Browsing by Author "Nurawan, Agus"
Now showing 1 - 16 of 16
Results Per Page
Sort Options
- ItemIntegrasi Budidaya Padi Sawah Irigasi dengan Itik di Kabupaten Subang(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2019-12) Nurawan, Agus; Kusyaeri Hamdani, Kiki; Susanto, Heru; Surdianto, Yanto; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) menjadi salah satu kendala dalam budidaya tanaman padi sawah irigasi. Salah satu cara pengendalian OPT pada budidaya padi sawah irigasi adalah penerapan pertanian terpadu antara tanaman dan ternak seperti sistem integrasi padi-itik. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui peran integrasi padi-itik terhadap pengendalian OPT pada budidaya padi di lahan sawah irigasi. Pengkajian dilaksanakan di wilayah endemik hama keong mas yaitu kelompok tani Sabilulungan, Desa Gunungsari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang pada bulan April– Desember 2016. Lokasi pengkajian merupakan wilayah endemik hama keong mas Perlakuan terdiri atas: 1) integrasi padi + itik pedaging Serati, 2) integrasi padi + itik petelur, dan 3) padi tanpa itik. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tanaman padi yang diintegrasikan dengan itik dapat mengurangi serangan hama khususnya keong mas.Tanaman padi yang diintegrasikan dengan itik pedaging Serati menghasilkan produktivitas padi, pendapatan, dan nilai R/C rasio paling tinggi.
- ItemKajian Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2020) Hamdani, Kiki Kusyaeri; Nurawan, Agus; Rachman, Adetya; Dianawati, Meksy; Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi PertanianKabupaten Cirebon merupakan salah satu kabupaten sentra bawang merah di Jawa Barat. Berbagai permasalahan usahatani tanaman bawang merah ditemukan sehingga diperlukan solusi agar usaha tani budidaya bawang merah dapat terus berkembang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keragaan usahatani bawang merah di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon. Kegiatan pengkajian dilakukan di Desa Jatirenggang, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon pada Juni 2016. Lokasi ditentukan secara purposive. Metode penelitian dilakukan dengan penggalian data melalui Rapid Rural Appraisal (RRA) dan pengisian kuesioner anggota kelompok tani dari Desa Jatirenggang dan Desa Pabuaran Lor serta Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Pabuaran. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah utama pada budidaya bawang merah di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon adalah penggunaan pestisida kimiawi dan pupuk kimia secara berlebihan, penggunaan benih secara berulang-ulang serta produktivitas yang masih rendah terutama pada musim hujan. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya keterlibatan dari berbagai stakeholder terkait. Agar petani dapat mengadopsi teknologi anjuran perlu dilakukan transfer teknologi secara intensif oleh petugas (penyuluh/peneliti) misalnya dengan bimbingan teknis/pelatihan, kaji terap, atau media informasi lainnya khususnya mengenai penerapan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, penggunaan rekomendasi pupuk, penggunaan benih bermutu, dan teknologi budidaya bawang merah pada musim hujan. Berdasarkan kelayakan usahatani, nilai R/C usahatani bawang merah di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon yaitu 1,47 artinya usahatani bawang merah termasuk layak untuk diusahakan.
- ItemPengaruh Pendampingan Sl-Ptt Dalam Peningkatan Produksi Padi, Respons Petani Respons Petani Terhadap Teknologi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Nurawan, Agus; Rachman, Adetiya; Ishaq, Iskandar; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Pengkajian pendekatan model SL-PTT Padi sawah dilakukan desa Kertajaya, Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat. Teknologi PTT Padi Sawah yang diterapkan terdiri atas 1) pengukuran kebutuhan pupuk menggunakan perangkat PUTS, 2) penggunaan varietas unggul baru (VUB) 3) penggunaan pupuk organik, 4) tanam jajar legowo 2 :1, 5) penggunaan BWD, 6) pengendalian OPT dengan konsep PHT 7) panen tepat waktu, 8) perontokan gabah dengan segera setelah panen. Metodologi pengkajian menggunakan metode demplot seluas 3 ha, pendekatan perbandingan (with) dengan tanpa perlakuan/kebiasaan eksisting petani (without) dan sebelum (before) dan sesudah (after). Pengkajian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi dan memperkenalkan varietas unggul baru (VUB: Inpari 13). Dalam kegiatan ini melibatkan 14 orang petani yang bergabung dalam kelompok tani. Hasil kegiatan pendampingan ini menunjukkan, bahwa petani yang didampingi hasil produksinya lebih tinggi yaitu 8,90 ton GKP/ha dibandingkan kontrol yang hanya 6,60 ton GKP/ha. Tingkat pendapatan dan keuntungan peserta demplot dan petani sekitar masing-masing Rp.26.333.333 dan Rp.19.062.000,- dan Rp. 16.500.000,- dan Rp.9.000.000,- Dari hasil pendampingan di tingkat kelompok tani ternyata ada perubahan-perubahan perilaku yang positif terhadap teknologi yang diterapkan.
