Bunga Rampai
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Bunga Rampai by Subject "Research Subject Categories::A Agriculture/Pertanian"
Now showing 1 - 20 of 60
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisa Usahatani dan Kelayakan Kemiri (Aleurites moluccana Willd.)(Unit Penerbitan dan Publikasi Balittri, 2019) Sudjarmoko, Bedy; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarMengusahakan tanaman kemiri termasuk usaha yang bersifat jangka panjang, karena biaya sudah harus dikeluarkan sejak investasi dimulai, sedangkan penerimaan baru diperoleh pada tahun ke lima. Dengan sifat usaha seperti ini, menilai tingkat kelayakan usaha menjadi sangat penting untuk dilakukan. Berdasarkan standar harga tahun 2008, dalam periode pengusahaan selama sepuluh tahun, biaya yang dibutuhkan adalah Rp 15 613 250/Ha, sedangkan penerimaan mencapai Rp 93 750 000/Ha. Dengan demikian, keuntungan total mencapai Rp 78 136 750/Ha atau rata‐rata Rp 7 813 675/Ha/tahun. Besarnya Return on Invesment (ROI) mencapai 5.00%. Secara finansial, mengusahakan kemiri layak dilakukan karena hanya dalam sepuluh tahun (produksi belum optimal) telah memberikan nilai Net Present Value (NPV) adalah sebesar Rp 40 546 165, Internal Rate of Return (IRR) sebesar 61%, dan Net B/C Ratio sebesar 2.43.
- ItemArah Pengembangan Kemiri Sunan(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Hasibuan, Abdul Muis; Ammatillah, Chery Soraya; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarBahan bakar nabati merupakan salah satu alternatif penyediaan sumber energi pada masa yang akan datang mengingat cadangan minyak bumi yang semakin menipis serta kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh bahan bakar fosil. Kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan salah satu komoditas yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber penghasil bahan bakar nabati. Tanaman ini memiliki produktivitas dan kadar minyak dalam biji yang tinggi. Buah kemiri sunan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biofuel dan biogas disamping produk turunan lainnya yang bernilai ekonomi seperti pernis, cat, sabun, resin, dan pelumas. Pengembangan komoditas ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan proyek clean development mechanism (CDM) sesuai dengan yang tertuang dalam protokol Kyoto. Dalam upaya pengembangannya, sebaiknya diarahkan pada upaya rehabilitasi dan konservasi lahan serta pemanfaatan lahan yang tidak produktif. Untuk itu, peran pemerintah dengan menciptakan kebijakan yang mendukung sistem agribisnis kemiri sunan sangat diperlukan.
- ItemBAHAN TANAMAN DAN TEKNIK BUDIDAYA(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Luntungan, Henkie T.; Herman, Maman; hadad, M.; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarPemerintah berperan sebagai pengambil kebijakan dalam pengembangan bahan bakar nabati. Departemen Pertanian telah menyusun beberapa rencana untuk mendukung program bahan bakar minyak nabati. Prioritas pertama substitusi bahan bakar akan diambil dari minyak kelapa sawit dan jarak pagar. Selain kelapa sawit dan jarak pagar ada beberapa jenis tanaman lain yang berpotensi menghasilkan minyak nabati untuk keperluan bahan bakar, diantaranya adalah tanaman Kemiri Sunan. Balai Penelitian Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri) berinisiatif mengembangkan tanaman ini sebagai penghasil biofuel. Prioritas pertama ditujukan pada perakitan varietas dengan menyusun suatu roadmap jangka pendek dan panjang dari pengembangan tanaman Kemiri Sunan. Dalam rangka penyediaan bahan tanaman, saat ini Balittri mempunyai koleksi plasma nutfah ATRI 0001 s/p 0004. Eksplorasi meningkatkan keragaman materi genetik selain Kabupaten Majalengka dilanjutkan ke Kabupaten Sumedang dan populasi‐populasi lainnya di Indonesia. Dari hasil pengamatan produktivitas beberapa populasi Kemiri Sunan pada berbagai tingkat umur, kemiri ini berpotensi untuk menghasilkan bahan bakar nabati minyak kasar mencapai 10 ton/ha/tahun dengan asumsi bahan tanaman, budidaya dan managemen pengelolaannya sesuai dengan agroklimatnya. Dari segi bahan tanaman menggunakan mutu yang tinggi, artinya memenuhi persyaratan mutu genetik, fisiologik, fisik dan patologik. Untuk budidaya agar memperhatikan manajemen pertanaman yang sesuai agroklimat yang dimulai dari persemaian, pembibitan, persiapan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit.
