola good farming practices, memperhatikan vaksinasi dan biosekuriti untuk mencegah penyebaran virus flu burung. Dalam penanganan kasus flu burung, beberapa tindakan yang dilakukan telah mendiskreditkan keberadaan ayam kampung atau ayam lokal, di antaranya: (1) ayam kampung dianggap sebagai “biang keladi” menyebarnya virus flu burung, sehingga upaya pemusnahannya dengan dibakar hidup-hidup merupakan tindakan yang kurang bijaksana dan tidak memperhatikan prinsip bioetika; (2) di dalam kampanye anti flu burung, yang diperlihatkan sebagai contoh untuk dibakar adalah ayam kampung, seolah-olah sumber virus flu burung hanya ayam kampung; (3) PERDA melarang keberadaan unggas di sekitar rumah penduduk di mana sebagian besar adalah ayam kampung, sehingga pelarangan ini hanya menunjukkan kepanikan. Banyak sekali keunggulan kompetitif dari ayam kampung. Ayam kampung merupakan penyangga ekonomi masyarakat desa, sehingga dengan dilarangnya memelihara unggas di sekitar rumah, maka kondisi ekonomi masyarakat kecil semakin terpuruk dan kasus gizi buruk terjadi dimana-mana. Hasil riset membuktikan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari tiga pusat domestikasi ayam di dunia setelah Cina dan India, sehingga perlu bangga untuk melestarikan dan memanfaatkan ayam kampung. Pemusnahan ayam kampung dapat mengakibatkan erosi genetik yang berlebihan. Secara genetik, sebagian besar ayam kampung (63%) mempunyai ketahanan terhadap virus flu burung, karena di dalam tubuhnya ayam dapat terdapat gen Mx+ yang dapat menangkal virus, sehingga pertumbuhan virus tidak sempurna dan tidak dapat bereplikasi. Dengan kata lain, antivirus protein Mx dapat melawan infeksi VSV (Vesicular Stomatitis Virus), termasuk virus flu burung. Dengan demikian, kebijakan pemusnahan ayam Kampung dapat memusnahkan sumber ketahanan genetik ayam terdadap flu burung. Ayam kampung juga mempunyai segmen pasar tersendiri, karena daging ayam kampung mempunyai rasa dan tekstur yang khas, sehingga harga ayam kampung lebih tinggi dibandingkan dengan harga ayam pedaging ras (broiller). Harga ayam kampung yang tinggi, seringkali mengakibatkan terjadinya pemalsuan daging ayam kampung. Ayam jantan petelur dijual sebagai ayam kampung. Baru-baru ini, perusahaan besar, seperti Pokphan, mengeluarkan bibit ayam “Kampung Super” yang sebenarnya hasil persilangan antara pejantan ayam lokal dengan ayam ras dari Perancis. Dalam hal ini, pedagang hanya mementingkan keuntungan dengan memanfaatkan keunggulan ayam kampung, tetapi tidak memperhatikan pelanggaran bioetika. Oleh karena itu, isu bioetika yang berkaitan dengan pelestarian unggas lokal perlu diangkat.
- ItemBioetika dalam Pengelolaan Lahan Irigasi dan Pemanfaatan Air Mendukung Ketahanan Pangan(BB Biogen, 2009-12) Dewi, Yovita Anggita; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianBioetika dalam Pengelolaan Lahan Irigasi dan Pemanfaatan Air Mendukung Ketahanan Pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi setiap saat dan merupakan unsur yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan manusia. Oleh karena itu, hak atas pangan merupakan bagian penting dari hak azasi manusia. Di samping itu, pangan memiliki fungsi yang sangat strategis. Untuk mewujudkan ketahanan pangan diperlukan upaya peningkatan produksi pangan secara terus menerus terutama beras baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi dengan memperhatikan kaidah-kaidah bioetika. Saat ini, sekitar 80% produksi beras dihasilkan dari lahan irigasi, terutama di Jawa. Di sisi lain, luas lahan pertanian terus menyusut dan terjadi pelandaian produktivitas lahan. Kondisi ini disebabkan oleh terjadinya konversi lahan secara terus menerus tanpa diimbangi pembukaan sawah baru, dan pemanfaatan pupuk anorganik berlebihan yang telah menurunkan kualitas lahan. Dalam dasa warsa terakhir, investasi untuk membuka lahan sawah baru juga masih sangat terbatas, termasuk pembangunan infrastruktur irigasi dalam skala yang besar. Masalah lain yang perlu mendapat perhatian adalah kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai (DAS), sehingga sering terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Kondisi ini diperburuk oleh pengaruh pemanasan global akibat efek Gas Rumah Kaca (GRK), sehingga terjadinya perubahan iklim sulit diprediksi. Untuk menghadapi masalah dan tantangan tersebut diperlukan peraturan perundangan atau instrumen untuk mencegah konversi lahan irigasi ke non pertanian, penetapan lahan pertanian (irigasi) abadi, mendorong pemanfaatan pupuk organik, perbaikan manajemen pengelolaan air di tingkat usahatani, konservasi DAS, dan meningkatkan partisipasi petani dalam konservasi lahan dan air untuk menjamin kesejahteraan petani secara berkelanjutan. Penerapan prinsip-prinsip bioetika diharapkan dapat mengatasi konflik kepentingan jangka pendek, perebutan kepentingan lintas sektor, dan tekanan sosial-ekonomi penduduk yang terus meningkat, dalam rangka mendukung ketahanan pangan secara berkelanjutan.
