Browsing by Author "Abdulrachman, Sarlan"
Now showing 1 - 12 of 12
Results Per Page
Sort Options
- Item22. Pencapaian Produksi dan Usahatani Pada 3 Varietas Padi Sistem Budi Daya SRI dan PTT(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Zarwazi, Lalu M.; Widyantoro; Guswara, Agus; Abdulrachman, Sarlan; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPertanian organik dan SRI (System of Rice Intensifi cation) adalah dua pendekatan budidaya yang serupa tapi tidak sama. Pertanian organik mengklaim sebagai pertanian rendah masukan (low input), sedangkan SRI adalah pendekatan budidaya yang mengintegrasikan komponen teknologi yang bersinergis dan ramah lingkungan, diantaranya penggunaan bahan organik. Konsep SRI, tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup dengan kesehatan tanah menjadi dasar untuk mendapatkan hasil gabah yang tinggi. Dengan demikian perhatian tentang pemanfaatan pupuk organik menjadi prioritas utama. Beberapa hasil kajian tentang budidaya padi pola SRI masih menjadi bahan perdebatan di kalangan pengambil kebijakan. Berdasarkan pemikiran tersebut telah dilakukan penelitian dalam bentuk verifi kasi budidaya padi pola SRI. Penelitian dilaksanakan di KP Sukamandi MT III 2010 dan bertujuan untuk mendapatkan informasi tingkat produktivitas dan usahatani padi pola SRI, SRI plus, PTT, dan petani. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan tanaman padi pada tinggi tanaman dan jumlah anakan pada perlakuan PTT lebih nyata jika dibandingkan dengan perlakuan SRI. Nilai hijau dengan pengukuran SPAD pada perlakuan PTT relatif stabil pada setiap rentang 7 hari pengamatan di kisaran angka 40, sedangkan pada perlakuan SRI kurang dari 38. Terdapat perbedaan nyata pada setiap komponen hasil perlakuan PTT dan SRI pada ketiga varietas padi yang digunakan utamanya pada varietas Inpari 7. Terdapat perbedaan nyata antara perlakuan PTT dan SRI pada varietas Inpari 7 dan Inpari 8, dimana pada varietas Inpari 7 perlakuan PTT memberikan hasil gabah 7,63 t/ha GKG berbeda nyata dengan perlakuan SRI yang memberikan hasil gabah sebesar 6,36 t/ha GKG, sedangkan pada varietas Inpari 8 perlakuan PTT memberikan hasil gabah sebesar 6,15 t/ha GKG berbeda nyata dengan perlakuan SRI hanya memberikan hasil gabah sebesar 4,49 t/ha GKG. Persentase butir hampa dan kotoran pada perlakuan SRI lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan PTT kecuali pada varietas Inpari 8, namun sebaliknya pada perlakuan SRI mempunyai butir hijau kapur lebih tinggi dibanding perlakuan PTT. Persentase beras kepala pada perlakuan PTT lebih tinggi dibanding perlakuan SRI. Penggunaan tenaga kerja pada perlakuan SRI mulai kegiatan pesemaian sampai panen membutuhkan 198 HOK/ha, sedangkan pada perlakuan PTT membutuhkan tenaga kerja sebanyak 147 HOK/ha atau terdapat perbedaan dalam penggunaan tenaga kerja sebesar 51 HOK/ha atau senilai Rp.1.785.000/ha.
