Browsing by Author "Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat"
Now showing 1 - 20 of 65
Results Per Page
Sort Options
- ItemAPLIKASI TEKNOLOGI SECARA MIKROBIOLOGI(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2007) WINARTO, B.W.; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratPada umumnya proses degumming pada serat rami kasar hasil proses dekortikasi(=china grass) ialah dengan cara kimia. Cara ini menggunakan bahan kimia utamanya NaOH di samping bahan kimia lain seperti Na-karbonat, Na-tripo-lifosfat dan lain-lain. Selain itu digunakan pula asam asetat untuk menetralkan sisa alkali pada serat setelah proses de-gumming selesai. Kegunaan NaOH ialah untuk melarutkan jaringan pengikat antar helaian serat. Hasilnya ialah helaian serat yang dapat dipakai untuk bahan sandang; baik berupa serat rami murni maupun blending dengan serat alam/sintetis lainnya. Penggunaan bahan kimia berupa alkali untuk proses degumming ini menimbulkan masalah berupa limbah bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan bila tidak diproses lebih lanjut. Penelitian ditujukan untuk mencari kemung-kinan penggunaan metode biologis di samping metode kimia untuk proses serat rami kasar (china grass). Penelitian di-laksanakan bulan Januari sampai dengan Desember 2003. Bahan yang dipakai untuk proses degumming ialah enzim K2-157 dan K-64 serta inokulum bakteri. Analisis kualitatif terhadap serat setelah proses berjalan selama 9 hari. Sebagai pembanding ialah serat rami hasil dari proses degumming secara kimiawi dan mikrobiologis yang dihasilkan oleh salah seorang pengusaha di Wonosobo. RAL dengan tiga ulangan dipakai untuk melaksanakan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan enzim K2-157 dan K-64 dapat berperan dengan baik pada proses cara bio-logis. Ini ditandai dengan warna serat putih, tidak ada/sedikit sekali kotoran yang berasal dari sisa kulit atau jaringan antarserat yang belum terdegradasi menjadi senyawa karbohidrat sederhana. Pegangan serat lemas menunjukkan sedikit sekali kulit yang belum jadi serat. Penetapan kekuatan serat perlu dilakukan untuk menetapkan lama proses ini tepat waktu atau lewat waktu yang berakibat serat rapuh.
- ItemBIOLOGI TANAMAN KENAF(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2009) SETYOBUDI, Untung; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
- ItemBudi Daya dan Pascapanen Wijen (Sesamum indicum Linn.)(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2003) Soenardi; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratWijen (Sesamum indicum L.) diperkirakan berasal dari benua Afrika, kemungkinan Ethiopia. Telah lama tumbuh berkembang di daerah savana sebagai bahan pangan yang mengandung protein tinggi dan jenis liar banyak diketemukan di sana. Termasuk famili pedaliceae, genus Sesamum dan telah diidentifikasi sebanyak 24 spesies.
- ItemDAMPAK LAHAN LINCAT TERHADAP PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TEMBAKAU TEMANGGUNG DAN UPAYA PENGENDALIANNYA(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2008) YULIANTI, Titiek; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratLahan lincat adalah nama lokal untuk menggambarkan lahan yang tidak produktif untuk tanaman tembakau te-manggung. Penyebab terjadinya lahan lincat selain karena degradasi lahan (penurunan kesuburan tanah akibat erosi), juga serangan patogen yang saling berinteraksi antara Ralstonia solanacearum, Phytophthora nicotianae, dan Meloido-gyne spp. Kematian tanaman tembakau meningkat dari 44–67% pada tahun 1996, 38–83% pada tahun 1997, sampai 63–85% pada tahun 1998. Penyebarannyapun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990 lahan lincat seluas 3.901 ha (31,6% dari keseluruhan areal tembakau) berkembang menjadi + 6.000 ha (50% dari lahan tegal) pada tahun 1995. Pada tahun 1996 kerugian yang diakibatkan oleh penyakit ini sudah di atas Rp18 miliar, diperkirakan kerugian-nya terus meningkat sampai saat ini. Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan, antara lain dengan teknologi: kon-servasi lahan, penggunaan varietas tahan, dan penggunaan mikrobia antagonis. Perpaduan ketiga komponen teknologi tersebut mampu menurunkan serangan sampai 44% dan meningkatkan hasil rajangan kering 31% dan meningkatkan mutu tembakau sampai 8%. Makalah ini membahas permasalahan lahan lincat dan dampak yang diakibatkan terhadap produksi tembakau serta upaya pengendalian yang pernah dilaksanakan dan arah pengendalian di masa yang akan datang.
