Prosiding
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Prosiding by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 3076
Results Per Page
Sort Options
- ItemKetahanan Sosial Ekonomi Nelayan pada Usaha Perikanan Tuna Rakyat di Maluku(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 5-11-22) Hurasan, M Saleh; Edrus, Isa N; Sui, La; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKetahanan social dan ekonomi dalam era globalisasi diperlukan selain peningkatan efisiensi usaha perikanan dengan memasukan teknologi maju dan peningkatan deverisfikasi usaha serta pengembangan agribisnis komoditas unggulan secara kompetatif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana perilaku dan tingkat keuntungan ekonomi yang diperoleh nelayan tuna yang selanjutnya direkomendasikan dalam dokumen paket teknologi sebagai informasi yang strategis dalam pengelolaan selanjutnya. Data dan informasi diperoleh dari pengkajian yang dilakukan di Kecamatan Banda, Leihitu (Ureng dan Asilulu) Kecamatan Amahai (Aira, Haruo dan Tanjung) Kabupaten Maluku Tengah dan Woprea dan Wamlana Kabupaten Buru dalam bentuk observasi langsung ke lokasi dari bulan Juni s/d Oktober 2004. Data primer dihimpun dari lapangan hasil wawancara berstruktur, diskusi dan dengar pendapat serta data harian nelayan (lock book) dan data sekunder dari instansi lainnya. Pada perikanan tuna rakyat alat tangkap yang digunakan adalah pancing tonda dan umpan sebagai factor pembatas, sementara besaran armada penangkapan (GT) terdiri atas 1 GT, 2GT, 2,5 GT dan 3 GT dengan system motorisasi. Produksi tangkapan tuna yang dihasilkan dengan armada 3 GT adalah 10,25 % lebih tinggi dari ukuran lainnya dengan rata-rata per bulan 4,615 kg. terlihat kesadaran pentingnya pendidikan nelayan cukup tinggi (rata-rata 12 tahun mengikuti pendidikan), sementara kelompok usia nelayan 81,42 % adalah usia produktif (20-50 tahun) dan berdasarkan jumlah anggota keluarga nelayan lebih dominan pada keluarga sedang (4-5 orang). Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa sebanyak 75,45 % nelayan lebih mandiri dalam mengatasi keterbatasan biaya operasional dan memiliki sifat usaha sendiri (81,32%) dengan investasi terbesar pada pengadaan mesin temple (33,60%) dari totalnya. Harga ikan tuna hasil tangkapan nelayan sangat ditentukan dari daya awet hasil kisaran harga per kg ikan berkisar antara Rp. 3000 – Rp. 7.500. penggunaan armada 3 GT memberikan pendapatan 12,18 % lebih tinggi dari ukuran armada lainnya. Pendapatan bersih nelayan adalah Rp. 25.491.850 (ketinting) Rp. 32.861.614 (2 GT). Rp. 40.023.430 (2,5 GT) dan Rp. 44.969,86 93 GT). Ratio penerimaan dan biaya-biaya menunjukkan nilai yang fleksibel dan layak untuk dikembangkan pada semua jenis armada (RC-ratio >1) dengan waktu pengembalian modal usaha berkisar antara 0,53 tahun – 0,91 tahun, sementara keuntungan yang didapat dari modal yang diinverstasikan (ROI) arat-rata antara Rp. 69 – Rp. 142 dengan nilai tertinggi pada ukuran armada 2,5 GT
- ItemPossible Socio-Economic Impacts of Biotechnology in Indonesia(Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, 1977-11) Saono, Susono; Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, BogorThere are scanty studies specifically focused on the impact of biotechnology in general, let alone the impact of biotechnology in developing countries. This is apparently due to the complexity of such an impact study which is highly determined by the dependence of a country's economy on the product concerned, its technological potential to respond to changes in the world market, and the dominant farming systems in which the crop is grown. Most of the available publication on the impacts of biotechnologies are dealing with the possible impacts on developing countries, which might be positive, negative, or both. Inspite of limited information about the actual socio-economic impacts of biotechnology in developing countries, the trend for development in developed and advanced developing countries, particularly in Asia and ASEAN countries, seem to be encouraging. This is shown by the high priority given to biotechnology in their national development programs. In many cases the different possible impacts of biotechnology on developing countries in general and on ASEAN countries in particular, are also applicable to Indonesia, especially in areas where (traditional) biotechnologies have been practiced for a long time as well as in new endeavours involving extensive and intensive utilization of the rich Indonesian biological resources. Some salient examples are presented. Obviously, more focused studies are needed at national level in order to distinguish the actual impact of biotechnologies from that of other technologies applied in the same sector, e.g. agriculture, health, animal husbandry, industry, the environment, bioremediation, biodiversity, and to establish which techniques are the most appropriate and whether they may be used in other similar locations.