- ItemBAHAN TANAMAN UNGGUL MENDUKUNG BIOINDUSTRI KAKAO(IAARD Press, 2014) Setiyono, Rudi; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianTanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas yang cukup penting di Indonesia. Sampai saat ini, Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia. Lebih dari 90% dari keseluruhan luas areal tanaman kakao yang ada di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Meskipun demikian, produktivitas kakao masih tergolong rendah, yaitu hanya mencapai rata-rata 900 kg/ha/thn. Penyebab rendahnya produktivitas tanaman kakao adalah masih beragamnya adopsi petani terhadap teknologi budidaya, keterbatasan tersedianya bahan tanam unggul, serta serangan hama dan penyakit utama. Penemuan bahan tanaman kakao unggul seperti ICCRI 07 dan Sulawesi 03 yang tahan terhadap hama penggerek buah kakao (PBK) serta klon hibrida ICCRI 06H yang tahan terhadap penyakit vascular streak dieback (VSD) merupakan salah satu solusi dalam mengatasi masalah hama dan penyakit utama yang menjadi permasalahan serius pada tanaman kakao saat ini. Bahan tanaman kakao unggul tersebut dapat digunakan pada pengembangan tanaman kakao dalam rangka penerapan inovasi teknologi bioindustri kakao, serta dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam kegiatan perakitan bahan tanam kakao tahan PBK dan VSD di Indonesia. Keberhasilan penanganan masalah VSD dan PBK tersebut tentu tidak hanya mengandalkan pada bahan tanamnya saja, akan tetapi juga tergantung pada penerapan cara budidaya yang baik. Pemuliaan ketahanan terhadap PBK dan VSD selanjutnya akan tergantung pada seberapa besar tingkat keragaman genetik yang dapat terbentuk melalui persilangan dengan memanfaatkan klon-klon tahan tersebut, serta manajemen proses seleksinya.
- ItemBIAYA PRODUKSI PEMBUATAN BIODISEL(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Listyati, Dewi; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarKrisis energi di Indonesia semestinya tidak terjadi karena sumber energi tidak hanya minyak bumi yang berasal dari fosil yang persediannya semakin menipis. Sumber energi alternatif masih banyak, namun agak terabaikan sehingga kurang berkembang, seperti energi surya/tenaga matahari, air, angin dan sumber energi nabati yang dapat diperbarui. Indonesia memiliki banyak spesies tanaman yang minyaknya dapat digunakan sebagai bahan baku biodeisel (sumber energi nabati), salah satu diantaranya yaitu kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw). Prosesing minyak kasar kemiri sunan (MKKS) menjadi bahan bakar nabati (biodisel) belum banyak dilaporkan. Untuk mengetahui besarnya harga pokok biodiesel, maka dilakukan analisis biaya produksi biodisel dari kemiri sunan yang dilakukan di KIJP Pakuwon Sukabumi (Balittri). Hasil analisis menunjukkan bahwa harga pokok untuk setiap liter biodiesel adalah sebesar Rp 3.494,72,‐. Keuntungan lainnya berupa gliserol dan bungkil yang bisa diproses untuk biogas, pupuk organik dan briket.
- ItemBudidaya dan Pasca Panen Kemiri (Aleurites Moluccana Willd.) sebagai Bahan Bakar Bioenergi(Unit Penerbitan dan Publikasi Balittri, 2019) Ferry, Yulius; Towaha, Juniaty; Rusli, Rusli; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarTanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd ) tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Terbukti dengan beragamnya nama daerah dari kemiri. Tanaman kemiri ditanam sebagai tanaman reboisasi untuk menutupi bukit‐bukit di Jawa, buah kemiri banyak digunakan sebagai bumbu masak, minyaknya berkualitas tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada ketinggian 0 – 800 meter dpl dengan curah hujan 1 500 – 2 400 mm per tahun. Kemiri dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Tanaman kemiri mulai berbuah pada umur 3 – 4 tahun bila benih berasal dari biji (generatif) dan 2 tahun bila benih berasal dari perbanyakan vegetatif. Produksi pohon kemiri dewasa yang tumbuh baik dapat mencapai 200 kg biji kupasan per pohon. Rendemen minyak kemiri mencapai 55 – 65%, sehingga berpotensi digunakan sebagai sumber bahan baker bioenergi.