- ItemPengaruh Pendampingan SL-PTT Dalam Peningkatan Produksi Padi, Respons Petani Respons Petani Terhadap Teknologi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Nurawan, Agus; Rachman, Adetiya; Ishaq, Iskandar; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Pengkajian pendekatan model SL-PTT Padi sawah dilakukan desa Kertajaya, Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat. Teknologi PTT Padi Sawah yang diterapkan terdiri atas 1) pengukuran kebutuhan pupuk menggunakan perangkat PUTS, 2) penggunaan varietas unggul baru (VUB) 3) penggunaan pupuk organik, 4) tanam jajar legowo 2 :1, 5) penggunaan BWD, 6) pengendalian OPT dengan konsep PHT 7) panen tepat waktu, 8) perontokan gabah dengan segera setelah panen. Metodologi pengkajian menggunakan metode demplot seluas 3 ha, pendekatan perbandingan (with) dengan tanpa perlakuan/kebiasaan eksisting petani (without) dan sebelum (before) dan sesudah (after). Pengkajian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi dan memperkenalkan varietas unggul baru (VUB: Inpari 13). Dalam kegiatan ini melibatkan 14 orang petani yang bergabung dalam kelompok tani. Hasil kegiatan pendampingan ini menunjukkan, bahwa petani yang didampingi hasil produksinya lebih tinggi yaitu 8,90 ton GKP/ha dibandingkan kontrol yang hanya 6,60 ton GKP/ha. Tingkat pendapatan dan keuntungan peserta demplot dan petani sekitar masing-masing Rp.26.333.333 dan Rp.19.062.000,- dan Rp. 16.500.000,- dan Rp.9.000.000,- Dari hasil pendampingan di tingkat kelompok tani ternyata ada perubahan-perubahan perilaku yang positif terhadap teknologi yang diterapkan.
- ItemPengaruh pendampingan sl-ptt dalam peningkatan produksi padi, respons petani untuk menunjang program p2bn di Jawa Barat(BPTP Jawa Barat, 2014-11-15) Nurawan, Agus; Rachman, Adetiya; Ishaq, Iskandar; BPTP Jawa BaratDalam rangka meningkatkan produktivitas padi dan menunjang program P2BN di Jawa Barat, dilakukan pendampingan SLPTT Padi sawah di Desa Mekar Pananjung, Desa Kertajaya, Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat pada MT.II 2012. Pengkajian pendampingan seluas 3 ha dengan pola Denfarm dan dibandingkan dengan kebiasaan petani. Komponen teknologi PTT Padi Sawah yang diterapkan terdiri atas 1) pengukuran kebutuhan pupuk menggunakan perangkat PUTS, 2) peggunaan varietas unggul baru (VUB) 3) penggunaan pupuk organik, 4) tanam jajar legowo 2 :1, 5) penggunaan BWD, 6) pengendalian OPT dengan konsep PHT 7) penyiangan dengan kombinasi gasrok dan herbisida, 8) panen tepat waktu, 9) perontokan gabah dengan segera setelah panen. Metodologi pengkajian menggunakan pendekatan perbandingan (with) dengan tanpa perlakuan/kebiasaan eksisting petani (without), sebelum (before) dan sesudah (after) untuk penilaian minerjanya. Pengkajian pendampingan ini bertujuan Untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi dan memperkenalkan varietas unggul baru (VUB: Inpari 13). Dalam kegiatan ini melibatkan 14 orang petani yang bergabung dalam kelompok tani. Hasil kegiatan pendampingan ini menunjukkan, bahwa petani yang didampingi produksinya lebih tinggi yaitu 8,50 t GKP/ha dibandingkan cara petani yang hanya 6,60 t GKP/ha. Tingkat pendapatan dan keuntungan masing-masing Rp.26.333.333 dan Rp.19.062.000,- Dari hasil pendampingan di tingkat kelompok tani ternyata ada perubahan-perubahan perilaku yang positif terhadap teknologi yang diterapkan. Adapun respons petani terhadap komponen teknologi yang diaplikasikan menunjukkan bahwa tidak seluruhnya komponen PTT padi sawah dapat diterapkan, respons yang sangat baik adalah terhadap VUB, penggunaan bibit muda dan PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi). Perubahan perilaku terhadap komponen teknologi pada umumnya perubahan yang sangat positif.