- ItemBioetika Menunjang Pembangunan Berkelanjutan(BB Biogen, 2009-12) Ashari; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianBioetika Menunjang Pembangunan Berkelanjutan. Bioetika lahir sejak keberadaan manusia di muka bumi ini dengan terbangunnya hubungan interaksi antar manusia dan dengan lingkungannya. Hubungan itu pada hakekatnya merupakan pernyataan pengakuan bahwa di tempat manusia berpijak ada berbagai ciptaan Tuhan, baik yang berupa makhluk hidup lain (biotik) maupun yang tidak hidup (abiotik), dalam kerangka mewujudkan terciptanya hubungan yang serasi yang sifatnya spesifik menurut lokasi dan kepercayaan maupun bersifat umum lintas lokasi dan kepercayaan. Budaya Jawa membagi hubungan interaksi tersebut, sebagai bentuk tata krama atau etika manusia terhadap penciptanya dan antar ciptaan Tuhan, menjadi tiga, yaitu (1) tata krama hubungan manusia dengan Tuhannya yang disebut moral, (2) tata krama hubungan manusia sebagai perorangan dengan negara disebut hukum, dan (3) tata krama manusia sebagai perorangan dengan sesama manusia dan dengan makhluk hidup lain serta lingkungan hidupnya disebut sopan santun. Sopan santun terdiri atas tiga pilar norma, yaitu unggah ungguh, empan papan, dan angon tinon, yang dalam budaya Bali disebut desa, kala, patra. Bioetika pertanian pada dasarnya merupakan hubungan manusia dengan sumber daya hayati di sekitarnya atau ekosistemnya guna memanfaatkan sumber daya tersebut untuk kebutuhan hidupnya. Nilai-nilai tersebut dijumpai dalam setiap agama yang berbeda dalam bentuk dan isinya. Agama yang sangat lekat dalam intensitas hubungan tersebut adalah Budha yang lebih pada “pernyataan” tidak membunuh sesama makhluk hidup, baik yang berpotensi sebagai sumber pangan maupun sebagai “musuh” alami, untuk tidak saling mengganggu. Dalam Islam, penyembelihan hewan tidak boleh terlalu membebani rasa sakit, sehingga ada persayratan untuk memotong ternak. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan industri untuk memenuhi kebutuhan manusia serta dalam perkembangan kesadaran masyarakat maju, perkembangan bioetika sebagai norma semakin menjadi tuntutan hidup. Tuntutan tersebut tetap dalam ruang lingkup hukum, moral, dan sopan santun, dengan muatan-muatan perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya bioteknologi dengan etika bisnisnya. Dinamika transaksi materi-materi biologik baik yang alami maupun hasil rekayasa genetik serta proses rekayasa genetik itu sendiri dituntut tetap dalam lingkup tata krama yang menunjang kesejahteraan serta kenyamanan hidup manusia dan lingkungannya. Berdasarkan telaah ruang lingkup, pengertian, dan perkembangan bioteknologi dapat disimpulkan bahwa: (1) bioetika berkembang dalam kehidupan sehari-hari baik dalam agama, budaya lokal, tradisional maupun dalam tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam hasanah hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama dan lingkungannya dan (2) bioetika dalam tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan merupakan cabang ilmu yang perlu digali dan dikembangkan agar menjadi rambu-rambu bagi umat manusia dalam memanfaatkan sumber daya hayati umumnya dan sumber daya pertanian khususnya, guna menunjang pembangunan pertanian secara berkelanjutan.
- ItemBioetika Pemanfaatan Patogen Serangga untuk Pengendalian Hama secara Hayati(BB Biogen, 2009-12) Indrayani ...[at al], I G.A.A.; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianBioetika Pemanfaatan Patogen Serangga untuk Pengendalian Hama secara Hayati. Pemanfaatan patogen serangga dalam pengendalian serangga hama sudah sejak lama dilakukan. Sebagai alternatif substitusi pestisida kimia patogen serangga masih memiliki banyak kelemahan-kelemahan, seperti: daya bunuh yang lambat dan sempitnya kisaran inang, sehingga dianggap kurang mampu bersaing dengan cara-cara pengendalian hama lainnya. Perkembangan bioteknologi yang kian pesat akhir-akhir ini juga berpengaruh terhadap perkembangan biopestisida yang akan memiliki peranan penting dalam sistem pengelolaan hama di masa mendatang. Patogen serangga yang berpotensi sebagai kandidat biopestisida adalah: bakteri, virus, jamur, dan nematoda. Saat ini bakteri dan virus mendapat perhatian serius untuk direkayasa secara genetik, selain karena mudah diproduksi secara masal, juga untuk meningkatkan efektifitas dan patogenisitasnya. Pengembangan patogen serangga secara bioteknologi tidak dapat lepas dari isu-isu lingkungan yang gencar diperdebatkan saat ini. Meskipun pengembangan bioteknologi sarat dengan kepentingan manusia, namun har monisasi dengan lingkungan tidak dapat diabaikan. Bioetika dalam pemanfaatan patogen serangga hasil rekayasa genetik sangat diperlukan untuk mengurangi pengaruh negatif produk bioteknologi terhadap lingkungan. Mengaplikasikan produk-produk transgenik, khususnya patogen serangga hendaknya dilakukan secara bijak dan mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem alam. Resistensi hama terhadap Bacillus thuringiensis (Bt) pada tanaman hasil transgenik dapat diperlambat dengan cara menanam bersama-sama tanaman Bt transgenik dan non transgenik sebagai refuge. Untuk mengurangi kontaminasi terhadap baculovirus alami yang persisten di dalam tanah, maka perlu direkayasa baculovirus yang persistensinya di alam rendah. Selain itu laju resistensi hama juga dapat diperlambat melalui penggunaan pestisida biorasional, seperti feromon seks serangga, atau zat pengatur pertumbuhan serangga yang dikombinasi atau dirotasi penggunaannya pada tanaman-tanaman transgenik.
