Browsing by Author "Hermanto, Catur"
Now showing 1 - 13 of 13
Results Per Page
Sort Options
- Item1. Adopsi Teknologi PTT Padi Berbasis Limbah Cair Pabrik Gula Kwala Madu (Langkat) Menuju Pertanian Bioindustri di Sumatera Utara(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Wasito; Rinaldo; Hermanto, Catur; Winarto, Loso; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPertanian bioindustri sebagai konsep pengembangan pertanian, tidak semata-mata berbasis sumberdaya alam namun juga industri. Pertanian bioindustri memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan, serta produk lain yang dikelola menjadi bioenergi serta bebas limbah dengan menerapkan prinsip mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang. Pemanfaatan limbah cair Pabrik Gula Kwala Madu (PGKM) di Langkat yang mengandung senyawa organik dan anorganik pada usahatani padi mempunyai banyak manfaat dalam mewujudkan pertanian bioindustri. Untuk itu, telah dilakukan pengkajian pemanfaatan limbah cair PGKM (P1: pupuk organik + anorganik) pada usahatani padi di Desa Sambirejo dan Sendangrejo, Kabupaten Langkat (2013, 2014); serta tanpa limbah cair (P0 pupuk anorganik). P1 atau P0 masing-masing melibatkan 5 petani. Parameter utama yang diamati, yaitu adopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT), persepsi terhadap PTT padi berbasis limbah cair PGKM menuju pertanian bioindustri, dan analisis lainnya. Analisis Cohran dan himpunan digunakan untuk mengukur senjang hasil dan adopsi teknologi PTT. Hasil kajian, terjadi senjang adopsi teknologi PTT mencapai 0,25–0,35 (P1> P0), sedangkan senjang hasil sekitar 0,10–0,15 (P1>P0). Kondisi biofisik, cekaman abiotik, iklim, modal sebagai penghambat adopsi teknologi pada PTT padi. Persepsi terhadap PTT padi berbasis limbah cair PGKM menuju pertanian bioindustri dengan nilai akhir 3,83 (nilai ideal=5,00), perlu mengejar ketertinggalan 1,17 (22,23%). Analisis secara kualitatif, limbah cair pabrik gula memberi keunggulan pada produktivitas padi, bermanfaat ganda, mencegah pencemaran dan daya guna air, sehingga menghemat cadangan air bersih dan sebagai penyubur tanah. Hal ini mempunyai manfaat dalam mewujudkan pertanian bioindustri.
- Item13. Peningkatan Produksi Padi Pada Lahan Sub Optimal (Lahan Sawah Tadah Hujan) Melalui Penerapan Kalender Tanam Terpadu Terpadu di Sumatera Utara(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) EL Ramija, Khadijah; Sudrajat, Ayi; Batubara, Siti Fatimah; Hermanto, Catur; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiSalah satu indikator penting kinerja pemerintah adalah terpenuhinya kebutuhan pangan secara cukup dan berkualitas berdasarkan prinsip-prinsip kemandirian pangan. Upaya peningkatan produksi memerlukan strategi yang cermat berdasarkan prakiraan iklim yang akurat, antara lain melalui percepatan tanam di beberapa lokasi, terutama di wilayah yang masih tinggi curah hujannya. Untuk memandu upaya ini diperlukan alat bantu antisipatif, berupa Kalender Tanam yang telah dikembangkan sejak 2007 oleh Badan Litbang Pertanian, kemudian disempurnakan menjadi Kalender Tanam Terpadu yang memuat rekomendasi teknologi dan kebutuhan sarana produksi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi guna memenuhi swasembada pangan adalah dengan meningkatkan indeks pertanaman padi melalui penerapan KATAM TERPADU di lahan sawah suboptimal (lahan sawah tadah hujan). Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan Kalender Tanam Terpadu Pada Lahan Sub Optimal (Lahan Sawah Tadah Hujan) Di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dalam Pencapaian 10 Juta Ton Surplus Beras Tahun 2014 dan mengkaji Ketepatan Kalender Tanam Terpadu Pada Lahan Sawah Tadah Hujan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dampak yang diperoleh adalah penerapan Katam Terpadu di Lahan Sawah Tadah Hujan di Sumatera Utara menunjukkan peningkatan produksi dan produktivitas padi pada lahan sub optimal di Sumatera Utara sebesar 25%. Hasil pengkajian yang dilakukan pada 2 musim tanam (Katam MT III 2013 dan Katam MT I 2013/2014). Produktivitas tertinggi diperoleh pada MT 2 (Katam MT I 2013/2014) dengan produksi GKP sebesar 8.0 t/ha dan Indeks Panen sebesar 0,48. Hasil validasi data iklim (curah hujan) di 2 MT (Katam MT III 2013 dan Katam Mt I 2013/2014) menunjukan adanya perbedaan antara rekomendasi jadwal tanam pada kalender tanam dengan kondisi eksisting terutama pada MT Verifi kasi prakiraan bulanan yang dikeluarkan oleh BMKG berdasarkan pada pewilayahan ZOM > 80 % (83%), namun untuk wilayah yang lebih kecil khususnya kecamatan Binjai verfi kasinya < 50 % (33%).