- ItemDaftar Periksa Budidaya Padi Sawah Lahan Irigasi (Indonesia Rice Check)(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2017) Wahab, Moh. Ismail; Abdulrachman, Sarlan; Satoto; Suprihanto; Guswara, Agus; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiSistem produksi padi sawah irigasi telah mengalami evolusi, dari anjuran dan adopsi paket teknologi budidaya pada awal penerapan teknologi revolusi hijau tahun 1970an, menuju tahap manajemen teknologi pada tahun 2000, dan seterusnya. Pengelolaan Sumberdaya dan Tanaman Terpadu (PTT) adalah salah satu model pengelolaan teknologi budidaya padi sawah. Dalam sistem produksi padi secara modern, penerapan komponen teknologi yang sesuai dan adaptif merupakan suatu keharusan. Komponen teknologi utama yang menjadi faktor penentu produktivitas padi perlu diidentifikasi secara tepat, baik yang berasal dari pengalaman empiris, yang berasal dari negara lain, maupun teknologi hasil penelitian yang terbukti keunggulannya. Daftar Periksa Budidaya (DPB) Padi yang merupakan adaptasi Rice Check (Australia), terdiri dari komponen utama sistem produksi padi sawah, yang harus dilakukan oleh petani produsen, apabila menghendaki diperolehnya produktivitas optimal. DPB Padi sawah disusun oleh peneliti padi atas dasar informasi/teknologi tersebut di atas, terdiri dari komponen teknologi yang nyata menentukan produktivitas yang tinggi. Bagi ekologi spesifik, DPB Padi dapat dimodifikasi menyesuaikan dengan kebutuhan agroekologi spesifik tersebut. Dalam panduan Daftar Periksa Budidaya padi sawah ini, dipilih 13 komponen teknologi yang harus dikelola dan diterapkan oleh petani, yang meliputi : (1) waktu tanam; (2) pilihan varietas dan benih; (3) persemaian; (4) penyiapan lahan; (5) pemeriksaan kandungan hara dalam tanah; (6) tanam dan populasi tanaman; (7) pemupukan; (8) pengelolaan air; (9) pengendalian gulma; (10) pengendalian OPT; (11) pemeriksaan status hara N dalam daun; (12) drainasi tanah; dan (13) panen dan penanganan pasca panen. DPB Padi sawah harus dipahami oleh penyuluh guna tindakan penyuluhan, dan dipahami oleh petani untuk memastikan pengadopsiannya. Dengan mengadopsi DPB Padi, senjang hasil antar petani dan antar hamparan sawah serta antar wilayah dapat diminimalisasi, sehingga produksi padi nasional dapat meningkat.
- ItemHasil Beberapa Varietas - Galur Padi Pada Beberapa Taraf Pemupukan Nitrogen di Dua Musim Tanam(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-08-06) Margaret, Swisci; Abdulrachman, Sarlan; Jamil, Ali; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPemupukan merupakan salah satu paket teknologi budidaya yang tidak kalah penting disamping penggunaan varietas unggul. Peranan pupuk khususnya Nitrogen (N) sangat menentukan peringkat komponen hasil maupun hasil padi yang bersifat spesifik menurut varietas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh beberapa dosis pemupukan nitrogen terhadap komponen hasil dan hasil berbagai tipe varietas maupun calon varietas yang akan dilepas Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi). Penelitian dilaksanakan di KP Sukamandi pada musim kering (MK) dan musim hujan (MH) tahun 2012 menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan tiga ulangan. Petak utama adalah perlakuan dosis pupuk N bertingkat mulai 0, 45, 90, 135 dan 180 kg N/ha. Anak petak terdiri dari delapan varietas/galur yang diujikan dan pengamatan dilakukan terhadap variabel komponen hasil dan hasil. Hasil analisis gabungan di dua musim tanam menunjukkan bahwa musim berpengaruh nyata terhadap semua variabel komponen hasil, namun tidak berpengaruh nyata terhadap hasil GKG. Perlakuan pupuk memberikan pengaruh nyata pada komponen hasil dan hasil kecuali untuk variabel bobot 1000 butir. Perbedaan nyata juga terlihat untuk semua variabel pengamatan akibat perlakuan varietas, sedangkan interaksi diantara ketiganya tidak menunjukkan beda nyata kecuali untuk variabel bobot 1000 butir. Secara umum dosis pupuk optimum adalah 135 kg N/ha dan hasil GKG tertinggi sebesar 5,98 t/h dicapai varietas Huanghuazhan.
