KERAGAAN DAN ANALISIS SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI (SUTPA) BERWAWASAN AGRIBISNIS DI KECAMATAN KEPANJEN, KABUPATEN MALANG
Loading...
Date
2000
Authors
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
BPTP Karangploso
Abstract
Sistim usahatani berbasis padi (SUTPA) berwawasan agribisnis telah dilaksanakan di Kecamatan
Kepanjen, Kabupaten Malang, meliputi 6 desa, yaitu Desa Mangunrejo, Panggungrejo, Jenggolo,
Sengguruh, Kemiri, dan Penarukan. Target areal pengkajian SUTPA hamparan sawah seluas 500 ha,
yang terdiri dari unit pengkajian khusus (UPK) seluas 25 ha sistim tanam benih langsung (TABELA)
dengan jarak tanam antar barisan selebar 25 cm dan dalam barisan tidak teratur (sekitar 3-5 cm), dan
25 ha sistim tanam LEGOWO (tanam padi baris ganda dengan jarak (40 cm x 20 cm x 10 cm), serta
450 ha sistim tanam pindah (TAPIN) dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm atau yang biasa dilakukan oleh
petani setempat pada unit hamparan pengkajian (UHP).Pelaksanaan dilakukan di sawah petani oleh
petaninya sendiri. Tim SUTPA yang memandu petani secara langsung adalah dari unsur Staf BPTP
(Peneliti dan Teknisi), Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Mantri Pertanian), Penyuluh (BIPP, BPP,
PPL), dan dari unsur BPTPH (Staf bagian SLPHT). Paket teknologi yang dianjurkan berupa sistim
tanam benih langsung (TABELA), sistim tanam baris ganda (LEGOWO), dan benih varietas unggul baru
Maros dan Memberamo. Pemupukan diupayakan berimbang, disesuaikan dengan hasil analisis tanah.
Khusus petani yang ikut melaksanakan TABELA mendapatkan bantuan benih, sedangkan sarana
produksi lainnya dengan swadana/swadaya. Penyediaan dana melalui KUT susah dicairkan karena
masih banyak masalah/tunggakan KUT sebelumnya. Dari target areal pengkajian tersebut diatas pada
MH 1996/1997 terealisir areal TABELA seluas 12 ha (48%), dan LEGOWO seluas 10 ha (40%),
sedangkan untuk UHP seluas 450 ha memenuhi target. Tidak tercapainya target areal TABELA
terutama disebabkan adanya serangan tikus sehingga petani tidak berani menanam padi cara TABELA.
Disamping itu juga disebabkan oleh keterlambatan pengolah tanah sehubungan dengan kurangnya alat
pengolahan tanah. Tidak tercapainya target areal tanam LEGOWO disebabkan karena pada tahap awal
petani belum yakin apabila tanam sisitim legowo dapat meningkatkan hasil. Keragaan tanaman dan
daya hasil serta keuntungan usahatani UPK lebih baik dari pada UHP, sedangkan yang UHP lebih baik
dan lebih tinggi dari tanam pindah di luar SUTPA (LUHP). Data rata-rata dari 10 petani kooperator
menunjukkan bahwa sistim TABELA memberikan hasil produksi 6,3 t/ha dan pendapatan bersih Rp
1,65 juta, sistim LEGOWO memberikan hasil 5,9 t/ha dan pendapatan bersih Rp 1,47 juta, sistim tanam
pindah SUTPA (UHP) memberikan hasil 5,8 t/ha dan pendapatan bersih Rp 1,53 juta, sedangkan untuk
LUHP memberikan hasil 4,6 t/ha dan dengan pendapatan bersih Rp 0,93 juta. Kendala teknis yang
utama dalam pelaksanaan SUTPA II di Kepanjen terutama adalah serangan hama tikus yang merata
hampir di semua lokasi. Selain itu, kekurangan dalam pelaksanaan LEGOWO pada musim hujan
1996/1997 adalah belum dilaksanakannya secara sepenuhnya, karena masih banyak yang LEGOWO
4:1, dan bahkan 6:1, sedangkan yang dianjurkan adalah 2:1. Kendala non teknis yang penting adalah
kurang efektifnya kelompok tani dan juga pengaruh dominan dari para penebas yang sangat
menentukan harga jual hasil panen petani sehingga sangat mempengaruhi proses adopsi teknologi
petani terutama untuk penerimaan varietas unggul baru Maros dan Memberamo. Untuk menindak lanjuti
pemasyarakatan varietas Maros/Memberamo dan teknologi TABELA/ LEGOWO perlu
koordinasi/kerjasama yang lebih baik lagi antara lembaga terkait di dalam pelaksanaan SUTPA,
terutama antara BPTP, BIPP, Dinas Pertanian Tanamam Pangan, dengan Kepala Wilayah setempat
(Wedono, Camat, Lurah) dan dengan KTNA, Kelompok tani serta Tokoh-tokoh masyarakat (Pemimpin
informal), yang menjadi kunci keberhasilan program SUTPA yang akan datang.