- ItemBioetika Penggunaan Agens Hayati untuk Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman(BB Biogen, 2009-12) Supriadi ...[at al]; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianBioetika Penggunaan Agens Hayati untuk Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman. Agens hayati (AH) semakin semarak diteliti dan digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk pengendalian hama dan penyakit tanaman atau organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Di samping memiliki potensi yang baik, AH juga berpotensi menimbulkan kerugian. Dalam kaitannya dengan bioetika pertanian, maka di samping harus efektif, AH juga harus aman terhadap manusia, hewan, dan organisme bukan sasaran. Untuk memastikan faktor keamanan tersebut, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Departemen Pertanian telah membentuk Komisi Agens Hayati (KAH) yang bertugas mengevaluasi keamanan, kemurnian, dan keefektifan AH untuk keperluan pengendalian (OPT), proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya. Dalam pelaksanaannya, KAH melakukan evaluasi terhadap kelengkapan dokumen dari AH yang akan diimpor, serta evaluasi terhadap data hasil pengujian keamanan, kemurnian, dan keefektifan AH dari lembaga penguji independen di dalam negeri. Pada evaluasi dokumen, ada empat jenis informasi yang perlu dilengkapi adalah kejelasan identitas agens hayati dan formulanya, karakteristik biologi agens hayati (asal usul, spesifisitas target sasaran, mekanisme kerja, OPT dan tanaman sasaran, dan cara aplikasi), properti teknis (kompatibilitas dengan AH lokal), dan informasi tentang cara produksi, cara aplikasi, data efikasi, data keamanan terhadap manusia dan lingkungan (termasuk organisme non target). Sedangkan data hasil pengujian dari lembaga independen adalah aspek keamanan, kemurnian, dan efektifitas AH.
- ItemBioetika Penggunaan Bahan Pangan Asal Ternak(BB Biogen, 2009-12) Resnawati, Heti; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianBioetika Penggunaan Bahan Pangan Asal Ternak. Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat mengakibatkan terjadinya perubahan kebutuhan bahan pangan asal ternak. Kuantitas dan kualitas bahan pangan berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia sebagai konsumen. Banyak kasus menunjukkan bahwa dalam penyediaan bahan pangan telah digunakan berbagai jenis obat-obatan, hormon, dan bahan kimia sebagai makanan tambahan dalam pakan ternak dan terjadi pemalsuan bahan pangan olahan. Selain itu, cara pemotongan ternak, pengolahan dan penyimpanan bahan pangan asal ternak juga banyak yang belum memenuhi persyaratan kesehatan. Keadaan ini dapat ditanggulangi melalui penanganan, pengamanan, dan pengawasan yang baik terhadap kualitas bahan pangan asal ternak melalui kerja sama antara pemerintah, produsen, dan konsumen.
- ItemBioetika Pertanian dalam Kearifan Lokal di Indonesia(BB Biogen, 2009-12) Ashari; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianBioetika Pertanian dalam Karifan Lokal di Indonesia. Indonesia memiliki 746 bahasa daerah yang menunjukkan keanekaragaman bahasa mencerminkan keanekaragaman budaya yang disertai keberadaan kearifan-kearifan lokal dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya hayati dengan ekosistemnya yang bermuatan konsep konservasi. Kearifan-kearifan tersebut merupakan normanorma sosial yang berlaku dan dihormati baik oleh suatu komunitas maupun lintas komunitas. Banyak kearifan lokal yang bernilai luhur sebagai konsep ideal, tetapi beberapa di antaranya bermuatan “negatif” bagi semangat pembangunan. Nilai-nilai luhur dalam perspektif pembangunan pertanian disebut bioetika pertanian tradisional. Berdasarkan pengalaman dari interaksi tentang bioetika pertanian dalam kehidupan sehari-hari pada dengan masyarakat pedesaan dari Sabang hingga Merauke, perkembangan ilmu dan teknologi dan kemajuan di bidang industri pada umumnya masih kurang mendapat perhatian. Sesungguhnya nilai bioetika merupakan kekuatan dasar dalam pengembangan dan pembangunan dalam masyarakat. Lunturnya bahasa daerah yang mengandung nilai-nilai luhur terjadi akibat kurang pedulinya masyarakat setempat, sehingga terjadi erosi bahasa daerah. Nilai-nilai luhur bioetika pertanian yang ada hingga saat ini belum mendapat sentuhan yang memadai, terutama berkaitan dengan pengembangan dan pembangunan. Suatu komunitas kecil suku Marin di Merauke yang terisolir dari kemajuan telah menerapkan koonservasi untuk memelihara tanaman sago sebagai sumber pangan. Di sebelah utara kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera barat, terdapat aturan tentang cara panen ikan yang hanya dilakukan pada bulanbulan tertentu. Tanah ulayat yang merupakan konsep tradisional untuk mengamankan aset komunitas, saat ini dianggap menghambat pembangunan daerah. Ladang berpindah yang telah dilakukan secara luas oleh petani setempat, sesungguhnya mengandung konsep konservasi untuk memelihara keamanan produksi pangan. Suku Badui Dalam dengan kesederhanaannya selalu menjaga lingkungan biotik pertanian (taaman dan hewan) berdasarkan kearifan lokal. Komunitas di Bali dengan Sistim Subak, suatu sistem pengelolaan padi sawah pada komunitas di Bali juga merupakan kearifan lokal yang memiliki nilai bioetika yang luhur dan menjadi bagian yang mendukung konsep pembangunan. Suku Toraja sangat menghormati leluhurnya untuk berhubungan dengan Penciptanya, tetapi kurang diimbangi dengan pemikiran tentang kebutuhan masa depan keturunannya. Berdasarkan kearifan lokal dapat dijadikan sebagai dasar bioetika pertanian tradisional, maka dapat disimpulkan dan disarankan bahwa: (1) Banyak kearifan lokal yang luhur memiliki nilai positif dan ideal untuk pembangunan daerah, tetapi ada juga yang bersifat negatif bagi pembangunan. Kearifan yang bermuatan negatif, masih dapat dimanfaatkan sebagai terobosan dalam pembangunan daerah, jika dapat menyiasatinya secara sosial dan berkomunikasi secara efektif bagi kepetingan umum, melalui kewenangan pemerintah daerah dan adat. Yang bermuatan positif dapat merupakan konsep ideal bagi pembangunan daerah; (2) Bioetika pertanian dalam kearifan lokal suku-suku minoritas di pedalaman yang terbelakang dan jauh dari sentuhan budaya maju dijumpai konsep-konsep pembangunan yang menjadi kekayaan budaya dan perlu digali, dipelajari serta dilestarikan, (3) Perlu lebih diperhatikan potensi sosial budaya lokal dengan bahasa dan muatan kearifan-kearifan dalam bioetika pertanian yang dianutnya serta maknanya bagi pembangunan pertanian.
