Browsing by Author "Guswara, Agus"
Now showing 1 - 14 of 14
Results Per Page
Sort Options
- Item22. Pencapaian Produksi dan Usahatani Pada 3 Varietas Padi Sistem Budi Daya SRI dan PTT(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Zarwazi, Lalu M.; Widyantoro; Guswara, Agus; Abdulrachman, Sarlan; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPertanian organik dan SRI (System of Rice Intensifi cation) adalah dua pendekatan budidaya yang serupa tapi tidak sama. Pertanian organik mengklaim sebagai pertanian rendah masukan (low input), sedangkan SRI adalah pendekatan budidaya yang mengintegrasikan komponen teknologi yang bersinergis dan ramah lingkungan, diantaranya penggunaan bahan organik. Konsep SRI, tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup dengan kesehatan tanah menjadi dasar untuk mendapatkan hasil gabah yang tinggi. Dengan demikian perhatian tentang pemanfaatan pupuk organik menjadi prioritas utama. Beberapa hasil kajian tentang budidaya padi pola SRI masih menjadi bahan perdebatan di kalangan pengambil kebijakan. Berdasarkan pemikiran tersebut telah dilakukan penelitian dalam bentuk verifi kasi budidaya padi pola SRI. Penelitian dilaksanakan di KP Sukamandi MT III 2010 dan bertujuan untuk mendapatkan informasi tingkat produktivitas dan usahatani padi pola SRI, SRI plus, PTT, dan petani. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan tanaman padi pada tinggi tanaman dan jumlah anakan pada perlakuan PTT lebih nyata jika dibandingkan dengan perlakuan SRI. Nilai hijau dengan pengukuran SPAD pada perlakuan PTT relatif stabil pada setiap rentang 7 hari pengamatan di kisaran angka 40, sedangkan pada perlakuan SRI kurang dari 38. Terdapat perbedaan nyata pada setiap komponen hasil perlakuan PTT dan SRI pada ketiga varietas padi yang digunakan utamanya pada varietas Inpari 7. Terdapat perbedaan nyata antara perlakuan PTT dan SRI pada varietas Inpari 7 dan Inpari 8, dimana pada varietas Inpari 7 perlakuan PTT memberikan hasil gabah 7,63 t/ha GKG berbeda nyata dengan perlakuan SRI yang memberikan hasil gabah sebesar 6,36 t/ha GKG, sedangkan pada varietas Inpari 8 perlakuan PTT memberikan hasil gabah sebesar 6,15 t/ha GKG berbeda nyata dengan perlakuan SRI hanya memberikan hasil gabah sebesar 4,49 t/ha GKG. Persentase butir hampa dan kotoran pada perlakuan SRI lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan PTT kecuali pada varietas Inpari 8, namun sebaliknya pada perlakuan SRI mempunyai butir hijau kapur lebih tinggi dibanding perlakuan PTT. Persentase beras kepala pada perlakuan PTT lebih tinggi dibanding perlakuan SRI. Penggunaan tenaga kerja pada perlakuan SRI mulai kegiatan pesemaian sampai panen membutuhkan 198 HOK/ha, sedangkan pada perlakuan PTT membutuhkan tenaga kerja sebanyak 147 HOK/ha atau terdapat perbedaan dalam penggunaan tenaga kerja sebesar 51 HOK/ha atau senilai Rp.1.785.000/ha.