- ItemEradikasi Tanaman Pisang Terinfeksi Fusarium Menggunakan Glifosat dan Minyak Tanah(Indonesian Center for Horticulture Research and Development, 2009-12-12) Hermanto, Catur; Eliza, -; Emilda, Denny
- ItemHubungan antara Tingkat Konsentrasi Inokulum Fusarium oxysporum f. sp. cubense VCG 01213/16 dengan Perkembangan Penyakit Layu pada Kultivar Pisang Rentan(Indonesian Center for Horticulture Research and Development, 2013-08-02) Riska, -; Jumjumidang, -; Hermanto, Catur
- ItemKERAGAAN BUDIDAYA DAN SEBARAN MUSIM PANEN DURIANDI INDONESIA(BB Pengkajian Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Santoso, Panca Jarot; Hermanto, Catur; BPTP JambiPengamatan untuk mengetahui keragaan budidaya dan sebaran musim panen durian di Indonesia telah dilaksanakan selama tahun 2009 sampai 2013. Data keragaan budidaya diperoleh melalui pengamatan langsung di 14 pusat produksi durian, sedangkan data sebaran produksi diperoleh dari 42 area produksi di 23 propinsi. Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa model budidaya durian pekarangan, ladang dan semi-hutan masih mendominasi pusat produksi durian sebagai tanaman penaung kopi dan kakao, atau bercampur dengan tanaman buah lain seperti pisang, nangka, manggis dan duku. Walaupun umumnya ditanam dari biji, namun mereka telah menyeleksi dari buah yang berkualitas tinggi.Beberapa lokasi seperti sebagian besar pulau Jawa, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan telah mulai budidaya secara semi intensif dan intensif menggunakan varietas introduksi dan varietas unggul lokal. Musim panen durian di Indonesia puncaknya terjadi dua kali setahun, pertama di bulan Desember-Januari yang meliputi 27 daerah yang diamati, ini dianggap sebagai ‘panen puncak’ kedua terjadi pada bulan Agustus yang meliputi 22 daerah yang diamati, ini dianggap sebagai ‘panen sela’.Kabupaten Luwu Utara dan Nunukan memiliki masa panen yang paling panjang yaitu 9-11 bulan. Dua lokasi ini bersama dengan NTT dan Papua Barat memiliki potensi sebagai pusat produksi durian ‘diluar musim’ , karena memiliki masa panen di bulan Mei-Juli berbeda dengan daerah lainnya. Kata kunci:durian, keragaan budidaya, sebaran panen PENDAHULUAN Durian (Durio sp.) merupakan salah satu genus tanaman buah tropika asli Indonesia.Kata durian lebih merujuk pada Durio zibethinusMurr., spesies yang paling populer diantara 30 spesiesdurian yang ada (Uji, 2005). Tanaman ini telah berkembang menjadi komoditas yang sangat populer di negara-negara ASEAN.Selain itu, tanaman ini juga ditemukan di India, Srilangka dan Australia, bahkan di dijumpai di Hawaii dan Dominica (Nanthachai, 1984, Lim, 1990; Brown, 1997, Zappala et al., 2002). Komoditas durian menyimpan potensi ekonomi yang besar sebagai salah satu penggerak ekonomi dari sector pertanian. Negara tetangga, Thailand ,telah berhasil membuktikannya.Malaysia dan Vietnam juga sedang mengikuti langkah Negara ini. Indonesia sendiri, Durian mampu menempati posisi ke-4 produksi buah nasional setelah pisang, jeruk dan mangga, dengan nilai mencapai 9,86% dari total PDB komoditas buahbuahan (Kuntarsih, 2006).Produksi