Jurnal Hukum Pertanian
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Jurnal Hukum Pertanian by Author "Novianto"
Now showing 1 - 3 of 3
Results Per Page
Sort Options
- ItemPelepasan Varietas Tanaman Produk Rekayasa Genetik (Suatu Tinjauan Hukum)(Biro Hukum Kementerian Pertanian, 2021) Novianto; Lestari, Yulianti PujiPelepasan varietas tanaman merupakan pengakuan dari negara terhadap keunggulan suatu varietas. Penaturan pelepasan varietas ini sudah lengkap mulai dari undang-undang sampai dengan Peraturan Menteri. Pengaturan yang telah lengkap ini akan tetapi tidak menjamin lancarnya pelepasan varietas tanaman produk rekayasa genetik. Sampai dengan saat ini dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2021 baru terdapat 3 (tiga) varietas tanaman produk rekayasa genetik yang telah dilepas di Indonesia, hal ini membuktikan bahwa kelengkapan peraturan perundang-undangan tidak berbanding lurus dengan jumlah pelepasan varietas tanaman produk rekayasa genetik. Tinjauan hukum ini dilakukan dengan melihat sejarah pengaturan hukum produk rekayasa genetik di Indonesia termasuk di dalamnya pengaturan mengenai pelepasan varietas tanaman produk rekayasa genetic. Selain itu tinjuan ini juga melihat dari aspek administrasi negara, khususnya asas diskresi yang merupakan tindakan hukum administrasi negara yang diambil jika tidak ada, atau pengaturannya tidak secara tegas mengatur hal tersebut. Tindakan diskresi tersebut dibatasi dengan asas yuridikitas dan asas legalitas. Kata kunci: administrasi, diskresi, genetic, hukum, pelepasan, rekayasa, transgenik, varietas.
- ItemPengaturan Kewenangan Keamanan Pangan Dengan Ditetapkannya Peraturan Presiden No 66/2021 Tentang Badan Pangan Nasional: Suatu Tinjauan Hukum(Biro Hukum Kementerian Pertanian, 2022) Purnomo, M.M. Eddy; NoviantoPeraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Peraturan Presiden ini mengatur mengenai pembentukan Badan Pangan Nasional yang sesuai dengan Undang-Undang Pangan keberadaannya untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Akan tetapi dalam pengaturannya mengatur pula kelembagaan yang bertanggung jawab terhadap keamanan pangan. Pengaturan dalam Peraturan Presiden inilah yang akhirnya mengubah beberapa kewenangan yang terkait dengan pengaturan pangan, khususnya mengenai keamanan pangan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan mengatur mengenai kewenangan keamanan pangan berada di kementerian teknis, salah satunya Kementerian Pertanian, di mana Kementerian Pertanian bertanggung jawab mengenai keamanan pangan segar baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan. Tulisan ini memperlihatkan di mana kewenangan keamanan pangan seharusnya berada. Analisis ini terhadap hal ini dilakukan dengan menggunakan teori hierarki perundang-undangan dan teori kewenangan, teori hierarki perundang-undangan akan melihat dari sisi peraturan perundang undangan yang lebih rendah tidak dapat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sedangkan teori kewenangan akan memperlihatkan sumber kewenangan dalam pengaturan keamanan pangan. Kedua teori di atas akan memperlihatkan kewenangan pengaturan keamanan pangan lebih tepat berada di Kementerian Pertanian atau di Badan Pangan Nasional di dasarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- ItemPenyelesaian Sengketa di World Trade Organization : Tinjauan Kasus Importasi Produk Hortikultura, Hewan dan Produk Hewan – DS 477/478(Biro Hukum Kementerian Pertanian, 2022) NoviantoPenyelesaian sengketa perdagangan internasional mengalami perubahan yang mendasar dengan ditandatanganinya Marrakesh Agreemant Establishing the World Trade Organization (WTO) tanggal 15 April 1994 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995. Indonesia telah dituntut oleh Amerika Serikat dan Selandia Baru yang disebabkan kebijakan importasi yang tidak sesuai dengan hukum WTO. Ketentuan yang terdapat di dalam hukum WTO tidak membolehkan lagi pengaturan yang bersifat pelarangan maupun pembatasan terhadap impor & ekspor. Indonesia sebagai anggota WTO mempunyai kewajiban untuk mematuhi ketentuan yang terdapat dalam perjanjian WTO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kebijakan perdagangan Indonesia masih bersifat membatasi sehingga negara lain dapat mengajukan gugatan ke WTO. Pengambil kebijakan di Indonesia juga belum memahami ketentuan WTO khususnya yang terdapat dalam GATT 1994 maupun perjanjian di bidang pertanian. Pengaruh dari putusan panel dan Appellate Body dapat terlihat dalam perubahan Permentan dan Permendag, yang mengikuti rekomendasi dari panel dan Appellate Body. Perubahan ini memperlihatkan adanya pengaruh yang kuat dari putusan panel dan Appellate Body DSB WTO terhadap perubahan kebijakan aturan terkait dengan impor produk hortikultura, hewan dan produk hewan hal ini menunjukkan bahwa suatu putusan pengadilan internasional dapat menjadi faktor yang menentukan dalam perubahan suatu peraturan di Indonesia.