- ItemVARIETAS UNGGUL BERDAYA HASIL TINGGI DAN TOLERAN TERHADAP LAHAN GAMBUT(Balittra, 1991) Achmadi Jumberi, Mansur Lande dan Isdijanto Ar-RizaPerakitan varietas unggul merupakan eara yang paling murah dan aman terhadap lingkungandalam rangka peningkatan produktivitas padi di lahan gambut. Penggunaan varietas unggul meningkatkan hasil padi di tingkat petani yang pada akhimya dapat meningkatkan pendapatan dan tarap hidup petani. Beberapa sifat yang diharapkan dari penelitianvarieiasungguluntuk lahan gambut, yaitu : (1) berdaya hasil tinggi, (2) toleran terhadaplingkungan tumbuh lahan gambut dengan beberapa kendala yang dimilikinya, (3) toleranterhadap penyakit yang banyak berkembang di lahan gambut, (4) berumur genjah, (5)tinggitanaman 100-115 em, (6) bentukgabah panjang dan rasa nasi di senangi petani.
- ItemPENGELOLAAN AIR DI LAHAN PASANG SURUT(Balittra, 1991) Muhrizal Sarwani, Supardi Suping, Khairil AnwarMasalah tanah dan airmerupakan kendala utama dilahanpasang surut. Pengelolaan air dengan pendekatan hubungan air-tanah-tanaman merupakan kunci sukses dalam menekan kendala utama yang ada. Penelitian untuk mendapatkan teknologi pengelolaan tanah dan air terus dilakukan, baik berupapercobaan lapang maupun laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa denganpengaturan airdankultur teknisyangbaik,pada lokasi pasang surut dengan tipe luapan B dapat ditanam padi dan palawija. Hasil padi dapat mencapai 4 tlha,dimana 45%dariangkatersebutdisebabkan olehpengelolaan air.Sedangkan kedelai dapat mencapai hasil sekitar 2 tlha dan jagung 4 tlha. Disamping itu juga dalam setahun dapat ditanam dua kali sehinggaproduktivitas lahan meningkat. Pada pasang surut tipe luapan A pengelolaan air sulit dilakukan pada tirgka: petani karena kondisi air dan tanahnya. Sedangkan pada tipeluapan C,pengelolaan airlebihditujukan kepada konservasi air. Dalam pemanfaatan lahanpasang surut, khususnya tanah sulfat masam perlu menghindari reklamasi lahan yang dapat menyebabkan teroksidasinya lapisan pirit, menghindari penggunaan iaryang berkualitas buruk, dan mengusahakan terjadinya pencucian unsur-unsur beracun secara cepat. Penerapan kultur teknis yang baik dan penggunaan varietas yang adaptif menunjang keberhasilan usaha tersebut. Kualitas airberhubungan denganjarak dari saluran skunder, dan menentukan produksi tanaman. Kualitas air cukup baik pada areal persawahan dekat saluran skunder hinggajarak 2 km ke arah hutan (melintang), setelah itu kualitas airnya jelek.