durian nasional tahun 2011 mencapai 883.969 ton dari luas areal 69.045 ha.Produksi ini meningkat dari tahun 2010 yang mencapai 492.136 ton dari luas lahan 46.290 ha (Kemtan 2012). Nilai ekonomi yang tinggi pada durian juga didukung dengan kandungan nutrisi yang tinggi. Disampaing nilai gizi pada umumnya yang diatas rata-rata buah lain, durian juga mengandung antioksidan yang tinggi terutama polyfenol yang bermanfaat bagi kesehatan manusia (Toledo et al., 2008). Pemanfaatan buah durian umumnya adalah untuk
- ItemPedoman Budidaya Bawang Merah Menggunakan Benih Biji(Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat, 2017) Hermanto, Catur; Maharijaya, Awang; Arsanti, Idha Widi; Hayati, Mardiyah; Rosliani, Rini; Setyawati, Ch. Atik; Husni, Indra; Sari, Mutiara; Wibawa, Tria; Sunarto, Bambang; Kurdi; Adin, Adriyanita; Julietha B, Duma; Suad H, Dede; Efendi, Muchtar; Hariyanto; Nggaro, Yulius YM; Anggraeni, Fajar; Waludin, Jamin; Sumarno, Agus; Subardi; Setiani, Rima; Direktorat Jenderal Hortikultura
- ItemPedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011) Rejekiningrum, Popi; Las, Irsal; Amien, Istiqlal; Pujilestari, Nurwindah; Estiningtyas, Woro; Surmaini, Elza; Suciantini; Sarvina, Yeli; Pramudia, Aris; Kartiwa, Budi; Muharsini, Sri; Sudarmaji; Hardiyanto; Hermanto, Catur; Putranto, Gatot Ari; Marbun, OswaldDengan sifat iklim yang dinamis, variabilitas dan perubahan iklim merupakan suatu keniscayaan yang mesti dan telah mulai terjadi di beberapa tempat. Namun karena pemanasan global akibat berbagai aktivitas manusia mempercepat dinamika dan perubahan iklim yang terjadi secara alami. Perubahan iklim berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan dan aktivitas manusia. Walaupun ikut berkontribusi sebagai penyebab, sektor pertanian merupakan korban dan paling rentan (vulnerable) terhadap perubahan iklim, terutama Ketahanan Pangan Nasional. Dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan nasional terjadi secara runtut, mulai dari pengaruh negatif terhadap sumberdaya (lahan dan air), infrastruktur pertanian (irigasi) hingga sistem produksi melalui produktivitas, luas tanam dan panen. Petani juga memiliki sumberdaya yang lebih terbatas untuk dapat beradaptasi pada perubahan iklim. Berdasarkan konsekuensi dan dampak dari perubahan iklim tersebut, diperlukan arah dan strategi antisipasi dan penyiapan program aksi adaptasi dengan dukungan teknologi inovatif dan adaptif. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu suatu panduan atau pedoman umum, baik dalam rangka antisipasi untuk menyiapkan strategi dan program adaptasi maupun dalam rangka pelaksanaan atau aksi adaptasi. Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian ini menguraikan beberapa dampak perubahan iklim pada masing-masing sub sektor, arah dan strategi serta program aksi adaptasi perubahan iklim pada sektor pertanian. Pedoman umum adaptasi perubahan iklim sektor pertanian diharapkan menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam menyusun program dan petunjuk operasional terkait upaya adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian.