- ItemDEKORTIKATOR UNTUK PENGAMBILAN SERAT RAMI(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2007) DARMONO; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
- ItemEVALUASI KETAHANAN AKSESI-AKSESI WIJEN (Sesamum indicum L.) TERHADAP PENYAKIT Phytophthora sp.(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007) SUHARA, Cece; Titiek Yulianti; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratPenelitian yang bertujuan untuk mengetahui ketahanan beberapa aksesi wijen (Sesamum indicum L.) terhadap Phytophthora sp., telah dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kasa Penyakit Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang, mulai bulan April 2005 sampai dengan Juli 2005. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri dari 32 aksesi wijen termasuk kontrol tahan dan rentan. Unit perlakuan 40 tanaman tiap aksesi. Parameter pengamatan dengan menghitung luas serangan. Media yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian jamur Phytophthora sp. adalah CMA dan apel manalagi yang digunakan sebagai sumber inokulum. Inoku-lasi dilakukan pada 1 minggu setelah tanam dengan menggunakan suspensi murni Phytophthora sp., kerapatan 106 konidia/ml, tiap baris diberi 10 ml suspensi 40 ml tiap bak. Dari hasil penelitian diperoleh 1 aksesi moderat; 18 aksesi rentan, dan 11 aksesi sangat rentan terhadap Phytophthora sp.
- ItemGenotipe unggulan untuk pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.)(Bayumedia Publishing, 2008) Mardjono, Rusim; Sudarmo, Hadi; Adikadarsih, Sri; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratJarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman minyak nabati, bijinya mengandung minyak yang dapat di-gunakan sebagai bahan bakar alternatif terbarukan pengganti bahan bakar minyak bumi. Dalam rangka memenuhi ke-butuhan bahan tanam untuk pengembangan tanaman jarak pagar telah dilakukan pengujian beberapa genotipe terpilih. Tujuan pengujian adalah untuk memperoleh genotipe unggul yang akan dilepas sebagai varietas unggul jarak pagar. Pengujian dilakukan di KP Asembagus mulai bulan Februari 2006, menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas 12 genotipe terpilih yang berasal dari berbagai daerah. Hasil pengujian pada tahun I me-nunjukkan dari 12 genotipe tersebut diperoleh satu genotipe unggulan, yaitu genotipe Lampung. Pada musim panen I (awal tanam) hasil biji baru mencapai 315 kg/ha, namun pada musim panen II menunjukkan hasil biji 1.913 kg/ha. De-ngan hasil panen II setinggi tersebut genotipe Lampung berpotensi (punya harapan) pada tahun 4–5 bisa mencapai pro-duksi 8,0–10,0 ton biji/ha. Genotipe tersebut mulai berbunga pada sekitar 60 hst, dan panen I pada 123 hst, bijinya me-ngandung kadar minyak 39,4 % (dry basis) dan 37,3% (wet basis).
- ItemHAMA TANAMAN KENAF DAN PENGENDALIANNYA(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2009) SUNARTO, Dwi Adi; Deciyanto Soetopo; Sujak; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
- ItemInduksi perakaran tunas invitro jarak pagar (Jatropha Curcas L.) pada berbagai komposisi media(Bayumedia Publishing, 2008) Purwati, Rully Dyah; Basuki, Sesanti; Adikadarsih, Sri; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratPengadaan bibit melalui kultur jaringan dibutuhkan untuk mendukung pengembangan jarak pagar dalam skala luas, mengingat pengadaan bibit melalui setek dan benih belum mencukupi kebutuhan. Beberapa penelitian untuk mem-peroleh teknologi yang efisien dalam pengadaan bibit jarak pagar secara invitro telah dilakukan sejak tahun 2006, an-tara lain pembentukan kalus dan regenerasi tunas dari berbagai macam eksplan pada berbagai komposisi media. Peneli-tian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya, dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan, Balittas Malang mu-lai bulan Juni hingga Oktober 2007. Tujuan penelitian adalah memperoleh komposisi media yang tepat untuk menum-buhkan akar pada tunas invitro jarak pagar. Penelitian terdiri atas 2 tahap percobaan yaitu (1) Pembentukan akar pada media dasar MS dengan penambahan NAA, Kalsium (Ca) pantotenat, dan Rhizattun F yang dikombinasikan dengan pe-nambahan arang aktif; (2) Pengaruh konsentrasi formula media dasar MS terhadap pembentukan akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Ca pantotenat atau Rhizattun F meningkatkan efisiensi pembentukan akar pada tunas invitro jarak pagar IP-1A. Penambahan arang aktif mempercepat pembentukan akar dan meningkatkan jumlah maupun panjang akar pada semua komposisi media. Kecepatan terbentuknya akar dan panjang akar pada komposisi media de-ngan konsentrasi ¼ dan ½ formula MS lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi penuh.
