Browsing by Author "Ruskandar, Ade"
Now showing 1 - 11 of 11
Results Per Page
Sort Options
- ItemAdopsi Sebaran Varietas Unggul Dan Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Di Jawa Barat Dan Jawa Tengah(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Ruskandar, Ade; A. Pamungkas, Miftah; Rustiati, Tita; S.Kadir, Triny; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Tantangan yang dihadapi dalam peningkatan produksi padi saat ini antara lain degradasi lahan sawah, penyimpangan iklim, serangan hama penyakit, dan konversi lahan sawah untuk keperluan non-pertanian. Penggunaan varietas unggul sebagai salah satu komponen Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) berkontribusi nyata dalam meningkatkan produktivitas padi. Selain itu, penerapan PTT/teknologi budidaya juga menjadi inisiator peningkatan produktivitas. Namun sebagian besar petani belum yakin sepenuhnya akan efektivitas teknologi yang direkomendasikan sebelum melihat sendiri kenyataannya di lapang. Meskipun telah banyak varietas unggul padi yang dilepas dengan harapan dapat dimanfaatkan petani, hanya varietas Ciherang yang lebih dominan digunakan. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang dilakukan di sentra produksi padi di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada MT 2014. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi: (1) tingkat adopsi dan perkembangan VUB padi sawah irigasi, (2) alasan petani mengadopsi VUB, dan (3) kelas benih yang digunakan petani. Hasil penelitian menunjukkan varietas Ciherang digunakan petani hampir setiap musim tanam. Varietas unggul lain yang dominan digunakan adalah Mekongga. Kelas benih yang ditanam di Jawa Barat maupun Jawa Tengah adalah SS dan ES, kelas SS lebih dominan di Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa benih yang dihasilkan penangkar benih formal memiliki kadar air yang tidak berbeda dengan benih yang dihasilkan petani (penangkar informal), tetapi sebaliknya untuk daya kecambah dan kemurnian benih. Komponen teknologi PTT yang diterapkan petani responden antara lain varietas unggul baru (VUB), bibit muda yang ditanam 1-3 batang/rumpun, tanam jajar legowo, dan power thresher untuk panen. Hasil analisis usahatani padi di Jawa Barat dan Jawa Tengah menunjukkan bahwa net income petani responden di Jawa Barat mencapai Rp 13.171.350/ha, sedangkan di Jawa Tengah Rp 9.520.100/ ha.
- ItemAdopsi Sebaran Varietas Unggul Dan Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Di Jawa Barat Dan Jawa Tengah(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Ruskandar, Ade; Pamungkas, Miftah A.; Rustiati, Tita; Kadir, Triny S.; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Tantangan yang dihadapi dalam peningkatan produksi padi saat ini antara lain degradasi lahan sawah, penyimpangan iklim, serangan hama penyakit, dan konversi lahan sawah untuk keperluan non-pertanian. Penggunaan varietas unggul sebagai salah satu komponen Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) berkontribusi nyata dalam meningkatkan produktivitas padi. Selain itu, penerapan PTT / teknologi budidaya juga menjadi inisiator peningkatan produktivitas. Namun sebagian besar petani belum yakin sepenuhnya akan efektivitas teknologi yang direkomendasikan sebelum melihat sendiri kenyataannya di lapang. Meskipun telah banyak varietas unggul padi yang dilepas dengan harapan dapat dimanfaatkan petani, hanya varietas Ciherang yang lebih dominan digunakan. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang dilakukan di sentra produksi padi di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada MT 2014. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi: (1) tingkat adopsi dan perkembangan VUB padi sawah irigasi, (2) alasan petani mengadopsi VUB, dan (3) kelas benih yang digunakan petani. Hasil penelitian menunjukkan varietas Ciherang digunakan petani hampir setiap musim tanam. Varietas unggul lain yang dominan digunakan adalah Mekongga. Kelas benih yang ditanam di Jawa Barat maupun Jawa Tengah adalah SS dan ES, kelas SS lebih dominan di Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa benih yang dihasilkan penangkar benih formal memiliki kadar air yang tidak berbeda dengan benih yang dihasilkan petani (penangkar informal), tetapi sebaliknya untuk daya kecambah dan kemurnian benih. Komponen teknologi PTT yang diterapkan petani responden antara lain varietas unggul baru (VUB), bibit muda yang ditanam 1-3 batang/rumpun, tanam jajar legowo, dan power thresher untuk panen. Hasil analisis usahatani padi di Jawa Barat dan Jawa Tengah menunjukkan bahwa net income petani responden di Jawa Barat mencapai Rp 13.171.350/ha, sedangkan di Jawa Tengah Rp 9.520.100/ ha.