- ItemPemanfaatan Tumbuhan Penghasil Minyak Atsiri untuk Pengendalian Fusarium oxysporum f. sp. cubense Penyebab Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Pisang(Indonesian Center for Horticulture Research and Development, 2011-12-02) Riska, -; Jumjunidang, -; Hermanto, Catur
- ItemPengendalian Hayati Layu Fusarium Pada Tanaman Pisang dengan Pseudomonas fluorescens dan Gliocladium sp.(Indonesian Center for Horticulture Research and Development, 2003-09-13) Djatnika, Ika; Hermanto, Catur; -, Eliza
- ItemPenyakit Layu Fusarium Pada Tanaman Pisang di Provinsi NAD: Sebaran dan Identifikasi Isolat Berdasarkan Analisis Vegetative Compatibility Group(Indonesian Center for Horticulture Research and Development, 2013-08-02) -, Edison; -, Riska; Hermanto, Catur
- ItemSistem Integarsi Padi dan Ternak Sapi di Desa Lubuk Bayas Titik Tumpuan Pertanian Bioindustri di Perbaungan Sumatera Utara(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Khairiah, Khairiah; Rinaldo, Rinaldo; Hermanto, Catur; Wasito, Wasito; Winarto, Loso; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPengembangan sistem integrasi padi dan ternak (SIPT) sapi telah terjadi secara berkelanjutan di kelompok tani Mawar, Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengetahui SIPT sebagai titik tumpuan mewujudkan pertanian bioindustri, atau pengembangan pertanian berbasis sumberdaya alam dan industri, memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan yang dikelola menjadi bioenergi serta bebas limbah dengan menerapkan prinsip mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang. Telah dilakukan kajian dan pengumpulan data primer secara cross-sectional dan review hasil kajian. Kajian diawali dengan mengamati dan melibatkan diri pada komunitas petani (innovator, adopter) dan petugas lapangan dalam konteks yang alami (natural setting), diskusi kelompok terfokus dan wawancara mendalam. Parameter pengukuran utama adalah keberlanjutan SIPT meliputi aspek : Z1 : sosial : persepsi pengelolaan SIPT (bt : 0,30); Z2 : ekonomi = persepsi pemenuhan kebutuhan pokok (bt : 0,50); Z3 : ekologi = persepsi keberlanjutan SIPT (bt : 0,10); Z4 : kelembagaan : persepsi pengaturan fungsi kelembagaan (bt : 0,10). Analisis deskriptif untuk menganalisis metode pendekatan secara kualitatif, untuk menemukan makna yang melandasi SIPT sebagai titik tumpuan mewujudkan pertanian bioindustri. Hasil kajian, persepsi terhadap inovasi SIPT berdimensi keberlanjutan (aspek sosial, ekonomi, ekologi, kelembagaan) menghasilkan nilai total 3,12, sementara nilai ideal adalah 5,00. Untuk mengejar ketertinggalan 37,60 persen perlu upaya pembenahan pelaksanaan SIPT. SIPT sebagai inovasi pertanian yang ramah lingkungan, berwawasan agribisnis, dan dapat mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan. Selain itu, SIPT sebagai titik tumpuan dalam mewujudkan pertanian bioindustri di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai
- ItemTeknologi Inovatif Budidaya Bawang Putih(Balai Penelitian Tanaman Sayuran, 2019) Basuki, Rofik Sinung; Efendi, Agnofi Merdeka; Hermanto, Catur; Balai Penelitian Tanaman SayuranBawang putih ditetapkan menjadi komoditas strategis yang harus dikejar kecukupan produksinya untuk swasembada, karena kegunaannya sebagai bumbu masak dan bahan baku industri obat-obatan. Dalam kerangka tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Sayuran telah mengembangkan teknologi inovatif budidaya bawang putih. Komponen utama dari teknologi ini adalah varietas unggul bawang putih yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian, benih bermutu, pemilihan ukuran benih yang tepat, peningkatan populasi tanaman per hektar, pengelolaan air dan hara, serta pengendalian hama terpadu. Teknologi ini telah diuji cobakan di dua sentra bawang putih, yaitu di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar dan di Desa Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas bawang putih tersebut dapat mencapai lebih dari 30 ton/ha. Buku ini memberikan informasi persyaratan dan teknologi budidaya putih yang baik dan diharapkan dapat membantu para pengguna, khususnya petani bawang putih untuk dapat meningkatkan produktivitas budidaya bawang putihnya.
- ItemVirulensi Isolat Fusarium oxysporum f. sp. cubense VCG 01213/16 pada Pisang Barangan dari Varietas Pisang dan Lokasi yang Berbeda(Indonesian Center for Horticulture Research and Development, 2016-10-13) Jumjunidang, -; Hermanto, Catur; Riska, -