- ItemPedoman Umum Peningkatan Produksi Padi Melalui Pelaksanaan IP Padi 400(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009) Suyamto; Baehaki; Abdulrachman, Sarlan; Sembiring, Hasil; Hendarsih; Samaullah, Mohamad Yamin; Sasmita, Priatna; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
- ItemPeluang Perbaikan Penyiapan Lahan Sawah Melalui Olah Kering(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Uddin Firmansyah, Imam; M. Zarwazi, Lalu; Abdulrachman, Sarlan; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Peluang perbaikan penyiapan lahan sawah melalui olah kering dengan mesin traktor berkapasitas besar bertujuan agar waktu tanam padi dapat serempak dan hemat air. Dengan menggunakan mesin traktor pertanian berkapasitas besar pada lahan sawah beirigasi dan sawah tadah hujan pada Musim Tanam II atau menjelang musim hujan, tanah dapat segera diolah. Penggunaan mesin traktor yang berat maupun jenis alat pengolah tanah yang tepat dapat mempercepat terbentuknya lapisan tapak bajak. Akibatnya kehilangan air karena perkolasi pada lahan sawah dapat berkurang. Penyiapan lahan sawah semacam ini diperkirakan dapat menghemat air sebanyak 200 mm tanaman. Walaupun kebutuhan air tanaman padi tergantung dari tekstur dan kadar air awal tanah yang akan diairi, namun demikian pengolahan tanah kering juga memberikan dampak terhadap peningkatan efisiensi penggunaan air dan luas tanam. Kapasitas pengolahan tanah kering menggunakan traktor roda 4 berdaya 48 HP pada tanah Vertisol di KP Sukamandi, Subang BB Padi adalah 0,16 ha/jam
- ItemPengaruh Berbagai Pemupukan Terhadap Hasil Padi Hibrida Varietas Hipa 8 di Dua Musim Tanam(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-08-06) Pratiwi, Gagad Restu; Margaret, Swisci; Abdulrachman, Sarlan; Jamil, Ali; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPelandaian kenaikan hasil (leveling off) tanaman padi diduga terjadi karena tidak tepatnya perawatan dan pengelolaan tanah salah satunya akibat penggunaan pupuk anorganik yang kurang bijaksana dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu untuk menjaga keberlanjutan produksi padi maka pemupukan berimbang dan efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman penting untuk dilakukan. Tujuan penelitian adalah mengevaluasi respon tanaman padi Hipa 8 pada sawah irigasi terhadap beberapa perlakuan pemupukan. Percobaan dilakukan di Instalasi Kebun Percobaan Sukamandi selama 2 musim tanam, MK dan MH 2013. Digunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak faktor tunggal (5 taraf pemupukan yaitu tanpa pupuk, +PK, +NP, +NK, dan +NPK) dengan empat ulangan dan varietas yang digunakan adalah Hipa 8. Pengamatan dilakukan terhadap variabel komponen hasil dan hasil tanaman. Hasil analisis pada masing-masing musim tanam menunjukkan perlakuan pemupukan memberikan pengaruh nyata pada semua variabel yang diamati kecuali variabel bobot 1000 butir pada musim kering dan variabel jumlah malai per rumpun serta variabel gabah per malai pada musim hujan. Hasil GKG tertinggi dari masing-masing musim diperoleh dari perlakuan pemupukan +NK yaitu 5.22 t/ha pada musim kering dan 2.87 t/ha pada musim hujan. Analisis gabungan antar musim menunjukkan perlakuan pemupukan memberikan pengaruh nyata pada semua variabel yang diamati kecuali variabel jumlah malai per rumpun. Musim tanam memberikan pengaruh nyata pada semua variabel yang diamati dengan nilai tertinggi untuk semua variabel terdapat pada MK, sedangkan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata untuk semua variabel pengamatan kecuali hasil GKG.