- ItemBUDIDAYA KAKAO BERWAWASAN KONSERVASI(IAARD Press, 2014) Sobari, Iing; Herman, Maman; Saefudin, Saefudin; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianTanaman kakao (Theobroma cacao L.) termasuk salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting di Indonesia. Perkembangan luas arealnya tergolong pesat dengan penambahan hampir 10% per tahun. Perkembangannya yang pesat tersebut menyebabkan banyak penanaman yang dilakukan tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman serta tidak mengikuti budidaya anjuran. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan dan produksi kakao menjadi rendah dan lahan mengalami degradasi. Degradasi tanah terjadi karena erosi, menurunnya bahan organik, dan berkurangnya unsur hara melalui panen dan pencucian. Erosi yang tinggi pada daerah lereng, pencucian unsur hara maupun kerusakan pada tanaman kakao akibat tidak memperhatikan pola tanam menjadi permasalahan mendasar yang harus diselesaikan secara terintegrasi. Upaya untuk mengurangi kerusakan lahan tersebut adalah dengan menerapkan budidaya kakao berwawasan konservasi. Penerapan pengelolan tanaman penaung, teknik pembuatan teras pada budidaya kakao, polatanam yang sesuai, pemanfaatan bahan organik, dan penggunaan pupuk hayati dapat menjadi solusi dalam mencegah degradasi lahan dan menjaga kelestarian lingkungan. Budidaya konservasi pada prinsipnya adalah budidaya yang mengutamakan keberhasilan usahatani secara berkelanjutan.
- ItemBudidaya Tanaman Ganyong (Canna edulis KERR)(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Sasmita, Kurnia Dewi; Taher, Syahrial; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarGanyong (Canna edulis KERR.) adalah sejenis tumbuhan penghasil umbi yang cukup populer sebagai sumber pangan alternatif. Selain itu tanaman ini juga mempunyai potensi sebagai bahan penghasil bioetanol. Umbi ganyong mengandung karbohidrat 22,60 gram per 100 gram umbi ganyong serta kadar gula yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan bioetanol, Dengan demikian ganyong sangat potensial untuk dikembangkan secara luas apalagi tanaman ini masih belum banyak dibudidayakan. Budidaya ganyong tidak terlampau sulit karena tanaman ini mudah tumbuh disegala jenis tanah dan suhu udara serta toleran pada naungan. Tanaman ini juga tidak membutuhkan perawatan yang intensif. Namun demikian apabila ingin mendapatkan hasil umbi yang tinggi maka perlu diperhatikan teknik budidaya yang baik. Dalam satu hektare lahan bisa menghasilkan ganyong sebanyak 60 ton dengan masa tanam delapan bulan lebih. Dengan potensi yang cukup besar sebagai sumber energi alternatif maka ganyong dan tanaman‐tanaman lain penghasil bioetanol yang tersebar diseluruh pelosok Negara kita ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut.
- ItemBudidaya Tanaman Kesambi (Schleichera oleosa, (LOUR.) Oken)(Unit Penerbitan dan Publikasi Balittri, 2019) Daras, Usman; Heryana, Nana; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarTanaman kesambi {Schleichera oleosa, (LOUR.) Oken} merupakan tanaman introduksi berasal dari dataran Deca Himalaya. Tanaman ini dapat tumbuh dari ketinggian 0 sampai 1000 m di atas permukaan laut (dpl), tetapi umumnya tumbuh baik pada ketinggian < 600 m dpl. Tanaman kesambi menghendaki curah hujan tahunan 750 – 2.500 mm, temperatur maksimum 35 – 47.5 oC dan minimum – 2.5 oC. Di pulau Jawa, tanaman ini dapat dijumpai sampai ketinggian 1.200 m dpl. Hampir semua bagian tanaman kesambi memiliki memfaat, mulai dari kayu, kulit, daun sampai buah dan bijinya. Kulit batangnya mengandung 6.1‐14.3% zat penyamak, sehingga digunakan sebagai bahan penyamak kulit. Buahnya yang masih hijau dapat dimakan atau diolah menjadi asinan. Sementara itu, bijinya mengandung sekitar 70% minyak, dapat digunakan dalam pembuatan minyak gosok, obat kudis, salep luka, anti rontok rambut, serta pengharum ruangan. Biji kesambi dapat diolah menjadi minyak pelumas, pembuatan lilin, industri batik, dan bahan pembuatan sabun. Selain itu, bijinya yang mengandung minyak yang tinggi, dapat dimanfaatkan secara sebagai sumber alternatif biodisel.