- Item23. Respon Pertumbuhan dan Hasil Vub Padi Inbrida dan Hibrida Terhadap Penerapan Standar Pengelolaan Tanaman Padi Secara Terpadu(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Hasmi, Idrus; Sasmita, Priatna; Guswara, Agus; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPeningkatan produksi padi dapat dicapai dengan penggunaan Varietas Unggul Baru (VUB) padi hibrida dan inbrida berpotensi hasil tinggi. Satu hal yang menarik adalah sifat heterosis padi hibrida yang dapat memberikan hasil lebih tinggi dibanding inbrida. Idealnya Padi Hibrida dapat meningkatkan hasil sekitar 20% dibandingkan dengan padi Indrida. Fakta di lapangan ternyata tidak demikian, bahkan produksi VUB Inbrida sama atau lebih tinggi dari pada produksi Hibrida. Untuk itu diperlukan penelitian verifi kasi pertumbuhan dan hasil dari VUB Inbrida dan Hibrida. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sukamandi pada Musim Tanam (MT) II 2014 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 3 ulangan. Perlakukan yang dicoba 9 VUB Padi yang terdiri dari 5 VUB Inbrida (INPARI 16, INPARI 25, INPARI 30, INPARI 31, INPARI 32), dan 4 VUB Hibrida (HIPA JATIM 2, HIPA 8, HIPA 18 dan HIPA 19). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan VUB berbeda nyata dalam hal tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum dan nilai kehijauan daun. Tanaman tertinggi dicapai oleh VUB Hibrida (HIPA 8) berturut-turut pada umur 4 Minggu Setelah Tanam (MST), 6 MST, 8 MST dan 10 MST adalah 81,22 cm, 119,78 cm, 135,31 cm dan 143,06 cm. Pada Komponen pertumbuhan jumlah anakan maksimum terbesar dicapai oleh VUB Hibrida (HIPA 19), yaitu 21 anakan pada umur 6 MST. Nilai kehijauan daun yang diukur berdasarkan SPAD meter, diperoleh nilai terendah pada umur tanaman 4 MST, 6 MST, 8 MST dan 10 MST pada VUB Hibrida (HIPA 18) yaitu masingmasing mencapai 47,93, 42,97, 32,20 dan 37,20. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa komponen hasil jumlah gabah isi per malai berbeda nyata antar VUB. Jumlah gabah isi per malai tertinggi dicapai oleh HIPA 8 (263,04 gabah/malai). Berdasarkan penerapan standar pengelolaan tanaman padi secara terpadu VUB Hibrida menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding dengan VUB Inbrida. Hasil rata-rata VUB Hibrida adalah 8,59 t/ha, sedangkan rata-rata hasil VUB Inbrida adalah 6,26 t/ha.
- Item24. Keragaan Produktivitas Varietas Unggul Baru Padi di Berbagai Daerah Target Pengembangan(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Sasmita, Priatna; Guswara, Agus; Idrus, Hasmi; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPenggunaan Varietas Unggul Baru (VUB) Padi berpotensi hasil tinggi dan adaptif terhadap agroekosistem spesifi k lokasi merupakan salah satu komponen utama dalam penerapan Pengelolaan Tanaman Padi secara Terpadu (PTT). Lima tahun terakhir ini telah banyak VUB padi yang dilepas oleh Kementerian Pertanian, namun baru sebagian kecil saja yang digunakan oleh petani di berbagai provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan produktivitas VUB padi di berbagai daerah target pengembangan (provinsi) sebagai bahan rekomendasi penggunaan VUB. Percobaan lapang dilakukan pada Musim Tanam 2013 melalui kerjasama antara Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) sebagai penyedia VUB dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), sebagai pelaksana pengkajian atau uji adaptasi VUB spesifi k lokasi di masing-masing provinsi. Sebanyak 30 VUB Inbrida Padi Sawah Irigasi (Inpari), 6 VUB Inbrida Padi Gogo (Inpago), dan 6 VUB Inbrida Padi Rawa (Inpara) diuji produktivitasnya di beberapa provinsi oleh BPTP sesuai dengan target lokasi pengembangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas berbagai VUB Inpari di berbagai daerah target pengembangan mencapai 6,80 t/ha. Hasil tersebut lebih tinggi dari produktivitas VUB yang dilepas sebelumnya yaitu Ciherang (6,29 t/ ha) sebagai varietas pembanding. Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa rata-rata produktivitas VUB Inpago mencapai 5,30 t/ha dan VUB Inpara mencapai 4,85 t/ha keduanya lebih tinggi dari rata-rata produktivitas padi gogo dan padi rawa nasional.
- ItemAdaptasi Beberapa Varietas Unggul Padi Pada Lahan Tadah Hujan Di Kalimantan Barat(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Subekti, Agus; Guswara, Agus; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Beras merupakan tanaman pangan utama penduduk indonesia yang kebutuhannya terus meningkat. Upaya pemenuhan kebutuhan beras di Kalimantan Barat dihadapkan pada masalah masih rendahnya produktivitasnya yaitu sekitar 3.09 t/ha. Upaya mengatasinya dapat dilakukan dengan mengintroduksi varietas padi berproduktivitas tinggi. BB-Padi telah melepas varietas unggul padi dengan produktivitas 6,0 - 10 ton/ha. Tujuan penelitian adalah mendapatkan varietas unggul padi yang adaptif pada agroekosistem lahan tadah hujan untuk meningkatkan produksi padi di Kalimantan Barat. Penelitian menggunakan Rancangan Acak kelompok. Perlakuan yang dicobakan adalah lima varietas unggul padi yaitu : inpari 10, mekongga, cibogo, situ bagendit, dan ciherang, dengan 5 ulangan. Variabel yang diamati : tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi/malai, persentase gabah isi/malai, bobot 1000 butir, dan produktivitas. Data dianalisis dengan analisis varian dan uji BNJ. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nyata di antara varietas yang di uji untuk variabel pengamatan panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1.000 butir, dan produktivitas. Hasil uji BNJ menunjukkan varietas padi yang adaptif untuk dikembangkan pada lahan tadah hujan adalah varietas cibogo dengan produktivitas 6,80 t/ha.