- ItemBioetika: Konservasi Serangga dan Tanaman Transgenik Tahan Hama(BB Biogen, 2009-12) Bahagiawati; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianBioetika: Konservasi Serangga dan Tanaman Transgenik Tahan Hama. Asosiasi Bioetika Asia menyatakan bahwa bioetika merupakan kajian multidisiplin dari isu filosofi, etika, sosial, hukum, ekonomi, kedokteran, agama, lingkungan, dan isu terkait lainnya yang muncul dari penerapan ilmu biologi dalam kehidupan manusia dan biosfirnya. Empat prinsip dalam bioetika adalah doing good, doing no harm, independency, dan justice. Penerapan ilmu biologi, khususnya di bidang pertanian, termasuk entomologi dan bioteknologi, hendaknya tidak menyalahi keempat prinsip tersebut. Kenaikan jumlah penduduk yang tidak diimbangi oleh kenaikan produksi pangan. Jumlah populasi dunia pada tahun 2002 mencapai 6.137 juta jiwa, 4.944 juta hidup di negara-negara berkembang. Rata-rata kenaikan jumlah penduduk dunia adalah 1.3%, sekitar 75 juta per tahun. Peningkatan produksi pertanian perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat. Pada dekade ini banyak dicanangkan paradigma baru dalam ilmu pertanian dimana faktor lingkungan menjadi fokus utama, termasuk konservasi serangga. Serangga sangat penting dalam rantai makanan di alam dan merupakan spesies yang terbesar jumlahnya. Banyak sekali serangga yang berguna, seperti lebah madu, penyerbuk, ulat sutera, dan musuh alami hama, sehingga layak mendapat perhatian. Prinsip kehati-hatian perlu diperhatikan dalam pengembangan paradigma konservasi serangga. Konservasi serangga tidak dapat diterapkan begitu saja, tetapi harus berdasarkan konsep tertentu, misalnya diterapkan di lokasi tertentu, seperti cagar alam atau taman nasional. Tidak semua sistem pertanian dapat begitu saja diterapkan dengan konservasi serangga. Misalnya, pelestarian dan pemanfaatan serangga berguna dapat dilakukan dengan membudidayakannya, seperti budidaya lebah madu, ulat sutera, dan musuh alami hama tanaman. Salah satu upaya yang mendekati konservasi serangga adalah sistem pertanian yang menerapkan pengendalian hama terpadu dengan komponen utama varietas tahan dan musuh alami. Namun, penyediaan tanaman tahan hama sangat terbatas, karena keterbatasan plasma nutfah tahan hama. Demikian pula dengan musuh alami; tidak semua musuh alami dapat diperbanyak dengan mudah dan tersedia tepat waktu dan jumlah yang cukup ketika diperlukan. Pada saat ini di Indonesia, hama masih menjadi faktor utama pembatas peningkatan produksi bahan pangan. Saat ini dunia juga sedang mengalami krisis pangan. Bagaimana peran bioteknologi dalam meningkatkan harkat hidup manusia? Apakah bioteknologi melanggar prinsip bioetika? Hal ini masih dalam perdebatan. Pengalaman selama 12 tahun menunjukkan bahwa bioteknologi ikut berperan dalam meningkatkan ketahanan pangan melalui sistim pertanian berkesinambungan yang dapat mengkonservasi lingkungan dan berpotensi mereduksi kemiskinan dan kelaparan. Apakah produk bioteknologi berupa tanaman transgenik tahan hama menyalahi bioetika? Data menunjukkan bahwa tanaman transgenik tahan hama dapat dipadukan dengan sistim pengendalian hama terpadu, sehingga peran musuh alami dapat ditingkatkan, karena penggunaan tanaman transgenik diharapkan dapat menurunkan penggunaan pestisida. Tanaman transgenik terbukti telah dapat meningkatkan harkat hidup petani di India, Cina, dan Filipina. Tanaman transgenik tahan hama cenderung disenangi petani, karena memberikan keuntungan lebih besar dan dapat melestarikan lingkungan dibandingkan dengan teknologi pertanian yang yang lebih mengutamakan pestisida.