- ItemEvaluasi Galur-galur Padi Toleran Salin di Tingkat Petani Melalui Participatory Variety Selection (PVS)(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2019-12) Ruskandar, Ade; Mambaul Hikmah, Zakiah; Rustiati, Tita; Nafisah; Imamuddin, Ali; Sitaresmi, Trias; Hairmansis, Aris; Deny WP., Septian; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Lahan salin mempunyai peranan penting dalam upaya mempertahankan swasembada beras dan mengingat semakin berkurangnya lahan subur untuk area pertanian di Pulau Jawa akibat alih fungsi lahan. Lahan salin di Jawa Tengah tersebar di sembilan kabupaten dengan luasan bervariasi. Luasan terkecil lahan salin di Jawa Tengah terdapat di Pekalongan (668 ha), sedangkan yang terluas di Cilacap (63 318 ha). Tingkat kepemilikan lahan salin di Jawa Tengah adalah 0,3 ha. Batas toleransi padi untuk ditanam di lahan salin adalah 60-100 ppm. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Cilacap pada Musim Kering 2018. Sejumlah 14 galur/varietas ditanam di lahan salin dengan model mother dan baby trial. Pada saat menjelang panen dilakukan field day dengan melibatkan panelis untuk menilai galur/ varietas yang mereka sukai dan tidak disukai. Dari hasil pilihan panelis didapatkan bahwa galur/varietas yang disukai berdasarkan penampilan/morfologisnya adalah BP14092-2b-2-2-TRT-17-3-SKI-1-B dan yang tidak disukai adalah galur HHZ5-Sal9-Y3-Y1. Dengan terpilihnya galur oleh panelis, diharapkan galur ini dapat berkembang di daerah tersebut setelah dilakukan perilisan varietas.
- ItemFaktor Determinan Produksi Padi Hibrida di Indonesia(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Wardana, I Putu; Ruskandar, Ade; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiLuas tanam padi di Indonesia sekitar 13,2 juta hektar, hampir seluruhnya ditanami padi inbrida dengan produktivitas rata-rata 5,0 ton GKG/ha jauh lebih rendah dibandingkan dengan China yang mencapai 6,7 ton/ha. Sekitar 60% areal tanam padi di China didominasi oleh padi hibrida. Senjang hasil di tingkat petani antara padi inbrida dan hibrida di Indonesia mencapai 3-4 ton GKG/ha. Oleh karena itu Pemerintah membuat kebijakan pengembangan padi hibrida untuk mendongkrak produktivitas dalam rangka mencapai surplus produksi 10 juta ton beras pada 2014 guna memperkuat ketahanan pangan. Tujuan penelitian adalah menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi dan usahatani padi hibrida di tingkat petani. Lokasi penelitian dipilih Kabupaten Blitar dan Malang yang termasuk wilayah terluas penanaman padi hibrida di Jawa Timur. Survai dilakukan dengan metoda “stratifi ed random sampling” dan data dianalisis dengan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi produksi padi hibrida adalah luas lahan, benih, pupuk organik, pupuk urea, pestisida, dan tenaga kerja. Sedangkan faktor yang mempengaruhi usahatani padi hibrida adalah: 1) pengetahuan responden terhadap padi hibrida dalam negeri seperti Hipa Jatim 1, 2 dan 3, 2) preferensi konsumen terhadap padi hibrida Hipa Jatim 1, 2 dan 3 yang lebih baik, dan 3) peluang pasar yang cukup besar karena respon produsen dan konsumen yang positip dan produktivitas yang nyata lebih tinggi daripada padi inbrida dengan selisih hasil 1-2 ton GKP/ha.