- ItemPengkajian Pembuatan Pupuk Organik dari Limbah Bawang Merah dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Tanaman Padi di Kabupaten Cirebon(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2012-06) Nurawan, Agus; Nandang S; Bambang S; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPengkajian pupuk organik dari limbah bawang merah telah dilakukan di Kabupaten Cirebon sebagai sentra komodias bawang merah, pada tahun 2009. Bahan baku kompos yang digunakan dalam pengkajian ini adalah limbah bawang dan kotoran kambing. Limbah bawang merah banyak tersedia di lokasi kajian mengingat lokasi pengkajian adalah sentra bawang merah, dan limbah bawang merah selama ini belum dimanfaatkan oleh petani. Bioaktivator yang digunakan terdiri atas: Orgadec, M-Dec, EM-4 dan untuk pembanding adalah starter produk BPTP Jabar. Proses pengomposan dilakukan pada tempat dengan panjang x lebar x tinggi = 12 m x 2 m x 1,75 m, yang terdiri dari empat kotak masing-masing kompos dengan ukuran 3 mx 2 m x 1,75 m varietas yang digunakan yaitu Mekongga dengan dosis 2 t/ha. Hasil percobaan lapang luasan 210 m2 , dengan uji-t dengan taraf uji 5%, menunjukkan bahwa perlakuan kompos dengan perlakuan Orgadec dibandingkan dengan perlakuan M-Dec berbeda nyata pada tinggi tanaman. Sedangkan sebaliknya, bahwa perlakuan M-Dec lebih unggul dan berbeda nyata terhadap jumlah gabah berisi/malai (butir). Perlakuan A1 (Orgadec) dibandingkan dengan A3 (EM-4), tinggi tanaman perlakuan A1 berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan A3 (EM-4). Sedangkan produksi (t/ha GKP) perlakuan A3 sebaliknya yaitu lebih tinggi (13,1 t/ha GKP) berbeda nyata dibandingkan dengan A1 (Orgadec) (9,7 t/ha GKP). Tinggi tanaman, jumlah gabah berisi/malai dan jumlah gabah hampa untuk perlakuan kompos dengan M-Dec (A1) dibandingkan dengan A3 (EM-4) berbeda nyata. Sedangkan untuk komponen produksi t/ ha GKP perlakuan A3 (EM-4) hasilnya lebih tinggi dan berbeda nyata pada uji taraf 5%. Perlakuan kompos A3 (EM-4) yang dibandingkan dengan A4 (Starter) dimana tinggi tanaman perlakuan kompos A4 (starter) tanamannya lebih tinggi dibandingkan dengan A3 dan berbeda nyata. Sedangkan jumlah gabah berisi menjadi terbalik dimana jumlah gabah berisi per malai perlakuan pupuk organik dengan EM-4 (perlakuan A3) lebih banyak dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan bahan organik A4.
- ItemPengkajian Penggunaan Biourine terhadap Pertumbuhan Bunga Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev)(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2020) Nurawan, Agus; Histifarina, Dian; Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi PertanianPengkajian penggunaan biourine domba terhadap pertumbuhan bunga krisan dilakukan di Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Pengkajian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2018, dengan menggunakan 4 varietas krisan yaitu Spray putih, Spray kuning, Spray Merah dan standar putih. Perlakuan biourine domba dilakukan dengan interval 10 hari. Dosis biourine yang diaplikasikan adalah 25 ml/l air, dan diulang 4 kali. Hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut : tinggi tanaman (cm), diameter batang utama, panjang daun, lebar daun. Metodologi yang digunakan T-test dengan membandingkan antara perlakuan biourine dan perlakuan kebiasaan petani (tanpa biourine). Hasil pengkajian menunjukkan, bahwa pengaruh biourine belum kelihatan pada 10 HST baik terhadap tinggi tanaman, tetapi pada umur 60 dan 70 HST baru terlihat pengaruhnya secara nyata. Begitupun terhadap lebar daun kelihatannya perlakuan biourine ini sangat berpengaruh terhadap 4 varietas krisan yang diuji. Namun perlakuan biourine ini tidak berpengaruh terhadap diameter batang dan panjang daun. Perlakuan biourine ini juga berpengaruh terhadap kualitas bunga krisan yang dihasilkan, karena dengan perlakuan biourine menambah jumlah bunga yang mempunyai grade A dan B.