- ItemEkspor-Impor Ikan Hias: Tinjauan Segi Etika dan Fish Welfare(BB Biogen, 2009-12) Mufidah ...[at al], Tatik; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianEkspor-Impor Ikan Hias: Tinjauan Segi Etika dan Fish Welfare. Dalam makalah ini difokuskan pada isu etika meliputi spesies ikan hias dari laut maupun air tawar, terutama perhatian mengenai lingkungan dan kesejahteraan ikan. Pada sisi positif, setiap akuarist merasa senang jika akuariumnya tumbuh dan hidup setiap harinya sehingga mereka dapat mengetahui dan meningkatkan pengetahuan tentang kehidupan di bawah laut. Tetapi di sisi lain, kemungkinan akan ada kematian spesies akuatik akibat ketidaksesuaian dengan spesies akuatik lain atau timbulnya kerusakan akibat perubahan ekosistem buatan tersebut. Fish welfare sering diabaikan karena (1) ikan tidak bisa diraba atau disentuh dengan kasih sayang seperti halnya dengan pet animals, (2) ikan tidak bisa bereaksi dengan manusia kecuali jika ikan merasa lapar atau ketakutan, (3) manusia tidak dapat mendengar atau berkomunikasi dengan ikan, (4) ikan tidak dapat menangis kalau merasa sakit, menggonggong meminta perhatian atau untuk menunjukkan keinginannya, (5) ikan mudah terabaikan, dan (6) ikan adalah hewan berdarah dingin yang berbeda dengan mamalia. Sehingga ada anggapan kalau ada ikan mati maka solusinya adalah “beli lagi saja yang baru”. Studi kasus pada beberapa perusahaan ekspor-impor ikan hias yang harus memenuhi dan mematuhi peraturan perundangan-undangan yang berlaku seperti UU RI No. 16 Tahun 1992 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan, dan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999 tentang biota perairan yang dilindungi, serta yang bersifat khusus tentang Keputusan Dirjen Perikanan No. HK.330/113.6631/96 tentang ukuran, lokasi, dan tata cara penangkapan ikan Napoleon wrasse. Tindakan di lapang yang selama ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut meliputi tindakan birokrasi dengan perlunya melampirkan sertifikat kesehatan ikan hias dan menunjukkan dokumen CITES dari Ditjen PHPA Departemen Kehutanan tetapi masih lemahnya segi pengawasan dari sisi fish welfare.
- ItemIsu Nasional dalam Bioetika di Indonesia(BB Biogen, 2009-12) Nazif, Amru Hydari; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianIsu Nasional dalam Bioetika di Indonesia. Masalah yang dihadapi dalam memajukan telaah kebioetikaan di Indonesia memang banyak, namun dapat dipilah dan dikelompokkan sehingga dapat dikaji secara seksama menurut kepentingan dan prioritasnya. Beberapa isu yang berkaitan dengan bioetika dan menjadi perhatian saat ini khusus dalam kehidupan manusia, ialah (1) cakupan pengertian, (2) analisis etika, (3) etika kebolehpatenan temuan biologi dan bioteknologi, dan (4) rencana tindak pendidikan bioetika. Pemahaman mengenai bioetika sudah menjadi keharusan bagi ilmuwan-peneliti yang bergerak dibidang ilmu-ilmu hayati. “Bioetika” di dunia internasional sudah menjadi fokus baru, bahkan menjadi semacam ilmu-sosial baru, karena cakupannya sudah menjadi sesuatu yang menawarkan solusi dari konflik moral yang timbul dalam dunia kedokteran dan ilmuilmu hayati. Prinsip-prinsip bioetika akan menjadi tumpuan analisis isu ikutan yang berkaitan dengan bioetika dan menjadi perhatian saat ini khusus dalam kehidupan manusia, seperti yang dibidang pengklonaan, rekayasa mikroba yang berpotensi untuk digunakan sebagai senjata biologi, penggunaan dan kepemilikan jaringan manusia, ajuan paten untuk “temuan” gen (paten proses atau paten produk?), sampai dengan akses terhadap keragaman hayati dan keamanan pangan produk transgenik.
- ItemKajian Bioetika dan Kesejahteraan Ikan sebagai Sumber Daya dan Produk Ikan(BB Biogen, 2009-12) Hadie ...[at al], Wartono; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianKajian Bioetika dan Kesejahteraan Ikan sebagai Sumber Daya dan Produk Ikan. Ikan pada umumnya dapat dipandang dari dua dimensi yang berbeda, sebagai sumber daya dan sebagai produk perikanan. Sebagai sumber daya, ikan berinteraksi dengan lingkungannya yang membentuk suatu ekosistem dan mata rantai kehidupan. Sedangkan sebagai produk perikanan, ikan bisa merupakan produk asli atau sudah dimodifikasi atau direkayasa secara genetik (genetically modified organism). Dalam kedua dimensi ini, pandangan manusia harus diarahkan kepada kesejahteraan manusia dan juga kesejahteraan ikan (scientien). Sebagai produk yang mendatangkan kesejahteraan manusia, ikan dapat dibagi kedalam kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer dalam arti bahwa ikan menjadi bahan pangan, sedangkan kebutuhan skunder ikan dapat menjadi pemuas (hobi). Ikan hias umumnya dapat dipandang dari dua sisi yang berbeda, yakni bentuk tubuh dan warna yang menarik. Untuk mendapatkannya, para praktisi telah mengupayakan dengan cara apapun termasuk membuat mutasi. Ikan-ikan mutasi umumnya merupakan produk yang menarik, karena memiliki bentuk atau ukuran tubuh yang tidak seperti biasanya. Ikan mutan dan transgenetik umumnya dapat memiliki bentuk dan warna yang menarik, namun demikian hasil ini pastilah bukan kejadian alami. Sebagai sumber daya, ikan dapat mengalami tekanan, melalui kegiatan manusia dalam mengekstraksi sumber daya alam, tekanan terhadap habitat, yang berarti ikan tidak sejahtera. Sebagai produk ikan pangan, ikan harus dieksploitasi dari alam ke dalam kawasan budi daya melalui domestikasi. Dalam domestikasi, adakalanya manusia tidak memperhatikan azas-azas kesejahteraan ikan sehingga bisa membuat ikan stres.