- ItemIdentifikasi Tetua Baru untuk Sifat Ketahanan terhadap Hawar Daun Bakteri Melalui Pengujian(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2019-12) Roza, Celvia; N. Usyati; Ruskandar, Ade; Hapsari Wening, Rina; Heryanto; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Identifikasi tetua baru untuk sifat ketahanan terhadap hawar daun bakteri melalui pengujian aksesi plasma nutfah telah dilakukan di rumah kaca BB Padi Sukamandi pada MT-1 dan MT-2 Tahun 2012. Tujuan kegiatan ini untuk mengidentifikasi tingkat ketahanan aksesi plasma nutfah padi terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB). Metode yang digunakan adalah metode skrining baku dari IRRI tahun 2002. Aksesi plasma nutfah yang diuji sebanyak 89 aksesi, dan diuji pada stadia vegetatif dan generatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi plasma nutfah padi yang teridentifikasi tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB) patotipe III pada fase vegetative maupun fase generatif ialah Dekor (5759), NH-2-92 (5895), Pete Lambeun (5928), Ekor Hitam (1053), Padi Durian A (6162), Ketan Wuluh (6128), dan Tomas (7938). Aksesi plasma nutfah padi yang teridentifikasi bereaksi agak tahan terhadap HDB patotipe IV adalah NH-2-92 (5895), dan Padi Jambai (6630), sedangkan yang teridentifikasi tahan terhadap HDB patotipe VIII adalah NH-2-92 (5895) dan yang bereaksi agak tahan terhadap HDB patotipe VIII adalah Lampung Kuning (1070) dan Lumbu (2203).
- ItemKajian Model Pertanian Efisien Karbon Berbasis Tanaman Padi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Ruskandar, Ade; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiKomponen utama ICEF adalah pemanfaatan hasil samping (by product) pertanian dan pengintegrasian beberapa sub sistem untuk meningkatkan nilai tambah by product tersebut menjadi pupuk organik, pembenah tanah, pakan ternak dan bahan bakar terbarukan. Ternak sapi dan tanaman padi merupakan dua unsur yang saling bersinergi satu sama lain. Tanaman padi memerlukan unsur hara dan lahan subur untuk hidup sedangkan ternak memerlukan pakan. Kajian model ICEF dilakukan di KP Sukamandi dengan luas lahan sawah 100 ha dan pemeiharaan ternak sapi dalam kandang kelompok sebanyak 124 ekor. Kajian dilaksanakan 2 tahun dari 2011-2012. Hasil kajian ICEF di Sukamandi menunjukkan bahwa sistem pertanian efi sien karbon berbasis padi dapat meningkatkan produksi beras 300% dari 155 ton menjadi 619 ton per tahun dalam luasan 100 ha. Di samping itu sistem pertanian efi sien karbon juga meningkatkan efi siensi penggunaan air berkisar 30-48%, dari 0,9-1,5 kg/m3 menjadi 1,2-2,2 kg/m3 melalui penerapan irigasi berselang. Namun demikian fl uks CH4 pada berbagai perlakuan pengairan menunjukkan pola yang beragam karena bahan organik yang diaplikasikan masih relatife kecil. Lebih lanjut sistem pertanian efi sien karbon berbasis padi mampu meningkatkan nilai tambah jerami untuk pakan ternak dan berpengaruh positif terhadap produktivitas ternak dengan suplementasi tepung gamal dan ikan. Pertambahan berat sapi berkisar antara 433-600 gram/hari.
