Prosiding Seminar Nasional Membangun Pertanian Modern dan Inovatif Berkelanjutan dalam Rangka Mendukung MEA

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 5 of 160
  • Item
    Potensi Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Pupuk Organik dengan Berbagai Dekomposer
    (BB Pengkajian Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Purnamayani, Rima; Hendri, J; Salvia, E; Gusfarina, D.S; BPTP Jambi
    Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah padat yang jumlahnya cukup besar, namun pemanfaatannya masih terbatas. Pengolahan TKKS menjadi pupuk organik menjadi salah satu alternatif pemanfaatan limbah TKKS yang menumpuk dan secara ekonomis sebagai suplai unsur hara organik bagi tanaman. Lamanya waktu yang dibutuhkan pada proses pengomposan TKKS akan menimbulkan permasalahan, sehingga dibutuhkan strategi untuk mempercepat proses biodekomposisi bahan organik yaitu dengan memanfaatkan aktivator/dekomposer. Pengkajian ini dilaksanakan di areal petani plasma di Desa Muara Delang Kecamatan Tabir Selatan Kabupaten Merangin dari bulan Januari-Desember 2011. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan, terdiri dari: kontrol, jenis dekomposer orlitani, dekomposer M-Dec, dekomposer Promi dan dekomposer Stardec. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa jenis dekomposer berpengaruh nyata terhadap rasio C dan N, serta berpengaruh tidak nyata terhadap rendemen pupuk organik dan kandungan hara P, K, Ca dan Mg. Hasil Uji Duncan menyatakan bahwa perlakuan kontrol dengan jenis dekomposer orlitani, promi dan stardec berbeda tidak nyata tetapi berbeda nyata dengan jenis dekomposer M-Dec. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dekomposer M-Dec belum mampu menurunkan rasio C/N dalam masa dekomposisi selama 3 bulan.Hasil analisis sidik ragam rendemen TKKS menunjukkan bahwa pengaruh jenis dekomposer ini berbeda tidak nyata.Hasil uji lanjutan Duncan, bahwa jenis dekomposer orlitani, promi dan kontrol berbeda tidak nyata tetapi ketiganya berbeda nyata dengan jenis dekomposer stardec dan M-dec. Bahan organik hasil dekomposisi dengan menggunakan M-Dec memiliki kandungan C-organik yang tertinggi (32,81%). Kualitas pupuk organik asal TKKS ini digambarkan dengan kandunganhara makro tersedia yaitu 1,08% N-total, 1,32 ppm P-tersedia, 75,07 ppm K-tersedia, 731,26 ppm Ca-tersedia dan 61,64 ppm Mg-tersedia.
  • Item
    EVALUASI KUALITAS AIR IRIGASI PADA BUDIDAYA PADI IP 400 DI KABUPATEN SIMALUNGUN
    (BB Pengkajian Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Ramija, Khadijah EL; Manurung, Erpina Delina; Batubara, Siti Fatimah; Susanto, Andriko Noto; BPTP Jambi
    Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi guna memenuhi swasembada pangan adalah dengan meningkatkan indeks pertanaman padi. IP padi 400 diartikan dengan menanam dan memanen padi empat (4) kali setahun. Penanaman yang intensif dibarengi dengan pemupukan yang intensif akan mempengaruhi kualitas air di lahan sawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas air pada budidaya padi IP 400 di Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai Desember 2012 di Desa Purbaganda Kecamatan Pematang Bandar Kabupaten Simalungun. Dari hasil analisis terhadap sifat kimia air irigasi diketahui bahwa pH air mengalami penurunan selama empat musim tanam, daya hantar listrik mengalami peningkatan pada MT II, dan stabil kembali pada MT III dan IV, N-total air menurun pada MT II, kemudian meningkat pada MT III, dan kembali stabil pada MT IV, namun secara umum relatif stabil, P-air secara umum mengalami peningkatan, K air relatif stabil, dan Fe air berfluktuasi selama empat musim tanam. Dari nilai F hitung secara umum memperlihatkan bahwa perlakuan pengairan dan pemupukan serta interaksi pengairan dan pemupukan terhadap kualitas air tidak berbeda nyata selama emapat musim tanam. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa budidaya padi intensif selama empat musim tanam (IP 400) tidak menurunkan kualitas air irigasi sehingga tetap aman untuk dimanfaatkan sebagai sumber air pada budidaya padi selanjutnya.