- ItemKajian Ekonomis dan Pengembangan Pengetahuan Lokal Teknologi Budi Daya Jeruk di Lahan Pasir Pantai Selatan Kabupaten Kulon Progo(BB Biogen, 2009-12) Rustijarno ...[at a], Sinung; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianKajian Ekonomis dan Pengembangan Pengetahuan Lokal Teknologi Budi Daya Jeruk di Lahan Pasir Pantai Selatan Kabupaten Kulon Progo. Pengelolaan sistem usahatani di lahan pasir Pantai Selatan Kulon Progo memerlukan biaya agroinput yang tinggi, sehingga perlu dipilih komoditas yang mampu beradaptasi dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Komoditas tanaman yang mampu beradaptasi di lahan pasir di antaranya adalah semangka, cabe, melon, dan jeruk Siam. Berbagai teknologi pertanian di lahan pasir pantai selatan Kulon Progo sudah didiseminasikan ke petani melalui teknologi perbaikan sifat fisik dan kimia tanah dengan penggunaan bahan organik dan pembenah tanah. Perubahan teknologi memiliki konsekuensi tambahan biaya dan risiko kegagalan, sehingga petani menerapkan teknologi budi daya berbasis pengetahuan lokal (indigenous knowledge) berdasarkan kesesuaian teknis, sumber daya, dan sosial ekonomi petani serta infrastruktur yang tersedia. Pengkajian dilakukan di Dusun Garongan, Desa Plered, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, pada bulan Agustus-November 2006, dengan menggunakan metode survei. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa budi daya jeruk di lahan pantai selatan Kulon Progo dirintis sejak tahun 1998 dan berkembang mulai tahun 2003. Usahatani jeruk cukup menguntungkan, dengan nilai NPV Rp 11.025.115, net B/C 3,49, dan IRR 19,16% serta payback period selama 3 tahun. Pengetahuan lokal petani berkembang untuk mengantisipasi permasalahan teknis budi daya di lahan pasir yang miskin hara, di antaranya peningkatan kualitas kesuburan lahan dan penanggulangan hama dan penyakit. Akses dan jaringan informasi cukup baik, tetapi kelemahannya adalah aspek pemasaran hasil, karena bergantung pada pedagang lokal. Manajemen pemasaran jeruk Siam di daerah ini perlu diperbaiki.
- ItemKasus Peredaran Daging “Glonggong” Ditinjau dari Aspek Bioetika dan Etika Perdagangan Produk Peternakan(BB Biogen, 2009-12) Priyanto, Dwi; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianKasus Peredaran Daging “Glonggong” Ditinjau dari Aspek Bioetika dan Etika Perdagangan Produk Peternakan. Pada saat menjelang lebaran Idul Fitri, kasus peredaran daging “glonggong” semakin mencuat, seiring dengan permintaan konsumen yang meningkat. Daging “glonggong” adalah produk daging (biasanya daging sapi) dari hewan yang akan disembelih diberi minum sebanyak-banyaknya sampai lemas. Sapi tersebut diikat dengan kaki depan diangkat ke atas, kemudian diberi minum dengan memasukkan air melalui corong bambu atau selang ke dalam perut sapi selama 6 jam. Hal ini tentu membuat sapi kesakitan, sehingga dapat dikategorikan dalam kasus penyiksaan hewan. Cara ini dilakukan sebagai akal-akalan untuk menambah bobot daging. Produk daging tersebut secara ekonomis memberikan kompensasi keuntungan bagi produsen hingga Rp 15.142/kg daging atau setara dengan Rp 1.059.940/ekor, tetapi juga sekaligus merugikan konsumen, karena melanggar hak konsumen. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa produk tersebut haram, karena diperoleh dari penyiksaan hewan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga mengindikasikan bahwa produk daging tersebut rawan terhadap kesehatan konsumen, karena lebih mudah terkontaminasi bakteri patogen. Dengan demikian, hal ini termasuk dalam kasus pelanggaran baik terhadap ternak maupun penipuan konsumen. Namun demikian, kasus ini masih menjadi kontroversi di antara para penentu kebijakan.