- ItemPROSIDING SEMINAR PENELITIAN SISTEM USAHATANI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN SELATAN(Balittra, 1991) Isdijanto Ar-Riza, Bambang Prayudi, Agus Supriyo, Edi Supriyadi, MurzaniDalam upaya pencapaian dan pelestarian swasembada pangan dan peningkatan pendapatan petani, perlu didukung oleh teknologi yangsesuai, sehingga berbagai kendala, fisik, biologi dan sosial ekonomi yang masih menghadang bisa diatasi. Luas lahan gambut secara nasional adalah 17,235juta hektar, dan mempunyai potensi besar untuk usaha pertanian. Sehingga dengan demikian lahan ini'perlu didayagunakan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan penduduknya. Kendala-kendala seperti tingkat kemasakan gambut, ketebalan, subsidensi, keharaan, pengelolaan air, harna, penyakit dan ketenaga kerjaan akan bisa diatasi dengan penelitian yang efektif dan terarah. Penelitian sistem usahatani yang diarahkan kepada peningkatan pendapatan petani dengan cara mendayagunakan sumberdaya yang tersedia secara serasi, dan didukung oleh teknologi komponen usahatani yangsesuai, akan mampu meningkatkan produktivitas lahan dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Hasil-hasil penelitian sistem usahatani dan teknologi pendukungnya telah dicapai dibahas oalam seminar pada tanggal 20-21 Pebruari 1991di Banjarmasin. Buku yang merupakan risalah dari seminar tersebut diharap dapat membantu upaya pengembangan lahan gambut sebagai lahan usaha pertanian.
- ItemSISTEM PENUNJANG DALAM PENGEMBANGAN USAHATANI DI LAHAN BERGAMBUT(Balittra, 1991) Rachmadi Ramli dan Rosita GalibSistem usahatani di lahan pasang surut bergambut telah dilaksanakan sejak tahun 1987 dan menunjukkan peningkatan dibanding usahatani sebelumnya. Pengembangan sistem usahatani ini tidak terlepas darifaktor yang mempengaruhinya, yaitu kebijaksanaan pemerintah, tersedianya teknologi, faktor ekstemal dan partisipasi petani. Peningkatan dukungan keempat faktor tersebut diharapkan dapat mempercepat pengembangan sistem usahatani yang bersangkutan. Teknologi produksi yang diperlukan untuk sistem usahatani telah tersedia dan selalu dikembangkan oleh peneliti bersama-sama penyuluh lapangan dan petani. Para petani telah menunjukkan partisipasinya dengan menerapkan paket-paket teknologi yang dianjurkan. Faktor ekstemal masih perlu ditingkatkan, terutama dal.im hal penyediaan kredit usahatani serta tenaga penyuluh. Kredit usahatani masin belum dapat menjangkau pet ani secara luas. Tenaga penyuluh pertanian lapangan dirasakan masih belum optimal, mengingat luasnya wilayah pembinaan seorang penyuluh (1.133 Ha) dengan 234 KKpetani dan 3 Desa serta 14 kelompok usahatani.
- ItemPENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DI LAHAN PASANG SURUT GAMBUT(Balittra, 1991) Mansur LandeTanaman pangan, terutama padi, jagung, dan kedelai memiliki peranan penting dalam pembangunan pertanian di Indonesia .. Ketiga jenis tanaman pangan tersebut langsung terkait dengan tujuan pembangunan pertanian seperti yang telah digariskan dalam REPELIT A V. Peningkatan produksi padi akan meningkatkan kualitas dan memantapkan . swasembada pangan. Sedangkan peningkatan produksi tanaman jagung dan kedelai akan menunjang peningkatan produksi dan kualitas bahan-bahan industri serta mengurangi impor hasil pertanian. Pertumbuhan penduduk sebesar 1.9% tiap tahun, diikuti dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai, menurut peningkat -m produksi padi agar swasembada beras yang telah dicapai pada tahun 1984 dapat dipertahankan. Demikian juga penggunaan jagung dan kedelai 'untuk pakan ternak dan bahan industri meningkat dengan pesat sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam Pelita V diperkirakan laju pertumbuhan penggunaan jagung dan kedelai untuk makanan ternak akan meningkat dengan laju masing-masing 9.7 dan 9.9 persen setahun. Impor kedelai termasuk bungkil kedelai telah meningkat dari 183.000 ton pada tahun 1976 menjadi 720.000 ton pada tahun 1986. Banyaknya impor kedelai pada tahun 1986 merupakan 37.0 persen dari total konsumsi kedelai dalam negeri. Secara nasional, permintaan hasil produksi padi, jagung dan kedelai bertambah sehingga peningkatan produksi melalui intensifikasi pertanaman dan perluasan area meningkat tiap tahun.
- ItemKEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KALIMANTAN SELATAN(Balittra, 1991) Ismed Ahmad (Ketua Bappeda Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan)Pembangunan merupakan upaya dalarri mencapai tujuan bangsa Indonesia untuk menuju masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. °Kegiatan pembangunan ini dilaksanakan melalui serangkaian rencana-rencana jangka menengah dengan tahapan selama lima tahun, yang dikenal dengan Repelita. Setelah menjalani limakali Pelita kita diharapkan sudah siapuntuk tinggallandas, sehingga kegiatan dalam Repelita V merupakan kegiatan pembangunan dalam menyongsong era tinggal landas.
- ItemBUDIDAYA PADI DI LAHAN GAMBUT(Balittra, 1991-02-20) Muhammad Noor, Agus Supriyo, Sudirman Umar dan Isdijanto Ar-RizaL:zhan gambut 'merupakan yang terluas dari lahan-lahan bermasalah di Indonesia yang tersebar di tiga pulau besar Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. Luas lahan gambut diperkirakan 18-24 juta ha atau 9,6 - 12,6% darijumlah keseluruhan lahan pertanian. Sifat kesuburan dan kimia tanah gambut dikenal sangat rendah seperti pH rendah, nisbah Clhara rendah, kadang-kadang pada lapisan bawah didapati pirit. Tingkat kesuburan tanah gambut ditentukan oleh dekomposisi (kematangan), ketebalan gambut, lapisan mineral di bawahnya, dan kualitas air yang meluapinya. Padi merupakan tanaman yang toleran terhadap kendala -lingkungan yang ada pada lahan gambut. Bercocok tanam padi di lahan gambut memerlukan pengetahuan dan teknologi khusus karena sifatnya yang khas dan berbeda dengan lahan-lahan lain seperti lahan aluvial.umumnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan lahan gambut eukup mempunyai prospek sebagai lahan pertanian apabila dikelola dengan baik dan tepat. Pengolahan tanah, pemberian herbisida, pemupukan hara makro dan mikro memberikan peluahg terhadap peningkatan hasil padi. Pengolahan tanah dieangkul1 kali yang dipadukan dengan pemberian herbisida dapat memberikan hasil padi rata-rata 4,58 tonlha. Pemberian pupuk makro NPK (45-60-50) dan ditambahkan 5kg Culha memberikan peningkatan hasil sebesar 146% dibandingkan hanya dengan pemupukan NPK Hasil penelitian peneampuran bahan mineral tanah setebal6 em pada lahan meningkatkan hasil padi sebesar 25%.
- ItemVARIETAS UNGGUL PADI PEKA FOTOPERIOD DIPERLUKAN UNTUK LAHAN RAWA(Balittra, 1996) Sulaeman; IMBERAN, MURJANI; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaLahan pasang surut dan lebak semakin penting dalam sistzm prcduksi upaya pelestarian swasembada beras, mengingat terus meningkah',a jumlah dan menyusutnya lahan suburdiJawa. DiFrkirakan saat ini telah direklamasi, termasuk 715.000 hektar lahan pasang surut dan I SS.OO) hekar lahan tebak yang dibuka sejak 1969 sampai 1991. Indonesia memiliki sekita,r hek2r lahan pasang surut dan 13,3 juta hektar lahan lebak. Pada lahan pasang suut terdapat tanah : 6,7 juta hektar tanah sulfat masam, I I juta hektar tarah 0,4 juta hektar tanah salin (Puslitbangtan, 1992).
- ItemPOTENSI ELEOCHARIS DULCIS SEBAGAI TANAMAN PERANGKAP DALAM MENGENDALIKAN POPULASI PENGGEREK BATANG PADI PUTIH DI LAHAN RAWA PASANG SURUT(Balittra, 1996) Asikin, Syaiful; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaPenggerek batang padi putih merupakan hama penting dan hama spesiesnya dominan dibandingkan dcngan spesios jenis lainnya. Datam mengendalikan hama penggerek batang padi putih pada saat ini diarahkan kepada pengendalian yang berwawasan lingkungan, terutama ditekankan kepada pengendalian hama secara terpadu. Hasil penelitian terhadap preferensi peletakan telur menunjukkan bahwa penggunaan tanaman Eleochatis dulcis atau purun tikus cukup berpotensi dalam memerangkap hama penggerek batang padi putih terutama dalam hal memerangkap telut, Dengan demikian jenis tanaman Eleocharis dulcis dapat digunakan sebagai tanaman perangkap bagi penggerek batang padi putih. Ditinjau dari perkembangan larva penggerek batang padi putih pada Eleocharis dulcis, menunjukkan bahwa larva hanya mampu bertahan hidup 12-16 hari.