- ItemKajian Model Pertanian Efisien Karbon Berbasis Tanaman Padi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Ruskandar, Ade; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiKomponen utama ICEF adalah pemanfaatan hasil samping (by product) pertanian dan pengintegrasian beberapa sub sistem untuk meningkatkan nilai tambah by product tersebut menjadi pupuk organik, pembenah tanah, pakan ternak dan bahan bakar terbarukan. Ternak sapi dan tanaman padi merupakan dua unsur yang saling bersinergi satu sama lain. Tanaman padi memerlukan unsur hara dan lahan subur untuk hidup sedangkan ternak memerlukan pakan. Kajian model ICEF dilakukan di KP Sukamandi dengan luas lahan sawah 100 ha dan pemeiharaan ternak sapi dalam kandang kelompok sebanyak 124 ekor. Kajian dilaksanakan 2 tahun dari 2011-2012. Hasil kajian ICEF di Sukamandi menunjukkan bahwa sistem pertanian efi sien karbon berbasis padi dapat meningkatkan produksi beras 300% dari 155 ton menjadi 619 ton per tahun dalam luasan 100 ha. Di samping itu sistem pertanian efi sien karbon juga meningkatkan efi siensi penggunaan air berkisar 30-48%, dari 0,9-1,5 kg/m3 menjadi 1,2-2,2 kg/m3 melalui penerapan irigasi berselang. Namun demikian fl uks CH4 pada berbagai perlakuan pengairan menunjukkan pola yang beragam karena bahan organik yang diaplikasikan masih relatife kecil. Lebih lanjut sistem pertanian efi sien karbon berbasis padi mampu meningkatkan nilai tambah jerami untuk pakan ternak dan berpengaruh positif terhadap produktivitas ternak dengan suplementasi tepung gamal dan ikan. Pertambahan berat sapi berkisar antara 433-600 gram/hari.
- ItemKontribusi Usahatani Padi Hibrida Terhadap Pendapatan Petani Padi Skala Kecil(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) Wardana, I Putu; Ruskandar, AdeBerbagai upaya inovasi dan teknologi dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Salah satu upaya adalah dengan menggunakan benih varietas unggul padi hibrida. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur biaya usahatani dan manfaat ekonomi padi hibrida dibandingkan dengan padi inbrida. Kabupaten Malang dipilih sebagai daerah penelitian karena merupakan daerah yang memiliki luas lahan usahatani padi hibrida terbesar di Jawa Timur. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani padi hibrida lebih besar dari usahatani padi inbrida. Produksi padi hibrida mencapai 8,9 ton/ha, lebih tinggi 2,9 ton jika dibandingkan padi inbrida. Pendapatan tunai dari usahatani padi hibrida mencapai Rp 23,8 juta sedangkan padi inbrida hanya Rp 14,1 juta, dengan B/C rasio masing-masing 2,09 dan 1,57. Kontribusi usahatani padi hibrida terhadap pendapatan petani mencapai 48% dari penerimaan rumah tangga. Oleh karena itu perbaikan strategi pengembangan padi hibrida mulai dari produksi benih dan pendistribusiannya perlu
- ItemPetunjuk Teknis Mina Padi(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2015) Abdulrachman, Sarlan; Wardana, I Putu; Widyantoro; Ruskandar, Ade; Agustiani, Nurwulan; Margaret, Swisci; Septianingrum, Elis; Sasmita, Priatna; Jamil, AliPengembangan dan penerapan sistem usahatani minapadi bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan efisiensi usahatani pada lahan sawah irigasi guna meningkatkan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, pendapatan petani dan kesempatan kerja, serta menjaga keberlanjutan sistem produksi padi. Minapadi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan usaha tani dari hasil ikan maupun padi dan peningkatan efisiensi serta keberlanjutan sistem budidaya melalui penggemburan tanah akibat aktifitas ikan. Petunjuk teknis ini disusun untuk memberikan penjelasan singkat mengenai minapadi, cara penerapannya di lapangan, keunggulan pemanfaatannya di lapangan, hingga analisa usahatani. Dengan semakin dikenalnya teknologi minapadi dan tata cara aplikasi yang benar, diharapkan mampu menekan resiko kegagalan di tingkat petani sekaligus meningkatkan pendapatan.
