Harga Pangan

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 5 of 5
  • Item
    Proyeksi Ketersediaan dan Kebutuhan Minyak Goreng Tahun 2021
    (Badan Ketahanan Pangan, 2021) Irnawati; Badan Ketahanan Pangan
    Proyeksi ketersediaan dan kebutuhan minyak goreng disusun dalam rangka memperkirakan kondisi ketersediaan dan kebutuhan minyak goreng selama periode tertentu baik bulanan atau tahunan. Hal ini menjadi sangat penting karena digunakan sebagai salah satu bahan informasi terkait penanganan masalah ketersediaan minyak goreng dan sebagai Early Warning System untuk antisipasi terjadinya gejolak harga minyak goreng. Proyeksi ketersediaan dan kebutuhan minyak goreng dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perkebunan, BPS, dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan Gabungan Industri Minyak Nabati (GIMNI). Hasil proyeksi menunjukkan bahwa stok minyak goreng dalam negeri pada akhir tahun 2021 sebesar 618,59 ribu ton, berasal dari ketersediaan minyak goreng dari produksi dalam negeri sebesar 5,6 juta ton dan stok awal tahun 2021 sebesar 576 ribu ton, untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng nasional selama 1 (satu) tahun yang sebesar 5,56 juta ton. Perkiraan stok akhir tahun 2021 yang sebesar 618,59 ribu ton ini, diperkirakan mampu untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng 1 (satu) bulan kedepan.
  • Item
    ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA TANI JAGUNG DI KECAMATAN TANGGUNGHARJO KABUPATEN GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2021
    (2021) Irnawati; Badan Ketahanan Pangan
    Jagung merupakan makanan pokok kedua setelah padi di Indonesia. Kabupaten Brobogan merupakan Kabupaten produksi jagung terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Tanggungharjo merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Grobogan yang memproduksi Jagung cukup besar. Penelitian ini di laksanakan di Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan. Lokasi penelitian di pilih secara sengaja purposive). penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis keuntungan usahatani jagung dan (2) Menganalisis kelayakan biaya usahatani jagung. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Analisis data menggunakan analisis keuntungan,dan efisiensi biaya R/C Ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) keuntungan usahatani jagung rata-rata lahan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 5,704.250/ha pada tiap musim tanam, (2) Penggunaan biaya usahatani jagung enghasilkan nilai R/C ratio sebesar 1,5/ha pada tiap musim tanam
  • Item
    Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT) Bawang Merah
    (Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, 2020) Yanto, Muhammad; Ismaryanti, Endang; Badan Ketahanan Pangan
    Bawang merah merupakan salah satu komoditi sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani dan potensinya sebagai penghasil devisa negara. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani bawang merah di 5 provinsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendapatan petani bawang merah adalah sebesar 18,3 juta ha-1 dengan nilai R/C ratio sebesar 1,31.
  • Item
    Petunjuk Teknis Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat Melalui Toko Tani Indonesia Tahun 2020
    (Badan Ketahanan Pangan, 2020) Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian; Badan Ketahanan Pangan
    Harga dan pasokan pangan merupakan indikator-indikator strategis yang saling terkait dan sering digunakan untuk mengetahui: (a) status distribusi pangan, (b) permasalahan yang disebabkan oleh rantai distribusi pangan dan (c) ketidakcukupan pasokan pangan di suatu wilayah. Permasalahan utama yang terjadi selama ini adalah tingginya disparitas harga antara produsen dan konsumen yang mengakibatkan keuntungan tidak proporsional antara pelaku usaha. Harga yang tinggi di tingkat konsumen tidak menjamin petani (produsen) mendapatkan harga yang layak, sehingga diperlukan keseimbangan harga yang saling menguntungkan, baik di tingkat produsen maupun tingkat konsumen.
  • Item
    Petunjuk Teknis Kegiatan Pengamanan dan Stabilisasi Harga Pangan
    (Badan Ketahanan Pangan, 2020) Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian; Badan Ketahanan Pangan
    Produksi hasil pertanian bervariasi jumlahnya baik antar wilayah maupun antar waktu yang mengakibatkan jumlah pasokan tidak merata di setiap wilayah sepanjang waktu. Pada saat panen raya produksi hasil pertanian sangat berlimpah namun kecenderungan permintaan selalu tetap sepanjang waktu sehingga terjadi over supply dan penurunan harga. Disisi lain, pada saat masa paceklik pasokan mengalami penurunan yang dapat mengancam pemenuhan ketersediaan pangan sehingga memicu kenaikan harga. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi harga antara lain meningkatnya harga input/sarana produksi yang disebabkan oleh penerapan teknologi produksi dan faktor kebijakan pemerintah seperti penetapan harga dasar (floor price). Peningkatan harga komoditas pangan dapat juga berasal dari faktor distribusi seperti panjangnya rantai jalur distribusi, kendala transportasi, perilaku pedagang dalam menetapkan marjin keuntungan, aksi spekulasi maupun kompetisi antar pedagang. Selama ini, faktor distribusi diindikasikan sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap tingginya volatilitas harga komoditas yang terjadi. Kendala transportasi yang menyebabkan produksi pangan dari daerah sentra tidak dapat diterima secara merata dan kontinu oleh konsumen di daerah non sehingga disparitas harga di tingkat konsumen sangat bervariasi antar wilayah. Permasalahan lain yang juga terjadi adalah tingginya disparitas harga antara produsen dan konsumen yang mengakibatkan keuntungan tidak proporsional antara pelaku usaha. Diperlukan upaya untuk menjaga keseimbangan harga tingkat konsumen antar wilayah dan keuntungan yang berkeadilan untuk konsumen maupun produsen. Salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan ini, Kementerian Pertanian melakukan kegiatan Pengamanan dan Stabilisasi Harga Pangan. Kegiatan ini dilakukan dalam upaya untuk mengatasi gejolak pasokan dan harga pangan pokok/strategis, dengan cara memperpendek rantai distribusi pemasaran dari wilayah produsen ke wilayah konsumen agar lebih efisien. Melalui bantuan subsidi transportasi untuk pangan, produk pangan dapat terdistribusi dengan baik dari produsen ke konsumen dalam satu wilayah maupun antar wilayah sehingga diharapkan ada kontinuitas pasokan dengan harga yang menguntungkan untuk produsen juga wajar dan terjangkau untuk konsumen.