- ItemPertumbuhan dan Hasil Tiga Tipe Varietas Padi Pada Dua Cara Pemberian Air(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2012-06) Abdulrachman, Sarlan; Agustiani, Nurwulan; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiAspek teknik budidaya tanaman padi irigasi hemat air sejak beberapa waktu lalu telah menjadi salah satu isu penting penelitian di BB Padi. Tingkat kejenuhan air maksimal pada tanah sawah, baik pada fase vegetatif dan generatif inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar pemikiran bagi penerapan irigasi intermitten untuk tanaman padi sawah. Di tingkat lapangan, indikator yang dapat dinggunakan adalah ”perched water tube” atau paralon berlubang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan agronomis tiga tipe varietas padi pada dua pengelolaan air yang berbeda. Penelitian dirancang menggunakan rancangan split plot dengan 4 ulangan di lahan petani Kabupaten Magelang Jawa Tengah pada MH 2009. Perlakuan terdiri atas cara pengelolaan air sebagai petak utama dan varietas sebagai anak petak. Cara pengairan W1, intermitten dimana pemberian air dilakukan ketika tinggi muka air sudah mencapai 15 cm di bawah permukaan tanah dan cara pengairan W2, lahan selalu digenang. Pengairan W1 maupun W2 akan dihentikan sama sekali mulai 10–14 hari menjelang panen. Varietas atau galur yang digunakan yaitu hibrida Rokan (V1), PTB BP360 (V2), dan inbrida Ciherang (V3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) produktivitas padi bervariasi antar varietas, yang tertinggi dicapai oleh varietas hibrida Rokan sebesar 8,74 t/ ha, disusul oleh inbrida Ciherang dan PTB BP360 dengan produktivitas masingmasing sebesar 7,61 t/ha dan 6,68 t/ha pada kondisi digenang. Sedangkan pada kondisi intermitten berturut-turut sebesar 7,82 t/ha untuk hibrida Rokan; 7,04 t/ ha untuk inbrida Ciherang dan 5,64 t/ha untuk PTB BP360 dan (2) pengairan dengan cara intermitten dapat menghemat kebutuhan air (8.396 m3 /ha/musim) dibandingkan yang digenang terus (10.019 m3 /ha/musim). Namun demikian penghematan konsumsi air dengan cara intermitten ini belum diikuti dengan peningkatan efi siensi penggunaan air, karena efi siensinya dari sekitar 0,78 kg/m3 pada kondisi digenang baru mampu meningkat menjadi 0,91 kg/m3 pada kondisi intermitten. Hal ini karena rendahnya produktivitas akibat investasi gulma yang lebih padat pada kondisi intermitten.
- ItemPetunjuk Teknis Mina Padi(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2015) Abdulrachman, Sarlan; Wardana, I Putu; Widyantoro; Ruskandar, Ade; Agustiani, Nurwulan; Margaret, Swisci; Septianingrum, Elis; Sasmita, Priatna; Jamil, AliPengembangan dan penerapan sistem usahatani minapadi bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan efisiensi usahatani pada lahan sawah irigasi guna meningkatkan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, pendapatan petani dan kesempatan kerja, serta menjaga keberlanjutan sistem produksi padi. Minapadi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan usaha tani dari hasil ikan maupun padi dan peningkatan efisiensi serta keberlanjutan sistem budidaya melalui penggemburan tanah akibat aktifitas ikan. Petunjuk teknis ini disusun untuk memberikan penjelasan singkat mengenai minapadi, cara penerapannya di lapangan, keunggulan pemanfaatannya di lapangan, hingga analisa usahatani. Dengan semakin dikenalnya teknologi minapadi dan tata cara aplikasi yang benar, diharapkan mampu menekan resiko kegagalan di tingkat petani sekaligus meningkatkan pendapatan.