- ItemDAMPAK KERUSAKAN OLEH JAMUR KONTAMINAN PADA BIJI KAKAO SERTA TEKNOLOGI PENGENDALIANNYA(IAARD Press, 2014) Amaria, Widi; Iflah, Tajul; Harni, Rita; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianMutu biji kakao kering dapat dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya kerusakan yang disebabkan oleh jamur kontaminan penghasil toksin (mikotoksin). Keberadaan jamur tersebut dapat dideteksi sejak kegiatan panen dan pasca panen, seperti sortasi, fermentasi, pencucian, pengeringan, dan penyimpanan. Jenis jamur kontaminan yang sering ditemukan selama tahapan ini berlangsung antara lain marga Aspergillus, Penicillium, Fusarium, Rhizopus, dan Mucor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jamur antara lain: suhu dan kelembaban, kadar air, aktivitas serangga, dan penanganan pascapanen. Mikotoksin dihasilkan dari metabolit jamur-jamur kontaminan, dan jenis yang mendominasi pada biji kakao adalah aflatoksin dan okratoksin. Kedua jenis mikotoksin tersebut selain dapat menurunkan mutu maupun kuantitas biji dan produk olahannya, juga bersifat toksik/racun yang berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker hati dan ginjal. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan dan pengendalian terhadap jamur kontaminan penghasil mikotoksin pada semua tahapan kegiatan untuk memperoleh biji kakao kering dengan mutu terbaik.
- ItemDESKRIPSI DAN STRATEGI PEMULIAAN(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Wicaksono, Ilham N.A.; Yuniati, Nurya; Syafaruddin, Syafaruddin; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarKemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) termasuk tanaman trimonoecious. Banyak daerah yang berpotensi mengembangkan tanaman tersebut sebagai sumber bahan bakar nabati (BBN) masalahnya adalah belum tersedianya varietas unggul nasional kemiri sunan. Oleh karena itu, strategi pemuliaan tanaman jangka pendek diorientasikan pada pemanfaatan materi‐materi yang telah ada (indigenous materials). Melalui pendekatan ini diharapkan siklus program pemuliaan menjadi lebih efektif dan efisien. Atas dasar tersebut di atas maka langkah‐langkah perbaikan tanaman melalui teknik pemuliaan yang akan ditempuh adalah sebagai berikut: (1). Seleksi populasi tanaman untuk penentuan Blok Penghasil Tinggi (BPT) ditinjau dari produksi, (2). Seleksi individu tanaman dari BPT berdasarkan produksi biji dan kandungan minyak yang tinggi, (3). Seleksi karakter yang berhubungan erat dengan produksi biji dan kandungan minyak yang tinggi serta karakter‐karakter unggul lainnya, (4). Perbanyakan secara vegetatif, generatif, dan in vitro dari individu‐individu terpilih, (5). Progeny test dari individu‐individu yang terseleksi.
- ItemDIVERSIFIKASI KEGUNAAN MINYAK KASAR(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Towaha, Juniaty; Tjahjana, Bambang Eka; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarMinyak kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan trigliserida yang tersusun dari asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam α‐elaeostearat Selain berpotensial diolah menjadi bahan bakar alternatif biodiesel, juga dapat diolah lebih lanjut menjadi produk oleokimia untuk bahan baku maupun bahan additif berbagai industri. Produk oleokimia yang penting yaitu fatty acid, glycerol, fatty acid esters, fatty alcohol, fatty amides dan fatty amines. Fatty acid merupakan produk dasar untuk pembuatan produk turunan oleokimia lainnya dan fatty acid merupakan bahan baku yang sangat dibutuhkan dalam industri pembuatan sabun, glycerol banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi, kosmetika dan makanan, produk turunan fatty acid esters dapat digunakan dalam industri minyak pelumas dan minyak wangi, produk turunan fatty alcohol dapat digunakan dalam industri tinta printer, cat, pernis, minyak pelumas, minyak rem, minyak hidrolik, cream, lipstick dan semir, produk turunan fatty amides banyak digunakan dalam industri sampo dan detergen, produk turunan fatty amines banyak digunakan dalam industry pembuatan softener dan sampo. Berbagai industri tersebut mempunyai prospek pasar yang cukup bagus, oleh karena itu diversifikasi pendayagunaan minyak kemiri sunan sebagai bahan baku produk oleokimia sangat mungkin untuk dikembangkan.