- ItemKemungkinan Transgenik pada Tanaman Pakan Ternak(BB Biogen, 2009-12) Prawiradiputra, Bambang R.; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianKemungkinan Transgenik pada Tanaman Pakan Ternak. Tanaman transgenik pada saat ini sudah semakin banyak jenisnya dan penyebarannya sudah memasuki banyak negara. Di antara jenis-jenis tanaman yang sudah disisipi dengan gen dari bakteri adalah kapas, kedelai, tomat, jagung, dan beras. Kapas dan kedelai transgenik sudah beberapa lama masuk ke Indonesia. Bukan tidak mungkin tomat, jagung, dan beras transgenik juga segera masuk pasar di Indonesia. Sampai sejauh ini masih terdapat pro-kontra atas kehadiran tanaman (dan produkproduk) transgenik sehingga perlu diutamakan kehati-hatian jangan sampai terjadi kerugian yang sangat besar dan tidak dapat diperbaiki. Dilihat dari peluangnya, tanaman pakan ternak (khususnya leguminosa) juga cepat atau lambat bisa disisipi gen-gen tertentu, misalnya agar kandungan proteinnya meningkat, agar tahan kekeringan (untuk wilayah kering), tahan salinitas (untuk wilayah salin), dan sebagainya. Peluang untuk ini sangat besar apabila diingat bahwa kebutuhan protein hewani di dunia semakin besar, sehingga dibutuhkan lebih banyak pakan untuk ternak, baik ternak penghasil daging maupun penghasil susu. Untuk mengurangi kemungkinan yang merugikan masyarakat banyak sudah selayaknya Departemen Pertanian beserta unit-unit kerjanya dan lembaga-lembaga lain yang berwenang, meningkatkan kewaspadaannya.
- ItemMetode In Vivo pada Terapi Jus Lidah Buaya terhadap Luka Insisi Pseudomonas aeruginosa: Kajian Bioetika dan Animal Welfare(BB Biogen, 2009-12) Lusiastuti ...[at al], Angela M.; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianMetode In Vivo pada Terapi Jus Lidah Buaya terhadap Luka Insisi Pseudomonas aeruginosa: Kajian Bioetika dan Animal Welfare. Masalah etika pokok dalam penelitian biologi adalah adanya pelanggaran kewajiban moral untuk menghormati mahluk hidup, walaupun tujuannya justru untuk memajukan kehidupan manusia. Etika akan menguraikan refleksi penelitian ilmiah tentang tanggung jawab dan batas-batas yang harus dilakukan peneliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan secara in vivo antara penggunaan jus lidah buaya, sulfanilamide, dan oksitetrasiklin terhadap lama waktu kesembuhan luka insisi akibat infeksi P. aeruginosa. Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norwegicus) betina berumur kurang lebih tiga bulan sebanyak 68 ekor. Sebanyak 36 ekor digunakan untuk penentuan dosis infeksi dengan melakukan insisi pada musculus longissimus dorsi dan diinfeksi P. aeruginosa. Dosis infeksi pada pengenceran terendah yang dapat menginfeksi 100% hewan coba. Selanjutnya, hewan yang terinfeksi P. aeruginosa ini digunakan untuk penelitian terapi topikal dengan empat perlakuan berbeda. Perlakuan I menggunakan terapi topikal jus lidah buaya; Perlakuan II menggunakan sulfanilamide; Perlakuan III menggunakan oksitetrasiklin, dan Perlakuan IV hanya digunakan akuades, sebagai kontrol, untuk membersihkan luka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus lidah buaya memberikan waktu kesembuhan luka yang tercepat (5,25±1,035 hari) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Secara umum, penelitian ini menggunakan prosedur pada hewan coba dengan lima “bebas”, yaitu bebas dari rasa lapar dan haus; bebas dari rasa tidak nyaman; bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit; bebas mengekspresikan tingkah laku normal, dan bebas dari rasa takut dan stres.
- ItemPengembangan Vaksin Penyakit Jembrana pada Sapi Bali Berbasis Protein Rekombinan: Implementasi Prinsip Bioetika Utilitarianism(BB Biogen, 2009-12) Margawati ...[at al], Endang Tri; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianPengembangan Vaksin Penyakit Jembrana pada Sapi Bali Berbasis Protein Rekombinan: Implementasi Prinsip Bioetika Utilitarianism. Penyakit Jembrana pada sapi Bali disebabkan oleh virus yang termasuk dalam kelompok Lentivirus dari familii Retroviridae. Selama ini pencegahan dilakukan dengan vaksinasi menggunakan crude vaccine berasal dari organ limpa sapi Bali terserang akut penyakit Jembrana. Crude vaccine mempunyai daya imunogenitas rendah, tidak stabil, mahal, dan ketersediaannya terbatas atau tidak imbang antara jumlah vaksin dan jumlah populasi sapi Bali. Pengembangan vaksin Jembrana oleh karenanya dirasa perlu untuk meningkatkan mutu dan kuantitas vaksin Jembrana. Guna memenuhi keperluan tersebut pendekatan dengan teknologi DNA rekombinan utamanya pada protein rekombinan adalah terobosan yang tepat untuk penyediaan vaksin Jembrana berbasis molekuler. Pemilihan teknologi tersebut untuk pengembangan vaksin masih termasuk dalam salah satu prisnsip dari teori bioetika, yaitu prinsip utilitarianisme bahwa menghasilkan bahan atau barang yang sangat besar untuk jumlah yang sangat besar. Sebagai bahan vaksin rekombinan digunakan potongan gen yang berasal dari genom virus Jembrana. Diketahui bahwa genom JDV berukuran 7.732 pb. Salah satu gen dalam genom JDV, yaitu gen tat yang merupakan asesoris kecil terletak di antara gen pol dan gen env. Gen env dapat menyandi protein rekombinan JSU dan JTM. Sementara ini telah dikloning protein JTat dengan sistem pET yang mempunyai fusi protein his-tag berukuran 6 histidin. Ukuran fusi tag yang sangat kecil ini menjadikan protein rekombinan JTat yang dihasilkan mempunyai efikasi tinggi. Sistem ekspresi melalui E. coli BL-21 saat ini sedang diuji dalam skala laboratorium (200 ml kultur). Keberhasilan kloning JTat sebagai vaksin rekombinan Jembrana ini akan mendorong untuk perakitan clone dari sumber gen env (JSU dan JTM) sebagai bahan vaksin rekombinan Jembrana lainnya.