- ItemINTENSITAS KERUSAKAN AKSESI WIJEN (Sesamum indicum L.) TERHADAP HAMA TUNGAU Polyphagotarsonemus latus (BANKS)(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007) Tukimin S.W.; Suprijono; Rusim-Mardjono; A. Muhammad Amir; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratPenelitian intensitas kerusakan aksesi wijen terhadap hama tungau Polyphagotarsonemus latus (Banks) dilak-sanakan di Kebun Percobaan Sumberrejo, Bojonegoro mulai April–Agustus 2005. Tujuan penelitian untuk mengetahui intensitas kerusakan pada aksesi wijen terhadap hama keriting daun P. latus. Aksesi wijen yang diuji adalah: SI 1, SI 2, SI 3, SI 4, SI 5, SI 6, SI 7, SI 8, SI 9, SI 10, SI 11, SI 12, SI 13, SI 14, SI 15, SI 16, SI 17, SI 18, SI 19, SI 20, SI 21, SI 24, SI 25, SI 28, Sbr 1 (pembanding). Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok diulang tiga kali. Pengamatan dilakukan mulai 25 hari setelah tanam (HST) sampai 75 HST. Variabel pengamatan meliputi: intensitas kerusakan yang diamati sepertiga bagian atas tanaman dan populasi telur, larva, nimfa, dan imago. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi-aksesi wijen yang tergolong tahan sampai 45 HST ada 7 aksesi yaitu: SI 3, SI 13, SI 17, SI 18, SI 20, SI 24, SI 28, dan mempunyai ketahanan sama dengan varietas pembanding yaitu Sbr 1. Aksesi-aksesi tersebut pada pengamatan 75 HST tidak ada yang tergolong tahan, dan hanya menunjukkan agak tahan. Empat aksesi yang agak tahan adalah SI 3, SI 17, SI 20, dan SI 28. Aksesi-aksesi tersebut mempunyai tingkat ketahanan yang sama dengan Sbr 1 (agak tahan).
- ItemKERAGAAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN RAMI DI INDONESIA(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2007) Sudjindro; A. Sastrosupadi; Mukani; Budi Santoso; Winarto B.W.; Supriyadi Tirtosuprobo; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
- ItemKERAGAAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN RAMI DI INDONESIA(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2007) SUDJINDRO; A. Sastrosupadi; Mukani; Budi Santoso; Winarto B.W.; Supriyadi Tirtosuprobo; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
- ItemKERAGAAN INDUSTRI SIGARET KERETEK(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2003) ACHMAD, Djufan; Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia; Mukani; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
- ItemKERAGAAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA BERBAGAI KETERSEDIAAN AIR TANAH(Bayumedia Publishing, 2008) RIAJAYA, Prima Diarini; Fitriningdyah Tri Kadarwati; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratKetersediaan air sangat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil jarak pagar. Penelitian dilakukan di Kebun Perco-baan Muktiharjo, Pati yang memiliki tekstur tanah liat berdebu mulai bulan Januari sampai Agustus 2007, bertujuan untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan hasil jarak pagar pada berbagai ketersediaan air tanah. Rancangan yang digunakan adalah rancangan petak berjalur dengan tiga ulangan yang terdiri dari dua faktor yaitu faktor pertama: pro-venan terdiri dari IP-1A, IP-1M, dan IP-1P dan faktor kedua yaitu kriteria pengairan: kontrol (tanpa pengairan), peng-airan saat kandungan air tanah tersedia mencapai 35%, 50%, dan 65%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai de-ngan umur 180 hari setelah pindah lapang tanaman IP-1M belum banyak menghasilkan biji dibanding IP-1P dan IP-1A. Tanaman mampu membentuk 11–14 cabang/tanaman dengan 3 cabang utama pada semua perlakuan pengairan. Pada ketersediaan air tanah yang cukup (pengairan saat kandungan air tanah 65% atau 9 kali pengairan mulai umur 95–195 hari), tanaman IP-1P mampu membentuk 64 buah/tanaman dan menghasilkan 258,7 kg biji/ha (berasal dari 6 kali panen pada