- ItemDIVERSIFIKASI PRODUK KAKAO SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFARMAKA(IAARD Press, 2014) Towaha, Juniaty; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianSecara umum struktur anatomis buah kakao terdiri dari empat bagian, yaitu kulit buah (pod) sebanyak 73,7%, pulpa 10,1%, plasenta 2,0%, dan biji 14,2%. Komponen kimia yang terdapat dalam buah kakao di antaranya adalah lemak kakao, polifenol, theobromin, kafein, pektin, dan kompleks lignin karbohidrat. Lemak kakao umumnya digunakan dalam kosmetika sebagai emolien. Polifenol kakao mempunyai aktivitas antioksidan, antimikroba, immunomodulator, efek kemopreventif untuk pencegahan penyakit jantung koroner dan kanker. Theobromin memiliki efek diuretik, stimulan otot jantung dan relaksasi otot halus dan vasodilator. Kafein dapat dimanfaatkan dalam pengobatan jantung, stimulan pernafasan dan juga sebagai peluruh air seni. Pektin dapat dimanfaatkan untuk mencegah hiperlipedemia dan kanker usus, di samping merupakan salah satu bahan baku yang cukup luas dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai bahan pensuspensi, adsorben, bahan pembentuk gel dalam sediaan tablet, emulsi, dan suspensi. Lignin karbohidrat kompleks mempunyai aktivitas anti HIV (human immunodeficiency virus) dan anti HSV (herves simplex virus). Oleh karena itu, berdasarkan kemampuan aktivitas dari komponen kimia dalam buah kakao tersebut maka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku sediaan biofarmaka.
- ItemEVALUASI PLASMA NUTFAH(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Wiriadinata, Harry; Natakarmana, Hendra; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarTanaman kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak nabati serta derivasinya yang mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Manfaat lain dari tanaman ini adalah dapat digunakan sebagai tanaman konservasi karena mempunyai habitus yang relatif besar, ukuran daun yang lebar dan rimbun, serta perakarannya yang kuat dan dalam. Tanaman kemiri sunan bukan merupakan tanaman asli Indonesia tetapi diduga berasal dari daratan Filipina. Penyebarannya di Indonesia sengaja dilakukan untuk memenuhi ekspor Minyak Kayu Cina (China Houtline) dari Aleurites fordii dan A. Montana. Sampai saat ini populasi tanaman kemiri sunan di Indonesia masih sangat terbatas dan belum dibudidayakan secara khusus. Oleh karena itu, upaya pengkoleksian plasma nutfah (baik dari sumber yang sudah ada sekarang maupun introduksi dari tempat asalnya) serta penguasaan teknologi budidaya dan pasca panennya merupakan hal yang harus segera dilakukan. Sebagai komoditas perkebunan maupun untuk keperluan penanggulangan lahan kritis pada areal terbuka bekas hutan, maka perlu manajemen dan kajian ekonomi yang baik terutama dalam masalah penyediaan lahan, tenaga kerja, serta soisal ekonomi masyarakat.
- ItemFAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KANDUNGAN POLIFENOL PADA BIJI DAN PRODUK BERBASIS KAKAO(IAARD Press, 2014) Wardiana, Edi; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianTanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman neotropik tahunan yang memiliki manfaat penting, baik sebagai produk pangan maupun produk kesehatan. Khusus untuk produk kesehatan, biji dari tanaman kakao memiliki kandungan senyawa polifenol yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman penghasil polifenol lainnya, termasuk teh dan anggur. Kandungan polifenol pada biji kakao dapat mencapai 10% dari bobot keringnya. Salah satu sub-klas polifenol yang memegang peranan penting bagi kesehatan manusia adalah flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan, antiradikal, antimikrobial, antiproliferasi, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Kandungan polifenol akan dipengaruhi oleh berbagai aktivitas dan aktor yang terlibat pada setiap rantai nilai produksi cokelat, mulai dari periode pra panen (on-farm) sampai pasca panen dan pengolahan (off-farm). Tulisan ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa polifenol pada biji kakao dan produk akhir yang dihasilkannya. Pada periode pra panen, faktor yang mempengaruhi kandungan polifenol biji kakao adalah genetik (genotipe/varietas/klon) berinteraksi dengan faktor lingkungan biofisik maupun agronomis (budidaya). Selanjutnya pada periode pasca panen, interaksi terjadi antar komponen faktor pasca panen dan pengolahan yang meliputi proses penyimpanan buah, fermentasi, pengeringan, serta penyangraian biji. Komponen-komponen faktor pasca panen dan pengolahan memiliki “pengaruh yang berlawanan” untuk dua orientasi produk yang berbeda (produk pangan atau kesehatan). Semakin tinggi intensitas pengolahan, semakin menurun kandungan polifenol, tetapi citarasa semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan suatu keseimbangan antara "kesehatan dan citarasa" melalui kombinasi perlakuan pada komponen-komponen pasca panen dan pengolahan dengan tujuan memproduksi cokelat yang dapat diterima secara baik oleh pasar.
- ItemHama dan Penyakit Pada Tanaman Kemiri (Aleurites mollucana Willd)(Unit Penerbitan dan Publikasi Balittri, 2019) Indriati, Gusti; Khaerari, Khaerati; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarTanaman kemiri adalah jenis tanaman serbaguna yang buahnya dapat digunakan untuk bumbu masakan, obat‐obatan, sabun dan industri cat. Selain buahnya tanaman kemiri merupakan jenis pohon yang cocok untuk reboisasi, penghijauan dan tanaman pelindung. Kemiri termasuk tanaman yang kurang mendapat gangguan hama atau penyakit, tetapi dilaporkan ada beberapa hama dan penyakit yang menyerang tanaman kemiri yaitu hama pada akar dari golongan rayap, hama pada batang dengan membuat lubang gerekan, hama daun berupa tungau (Tetranichiadae), hama pada buah diserang oleh larva Dacus sp, dan hama pada biji berupa Carpophilus sp dan Oryzaphilus sp. Sedangkan penyakit yangmenyerang tanaman kemiri adalah jenis penyakit hawar daun cendawan, penyakit antraknosa (Collectorichum sp) dan penyakit gugur buah muda.
- ItemHama Utama Pada Pertanaman Ganyong (Canna edulis KERR)(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Soesanthy, Funny; Ibrahim, Meynarti Sari Dewi; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarGanyong sangat potensial digunakan sebagai sumber karbohidrat pengganti beras atau jagung. Kandungan gizi umbi ganyong tidak lebih buruk dari bahan pangan yang dikomsumsi masyarakat. Tanaman ganyong dapat tumbuh dengan baik diberbagai jenis lahan dengan produksi rata‐rata 30 ton/ha. Dalam pertanamannya ganyong relative bebas dari serangan penyakit, namun didaerah‐daerah yang telah membudidayakan ganyong secara intensif telah ditemui penyakit Fusarium spp, Puccinia cannae dan Rhizoctonia spp. Tidak seperti penyakit, pengendalian hama perlu diperhatikan dalam budidaya ganyong, hal ini dikarenakan walaupun serangannya masih rendah namun memerlukan penanganan yang serius. Jenis‐ jenis hama yang sering menyerang pertanaman ganyong antara lain; Ulat Calpodes ethlius, Agrotis ipsilon Hufnagel, Popilia japonica Newman, Tungau merah (Tetranycus urticae), Keong dan Belalang (Orthoptera). Tehknik pengendalian hama yang digunakan dapat menggunakan musuh alami, pengendalian secara mekanis dan menggunakan insektisida bila tingkat serangan sudah tidak dapat dikendalikan.