- ItemRespon Ratun Padi Terhadap Pupuk NPK(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-08-06) Syarifah, Ipuk; Abdulrachman, Sarlan; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiBeberapa strategi peningkatan produksi padi dapat dilakukan antara lain melalui: 1) perluasan areal tanam dengan mencetak sawah baru, 2) peningkatan produktivitas lahan dan 3) perluasan areal panen melalui peningkatan IP (indeks panen). Strategi yang relatif paling mudah dilakukan adalah dengan peningkatan IP, dengan memanfaatkan teknologi ratunisasi. Teknologi ini tergolong selain mudah juga murah, sehingga dapat diaplikasikan oleh sebagian besar petani. Tujuan penelitian untuk mengetahui respon pertumbuhan dan tingkat produksi ratun padi terhadap perlakuan pemupukan. Percobaan ratun dilakukan di KP Sukamandi dan KP Muara yang disusun berdasarkan rancangan Split Plot dengan 3 ulangan. Petak utama terdiri dari 2 varietas yaitu varietas Ciherang dan Hipa Jatim2, dan dosis pupuk sebagai anak petak (tanpa pupuk, 50% dari R1 atau dosis rekomendasi Permentan No. 40 tahun 2007, 75% dari R1, 100% dari R1, 100% dari R2 atau dosis rekomendasi PHSL, dan 125% dari R1). Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) kemampuan membentuk ratun dipengaruhi oleh varietas, (2) pertumbuhan ratun sangat ditentukan oleh kondisi kesehatan tanaman pokok dan (3) lingkungan, terutama keberadaan OPT. Perbedaan ketahanan varietas dan keparahan OPT diduga yang mempengaruhi perbedaan kemampuan berproduksi ratun di KP Sukamandi dan KP Muara. Dosis pupuk untuk pertanaman ratun cukup 75% dari dosis Permentan 40 setempat yaitu 225 kg Urea + 56 kg SP 36 + 75 kg KCl per ha di Sukamandi dan 225 kg Urea + 56 kg SP 36 + 37,5 kg KCl per ha di Muara.
- ItemSistem Tanam Legowo(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2012) Abdulrachman, Sarlan; Agustiani, Nurwulan; Gunawan, Indra; Mejaya, Made Jana; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiSistem tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah dengan pola beberapa barisan tanaman yang kemudian diselingi satu barisan kosong. Tanaman yang seharusnya ditanam pada barisan yang kosong dipindahkan sebagai tanaman sisipan di dalam barisan. Pada awalnya tanam jajar legowo umum diterapkan untuk daerah yang banyak serangan hama dan penyakit. Pada baris kosong, di antara unit legowo, dapat dibuat parit dangkal. Parit dapat berfungsi untuk mengumpulkan keong mas, menekan tingkat keracunan besi pada tanaman padi atau untuk pemeliharaan ikan kecil (muda). Namun kemudian, pola tanam ini berkembang untuk memberikan hasil yang lebih tinggi akibat dari peningkatan populasi dan optimalisasi ruang tumbuh bagi tanaman. Sistem tanam jajar legowo pada arah barisan tanaman terluar memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar sekaligus populasi yang lebih tinggi. Dengan sistem tanam ini, mampu memberikan sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih optimal untuk pertanaman. Selain itu, upaya penanggulangan gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Beragamnya praktek legowo di lapangan menuntut adanya buku acuan penerapan sistem tanam legowo yang benar mulai dari penanaman hingga pengambilan sampel ubinan, sehingga dalam pelaksanaannya benar-benar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