- ItemPenyakit Busuk Akar pada Tanaman Pyrethrum (Chrysanthemum cinerariaefolium)(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 1992) Nurawan, Agus; Tombe, Mesak; -
- ItemPenyakit Busuk pada Ylang-ylang(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 1993) Nurawan, Agus; Sukamto, NFN; -; Tombe, Mesak; -
- ItemPenyakit Cendawan Pada Tanaman Obat di Kebun Percobaan Cimanggu(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 1992) Nurawan, Agus; Sukamto, NFN; -
- ItemPerbedaan Populasi dan Kerusakan Tanaman Pada Kluster PHT dan Non PHT dalam Kegiatan Sistem Informasi PTT Padi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Nurawan, Agus; Marbun, Oswald; Ratnasari; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiKegiatan Sistem Informasi Pengelolaan dan Sumberdaya Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah telah dilaksanakan di Desa Bojongjaya, Kecamatan Pusaka Jaya, kabupaten Subang. Kegiatan dimulai pada bulan Juni sampai dengan Desember 2014. Perlakuan yang diuji terdiri dari dua bagian yaitu pengujian pupuk Cara Petani (CP) dan Pemupukan Hara Spesifi k Lokasi (PHSL) dengan cara mengakses ke http://webapps.irri.org/nm/draft/id., dari 2 kegiatan tersebut dibagi menjadi 2 kluster yaitu kluster yang menggunakan perlakuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan perlakuan Non PHT masing-masing kluster melibatkan 10 orang petani. Perlakuan PHT menggunakan cara 30 hari setelah tanam tanpa pegendalian, sedangkan yang Non PHT dikendalikan sesuai kebiasaan petani. Perlakuan PHT, setelah umur 20 HST dipasang Light traps memonitor populasi organisme pengganggu tanaman (OPT) dan untuk mengendalikan penggerek batang padi. Pemupukan berdasarkan PHSL menggunakan dosis dan waktu pemberian untuk pertumbuhan awal (0-14 HST) Phonska 3kg, fase anakan aktif (28-32 HST) 4 kg urea dan fase primordia (43-47 HST) urea 5 kg. Sedangkan (CP) dosis per ha adalah sebagai berikut : Phonska 143 kg, SP-36 : 143 kg dan Urea 357 kg. Cara pemberiannya yaitu urea 100 kg diberikan satu Hari SebelumTanam sebagai pupuk dasar, pupuk lainnya diberikan sebanyak 4 kali selanjutnya pada umur 21 HST, pemberian SP-36 sebanyak 1 kuintal saat umur 30 HST, pemberian NPK Mutiara 61,67 kg pada 50 HST, varietas yang digunakan adalah Mekongga. Hasil pengkajian pada kluster PHT populasi dan tingkat kerusakan lebih ringan bila dibandingkan dengan Non PHT. Rendahnya populasi opt pada kluster PHT karena selalu terkontrol oleh light trap, dan penggerek batang dapat dikendalikan oleh perangkap sex feromon. Dari pantauan light trap populasi opt wereng hijau meningkat pada bulan Juli 2013 hingga 3.000 ekor dan menurun kembali setelah dilakukan pengendalian. Pada kluster non PHT kerusakan lebih parah yaitu 20% akibat wereng hijau dengan populasi rata-rata 17 ekor/rumpun. Penggerek batang meningkat pada bulan Agustus 2013, dari hasil tangkapan sex feromonrata-rata 70ekor/perangkap dan menurun kembali pada September 2013 hingga menjadi hanya 2 ekor/perangkap. Analisis ekonomi menunjukkan, bahwa kluster PHTbiayanya lebih efi sien Rp. 1.500.000,-bila dibandingkan dengan kluster Non PHT (pengendalian cara petani), terutama dalam pembelian pestisida
- ItemPetunjuk Teknis Budidaya Buah Naga(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, 2016) Muas, Irwan; Nurawan, Agus; Liferdi; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat
- ItemPetunjuk Teknis Intensifikasi Pola Recovery pada Tanaman Teh(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, 2017) Pranoto, Eko; Nurawan, Agus; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat
- ItemPetunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi Gogo(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, 2009) Nurbaeti, Bebet; Nurawan, AgusPeluang pengembangan pertanian, khusunya tanaman pangan (padi), baik dari segi potensi sumberdaya lahan, maupun peningkatan produktivitas melalui penerapan paket-paket teknologi yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Rata-rata nasional tingkat produksi padi gogo masih rendah, yaitu baru mencapai 2,58 t/ha atau sekitar 45% dari rata-rata produksi padi sawah nasional yang sudah mencapai rata-rata 5,68 t/ha. Untuk itu, karena petani padi gogo yang umumnya petani miskin yang, petani tradisional yang mempunyai banyak keterbatasan. Petani padi gogo, umumnya belum mengenal teknologi pertanian yang sudah maju. Dengan adanya keterbatasan-keterbatasan di atas, maka intensifikasi yang perlu dilakukan di lahan kering untuk padi gogo adalah menerapkan teknologi Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Tanaman Padi Gogo.
- ItemPetunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi Sawah(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, 2009) Ishaq, Iskandar; Subagyono, Kasdi; Nurawan, AgusPadi merupakan salah satu komoditas penting di dunia, sebab sekitar 90% dihasilkan dan dikonsumsi sebagai makanan pokok bagi penduduk di negara-negara Asia dengan nilai perdagangan beras global mencapai US$ 6,88 billion. Sedangkan di Indonesia beras merupakan bahan makanan pokok bagi sekitar 95% penduduk dengan konsumsi beras 108-137 kg per kapita. Oleh karena itu peningkatan produksi padi di Indonesia harus tetap dilakukan lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk yang mencapai rata-rata 1,3% per tahun. Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Pertanian menetapkan aksi program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) sebesar 2 juta ton beras pada tahun 2007 dan selanjutnya kenaikkan 5% untuk setiap tahunnya. P2BN merupakan program yang mendukung ketahanan pangan dimaksudkan agar terjadi surplus beras nasional sekitar 1 juta ton sebagai stok beras di Bulog (Badan Urusan Logistik), sehingga harga beras lebih mudah dikontrol. Program P2BN digulirkan selain dilatarbelakangi oleh kondisi pemerintah RI yang masih mengimpor beras sekitar 3% untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional pada tahun 2007, maka dilatarbelakangi pula oleh ketidakstabilan kondisi perberasan nasional dimana diantaranya disebabkan terjadinya penurunan luas areal tanam dan luas areal panen akibat konversi lahan sawah produktif, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), semakin terbatasnya sumberdaya air serta perubahan iklim (dampak fenomena iklim) yang sulit diprediksi.
- ItemPetunjuk Teknis Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Jawa Barat(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, 2010) Nurawan, Agus; Irawan, BambangKemiskinan penduduk merupakan salah satu masalah pokok dalam pembangunan nasional. dalam rangka penanggulangan kemiskinan di daerah pedesaan Kementerian Pertanian telah melaksanakan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program PUAP tersebut difokuskan di desa-desa miskin yang memiliki potensi pertanian dan sasaran utamanya adalah rumah tangga tani miskin. Secara substantif program PUAP dilaksanakan melalui penguatan lembaga permodalan yang didukung dengan penyaluran dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP yang dapat dimanfaatkan untuk usaha agribisnis. Lembaga permodalan tersebut dikelola oleh Gapoktan dan diharapkan dapat terus berkembang sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber permodalan rumah tangga tani miskin secara bekelanjutan. Di Provinsi Jawa Barat program PUAP telah dilaksanakan di 1321 desa pada tahun 2008-2009 dan akan dilaksanakan pula pada tahun 2010 di 882 desa. Untuk pelaksanaan program PUAP tersebut melalui SK Gubernur No. 536.05/kep.472-Binprod/2008 telah terbentuk Tim Pelaksana PUAP Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas antara lain merumuskan kebijakan teknis pelaksanaan PUAP.