  • Item
    TINGGI MUKA AIR TANAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PRODUKSI TANAMAN DUKU (Lansium Domesticum Corr) DI KABUPATEN MUARO JAMBI
    (BB Pengkajian Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Purnama, Hendri; Hernita, Desi; BPTP Jambi
    Duku termasuk salah satu tanaman hortikultura dan primadona buah tropis serta mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi. Kabupaten Muaro Jambi khususnya kecamatan Kumpeh Ulu merupakan penghasil terbesar duku di Propinsi Jambi, dimana dikenal dengan nama duku Kumpeh, yang mempunyai rasa manis, biji kecil dan daging buah yang tebal. Lahan pertanaman duku di Kumpeh Ulu adalah di dominasi oleh jenis tanah Entisol dengan kadar hara yang rendah. Tetapi walaupun kadar hara pertanaman duku ini relatif sama, tetapi produksi duku di tiap desa tidak sama per pohonnya, sehingga perlu diketahui faktor yang menyebabkan perbedaan dalam hal produksi tanaman duku ini. Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Muaro Jambi tepatnya di sentra duku yaitu di kecamatan Kumpeh Ulu, di desa Arang -arang, Lopak Alai, Pemunduran dan Teluk Raya. Penelitian dilaksanakan selama 3 Tahun Yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2011. Metode penelitian yang digunakan yaitu dilapangan menggunakan purposive sampling dengan mengambil sampel tanaman duku yang berumur sama (30 tahun) sebanyak 20 pohon per desa, dan selanjutnya di ambil sampel tanah untuk dianalisis serta melakukan pengukuran tinggi muka air tanah setiap bulan selama tiga tahun di setiap sampel tanaman tersebut, dan setiap tahun dihitung produksi tanaman sampel. Selanjutnya dilakukan metode analisis data menggunakan metode statistikuntuk membandingkan antara tingkat produksi dengan keadaan tinggi muka air tanah dan hara tanah. Dari hasil penelitian diketahui ternyata di daerah penelitan pH dan kadar hara adalah sama yaitu pH tanah masam, unsur N, P, K dan bahan organik rendah, yang mempengaruhi produksi tanaman duku secara langsung adalah tinggi muka air tanah. Produksi optimum pada tanaman duku dicapai yaitu pada ketinggian muka air tanah 141,73 cm dengan produksi rata-rata 277,50 kg/pohon.