periode panen mulai Juni sampai Agustus 2007) serta bobot 100 biji 60,69 g lebih tinggi dibanding tanaman IP-1A dengan produksi 148,1 kg biji/ha dan jumlah buah 35,3 buah/tanaman serta bobot 100 biji 64,84 g. Produksi akan me-nurun sampai 37–59 % bila tanaman tidak diairi atau diairi hanya 1–2 kali (pengairan saat kandungan air tanah 35–50% mulai umur 120–180 hari) bila menggunakan provenan IP-1A, dan 17–31% pada IP-1P. Penurunan hasil yang lebih rendah tersebut menunjukkan bahwa provenan IP-1P dapat ditanam mulai daerah yang tidak berkecukupan air (wilayah kering) sampai daerah berkecukupan air (wilayah basah).
- ItemKESESUAIAN VARIETAS INTRODUKSI TEMBAKAU VIRGINIA FC(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2008) HERWATI, Anik; Suwarso; Fatkhur Rochman; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratSaat ini banyak pengusaha atau perusahaan rokok yang menanam varietas introduksi tembakau virginia. Penge-lola-pengelola di Lombok, Nusa Tenggara Barat, menanam varietas hibrida introduksi berdasarkan beberapa pertim-bangan, seperti: produksi tinggi, mutu tinggi, biaya produksi lebih rendah, dan kemasakan daun lebih seragam serta ber-adaptasi baik di wilayah pengembangannya. Dari hasil pengujian Balittas, varietas introduksi tembakau virginia fc, ya-itu PVH.09, PVH.50, dan PVH.51, mempunyai produksi kerosok, indeks mutu, dan indeks tanaman yang tidak berbeda dengan Coker 176. Selain itu ketahanan varietas-varietas introduksi tersebut terhadap penyakit layu bakteri, kerupuk (TLCV), bethok (TEV), CMV, dan lanas tidak berbeda dengan Coker 176. Nilai keseimbangan antara gula reduksi dan kadar nikotin varietas-varietas introduksi tersebut sesuai dengan kebutuhan pengelola (sekitar 8).
- ItemKONSEP DESA MANDIRI ENERGI(Bayumedia Publishing, 2008) HELIYANTO, Bambang; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratDesa Mandiri Energi (DME) merupakan pola pengembangan pedesaan berbasis kepada konsep terintegrasinya kegiatan dalam sebuah sistem yang terdiri atas subsistem input, subsistem produksi primer atau usaha tani (on farm), subsistem pengolahan hasil, subsistem pemasaran, dan subsistem layanan dukungan (supporting system). Kriteria dan persyaratan agar DME berjalan sinergis dan berkesinambungan, adalah: a) Ditujukan untuk penciptaan lapangan kerja, pengurangan tingkat kemiskinan, dan penyediaan energi di pedesaan, b) Pengembangan energi di pedesaan harus sejauh mungkin melibatkan peran serta semua masyarakat, dari awal sampai akhir. Dengan demikian mereka akan merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab atas keberlanjutan dari program tersebut, c) Lokasinya bisa di desa nelayan, desa ter-tinggal dan terpencil, d) Komoditas yang dikembangkan mengacu pada kelayakan agroklimat dan sosial ekonomi se-tempat, e) Wilayah pengembangan DME tidak dibatasi oleh wilayah administratif suatu desa. Pengertian desa dalam DME lebih mengacu pada kelayakan teknis dan sosial ekonomis, bukan wilayah administrasi, f) Kelembagaan dan ska-la usahanya berbentuk koperasi atau kelompok usaha kecil dan menengah, pemerintah (pusat dan daerah) memberikan bantuan khusus berupa saran produksi (bibit, kebun induk, mesin peralatan, dan sarana lainnya) untuk daerah terpilih. Mengingat banyaknya jumlah desa yang termasuk kategori desa tertinggal, implementasi program pembangunan desa mandiri harus dilakukan secara bertahap. Ada 3 pola pembelian produk yang bisa dilakukan dalam program DME jarak pagar, yaitu: i) koperasi menjual jasa pengepresan biji jarak menjadi minyak, yang kemudian akan dipakai petani sen-diri untuk keperluan rumah tangganya, ii) koperasi membeli biji jarak dari petani dengan harga yang disepakati, kemu-dian menjual minyaknya pada petani, dan iii) koperasi membeli minyak dari kelompok tani dengan harga yang disepa-kati.
