Bunga Rampai
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Bunga Rampai by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 91
Results Per Page
Sort Options
- ItemBunga Rampai Sistem Integrasi Tanaman-Ternak(Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2011) Penyunting: Kusuma Diwyanto; Bambang Setiadi; Wisri PuastutiSistem integrasi tanaman-ternak (SITT) merupakan usaha pertanian terpadu yang sangat efisien dan telah menjadi bagian dari budaya bertani masyarakat petani di Indonesia. Kearifan lokal ini perlu terus untuk dikembangkan dan dibina dengan baik sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani. Salah satu variasi model integrasi usahatani ini adalah integrasi sapi di lahan perkebunan kelapa sawit (SISKA). Potensi lahan perkebunan sawit yang sangat besar di Indonesia tidak dapat dipungkiri mampu menjadi sumber pakan bagi usaha ternak sapi. Melalui implementasi program SITT berbasis tanaman sawit, diharapkan program nasional menuju swasembada daging sapi dapat terwujud. Buku Bunga Rampai “Sistem Integrasi Tanaman-Ternak” disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi terkait dengan pengembangan sistem integrasi ternak-tanaman, salah satunya adalah sapi-sawit. Buku ini mencakup berbagai kegiatan penelitian dan pengkajian di beberapa wilayah yang sebagian diantaranya merupakan paper yang sudah dipresentasikan di workshop nasional ”Dinamika dan Keragaan Sistem Integrasi Ternak-Tanaman: Padi, Sawit, Kakao” pada tanggal 10 Agustus 2009 oleh Puslitbang Peternakan, Bogor.
- ItemBAHAN TANAMAN UNGGUL MENDUKUNG BIOINDUSTRI KAKAO(IAARD Press, 2014) Setiyono, Rudi; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianTanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas yang cukup penting di Indonesia. Sampai saat ini, Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia. Lebih dari 90% dari keseluruhan luas areal tanaman kakao yang ada di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Meskipun demikian, produktivitas kakao masih tergolong rendah, yaitu hanya mencapai rata-rata 900 kg/ha/thn. Penyebab rendahnya produktivitas tanaman kakao adalah masih beragamnya adopsi petani terhadap teknologi budidaya, keterbatasan tersedianya bahan tanam unggul, serta serangan hama dan penyakit utama. Penemuan bahan tanaman kakao unggul seperti ICCRI 07 dan Sulawesi 03 yang tahan terhadap hama penggerek buah kakao (PBK) serta klon hibrida ICCRI 06H yang tahan terhadap penyakit vascular streak dieback (VSD) merupakan salah satu solusi dalam mengatasi masalah hama dan penyakit utama yang menjadi permasalahan serius pada tanaman kakao saat ini. Bahan tanaman kakao unggul tersebut dapat digunakan pada pengembangan tanaman kakao dalam rangka penerapan inovasi teknologi bioindustri kakao, serta dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam kegiatan perakitan bahan tanam kakao tahan PBK dan VSD di Indonesia. Keberhasilan penanganan masalah VSD dan PBK tersebut tentu tidak hanya mengandalkan pada bahan tanamnya saja, akan tetapi juga tergantung pada penerapan cara budidaya yang baik. Pemuliaan ketahanan terhadap PBK dan VSD selanjutnya akan tergantung pada seberapa besar tingkat keragaman genetik yang dapat terbentuk melalui persilangan dengan memanfaatkan klon-klon tahan tersebut, serta manajemen proses seleksinya.
- ItemPENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PRODUKSI DAN MUTU KAKAO(IAARD Press, 2014) Tjahjana, Bambang; Supriadi, Handi; Rokhmah, Dewi Nur; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianProduktivitas tanaman kakao di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh kurang sesuainya lahan yang digunakan untuk penanaman kakao. Di samping itu, juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi dan mutu kakao, yaitu genetik, budidaya, dan penanganan pascapanen, serta faktor lingkungan lainnya, yaitu lahan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi dan mutu kakao adalah tanah dan iklim. Faktor tanah meliputi ketinggian tempat, topografi, drainase, jenis tanah, sifat fisik tanah, dan sifat kimia tanah, sedangkan faktor iklim antara lain curah hujan dan suhu. Dalam skala luas, faktor lingkungan ini sulit untuk dimodifikasi sehingga untuk menghindari risiko kerusakan dan kematian maka tanaman kakao dianjurkan ditanam pada lahan yang sesuai. Penanaman kakao dengan memperhatikan kesesuaian lahan juga dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dan mutu kakao.
- ItemPEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KOMPOS(IAARD Press, 2014) Rusli, Rusli; Ferry, Yulius; Towaha, Juniaty; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianKulit buah kakao (Theobroma cacao L.) merupakan limbah pengolahan biji kakao yang jumlahnya sangat melimpah di Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negara produsen kakao ke-3 terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Komposisi buah kakao terdiri dari kulit buah sebanyak 73,7%; (b) pulpa sebanyak 10,1%; (c) plasenta sebanyak 2,0%; dan (d) biji sebanyak 14,2% sehingga dengan mengacu kepada produksi biji kakao Indonesia pada tahun 2012 yang mencapai 833.310 ton maka terdapat limbah kulit buah kakao sebanyak ± 4.324.996 ton/tahun. Selama ini limbah kulit buah kakao belum banyak dimanfaatkan, apabila dikelola dengan baik dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk kompos sehingga memberikan nilai tambah dalam pengelolaan limbah buah kakao serta dapat meningkatkan pendapatan petani kakao.
- ItemTEKNOLOGI PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN PENGGEREK BUAH KAKAO (Conopomorpha cramerella Snell.)(IAARD Press, 2014) Samsudin, Samsudin; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianPenggerek buah kakao (PBK) Conopomorpha cramerella (Snellen) merupakan hama utama pada tanaman kakao di Indonesia. Persentase serangan hama ini rata-rata dapat mencapai lebih dari 90%, yang mengakibatkan kehilangan hasil mencapai 64,9%– 82,2%. Serangan hama ini sangat khas dan sulit dideteksi karena imago betina meletakkan telur pada buah kakao yang masih muda dan gejala baru terlihat pada saat buah siap dipanen. Telur diletakkan pada permukaan buah kakao, kemudian menetas dan larva instar ke-1 menggerek kulit buah masuk ke dalam buah. Larva hidup di dalam buah sehingga sulit untuk dikendalikan. Upaya pengendalian hama ini harus dilakukan secara terpadu berbasis pemahaman terhadap bioekologi dan teknologi budidaya kakao yang baik. Pengendalian terpadu PBK meliputi: penanaman atau sambung samping dengan klon tahan PBK, pemupukan berimbang, pemangkasan secara periodik, pemanenan, sanitasi kebun, penyarungan buah muda, memelihara semut hitam, penyemprotan dengan pestisida nabati, dan penggunaan jamur entomopatogen.
- ItemPERAN MARKA MOLEKULER DALAM PERBAIKAN GENETIK TANAMAN KAKAO(IAARD Press, 2014) Izzah, Nur Kholilatul; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianTanaman kakao telah lama dibudidayakan di Indonesia karena memiliki potensi yang besar baik sebagai penghasil devisa negara maupun dari segi kegunaanya dalam berbagai produk pangan olahan. Peningkatan produktivitas kakao menjadi prioritas utama dalam rangka menunjang sektor industri yang berbahan dasar biji kakao. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi kakao adalah dengan merakit varietas baru yang mempunyai sifat produksi tinggi serta tahan terhadap hama dan penyakit utama. Perkembangan teknologi marka molekuler dapat digunakan untuk membantu para pemulia dalam mendapatkan varietas baru dengan sifat yang diinginkan. Hal ini karena marka molekuler merupakan salah satu alat untuk menganalisis genom suatu tanaman, yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya keterkaitan antara sifat yang diwariskan dengan variasi genomnya. Dalam beberapa tahun terakhir, marka molekuler banyak digunakan dalam berbagai analisis genetik, seperti penilaian hubungan genetik antar individu, pemetaan gen, pembuatan peta genetik, identifikasi lokus sifat kuantitatif (QTL), marker assisted selection (MAS), dan studi filogenetik. Pada umumnya marka molekuler dapat dimanfaatkan pada tahap seleksi tanaman. Seleksi tanaman dengan bantuan marka memberikan hasil yang cukup meyakinkan karena tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga dapat disimpulkan bahwa marka molekuler dapat dipakai sebagai alat pendukung yang efektif dan efisien dalam program percepatan pemuliaan tanaman kakao.