  • Item
    PEMODELAN DOWNSCALLING LUARAN GCM MENGGUNAKAN METODE PCR DAN PLS UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN DI JAWA TENGAH
    (BB Pengkajian Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Salwati; BPTP Jambi
    Statistical downscalling adalah metoda untuk memperoleh informasi pada skala lokal dari skala yang lebih besar dengan menarik kesimpulan dari hubungan-hubungan antar skala, sedangkan fungsi yang digunakan adalah fungsi acak atau deterministik. Metode ini dapat diaplikasikan diantaranya untuk prediksi curah hujan. Data GCM yang digunakan adalah peubah luaran curah hujan dari ECHAM3 dengan resolusi 2,8o x 2,8o . Sedangkan data lokal curah hujan bulanan digunakan dari 12 stasiun hujan di Kabupaten Subang, yaitu Stasiun Ciasem, Cibandung, Cinangling, Ciseuti, Curugagung, Dangdeur, Kasomalang, Pamanukan, Pawelutan, Ponggang, Subang dan Tanjungsari dengan periode data dari tahun 1986-2002. Model SD disusun dengan menggunakan data curah hujan dari tahun 1986-2000, demikian pula data GCMnya. Reduksi data global GCM dilakukan dua tahap. Tahap pertama adalah reduksi klimatologis dengan cropping domain (grid) prediktor dengan asumsi bahwa kondisi iklim di wilayah stasiun-stasiun di Kabupaten Subang dipengaruhi oleh data GCM pada 98o44’BT – 118o13’BT dan 1o39’LU – 18o14’LS, dengan grid 8x8 sehingga terdapat 64 grid. Reduksi tahap dua dilakukan dengan metode statistik yaitu PCR (Principle Component Regression), PSL (Partial Least Squares) dan MARS (Multivariate Adaptive Regression Spline). Untuk analisis dua metode yang pertama digunakan Minitab ver. 14.1, sedangkan untuk metode yang terakhir digunakan MARS ver 2.0. Hasil uji prediksi curah hujan lokal dengan menggunakan prediktor curah hujan hasil ECHAM melalui pemodelan dengan PCR, PLS dan MARS, menunjukkan bahwa PLS memiliki nilai root mean square error prediction (RMSEP) dan mean absolute error prediction (MAEP) yang kecil dengan korelasi validasi yang lebih besar dibanding PCR ataupun MARS. Hal ini menunjukkan bahwa PLS merupakan model yang lebih akurat dibanding kedua metode lainnya. Sementara MARS masih lebih baik dibanding PCR meskipun pada nilai yang lebih bervariasi, tetapi dari nilai rata-rata, hasil RMSEP dan MAEP MARS lebih kecil dari PCR, dengan korelasi validasi yang sedikit lebih besar dibanding PCR. Sehingga untuk pembentukan model, PLS dapat dipilih, karena selain memiliki model yang lebih akurat, juga bersifat multi respon sehingga pelaksanaan pembentukan model pada banyak prediktan dapat dilakukan sekaligus, lebih cepat dibanding PCR ataupun MARS.
  • Item
    POTENSI KETERSEDIAAN HIJAUAN PAKAN LIMBAH TANAMAN JAGUNG MANIS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU .
    (BB Pengkajian Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Supriadi; Izhar, Luthfi; Safitri, Oktariani Indri; BPTP Jambi
    Keberhasilan pengembangan pertanian tergantung kepada keberhasilan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki. Potensi sumber ketersediaan hijuan pakan berdasarkan sumber daya lahan kemungkinan berbeda di setiap daerah, perbedaan ini penting sekali untuk diketahui karena akan menentukan model pengembangan usaha peternakan. Pengkajian ini bertujuan mengetahui potensi ketersedian hijauan pakan dari limbah tanaman jagung manis, dari batangnya maupun dari kulit tongkol jagung (klobot). Pengkajian ini dilakukan di Kabupaten Bintan, Kecamatan kawal, Kelurahan Malang Rapat, Provinsi Kepri, sebagai daerah sentra tanaman sayur khususnya tanaman jagung manis dari Bulan Juli sampai Agustus 2014. Metode pendekatan yang dilakukan adalah pengukuran sampel dilapangan sebanyak 10 titik dengan parameter tinggi tanaman, berat tanaman, berat tongkol jagung, berat kulit jagung dan luasan lahan yang ditanam. Hasil pengkajian menunjukan bahwa rata-rata tinggi tanaman jagung manis adalah 177,35 cm, berat basah hijauan makanan ternak (HMT) yang terdiri dari batang tanaman dan kulit tongkol jagung (klobot) adalah sebanyak 20.026,7 kg/ha/musim, kapasitas unit ternak (UT) yang dapat ditampung berdasarkan produksi basah HMT satu kali musim tanam adalah sebanyak 1,5 ekor/ha/th, dalam 1 tahun dapat menanam 3 kali. Berdasarkan analisis sederhana (output – input) usaha penanaman jagung manis dalam 1 hektar dapat mendatangkan keuntungan sebanyak Rp.48.431.500,- dengan R/C 4,4 dalam satu kali tanam.