- ItemAmeliorasi Dan Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Mampu Meningkatkan Produktivitas Lahan Rawa Pasang Surut Banyuasin Sumatera Selatan(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Guswara, Agus; Nuryanto, Bambang; Norvyani, Mutya; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Lahan rawa pasang surut merupakan salah satu alternative dalam menopang ketahanan pangan di tengah semakin menyempitnya lahan-lahan subur yang tersedia. Sifat lahan rawa pasang surut sangat khas, menuntut pengelolaan yang khas, menurut pengelolaan yang hati-hati dan bijak agar sistem pertanian dapat berkelanjutan. Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan lahan rawa pasang surut antara lain: kemasaman tanah tinggi, kelarutan unsur logam tinggi, dan ketersediaan hara rendah. Oleh karena itu, perlu tindakan ameliorasi dan pemupukan agar keberhasilan pertanaman padi dapat dicapai. Ameliorasi merupakan upaya memberikan bahan-bahan reaktif ke dalam tanah dengan tujuan memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologi tanah. Sedangkan pemupukan merupakan upaya menambah ketersediaan hara tanah bagi tanaman. Decision Support System (DSS) pemupukan padi lahan rawa pasang surut yang bersifat ramah pengguna dapat digunakan dalam mengambil keputusan untuk pemupukan padi di lahan rawa pasang surut. Substitusi pupuk anorganik dengan pupuk organic dan hayati merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik dan menjaga kelestaian lingkungan. Makalah ini membahas bagaimana implementasi ameliorasi dan DSS untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan rawa pasang surut Banyuasin Sumatera Selatan.
- ItemDaftar Periksa Budidaya Padi Sawah Lahan Irigasi (Indonesia Rice Check)(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2017) Wahab, Moh. Ismail; Abdulrachman, Sarlan; Satoto; Suprihanto; Guswara, Agus; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiSistem produksi padi sawah irigasi telah mengalami evolusi, dari anjuran dan adopsi paket teknologi budidaya pada awal penerapan teknologi revolusi hijau tahun 1970an, menuju tahap manajemen teknologi pada tahun 2000, dan seterusnya. Pengelolaan Sumberdaya dan Tanaman Terpadu (PTT) adalah salah satu model pengelolaan teknologi budidaya padi sawah. Dalam sistem produksi padi secara modern, penerapan komponen teknologi yang sesuai dan adaptif merupakan suatu keharusan. Komponen teknologi utama yang menjadi faktor penentu produktivitas padi perlu diidentifikasi secara tepat, baik yang berasal dari pengalaman empiris, yang berasal dari negara lain, maupun teknologi hasil penelitian yang terbukti keunggulannya. Daftar Periksa Budidaya (DPB) Padi yang merupakan adaptasi Rice Check (Australia), terdiri dari komponen utama sistem produksi padi sawah, yang harus dilakukan oleh petani produsen, apabila menghendaki diperolehnya produktivitas optimal. DPB Padi sawah disusun oleh peneliti padi atas dasar informasi/teknologi tersebut di atas, terdiri dari komponen teknologi yang nyata menentukan produktivitas yang tinggi. Bagi ekologi spesifik, DPB Padi dapat dimodifikasi menyesuaikan dengan kebutuhan agroekologi spesifik tersebut. Dalam panduan Daftar Periksa Budidaya padi sawah ini, dipilih 13 komponen teknologi yang harus dikelola dan diterapkan oleh petani, yang meliputi : (1) waktu tanam; (2) pilihan varietas dan benih; (3) persemaian; (4) penyiapan lahan; (5) pemeriksaan kandungan hara dalam tanah; (6) tanam dan populasi tanaman; (7) pemupukan; (8) pengelolaan air; (9) pengendalian gulma; (10) pengendalian OPT; (11) pemeriksaan status hara N dalam daun; (12) drainasi tanah; dan (13) panen dan penanganan pasca panen. DPB Padi sawah harus dipahami oleh penyuluh guna tindakan penyuluhan, dan dipahami oleh petani untuk memastikan pengadopsiannya. Dengan mengadopsi DPB Padi, senjang hasil antar petani dan antar hamparan sawah serta antar wilayah dapat diminimalisasi, sehingga produksi padi nasional dapat meningkat.