- ItemUji Efektivitas Pupuk Hayati Bactoplus Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Abdulrachman, Sarlan; Yulliyantika, Dhini; Gunawan; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiUpaya yang dapat ditempuh untuk peningkatan produksi padi salah satunya ialah dengan pemupukan, baik dengan pupuk anorganik, organik, mikroba/ hayati maupun campurannya. Pupuk hayati (biofertilizer atau pupuk mikroba) merupakan pupuk yang mengandung mikroba atau makrofauna yang berperan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan keanekaragaman mikroba, efi siensi pemupukan dan produktivitas tanaman, serta mengurangi bahaya pencemaran lingkungan. Uji efektivitas pupuk hayati bactoPlus terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi dilakukan dengan tujuan menguji efektivitas berbagai kombinasi takaran pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah. Pengujian telah dilakukan di Lahan Kopkarlitan milik Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi di Sukamandi) pada 2013, menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Tujuh perlakuan kombinasi pupuk anorganik, organik dan pupuk hayati berturut-turut dibandingkan dengan 1 perlakuan pupuk hayati, 3 perlakuan pupuk anorganik sebagai pembanding dan 1 perlakuan tanpa pupuk sebagai kotrol. Hasill pengujian menunjukkan bahwa: (1) Pemberian pupuk hayati bactoPlus ditambah 75% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik (urea, SP-36 dan KCl) mampu memberikan hasil gabah yang tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk 100% takaran rekomendasi, (2) Besar penurunan penggunaan pupuk anorganik mencapai 25% dari anjuran, namun demikian untuk memperoleh hasil yang setara harus menambahkan pupuk hayati bactoPlus sebanyak 40- 50 tablet/ha/musim, (3) Pupuk hayati bactoPlus diberikan 4 kali, pertama saat perendaman benih, kedua, ketiga dan keempat disemprotkan pada tanaman masingmasing pada saat anakan maksimum (30 hst), primordial (45 hst) dan pembungaan (60 hst). Cara aplikasi pupuk hayati untuk perendaman adalah 1 tablet bactoPlus dilarutkan dalam 2 liter air, digunakan untuk merendam 5 kg benih selama 1 hari. Penyemprotan bactoPlus dengan dosis 1 tablet/tangki, sebanyak 12-15 tangki/ ha, dan (4) Untuk meningkatkan keberhasilan penggunaan dan pencegahan akan peredaran atau penggunaan produk lokal maupun impor yang bermutu rendah dan tidak ramah lingkungan disarankan ada pengujian standar mutu pupuk hayati. Hal ini sejalan dengan tumbuhnya kesadaran masyakarat terhadap masalah pencemaran lingkungan dengan mulai digunakannnya pupuk hayati oleh petani untuk mengurangi pemakaian bahan agrokimia yang berlebihan.
- ItemVerifikasi Metoda Hazton Dalam Upaya Mendukung Peningkatan Produksi Padi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) M. Zarwazi, Lalu; Restu Pratiwi, Gagad; Abdulrachman, Sarlan; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Verifikasi Metode Hazton Dalam Upaya Mendukung Peningkatan Produksi Padi. Penelitian dilaksanakan di KP Sukamandi, wilayah pertanaman padi yang berada di Pantai Utara (Pantura) dengan ketinggian tempat sekitar 16 m dpl. Tujuan penelitian ini adalah memverifikasi metoda Hazton pada sistem pertanaman padi dan menyempurnakan metoda Hazton. Verifikasi Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok. Pada MT-1 (MH 2014/2015, perlakuan terdiri dari 3 perlakuan Hazton dan 1 perlakuan PTT sebagai pembanding. Tiap perlakuan diulang 3 kali, masing-masing perlakuan dengan luas plot 30 m x10 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara visual penampilan vegetatif awal pertanaman hazton menunjukkan morfologi pertumbuhan vegetatif yang baik, namun demikian kondisi ini menyebabkan perkembangan OPT yang lebih kondusif dengan iklim mikro di sekeliling tanaman. Jumlah anakan per rumpun pada model Hazton mulai menurun pada umur 15 hst, sebaliknya pada model PTT terjadi peningkatan jumlah anakan sampai umur 43 - 50 hst (model PTT), selanjutnya jumlah anakan per rumpun menurun. Pada metode Hazton jumlah malai per rumpun dan bobot gabah isi 1000 butir tinggi, tetapi malainya pendek, jumlah gabah isi per malai rendah dan persentase gabah isi juga rendah. Berdasarkan hasil panen pada MT-1 2014/2015 di KP Sukamandi menunjukkan bahwa produksi metode Hazton 4,36 t/ha dan PTT 4,86 t/ha.