- ItemMODEL KEMITRAAN DALAM AGRIBISNIS TEMBAKAU: REALITA SAAT INI DAN HARAPAN KE DEPAN(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2008) SUWARSO; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratBisnis tembakau sangat menguntungkan sehingga menarik minat pihak-pihak tertentu untuk mendapat keun-tungan sebesar-besarnya. Sayangnya hal tersebut mengurangi keuntungan petani, sedangkan industri rokok tidak men-dapatkan tembakau yang sesuai. Untuk memperbaiki kondisi tersebut maka industri rokok melakukan kemitraan dengan petani. Hingga saat ini terdapat dua model kemitraan, yaitu kemitraan penuh atau kemitraan terbatas. Berdasarkan pe-ngalaman, sebagian besar model tersebut tidak efektif karena industri rokok tidak menyiapkan petugas lapangan bagi petani. Petani kurang informasi tentang kebutuhan industri rokok. Sulitnya adopsi teknologi disertai dengan penerapan teknologi yang beragam juga menambah keragaman produk. Di sisi lain, jeleknya manajemen pembelian tembakau oleh beberapa industri memberikan peluang para spekulan memanfaatkan situasi tersebut sehingga merugikan petani mitra, sedangkan pola hidup konsumtif petani menyebabkan lemahnya penyediaan modal usaha tani pada setiap musim tem-bakau. Untuk mencapai kemitraan yang lebih baik perlu perhatian dan perbaikan agar dapat menguntungkan industri ro-kok dan memotivasi petani menjadi lebih profesional serta mandiri. Untuk itu sebaiknya industri yang bermitra menye-diakan petugas lapangan yang cukup, dapat berfungsi sebagai penyuluh untuk menyampaikan inovasi teknologi dan ke-butuhan industri. Pelatihan dan uji coba di lapangan akan meningkatkan keterampilan dan profesionalisme petugas la-pangan. Pemberian penghargaan bagi petani yang berprestasi akan memotivasi pencapaian kemitraan.
- ItemMODEL SISTEM PERBENIHAN KAPAS: SEBUAH PEMIKIRAN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAPAS DI INDONESIA(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007) SULISTYOWATI, Emy; Siwi Sumartini; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratProgram intensifikasi kapas rakyat (IKR) yang dimulai sejak tahun 1978/1979 saat ini arealnya hanya berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. IKR bertujuan untuk meningkatkan produksi serat kapas dan pendapatan petani, membuka dan memperluas lapangan kerja, serta mengurangi ketergantungan terhadap serat kapas impor. Luas areal pengembangan kapas setiap tahun semakin menurun; demikian juga produktivitas di tingkat petani rendah yaitu 0,48—0,52 ton/ha. Salah satu penyebabnya adalah kurang tersedianya benih bermutu bagi petani. Pasar benih kapas belum berkembang sehingga belum ada industri benih profesional yang bergerak di bidang perbenihan kapas. Penyediaan benih sebar kapas (BS) untuk petani di beberapa lokasi pengembangan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat dilakukan oleh pengelola kapas yang bekerja sama dengan petani penangkar benih, yang proses sertifikasinya dilakukan oleh Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih Perkebunan (BP2MB). Adapun benih sumber berupa benih pokok (BP) atau benih dasar (BD) dan teknologi prosesing benih kapas berasal dari Balittas. Dari hasil studi kesesuaian lahan, potensi areal yang sesuai untuk pengembangan kapas seluas 269.000 ha, sehingga diperlukan benih sebar delinted sebanyak 1.614 ton (pemakaian 6 kg benih/ha). Untuk mencukupi kebutuhan benih tersebut, diperlukan areal perbenihan seluas 2.700–4.000 ha (produktivitas lahan 1–1,5 ton/ha). Pengelola yang selama ini bermitra dengan petani dalam pengembangan kapas memiliki potensi yang cukup besar sebagai produsen benih sebar bermutu untuk mencukupi kebutuhan petani binaannya. Oleh karena itu fasilitasi unit-unit pascapanen dan prosesing benih dapat merangsang tumbuhnya industri benih kapas yang sederhana tetapi efisien. Pengembangan sistem perbenihan kapas dengan model yang kompetitif akan merangsang terbentuknya industri benih kapas yang profesional dalam mendukung pengembangan kapas nasional.