- ItemINOVASI TEKNOLOGI BIOINDUSTRI BERBASIS KAKAO, PISANG, DAN TERNAK KAMBING TERPADU: SEBUAH PELAJARAN DARI KABUPATEN ACEH TIMUR(IAARD Press, 2014) Syakir, M; Ferry, Yulius; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianProduktivitas tanaman kakao rakyat masih rendah, penyebabnya antara lain rendahnya populasi, banyaknya tanaman rusak, serangan hama dan penyakit. Hal yang sama juga terjadi pada tanaman pisang, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, tanaman pisang diserang oleh penyakit yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum sehingga luas dan produksi tanaman pisang menurun masing-masing 30% dan 35%. Penurunan produksi ini menyebabkan pendapatan petani menjadi makin rendah. Sistem pertanian bioindustri merupakan sistem yang mengoptimalkan semua potensi yang terdapat di lokasi tersebut, tidak terkecuali limbah dari suatu proses budidaya dan pasca panen. Polatanam kakao, pisang, dan ternak tidak hanya mengoptimalkan penggunaan lahan tetapi juga membuka peluang diversifikasi produk, penyediaan pakan ternak, dan penyediaan pupuk organik (kompos). Terdapat peluang untuk meningkatkan pendapatan petani, yaitu dengan diversifikasi pertanaman untuk mempertangguh usahatani perkebunan. Optimalisasi lahan perkebunan kakao dapat ditempuh dengan polatanam kakao dan tanaman pisang. Agar tidak terjadi persaingan diperlukan inovasi teknologi polatanam kakao pisang berbasis pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Budidaya tanaman kakao dan tanaman pisang merupakan penerapan teknologi polatanam yang memberikan keuntungan dan meningkatkan daya guna lahan. Tanaman kakao yang rusak direhabilitasi dan tanaman pisang kembali ditanam di dalam baris tanaman kakao, dengan jarak tanam 9 x 9 m. Sebagai penyediaan benih dibangun kebun induk pisang sehat, dan juga ternak untuk mendukung pemanfaatan limbah dari serasah, kulit buah kakao menjadi kompos dan pakan ternak. Penerapan budidaya kakao dan pisang akan mendorong berdirinya kembali industri rumah tangga seperti keripik pisang, pisang sale (di Aceh), pisang goreng, dan industri berbahan baku pisang lainnya yang didukung oleh produksi biji cokelat dan pasta, yang akhirnya meningkatkan pendapatan petani.
- ItemINTENSITAS PENYINARAN UNTUK PERTUMBUHAN BENIH(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Saefudin, Saefudin; Sasmita, Kurnia; Listyati, Dewi; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarPenelitian untuk mengetahui pengaruh naungan terhadap pertumbuhan benih kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) telah dilakukan di Kebun Percobaan Pakuwon yang terletak pada ketinggian 450 m di atas permukaan laut, jenis tanah Latosol dan tipe iklim B1 (Oldeman) mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2009. Kecambah benih kemiri sunan diperoleh dari Desa Pejagan, Cisitu, Sumedang, Jawa Barat, yang ditanam dengan polibeg hitam yang berukuran 25 x 25 cm dengan media tanah dan pupuk kandang perbandingan 1 : 1. Percobaan disusun secara observasi di tempat terbuka dan ternaung (50%) dengan tanaman sampel masing‐masing sebanyak 15 polibeg yang ditentukan secara purposive pada benih yang tumbuh normal dan bebas hama serta penyakit. Parameter yang diamati meliputi karakter tinggi batang, diameter batang, jumlah daun, diameter tajuk, panjang dan lebar daun serta panjang tangkai daun. Data yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan uji t‐student taraf 5% secara tidak berpasangan setelah terlebih dahulu diuji keragamannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa naungan 50% memberikan pengaruh nyata menurunkan diameter batang, jumlah daun, panjang dan lebar daun pada benih kemiri sunan.
- ItemINVENTARISASI SERANGGA PERUSAK DI PEMBENIHAN(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Khaerati, Khaerati; Indriati, Gusti; Syamsudin, Syamsudin; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarSampai sejauh ini tanaman kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) banyak tumbuh liar secara alami. Oleh sebab itu, banyak aspek budidaya yang belum dipahami secara baik, termasuk kemungkinan sejumlah organisme pengganggu tanaman (OPT) yang potensial dapat merusak tanaman atau produksi. Percobaan pada tingkat perbenihan dilakukan untuk menginventarisasi hama potensial yang dapat mengakibatkan kerusakan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih kemiri sunan muda dapat terserang hama belalang sejak umur 1 bulan. Pada umur 2 bulan benih kemiri mulai terserang belalang dan ulat api. Sedangkan pada benih umur 3 bulan, jenis hama yang menyerang selain belalang dan ulat api, juga ulat kantong.
- «
- 1 (current)
- 2
- 3
- »