Strategi deteksi dini melalui Sinergitas Kerja dengan Bea Cukai guna antisipasi penyelundupan orang, barang dan uang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Terorisme : Laporan Proyek Perubahan
Loading...
Date
2022
Authors
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
PPMKP
Abstract
Terorisme ialah kejahatan yang serius bahkan bisa membahayakan falsafah negara, keamanan negara, kedaulatan negara, nilai kemanusiaan, berbagai hal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hingga bersifat lintas negara, terorganisasi, serta memiliki jaringan luas dan tujuan tertentu (UU RI No. 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme). Perkembangan terorisme di Indonesia mengalami pergeseran dengan modus yang lebih modern. Setelah peristiwa Bom Bali I (12 Oktober 2002) di Sari Club dan Paddy’s Pub dengan 202 korban meninggal dan 209 orang cedera, maupun Bom Bali II di Kuta dan Jimbaran (1 Oktober 2005) dengan 23 korban tewas dan 196 orang cedera, mulai terkuak adanya aktor teroris hingga jaringan terorisme global yang mulai berkiprah di Indonesia dengan mengembangkan pola/modus lebih modern, yang ditandai dengan aksi terorisme yang dilakukan secara mandiri (leaderless/lonewolf). Pelaku teror atau individu yang telah terpapar paham teroris ini kemudian tertarik dengan ideologi yang disebarkan oleh ISIS, dimana banyak yang berangkat menuju Suriah serta jadi Foreign Terrorist Fighters (FTF) di negara Suriah.
Foreign Terrorist Fighters (FTF) atau Milisi Teroris Asing (MTA) telah didefinisikan oleh United Nations Security Council Resolution 2178, adalah "Individuals who travel to a state other then their states of residence or nationality for the purpose of the perpetration, planning, or preparation of, or participation in, terrorist acts or the providing or receiving of terrorist training, including in connection with armed conflict." (Guilford, 2016 dalam Rahmanto, 2020). Jumlah FTF yang berada di Suriah selama konflik terjadi, lebih dari 30.000 FTF yang berasal lebih dari 100 negara. Menurut data dari The Soufan Center, FTF dari kawasan negara-negara bekas Uni Soviet sebesar 8.717 FTF, Timur Tengah (7.054 FTF), Eropa Barat (5.778 TF), dan Arab Maghreb (5.356 FTF) jadi penyumbang FTF tertinggi. Sedangkan dari Indonesia sebesar lebih dari 2.000 orang. Setelah ISIS melemah dan kalah, maka para FTF ini ada yang kembali ke negaranya atau menuju ke negara lain untuk memperkuat jaringan teroris di sana. Menurut data Densus 88 AT Polri, hingga saat ini masih terdapat WNI yang menjadi FTF di beberapa negara.
Dari identifikasi dan analisis masalah yang penulis lakukan maka disusunlah gagasan perubahan strategi untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penulis. Sehubungan dengan hal tersebut penulis menyusun gagasan proyek perubahan dengan judul: “Strategi Deteksi Dini Melalui Sinergitas Kerja Dengan Bea Cukai Guna Antisipasi Penyelundupan Orang, Barang dan Uang yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Terorisme”. Melalui proyek perubahan ini diharapkan dapat membangun kerja sama antara Densus 88 dan Bea Cukai guna mengantisipasi penyelundupan orang, barang dan uang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Terorisme. Upaya represif melalui pendekatan penegakan hukum hanya menyelesaikan sisi kejahatan terorismenya, namun akar masalah sebagai penyebab timbulnya kejahatan terorisme perlu pendekatan yang berbeda melalui upaya soft approach meliputi deradikalisasi dan kontra radikalisasi.
Description
Keywords
Tindak Pidana, Terorisme, Sinergitas Kerja, Kerja Sama, Densus 88, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), Laporan Proyek Perubahan, PKN=Pelatihan Kepemimpinan Nasional, PKN Tk.II/20/2022