- ItemMORFOLOGI DAN BIOLOGI TEMBAKAU VIRGINIA(Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2011) SUWARSO; Fatkhur Rochman; Sri Yulaikah; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
- ItemOPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN DENGAN PENANAMAN RAPAT DAN TUMPANG SARI PADA PERTANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBELUM MENCAPAI KESTABILAN PRODUKSI(Bayumedia Publishing, 2008) WIDARYANTO, Eko; Fakultas Pertanian Univ. Brawijaya, Malang; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratPercobaan dilakukan pada bulan Februari s.d. Juni 2006 di lahan tadah hujan di daerah Merjosari, Lowokwaru, Kotamadya Malang pada ketinggian 500 m dpl. Curah hujan rata-rata 1.750 mm/th. Percobaan dengan menggunakan rancangan acak kelompok yang terdiri dari 5 macam tanaman sela sawi daging diikuti penanaman sawi hijau, buncis te-gak, kangkung darat, kacang merah, dan kacang tanah. Tanaman jarak pagar ditanam dengan jarak tanam separuh anjur-an yaitu 0,8 x 0,8 m, pada menjelang musim tanam, selanjutnya tanaman jarak pagar ditebang selang-seling sehingga jarak tanam menjadi 1,6 x 1,6 m. Adapun hasil tebangan batang jarak dijual sebagai bahan setek. Panen tanaman sela kangkung dilakukan secara ratoon 3 kali, panen sawi daging kemudian diikuti panen penanaman sawi hijau. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui pengaruh macam tanaman sela pada pertumbuhan awal tanaman jarak pa-gar, 2) Mengetahui nilai tambah dengan penanaman berbagai macam tanaman sela, dan 3) Pemanfaatan lahan dengan penanaman jarak pagar dengan rapat untuk mendapatkan hasil setek pada pemangkasan tahun pertama. Perlakuan je-nis tanaman sela seperti sawi daging, sawi hijau, kangkung darat, buncis tegak, kacang merah, dan kacang tanah tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan awal tanaman jarak pagar yang meliputi: tinggi tanaman, panjang tanam-an, jumlah daun, luas daun, indeks luas daun, lebar kanopi, jumlah tunas, panjang tunas, panjang batang tunas, dan jum-lah buah. Nilai R/C dihitung dengan menjumlah pendapatan tanaman sela dengan asumsi penjualan setek hasil pe-mangkasan jarak pagar senilai Rp9.450.000,00 per ha (setara dengan 9 setek/tanaman (3 bt x 3 setek) x 10.500 tanaman x Rp100,00 per setek) tanaman yang ditebang. Sedangkan biaya produksi dihitung dengan menjumlah biaya produksi tanaman sela dengan biaya budi daya tanaman pokok jarak serta biaya sewa tanah Rp1.000.000,00/tahun. R/C rasio ter-tinggi dicapai oleh perlakuan tumpang sari jarak pagar dan sawi daging sebesar 2,72 dengan keuntungan sebesar Rp22.149.100,00 kemudian, perlakuan tumpang sari jarak pagar dan kangkung darat dengan nilai R/C ratio sebesar 2,67 dengan keuntungan sebesar Rp20.838.800,00, kemudian perlakuan tumpang sari jarak pagar dan buncis tegak dengan nilai R/C ratio sebesar 2,11; keuntungan sebesar Rp12.332.610,00 perlakuan tumpang sari jarak pagar dan kacang me-rah dengan R/C ratio sebesar 1,56; dengan keuntungan sebesar Rp5.883.860,00 dan nilai R/C ratio terendah pada perla-kuan tumpang sari jarak pagar dan kacang tanah sebesar 1,31 dengan keuntungan sebesar Rp3.250.820,00.