- ItemDeskripsi Varietas Unggul Baru Padi(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2017) Wahab, Moh. Ismail; Satoto; Rachmat, Ridwan; Guswara, Agus; Suharna
- ItemDeskripsi Varietas Unggul Baru Padi(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2019) Sasmita, Priatna; Satoto; Rahmini; Agustiani, Nurwulan; Handoko, Dody Dwi; Suprihanto; Guswara, Agus; SuharnaBuku ini menginformasikan karakteristik VUB padi secara rinci, antara lain potensi hasil, ketahanan terhadap cekaman biotik, dan toleran terhadap cekaman abiotik.
- ItemMutu Fisik Gabah dan Beras Beberapa Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Produktivitas Tinggi Rakitan BB Padi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) Jumali; Guswara, AgusTelah dilakukan kegiatan display beberapa varietas padi baik padi inbrida untuk sawah irigasi, gogo, dan padi hibrida di Instalasi Kebun Percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi pada tahun 2014. Tujuan kegiatan adalah untuk mengevaluasi mutu padi khususnya mutu fisik gabah dan beras serta mutu giling . Sebanyak 17 varietas (antara lain Ciherang, Situ Bagendit, Cibogo, Inpari 13, 14 dan 16, Inpago, Hipa 2 Jatim dan lain-lainnya ditanam dengan pendekatan PTT antara lain benih bersertifikat, umur bibit muda < 21 hari, pengairan berselang (intermitten), penggunaan pupuk organik dan anorganik, cara tanam jajar legowo 21 : 1, pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) secara intensif, padi dipanen pada saat masak optimal (95% malai menguning). Gabah kering panen (GKP) yang dihasilkan selanjutnya dikeringkan dengan cara dijemur. Gabah kering selanjutnya dianalisis mutu fisik (kadar air, densitas, kotoran, dan lain-lain). Sedangkan analisis pada beras meliputi mutu fisik (panjang, lebar, rasio P/L, milling degree, dan lain-lani) dan mutu giling (kadar beras kepala, patah, menir, dan lainnya). Hasil kajian menunjukkan kadar air gabah berkisar antara 10,55% (Inpago 5) ā 14,60% (Situ Bagendit) termasuk dalam kategori aman untuk penyimpanan. Rata-rata densitas gabah antara 467 g/l (Hipa 8) ā 527 g/l (Cibogo). Komponen mutu gabah lainnya yang berperan menentukan rendemen beras giling adalah bobot 1000 butir gabah. Rata-rata bobot 1000 butir gabah 23,25 g (Batu Tegi) ā 29,02 g (Inpari 10 Laeya). Uji organoleptik terhadap semua varietas menunjukkan dari segi warna nasi > 80 responden menyatakan suka, sisanya menyatakan sedang. Sedangkan dari segi rasa nasinya sebanyak 10% responden menyatakan sangat suka, 70% menyatakan suka, dan 20% menyatakan agak suka.