- ItemTeknologi Pengendalian Penyakit Blas Melalui Perpaduan Varietas Dan Waktu Aplikasi Fungisida(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Roza, Celvia; S. Kadir, Triny; Widyantoro; Ruskandar, Ade; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Teknologi Pengendalian Penyakit Blas melalui Perpaduan Varietas dan Waktu Aplikasi Fungisida telah dilakukan di Indramayu pada MH Tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik pengendalian blas dengan perpaduan varietas tahan dan teknik aplikasi fungisida. Percobaan disusun dalam rancangan petak terpisah (split plot) dengan 3 ulangan. Perlakuan varietas (Inpago 8, Situ bagendit, Cirata, dan Selegreng) sebagai petak utama dan cara/waktu aplikasi sebagai anak petak (dua kali aplikasi saat tanaman berumur 30 dan 45 hari setelah tanam; dua kali aplikasi saat tanaman berumur 45 dan 60 hari setelah tanam; dua kali aplikasi saat tanaman berumur 60 dan 70-80 hari setelah tanam; tiga kali aplikasi saat tanaman berumur 30, 45, dan 60 hari setelah tanam; kontrol/ cek). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara varietas yang digunakan dengan waktu aplikasi fungisida dalam menekan serangan penyakit blas daun. Pada fase vegetatif, persentase serangan penyakit blas daun tidak dipengaruhi oleh varietas yang digunakan, sedangkan waktu aplikasi fungisida memberikan pengaruh terhadap persentase serangan penyakit blas daun. Pada fase generatif, persentase serangan penyakit blas daun dipengaruhi oleh varietas yang digunakan, begitu juga dengan waktu aplikasi fungisidanya. Serangan blas leher dipengaruhi oleh varietas yang digunakan, persentase serangan blas leher tertinggi terlihat pada varietas Cirata (varietas rentan) yaitu sebesar 5,13% dan terendah terlihat pada varietas Inpago 8 (varietas tahan) yaitu sebesar 1,01%, tetapi tidak dipengaruhi oleh waktu aplikasi fungisidanya. Persentase serangan blas leher tertinggi terlihat pada perlakuan kontrol (tanpa aplikasi) yaitu sebesar 3,81% dan terendah pada perlakuan dua kali aplikasi fungisida (60 & 70-80 HSTb). Tinggi rendahnya serangan blas leher tergantung infeksi awal pada blas daun.
- ItemUsahatani Kacang Hijau Setelah Padi Di Tingkat Petani Pada Lahan Sawah Irigasi (Kasus di wilayah Jatisari-Karawang(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) Ruskandar, Ade; Rustiati, Tita; Guswara, AgusBudidaya kacang hijau umumnya dilakukan di lahan kering atau di lahan sawah setelah musim tanam padi ke-2 yaitu memanfaatkan masa tenggang waktu untuk memulai lagi pertanaman padi pertama. Tanaman kacang hijau merupakan tanaman yang relatif tidak membutuhkan banyak air, sehingga jika dilakukan di lahan sawah irigasi tidak pernah dilakukan pengairan secara khusus. Pola tanam dalam setahun di lokasi penelitian (Kecamatan Jatisari) adalah padi-padi-kacang hijau. Lokasi penelitian merupakan salah satu daerah penghasil kacang hijau di Karawang dimana setiap tahun petani selalu menanam kacang hijau setelah pertanaman padi ke-2. Budidaya yang dilakukan petani adalah tanpa olah tanah. Jarak tanam yang diterapkan bergantung pada jarak tanam padi sawah sebelumnya, dimana kacang hijau ditanam pada tengah-tengah antara rumpun padi yang telah dipanen. Setelah tanam, lubang tanam yang telah diisi benih kacang hijau ditutup dengan jerami padi. Hasil wawancara dengan petani bahwa biaya tanam mencapai Rp 750.000/ha dengan cara ditugal, jumlah biji per lubang antara 3-4 butir. Biaya lain yang cukup tinggi menurut petani adalah pembelian insektisida karena tanaman ini sering terserang hama antara lain ulat jengkal, ulat grayak, dan ulat penggulung. Pemupukan hanya menggunakan urea dan dilakukan dua kali dalam semusim (sekitar dua bulan). Cara memupuk dilakukan dengan cara mencampur pupuk urea dengan air kemudian campuran tersebut disiramkan ke tanaman kacang hijau. Upah panen berupa bawon yaitu 5:1 dalam bentuk brangkasan. Penjemuran brangkasan umumnya dilakukan di lahan sawah yaitu di lahan tempat menanam kacang hijau tersebut. Rata-rata hasil produksi di tingkat petani mencapai 803 kg/ ha dengan harga jual Rp 13.000/kg. Hasil per satuan tersebut masih dibawah hasil rata-rata kacang hijau di Karawang yang mencapai 11,10 ku/ha.