- ItemPERAN BIOMASSA DAN BIOINDUSTRI KAKAO DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM(IAARD Press, 2014) Supriadi, Handi; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianPerubahan iklim merupakan fenomena alam yang mempunyai dampak terhadap kehidupan makhluk hidup di bumi, termasuk pada tanaman kakao. Perubahan pola curah hujan, peningkatan suhu udara, peningkatan kejadian El Nino dan La Nina dan peningkatan tinggi permukaan air laut adalah dampak dari perubahan iklim yang mengakibatkan pertumbuhan dan produksi kakao terhambat. Upaya untuk mengatasi perubahan iklim di antaranya dapat dilakukan melalui pengelolaan biomassa dan penerapan teknologi bioindustri limbah kakao. Tanaman kakao dapat menyerap CO2 dari udara dan menyimpan karbon (biomassa). Limbah kulit buah kakao (KBK) melalui proses bioindustri dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik, arang hayati, bioetanol, dan biogas. Produk tersebut selain dapat memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah, juga dapat menambah stok karbon dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Baik biomassa maupun bioindustri, limbah kakao berperan dalam mitigasi perubahan iklim.
- ItemPENGELOLAAN USAHATANI KAKAO TERPADU UNTUK MEWUJUDKAN SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN(IAARD Press, 2014) Listyati, Dewi; Pranowo, Dibyo; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianSistem usahatani terpadu merupakan sistem pengelolaan beberapa komponen pertanian (tanaman, hewan, dan ikan) secara terpadu dengan lingkungannya untuk menghasilkan produk yang optimal dan sifatnya cenderung tertutup terhadap masukan luar. Pengembangan sistem usahatani terpadu di Indonesia masih sangat terbuka mengingat sumberdaya yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan penting di Indonesia. Luas areal pada tahun 2012 telah mencapai 1.774.463 ha sehingga menempatkan Indonesia di posisi ketiga sebagai penghasil kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Kondisi ini merupakan potensi yang besar untuk mengembangkan sistem usahatani kakao secara terpadu, di antaranya dengan menanam tanaman sela dan pengusahaan ternak. Dari sistem integrasi kakao-ternak bisa terjadi sinergisme antara tanaman, ternak, dan lingkungan dari pemanfaatan limbahnya. Limbah kulit dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk. Optimalisasi lahan dengan tanaman sela serta pemeliharaan ternak dapat meningkatkan pendapatan petani. Di samping itu, pemanfaatan limbah tanaman sebagai pakan ternak serta pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik pada tanaman dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia akan dapat mewujudkan suatu sistem pertanian berkelanjutan. Tulisan ini bertujuan mengumpulkan informasi tentang potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal penerapan sistem usahatani kakao terpadu yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan pendapatan serta menjaga kesuburan lahan.
- ItemDAMPAK KERUSAKAN OLEH JAMUR KONTAMINAN PADA BIJI KAKAO SERTA TEKNOLOGI PENGENDALIANNYA(IAARD Press, 2014) Amaria, Widi; Iflah, Tajul; Harni, Rita; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianMutu biji kakao kering dapat dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya kerusakan yang disebabkan oleh jamur kontaminan penghasil toksin (mikotoksin). Keberadaan jamur tersebut dapat dideteksi sejak kegiatan panen dan pasca panen, seperti sortasi, fermentasi, pencucian, pengeringan, dan penyimpanan. Jenis jamur kontaminan yang sering ditemukan selama tahapan ini berlangsung antara lain marga Aspergillus, Penicillium, Fusarium, Rhizopus, dan Mucor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jamur antara lain: suhu dan kelembaban, kadar air, aktivitas serangga, dan penanganan pascapanen. Mikotoksin dihasilkan dari metabolit jamur-jamur kontaminan, dan jenis yang mendominasi pada biji kakao adalah aflatoksin dan okratoksin. Kedua jenis mikotoksin tersebut selain dapat menurunkan mutu maupun kuantitas biji dan produk olahannya, juga bersifat toksik/racun yang berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker hati dan ginjal. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan dan pengendalian terhadap jamur kontaminan penghasil mikotoksin pada semua tahapan kegiatan untuk memperoleh biji kakao kering dengan mutu terbaik.
- ItemPENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO UNTUK MENDUKUNG BIOINDUSTRI KAKAO(IAARD Press, 2014) Taufiq, Efi; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianPenyakit busuk buah kakao (BBK) merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya kakao karena merupakan faktor pembatas produksi yang penting. Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman terutama pada buah muda dan buah matang. Patogen penyakit BBK adalah Phytophthora palmivora. Pengendalian penyakit hasilnya belum sesuai harapan karena dilakukan secara parsial dan tidak menggunakan semua komponen pengendalian yang tersedia. Pengendalian secara terpadu harus dilakukan menggunakan semua komponen meliputi penanaman varietas unggul, teknik budidaya, dan teknik pemangkasan yang benar, pengamatan serangan penyakit secara kontinyu, pengambilan dan pemusnahan buah sakit, sanitasi kebun, penggunaan agens hayati dan fungisida nabati, serta penggunaan pestisida sintetik secara bijaksana.
- ItemPerakitan Varietas Unggul Kakao untuk Meningkatkan Daya Hasil serta Ketahanan Terhadap Hama dan Penyakit(IIARD Press, 2014) Randriany, Enny; Dani, Dani; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianKakao (Theobroma cacao L.) merupakan anggota kelompok tanaman penyegar yang menjadi sumber bahan baku industri makanan, minuman, hingga kosmetik. Budidaya tanaman kakao bukan pekerjaan yang mudah karena banyak faktor pembatas yang menyebabkan produktivitas tanaman jauh lebih rendah dibanding potensinya. Upaya perbaikan genetik terus dilakukan untuk meningkatkan potensi daya hasil sekaligus ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Ketersediaan keragaman genetik tanaman kakao di berbagai belahan dunia memberikan peluang untuk keberhasilan program pemuliaan tanaman kakao. Pendekatan konvensional maupun bioteknologi sangat penting untuk dilakukan dalam perbaikan genetik tanaman kakao.
- ItemPERAN MIKROORGANISME DALAM PENGELOLAAN HARA TERPADU PADA PERKEBUNAN KAKAO(IAARD Press, 2014) Wibowo, Nendyo Adhi; Tjahjana, Bambang; Heryana, Nana; Sakiroh, Sakiroh; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianKeberadaan bahan organik tanah sangat berpengaruh dalam mempertahankan kelestarian, produktivitas, dan kualitas hara yang tersedia dalam rangka mendukung peningkatan produksi kakao nasional yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penurunan produktivitas hara lahan harus diminimalkan. Pemulihan kesuburan lahan dapat dilakukan melalui optimasi pengembalian bahan organik/limbah tanaman dengan teknologi pemupukan dan pengomposan yang melibatkan mikroorganisme. Mikroorganisme banyak berperan didalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman kakao, terutama nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K). Mikroorganisme yang mampu menyediakan unsur hara esensial bagi tanaman kakao di antaranya adalah Rhizobium (fiksasi unsur N simbiotik), Azotobacter dan Clostridium (fiksasi unsur N non simbiotik), Frankia (fiksasi P simbiotik pada Casuarina sp.), bakteri pelarut fosfat (pelarut unsur P simbiotik), mikoriza (fiksasi P dan unsur-unsur makro maupun mikro esensial lainnya). Mikroorganisme tersebut mampu menyediakan nutrisi esensial bagi tanaman baik melalui simbiosis mutualisme maupun non simbiosis. Mikroorganisme dapat berperan juga dalam perombakan limbah perkebunan kakao melalui proses pengomposan. Dalam pengomposan akan terjadi proses-proses perubahan oleh mikroorganisme, yaitu berupa penguraian selulosa, hemiselulosa, lemak, serta bahan lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut maka bobot dan isi bahan dasar kompos akan menjadi berkurang antara 40-60%.
- ItemDIVERSIFIKASI PRODUK KAKAO SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFARMAKA(IAARD Press, 2014) Towaha, Juniaty; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianSecara umum struktur anatomis buah kakao terdiri dari empat bagian, yaitu kulit buah (pod) sebanyak 73,7%, pulpa 10,1%, plasenta 2,0%, dan biji 14,2%. Komponen kimia yang terdapat dalam buah kakao di antaranya adalah lemak kakao, polifenol, theobromin, kafein, pektin, dan kompleks lignin karbohidrat. Lemak kakao umumnya digunakan dalam kosmetika sebagai emolien. Polifenol kakao mempunyai aktivitas antioksidan, antimikroba, immunomodulator, efek kemopreventif untuk pencegahan penyakit jantung koroner dan kanker. Theobromin memiliki efek diuretik, stimulan otot jantung dan relaksasi otot halus dan vasodilator. Kafein dapat dimanfaatkan dalam pengobatan jantung, stimulan pernafasan dan juga sebagai peluruh air seni. Pektin dapat dimanfaatkan untuk mencegah hiperlipedemia dan kanker usus, di samping merupakan salah satu bahan baku yang cukup luas dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai bahan pensuspensi, adsorben, bahan pembentuk gel dalam sediaan tablet, emulsi, dan suspensi. Lignin karbohidrat kompleks mempunyai aktivitas anti HIV (human immunodeficiency virus) dan anti HSV (herves simplex virus). Oleh karena itu, berdasarkan kemampuan aktivitas dari komponen kimia dalam buah kakao tersebut maka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku sediaan biofarmaka.
- ItemKARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN KEGIATAN PLASMA NUTFAH TANAMAN KAKAO(IAARD Press, 2014) Martono, Budi; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianKakao merupakan tanaman menyerbuk silang dengan karakteristik yang beragam antar genotipe, baik bentuk buah, warna buah, besar biji, kadar lemak, maupun ketahanan terhadap hama dan penyakit. Keragaman yang ada dapat dimanfaatkan sebagai sumber gen dalam pembentukan varietas unggul kakao. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam upaya penyediaan plasma nutfah untuk perbaikan tanaman kakao adalah eksplorasi, koleksi, konservasi, karakterisasi, evaluasi, dan dokumentasi. Varietas lokal, introduksi maupun klon-klon baru hasil seleksi pohon secara individu yang memiliki sifat unggul spesifik merupakan koleksi plasma nutfah yang perlu dikelola dengan baik dan berkesinambungan. Dengan adanya kegiatan karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah yang lebih intensif maka semakin banyak informasi berupa aksesi yang potensial untuk dikembangkan sebagai varietas unggul maupun aksesi yang dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan lebih lanjut. Pemanfaatan plasma nutfah telah banyak menghasilkan klon-klon kakao yang dilepas sebagai varietas unggul. Klon-klon kakao anjuran yang dirakit dari plasma nutfah masing-masing mempunyai keunggulan dibandingkan klon lain dalam hal produksi, mutu, kadar lemak, ketahanan terhadap hama PBK dan hama kepik penghisap buah (Helopeltis spp), ketahanan terhadap penyakit busuk buah dan penyakit pembuluh kayu (VSD), serta cekaman terhadap kekeringan.
- ItemBUDIDAYA KAKAO BERWAWASAN KONSERVASI(IAARD Press, 2014) Sobari, Iing; Herman, Maman; Saefudin, Saefudin; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianTanaman kakao (Theobroma cacao L.) termasuk salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting di Indonesia. Perkembangan luas arealnya tergolong pesat dengan penambahan hampir 10% per tahun. Perkembangannya yang pesat tersebut menyebabkan banyak penanaman yang dilakukan tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman serta tidak mengikuti budidaya anjuran. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan dan produksi kakao menjadi rendah dan lahan mengalami degradasi. Degradasi tanah terjadi karena erosi, menurunnya bahan organik, dan berkurangnya unsur hara melalui panen dan pencucian. Erosi yang tinggi pada daerah lereng, pencucian unsur hara maupun kerusakan pada tanaman kakao akibat tidak memperhatikan pola tanam menjadi permasalahan mendasar yang harus diselesaikan secara terintegrasi. Upaya untuk mengurangi kerusakan lahan tersebut adalah dengan menerapkan budidaya kakao berwawasan konservasi. Penerapan pengelolan tanaman penaung, teknik pembuatan teras pada budidaya kakao, polatanam yang sesuai, pemanfaatan bahan organik, dan penggunaan pupuk hayati dapat menjadi solusi dalam mencegah degradasi lahan dan menjaga kelestarian lingkungan. Budidaya konservasi pada prinsipnya adalah budidaya yang mengutamakan keberhasilan usahatani secara berkelanjutan.