- ItemPenerapan Kalender Tanam Terpadu Terhadap Peningkatan Produktivitas Beberapa Varietas Padi Sawah di Kabupaten Kuningan(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-08-06) Supriyadi, Hendi; Sunandar, Nandang; Guswara, Agus; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPemerintah terus berupaya mengejar target pencapaian swasembada pangan khususnya beras. Salah satunya dengan menyiapkan Kalender Tanam (Katam) Terpadu untuk masing-masing provinsi dan kabupaten serta kecamatan seIndonesia. Segala sesuatu yang terkait dengan persoalan perubahan iklim sangat penting karena berdampak terhadap perubahan pola tanam dan penurunan produksi beras, antara lain disebabkan karena adanya serangan hama dan penyakit tanaman. Berdasarkan pertimbangan ini, maka Katam Terpadu dapat dijadikan sebagai pemandu penerapan pola tanam bagi petani. Penelitian validasi Katam Terpadu dilaksanakan di Desa Sangkanhurip, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan. Penelitian dilaksanakan pada MK-2 2014. Penelitian menggunakan Rancangan Acak kelompok dengan 5 perlakuan penggunaan varietas unggul baru dan 5 ulangan. Tujuan penelitian adalah untuk memperlihatkan secara visual keunggulan penggunaan varietas unggul baru rekomendasi Katam Terpadu dibandingkan dengan penggunaan varietas yang biasa dibudidayakan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul baru Inpari-13 yang direkomendasikan Katam Terpadu memberikan hasil paling tinggi (9,81 t GKP/ ha). Sementara penggunaan varietas pilihan petani hanya menghasilkan gabah sebesar 7,23 t GKP/ha
- ItemPotensi Budidaya Padi Gogo IP 200 Tahun 2016(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Guswara, Agus; Nugroho, Nurkholish; Norvyani, Mutya; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Faktor utama keberhasilan budidaya padi gogo di lahan kering adalah ketersediaan air. Data curah hujan Januari-Juli 2016 >200 mm/bulan, dan juga diprediksi akan mulai menguat intensitasnya pada Agustus, September, Oktober yang diperkirakan intensitasnya berskala moderat atau sedang. Kondisi La Nina akan terus berlangsung hingga Januari, Februari, Maret tahun 2017 dan berpotensi menjadikan kondisi basah di wilayah Indonesia. Dengan ketersediaan air tersebut terdapat potensi budidaya padi gogo IP 200 tahun 2016. Informasi data klimatologi sangat penting diperlukan untuk penentuan musim tanam, rekomendasi varietas, pengendalian hama dan penyakit dan lain-lain.
- ItemUpaya Peningkatan Hasil Padi Rawa Lebak Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2012-06) Guswara, Agus; Widyantoro; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPetani padi rawa lebak Sumatera Selatan kebanyakan masih menggunakan varietas lokal yang bersumber dari benih sendiri dengan teknologi konvensional yang dilakukan secara turun temurun, akibatnya hasil panen rendah. Pembentukan varietas unggul baru rawa lebak menjadi keharusan untuk dapat mempercepat transfer teknologi dan meningkatkan produksi padi. Penelitian dilaksanakan di Desa Sako, Kecamatan Rambutan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan pada MK 2008 dan bertujuan untuk mendapatkan alternatif teknologi yang sinerjis dan dinamis di dalam meningkatkan hasil padi yang berkesinambungan baik di lahan rawa pasang surut maupun di lahan rawa lebak. Penelitian diawali dengan kajian kebutuhan dan peluang (KKP) untuk mengetahui semua permasalahan padi rawa lebak di tingkat petani serta kemungkinan pengembangannya. Selanjutnya dilakukan pemecahan masalah dengan menempatkan petani sebagai unsur utama atau yang akan memecahkan permasalahan padi rawa lebak di daerahnya sedangkan penyuluh dan peneliti hanya sebagai fasilitator saja. Berdasarkan hasil KKP diketahui bahwa permasalahan benih berkualitas dan varietas unggul baru menempati urutan prioritas yang harus segera dilaksanakan, selanjutnya pemupukan spesifi k, pengelolaan gulma dan air menjadi urutan penyelesaian prioritas selanjutnya. Hasil kesepakatan dengan kelompok tani akhirnya bersepakat untuk mengadakan demontrasi plot seluas 2,0 ha dan menanam 10 varietas dengan pendekatan budidaya pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang akan dikaji dan dievaluasi bersama dengan kelompok tani, penyuluh, dan peneliti selama kegiatan berlangsung. Rata-rata hasil gabah PTT padi rawa lebak 4,50 t/ha atau meningkat 87,50% dibandingkan dengan cara petani yang hanya memperoleh 2,40 t/ha. Keuntungan bersih usahatani PTT padi rawa lebak Rp.5.103.000/ha dengan B/C ratio 1,31 sedangkan cara petani hanya memberikan keuntungan sebesar Rp.1.530.500/ha dengan B/C ratio 0,47.
