Sirkuler Inovasi Tanaman Industri dan Penyegar
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Sirkuler Inovasi Tanaman Industri dan Penyegar by Author "Listyati, Dewi"
Now showing 1 - 6 of 6
Results Per Page
Sort Options
- ItemANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BENIH GRAFTING, BIJI DAN BIODIESEL KEMIRI MINYAK(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2013-04) Listyati, Dewi; Sayekti, Apri Laila; Hasibuan, Abdul MuisKemiri minyak (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan salah tanaman penghasil biodiesel dengan potensi yang sangat besar disamping pemanfaatannya sebagai tanaman konservasi serta penggunaannya tidak bersaing dengan pemanfaatan sebagai bahan pangan. Sebelum dilakukan pengembangan secara luas, aspek keekonomian dan kelayakan perlu dilihat sehingga semua pihak yang terlibat dalam pengembangan kemiri minyak dapat memperoleh manfaat. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung harga pokok produksi benih grafting, biji dan biodiesel kemiri minyak. Hasil analisis menunjukkan bahwa harga pokok produksi benih grafting kemiri minyak adalah sebesar Rp. Rp. 2.965,- per polybag, harga pokok produksi biji sebesar Rp. 374,60 per kg dan harga pokok produksi biodiesel sebesar Rp. 2.620,40 per liter. Hasil analisis kelayakan yang dilakukan untuk melihat aspek kelayakan usaha dari produksi benih grafting, biji dan biodiesel kemiri minyak menunjukkan bahwa usaha ini cukup layak untuk diusahakan. Dalam pengembangannya ke depan, perlu didorong pembangunan industry perbenihan sebagai awal pengembangan kemiri minyak.
- ItemPELUANG PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DARI KULIT BUAH KAKAO(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2015-12) Listyati, DewiPotensi ekonomi buah kakao sangat besar karena hampir semua bagian dari komponen buah kakao dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi serta bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pendapatan petani kakao selama ini terutama diperoleh dari bagian bijinya, sedangkan bagian kulit buahnya belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan kulit buah kakao menjadi pakan ternak, pupuk kompos atau pektin berpeluang dikembangkan menjadi usaha sampingan yang dapat menambah pendapatan petani. Untuk pengembangan lebih lanjut perlu disesuaikan dengan kondisi sumberdaya yang ada (ketersediaan modal, bahan baku, sumberdaya manusia) serta pengguna atau pasarnya. Pemanfaatan kulit kakao akan mendukung penyediaan pakan ternak dan menambah bobot ternak, sedangkan pemberian pupuk kompos pada tanaman kakao dapat meningkatkan produksi kakao dan mengurangi biaya pembelian pupuk kimia sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan petani.
- ItemPOTENSI PENGEMBANGAN MELINJO(2019-12) Listyati, DewiTanaman melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan tanaman serba guna karena banyak yang dapat dimanfaatkan dari tanaman ini. Hasil utamanya berupa biji melinjo yang biasanya untuk sayur atau dibuat emping yang nilai ekonominya tinggi. Limbah dari pembuatan emping yang berupa kulit melinjo juga dapat dimanfaatkan untuk sayur atau digoreng kering menjadi kripik kulit melinjo yang cukup enak dan khas rasanya. Bagian lainnya yang dapat dimanfaatkan dari tanaman melinjo yaitu daun muda dan bunga yang disebut kroto untuk bahan sayur. Beberapa hasil penelitian menunjukkan kandungan nutrisi yang ada pada daun dan biji melinjo cukup banyak. Upaya pengolahan buah melinjo menjadi beberapa produk akan meningkatkan nilai tambah bagi petani dan selanjutnya berdampak positif terhadap pengembangan melinjo serta perekonomian masyarakat di pedesaan.
- ItemPROSPEK DAN POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KAKAO DI INDONESIA(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2014-04) Listyati, Dewi; Herman, Maman; Aunillah, AsifPada saat ini Indonesia merupakan pemasok ketiga kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana karena komoditas yang dominan perkebunan rakyat ini masih menghadapi permasalahan produktivitas dan mutu produk. Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia apabila permasalahan utama pada kakao seperti rendahnya produktivitas dan mutu produk dapat segera diatasi serta agribisnis kakao berkembang dan dikelola secara baik. Indonesia juga masih memiliki lahan potensial jutaan hektar yang belum di manfaatkan secara optimal. Kakao Indonesia banyak diminati negara-negara Eropa dan Amerika karena memiliki keunggulan tidak mudah meleleh dibandingkan dengan negara lain. Sebagai salah satu produsen kakao terbesar dunia Indonesia seharusnya mampu menjadi sentra industri kakao dunia namun realitanya hanya menempati peringkat ke 8. Setelah ada kebijakan pemerintah untuk mengembangkan industri kakao serta adanya peraturan bea keluar untuk ekspor biji kakao berdampak positif bagi pertumbuhan industri kakao di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri kakao, Indonesia masih perlu mengimpor biji kakao berkualitas tinggi karena produksi biji kakao nasional tidak mencukupi dan yang dihasilkan petani umumnya tidak difermentasi. Selain impor dalam bentuk biji, Indonesia juga cukup banyak mengimpor bentuk jadi. Untuk itu perlu ditingkatkan mutu biji kakao petani dengan fermentasi dan dikembangkan lebih banyak industri pengolah produk turunan kakao di dalam negeri serta ditingkatkan promosi produknya.