- ItemINOVASI TEKNOLOGI BIOINDUSTRI BERBASIS KAKAO, PISANG, DAN TERNAK KAMBING TERPADU: SEBUAH PELAJARAN DARI KABUPATEN ACEH TIMUR(IAARD Press, 2014) Syakir, M; Ferry, Yulius; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianProduktivitas tanaman kakao rakyat masih rendah, penyebabnya antara lain rendahnya populasi, banyaknya tanaman rusak, serangan hama dan penyakit. Hal yang sama juga terjadi pada tanaman pisang, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, tanaman pisang diserang oleh penyakit yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum sehingga luas dan produksi tanaman pisang menurun masing-masing 30% dan 35%. Penurunan produksi ini menyebabkan pendapatan petani menjadi makin rendah. Sistem pertanian bioindustri merupakan sistem yang mengoptimalkan semua potensi yang terdapat di lokasi tersebut, tidak terkecuali limbah dari suatu proses budidaya dan pasca panen. Polatanam kakao, pisang, dan ternak tidak hanya mengoptimalkan penggunaan lahan tetapi juga membuka peluang diversifikasi produk, penyediaan pakan ternak, dan penyediaan pupuk organik (kompos). Terdapat peluang untuk meningkatkan pendapatan petani, yaitu dengan diversifikasi pertanaman untuk mempertangguh usahatani perkebunan. Optimalisasi lahan perkebunan kakao dapat ditempuh dengan polatanam kakao dan tanaman pisang. Agar tidak terjadi persaingan diperlukan inovasi teknologi polatanam kakao pisang berbasis pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Budidaya tanaman kakao dan tanaman pisang merupakan penerapan teknologi polatanam yang memberikan keuntungan dan meningkatkan daya guna lahan. Tanaman kakao yang rusak direhabilitasi dan tanaman pisang kembali ditanam di dalam baris tanaman kakao, dengan jarak tanam 9 x 9 m. Sebagai penyediaan benih dibangun kebun induk pisang sehat, dan juga ternak untuk mendukung pemanfaatan limbah dari serasah, kulit buah kakao menjadi kompos dan pakan ternak. Penerapan budidaya kakao dan pisang akan mendorong berdirinya kembali industri rumah tangga seperti keripik pisang, pisang sale (di Aceh), pisang goreng, dan industri berbahan baku pisang lainnya yang didukung oleh produksi biji cokelat dan pasta, yang akhirnya meningkatkan pendapatan petani.
- ItemPENGGUNAAN MARKA MOLEKULER DALAM SELEKSI GENOTIPE KAKAO DENGAN SIFAT KADAR LEMAK TINGGI(IAARD Press, 2014) Tresniawati, Cici; Yuniati, Nurya; Randriani, Enny; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianIndonesia adalah negara penghasil biji kakao dan terkenal sebagai penghasil Java ‘A’ light cacao. Biji kakao tidak hanya digunakan untuk kebutuhan industri makanan dan minuman, namun juga dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik dan obat-obatan. Kadar lemak pada biji kakao diketahui cukup tinggi, sehingga tanaman kakao juga dikenal sebagai tanaman penghasil minyak. Banyak industri yang menggunakan lemak kakao sebagai bahan bakunya, selain kakao massa dan pasta kakao. Semakin banyak permintaan lemak kakao maka diperlukan perakitan varietas unggul yang memiliki kadar lemak tinggi. Perakitan varietas dapat dilakukan dengan pendekatan konvensional, yaitu melalui persilangan buatan (hand polination) maupun secara inkonvensional melalui penggunaan marka molekuler. Seleksi terhadap klon-klon kakao dilakukan untuk mendapatkan calon-calon tetua yang memiliki kadar lemak tinggi. Informasi ini sangat diperlukan sebagai dasar dari proses kegiatan pemuliaan tanaman. Beberapa klon kakao penghasil kadar lemak tinggi adalah AP 70 (57,5%), AP 71 (58,1%), AP 72 (55,4%), AP 73 (56,2%), Scavina 6 (49,6-58,17%), TSH 858 (56%), ICCRI 01 (59%), ICCRI 02 (56%), ICCRI 03 (55,01%), ICCRI 04 (55,07%), ICCRI 06H (50,6-54,3%), GC 7 (52,25%), dan NA 312 (60,3%). Pendekatan molekuler dapat dimanfaatkan sebagai alat seleksi tidak langsung terhadap klon-klon kakao tersebut. Dalam pemetaan genetik genom kakao diketahui terdapat satu QTL yang berasosiasi dengan karakter kadar lemak yang terdapat di linkage group (LG) 9. QTL yang telah teridentifikasi tersebut dapat digunakan dalam proses seleksi dengan bantuan marka (marker assisted selection = MAS) pada program pemuliaan yang bertujuan untuk menyeleksi genotipe dengan karakter kadar lemak tinggi.
- ItemFAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KANDUNGAN POLIFENOL PADA BIJI DAN PRODUK BERBASIS KAKAO(IAARD Press, 2014) Wardiana, Edi; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianTanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman neotropik tahunan yang memiliki manfaat penting, baik sebagai produk pangan maupun produk kesehatan. Khusus untuk produk kesehatan, biji dari tanaman kakao memiliki kandungan senyawa polifenol yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman penghasil polifenol lainnya, termasuk teh dan anggur. Kandungan polifenol pada biji kakao dapat mencapai 10% dari bobot keringnya. Salah satu sub-klas polifenol yang memegang peranan penting bagi kesehatan manusia adalah flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan, antiradikal, antimikrobial, antiproliferasi, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Kandungan polifenol akan dipengaruhi oleh berbagai aktivitas dan aktor yang terlibat pada setiap rantai nilai produksi cokelat, mulai dari periode pra panen (on-farm) sampai pasca panen dan pengolahan (off-farm). Tulisan ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa polifenol pada biji kakao dan produk akhir yang dihasilkannya. Pada periode pra panen, faktor yang mempengaruhi kandungan polifenol biji kakao adalah genetik (genotipe/varietas/klon) berinteraksi dengan faktor lingkungan biofisik maupun agronomis (budidaya). Selanjutnya pada periode pasca panen, interaksi terjadi antar komponen faktor pasca panen dan pengolahan yang meliputi proses penyimpanan buah, fermentasi, pengeringan, serta penyangraian biji. Komponen-komponen faktor pasca panen dan pengolahan memiliki “pengaruh yang berlawanan” untuk dua orientasi produk yang berbeda (produk pangan atau kesehatan). Semakin tinggi intensitas pengolahan, semakin menurun kandungan polifenol, tetapi citarasa semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan suatu keseimbangan antara "kesehatan dan citarasa" melalui kombinasi perlakuan pada komponen-komponen pasca panen dan pengolahan dengan tujuan memproduksi cokelat yang dapat diterima secara baik oleh pasar.
- ItemSTRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL(IAARD Press, 2014) Sudjarmoko, Bedy; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianKakao menjadi komoditi perkebunan dengan peran penting dalam perekonomian Indonesia. Sampai dengan tahun 2013 Indonesia masih menjadi produsen dan eksportir kakao ketiga terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Walaupun demikian, sejumlah masalah masih dihadapi, baik bidang produksi, pengolahan, dan perdagangan. Kontribusi ekspor kakao terhadap total ekspor Indonesia masih rendah, tetapi ekspor dalam bentuk mentah (biji kakao) sudah begeser ke ekspor produk olahan kakao. Daya saing biji kakao Indonesia di pasar internasional cukup tinggi, tetapi daya saing produk olahan kakao masih lemah. Untuk meningkatkan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional, upaya yang dapat dilakukan meliputi perbaikan produktivitas tanaman, meningkatkan mutu produk olahan kakao, melanjutkan kebijakan tarif bea keluar biji kakao, perbaikan infrastruktur dan penciptaan iklim usaha yang kondusif.
- ItemSERAI WANGI SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALIAN PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK UNTUK MENDUKUNG BIOINDUSTRI KAKAO(IAARD Press, 2014) Harni, Rita; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianPenyakit pembuluh kayu (vascular streak dieback/VSD) merupakan penyakit utama pada tanaman kakao di Indonesia. Penyakit ini tidak hanya menurunkan produksi tetapi juga menyebabkan kematian tanaman. Pengendalian penyakit tanaman sesuai dengan teknik pengendalian hama terpadu (PHT) adalah mudah didapat, murah, dan ramah lingkungan, salah satunya adalah penggunaan pestisida nabati. Teknik pengendalian ini sesuai dengan prinsip bioindustri, yaitu ramah lingkungan. Serai wangi dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena sifat dari bahan aktifnya yang tidak toksik, sistemik, kompatibel dengan teknik pengendalian lain, mudah terurai dan lebih ramah lingkungan. Pestisida nabati dari minyak serai wangi telah terbukti efektif untuk mengendalikan penyakit jaringan pembuluh atau VSD di pembibitan dan lapangan. Pengunaan minyak serai wangi di pembibitan dapat memperlambat munculnya gejala (masa inkubasi) dan intensitas serangan VSD, sedangkan di lapangan minyak serai wangi dapat menekan perkembangan penyakit, dimana penekanannya sama dengan pestisida sintetik. Di samping itu minyak serai wangi juga dapat mengendalikan penyakit busuk buah kakao (BBK), hama penggerek buah kakao (PBK), dan hama Helopeltis antonii.