- ItemPenggunaan Sumber Daya Genetik Mikrobia dan Hasil Rekayasa Genetik di Lingkungan Alami: Pentingnya Kajian Bioetika(BB Biogen, 2009-12) Solihah, Jumailatus; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianPenggunaan Sumber Daya Genetik Mikrobia dan Hasil Rekayasa Genetik di Lingkungan Alami: Pentingnya Kajian Bioetika. Isolasi mikrobia dari lingkungan alami banyak dilakukan dalam berbagai penelitian untuk bermacam tujuan, antara lain untuk mendapatkan mikrobia yang dapat mempercepat suatu proses, menghasilkan enzim atau metabolit tertentu, mampu hidup di lingkungan dengan cekaman, atau untuk tujuan konservasi. Secara umum, tujuan akhirnya adalah untuk kesejahteraan manusia. Tahap isolasi tersebut umumnya akan dilanjutkan dengan tahap eksplorasi potensi maksimal isolat terpilih hingga tahapan rekayasa genetik, dan pada akhirnya aplikasi di lingkungan alami. Mikroorganisme yang diisolasi dan dikembangkan di laboratorium yang kemudian dilepas di lingkungan sudah mengalami serangkaian proses adaptasi terhadap lingkungan buatan yang diciptakan manusia. Perubahan, baik secara fisiologis ataupun genetik, baik karena disengaja (khususnya melalui proses rekayasa genetik), maupun tidak disengaja (misalkan terjadi mutasi akibat kesalahan metodologis atau human error) sangat mungkin terjadi pada mikroorganisme tersebut, sehingga ketika dilepas di lingkungan alami mungkin tidak akan berperilaku seperti di lingkungan laboratorium, bahkan berbeda dari lingkungan alami dari mana ia berasal. Meskipun di tujukan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, pelepasan isolat mikroorganisme hasil pengembangan di laboratorium serta potensinya dalam mengubah lingkungan alami memunculkan kekhawatiran berbagai pihak, khususnya masyarakat awam. Kajian bioetik sangat penting khususnya dalam tahap aplikasi di lingkungan di luar laboratorium. Analisis keuntungan aplikasi di lingkungan alami harus diimbangi dengan analisis risiko (risk analysis) dengan mempertimbangkan berbagai pihak yang akan terkena dampak (baik dampak positif ataupun negatif). Selain itu, sosialisasi yang layak pada pihak-pihak terkait sebelum aplikasi dilakukan dapat mereduksi munculnya konflik di masyarakat.
- ItemPerspektif Bioetika dalam Bioteknologi Reproduksi(BB Biogen, 2009-12) Triwulanningsih, Endang; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianPerspektif Bioetika dalam Bioteknologi Reproduksi. Saat ini, bioteknologi pada ternak telah berkembang pesat. Beberapa orang merasa tidak senang dengan perkembangan ilmu ini, terutama peneliti yang mengubah genetik ternak. Mereka takut bahwa penerapan bioteknologi pada ternak dapat menjadi ancaman baru bagi manusia di masa yang akan datang. Biotek-nologi adalah semua teknik yang menggunakan atau menyebabkan suatu organisme berubah material biologisnya. Berdasarkan etika, maka modifikasi genetik pada hewan atau ternak dapat dilakukan sepanjang untuk kesejahteraan manusia serta dapat dipertanggungjawabkan tidak mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hewan (animal welfare). Teknik reproduksi kloning sudah banyak diterapkan pada tanaman, namun masih sedikit pada hewan ternak. Teknik ini lebih baik dilakukan pada ternak yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, seperti sapi perah yang mempunyai produksi susu tinggi. Walaupun teknik reproduksi kloning ini dapat dilakukan pada manusia, tetapi secara profesional, medis, dan etis tidak dapat diterima, karena dapat berisiko kesehatan dan secara psikologis serta rasional berbahaya. Beberapa ahli berpendapat bahwa kloning pada hewanpun merupakan tindakan kriminal dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena dapat mengakibatkan penyaan (ageing) dan kerusakan genetik yang tidak dapat dibayangkan. Beberapa ide spekulatif dilontarkan untuk membuat klon beberapa organ dari seseorang yang telah meninggal, seperti organ bayi yang sudah meninggal. Organ hasil kloning kemudian ditransplantasikan pada seseorang yang membutuhkan yang karena satu dan lain hal organnya tidak dapat berfungsi normal. Kini telah berkembang suatu klon dari sel manusia yang dibuat untuk keperluan medis, seperti sel punca embrionik (embryonic stem cells) untuk keperluan medis. Status penggunaan embrio manusia, apakah ini sama dengan membunuh manusia untuk tujuan pengobatan manusia yang lain? Haruskah menggunakan embrio awal (early embryo) untuk membuat sel punca? Hal ini masih menjadi perdebatan di antara para ahli agama, orang yang berkepentingan medis, dan para peneliti. Di satu sisi ada yang menganggap bahwa embrio awal adalah “suatu sel dan tidak lebih”, bukan manusia, sebab jika tidak berkembang dan tidak hidup di dalam rahim, maka tidak akan menjadi manusia. Jadi penelitian embrio manusia dapat diizinkan? Di sisi lain, para ahli berpendapat bahwa embrio manusia adalah bakal manusia, jadi tidak diizinkan menggunakan sel punca manusia sebagai bahan penelitian baik untuk kepentingan medis maupun penelitian lain, termasuk replecement cells.