- ItemUsahatani Kacang Hijau Setelah Padi Di Tingkat Petani Pada Lahan Sawah Irigasi (Kasus di wilayah Jatisari-Karawang(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) Ruskandar, Ade; Rustiati, Tita; Guswara, AgusBudidaya kacang hijau umumnya dilakukan di lahan kering atau di lahan sawah setelah musim tanam padi ke-2 yaitu memanfaatkan masa tenggang waktu untuk memulai lagi pertanaman padi pertama. Tanaman kacang hijau merupakan tanaman yang relatif tidak membutuhkan banyak air, sehingga jika dilakukan di lahan sawah irigasi tidak pernah dilakukan pengairan secara khusus. Pola tanam dalam setahun di lokasi penelitian (Kecamatan Jatisari) adalah padi-padi-kacang hijau. Lokasi penelitian merupakan salah satu daerah penghasil kacang hijau di Karawang dimana setiap tahun petani selalu menanam kacang hijau setelah pertanaman padi ke-2. Budidaya yang dilakukan petani adalah tanpa olah tanah. Jarak tanam yang diterapkan bergantung pada jarak tanam padi sawah sebelumnya, dimana kacang hijau ditanam pada tengah-tengah antara rumpun padi yang telah dipanen. Setelah tanam, lubang tanam yang telah diisi benih kacang hijau ditutup dengan jerami padi. Hasil wawancara dengan petani bahwa biaya tanam mencapai Rp 750.000/ha dengan cara ditugal, jumlah biji per lubang antara 3-4 butir. Biaya lain yang cukup tinggi menurut petani adalah pembelian insektisida karena tanaman ini sering terserang hama antara lain ulat jengkal, ulat grayak, dan ulat penggulung. Pemupukan hanya menggunakan urea dan dilakukan dua kali dalam semusim (sekitar dua bulan). Cara memupuk dilakukan dengan cara mencampur pupuk urea dengan air kemudian campuran tersebut disiramkan ke tanaman kacang hijau. Upah panen berupa bawon yaitu 5:1 dalam bentuk brangkasan. Penjemuran brangkasan umumnya dilakukan di lahan sawah yaitu di lahan tempat menanam kacang hijau tersebut. Rata-rata hasil produksi di tingkat petani mencapai 803 kg/ ha dengan harga jual Rp 13.000/kg. Hasil per satuan tersebut masih dibawah hasil rata-rata kacang hijau di Karawang yang mencapai 11,10 ku/ha.
- ItemVariabilitas Iklim dan Dampaknya Terhadap Dinamika Kalender Tanam di Sentra Produksi Padi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-08-06) Y. Apriyana; Guswara, Agus; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiAkhir-akhir ini dampak variabilitas iklim dan perubahan iklim akibat fenomena ENSO (El NiƱo Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) terutama terhadap sektor pertanian khususnya tanaman pangan menjadi perhatian serius. Diyakini, faktor variabilitas iklim memainkan peran penting dalam menentukan produktivitas. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya dalam mengantisipasi dampak variabilitas iklim dengan tujuan untuk mengidentifikasi dampak variabilitas iklim pada daerah yang sering terkena fenomena ENSO dan IOD serta untuk mengetahui dampak dari kedua fenomena tersebut terhadap kalender tanam padi di sentra produksi padi pada wilayah dengan pola curah hujan monsunal dan equatorial. Penelitian dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: (1) Analisis hubungan antara anomali curah hujan dengan anomali suhu muka laut, melalui analisis distribusi curah hujan dan analisis hubungan curah hujan dengan ENSO dan IOD, (2) Delineasi wilayah terkena dampak ENSO dan IOD serta (3) Analisis sensitivitas dan dinamika Kalender Tanam pada Peta Kalender Tanam Eksisting. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan dampak ENSO dan IOD terhadap penurunan curah hujan yang terlihat jelas selama periode kering (Juni-Agustus) dan selama periode transisi (September-November). Dampaknya bahkan lebih jelas di daerah dengan tipe curah hujan monsunal. Pada wilayah berpola curah hujan monsunal, seperti di Indramayu sebagian besar luas sawah (55.16%) dari total sawah di Kabupaten Indramayu terkena dampak ENSO yang berkorelasi kuat dengan curah hujan di wilayah tersebut sehingga puncak tanam lebih lambat 6 dasarian terjadi pada November III/Desember I sedangkan di Cianjur Luas sawah yang terpengaruh oleh IOD sekitar 17,93% dari luas sawah secara keseluruhan sehingga mengalami penundaan puncak tanam 1-2 dasarian terjadi pada Oktober II/III. Pada wilayah berpola curah hujan equatorial, Wilayah sentra produksi padi seperti Solok tidak dipengaruhi oleh ENSO dan IOD, sedangkan Pesisir Selatan sebagian wilayahnya dipengaruhi oleh kedua fenomena tersebut, sekitar 58,02% luas sawah di Pesisir Selatan yang berada pada wilayah terpengaruh IOD berkorelasi lemah terhadap curah hujannya. Akibatnya, terjadi penundaan puncak tanam 1-2 dasarian dari puncak tanam pada umumnya dari Mei III/Juni I menjadi Juni II/III.