- ItemSTRATEGI PENYEDIAAN BENIH KARET UNGGUL BERMUTU DAN POTENSI IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KARET NASIONAL(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2013-12) Saefudin; Listyati, DewiProduktivitas tanaman karet nasional sebesar 986 kg/ha. Tergolong rendah, hanya sekitar 47 % terhadap potensi produksi klon unggul saat ini yang mencapai 2.1 ton/ha. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas karet nasional adalah belum digunakannya benih karet unggul bermutu. Program pemerintah baru mencapai sekitar 15% luas karet nasional dan baru sekitar 42.9 – 53.5 persen yang mengadopsi benih karet unggul. Kendala utama dalam mengadopsi bahan tanam unggul adalah keterbatasan modal dan bahan tanam unggul yang terjamin mutunya hanya tersedia di Balai Penelitian dan penangkar benih binaan yang masih terbatas jumlahnya. Pengenalan dan pemahaman klon unggul karet masih perlu disosialisasikan dan diluruskan, karena tidak semua benih karet hasil okulasi adalah klon dan sumber entres harus dari kebun entres yang telah ditetapkan instansi berwenang. Kebun – kebun sumber benih untuk batang bawah pada umumnya sudah tua berumur lebih dari 50 tahun sedang sifat benih biji karet adalah rekalsitran yang sangat cepat mengalami kemunduran, oleh karena itu untuk mendukung penyediaan benih unggul bermutu ke depan diperlukan penetapan kebun sumber benih untuk batang bawah yang baru dan tersebar di daerah-daerah potensi pengembangan. Desentralisasi penyediaan benih diantaranya melalui pembinaan penangkar-penangkar benih di sentra produksi karet perlu segera dilakukan sehingga benih unggul bermutu dapat diperoleh tidak hanya dari Balai Penelitian yang selama ini menangani karet di Palembang dan Medan, tetapi di daerah dekat pengembangan untuk lebih menjamin ketersediaan pada waktu diperlukan dan mutu bahan tanam yang akan dihasilkan. Melalui tulisan ini diharapkan penyediaan benih akan lebih mudah dan akan mendorong adopsi benih karet unggul bermutu dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan petani karet. Upaya untuk meningkatkan produksi karet nasional, pemerintah diantaranya merencanakan program Gernas Karet dengan 300 ribu ha kegiatan peremajaan periode tahun 2013-2015, dimana kebutuhan benih unggulnya berpotensi untuk dapat dipenuhi dengan memanfaatkan kebun-kebun entres yang telah dibangun seluas 560.21 ha.
- ItemSTUDI MODEL KELEMBAGAAN DALAM SISTEM AGRIBISNIS KARET(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2013-08) Hasibuan, Abdul Muis; Listyati, Dewi; Pranowo, DibyoKaret merupakan salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia dari subsektor perkebunan yang sebagian besar diusahakan oleh perkebunan rakyat. Salah satu permasalahan yang terjadi dalam agribisnis karet adalah lemahnya sistem kelembagaan. Kelembagaan dalam agribisnis karet memegang peranan yang sangat penting dalam upaya pengembangan agribisnis karet terutama dalam upaya peningkatan taraf hidup petani. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui model-model kelembagaan yang dapat diterapkan untuk pengembangan agribisnis karet. Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk mempererat interaksi antar subsistem dalam sistem agribisnis karet adalah dengan pola kemitraan sehingga aktivitas dari masing-masing pelaku yang ada dalam sistem agribisnis karet mengarah kepada “simbiosis mutualisme”, seperti yang tertuang dalam model agroestate dan koperasi petani. Selain itu, dinamika yang terjadi dalam kelembagaan harus ditata dengan baik agar setiap pelaku dapat berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing sehingga tujuan kelembagaan dalam sistem agribisnis karet dapat dicapai dengan efektif dan efisien.