- ItemPengembangan Usahatani Ubi Alabio (Dioscorea alata L) di Lahan Rawa Lebak(Balittra, 1996) Zuraida, Rismarini; Noor, Muhammad; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaPermintaan akan beras di masa mendatang semakin meningkat sementara penyediaannya makin sulit, menjadikan peran ubi-ubian sebagai bahan pangan dan sumber karbohidrat alternatif semakin penting. Salah satu jenis ubi-ubian yang banyak dbudidayakan di lahan rawa lebak yaitu ubi Alabio (Dioscorea alata) yang mempunyai potensi bukan hanya untuk pangan, juga sebagai penghasil pati, atkohol, dan zat pewama. Sementara ini ubi Alabio diusahakan secara subsistens dan hanya pasarkan secara terbatas. Budidaya dan pengolahan hasil produk korr%tas sangat sederhana, sehingga Citra dan animo masyarakat terhadap jenis komiditas hi masth rendah. Tingkat produktivitas dan nilai tambah komoditas ini dapat dperbÜj dengan rekayasa teknis budidaya dan sosial ekonomi. Perbaikan teknis buddaya yang meliputi perbaikan varietas, pengaturan tanam, pemupukan, pengendalian gutma dan organisme pengganggu tanaman dapat meningkatkan produktivitas hasil dari rat.a-rata di petani 10 t/ha menjadi 30-40 t umbi segar/ha. Dengan curahan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usahatani ubi Alabio sekitar 265 HOKJha, dapat menghasäkan pendapatan sebesar RP. 36 juta dengan nilai RIC 3,59. Sumbangan usahatari komoditas ini terhadap pendapatan berkisar 29,1%, hampir sebanding dengan kontribusi usahatani padi. Dengan keragaan seperti ini, maka ubi Alabio memifiki prospek Yang baik untuk dikembangkan di lahan rawa Yang di Kalimantan Selatan luasnya mefiputi 69.600 hektar. Walaupun demikian, mengingat preferensi masyarakat terhadap ubi Alabio masih rendah disebabkan terbatasnya teknologi pengolahan hasa pada petani, maka pengembangan secara luas komoditas ini memeriukan dukungan kelembagaan dan kebijaksanaan baik Oleh pemerintah maupun usahawan swasta
- ItemKEBIJAKSANAAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN LAHAN RAWA DAN LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN(Balittra, 1996) Sadjeli; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaPesatnya pertumbuhan sektor non pertanian yang terkonsentrasi di Pulau Jawa telah menyebabkan penyusutan lahan pertanian yang subur dipulau tersebut sehingga mengancam kelestarian swasembada pangan yang telah diCapai pada tahun 1984. Konversi lahan peGanian khususnya di Jawa rata-rata mencapai 50.000 ha perta- hun. Karenanya dalam mempertahankan kelestarian swasembada beras seharusnya tidak digantungkan lagi pada lahan pertanian di Pulau Jawa, dan telah tiba saatnya melihat potensi lahan-lahan marglnal di luar Jawa seperti lahan pasang surut dan lahan kering yang perlu ditangani secam lebih serius. Lahan-lahan tersebut merupakan sumberdaya alam yang potensial untuk pemba- ngunan pertanian apabila dapat ditangani secara tepat dan berkelanjutan dengan mem- pergunakan teknologi pasang surut atau teknologi lahan kering. Kalimantan Selatan secara umum terdiri dari lahan rawa dan lahan kering yang potensinya belum seluruhnya dimanfaatkan untuk pembangunan pertanian. Namun demikian rintisan terobosan kearah itu telah lama dimulai.
- ItemMesin pertanian untuk usahatani di lahan rawa pasang surut(Balittra, 1996) Prastowo, Bambang; Firmansyah, Imam Nurdin; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaBeberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa di hahan pasang surut dapat dikembangkan usahatani tanaman pangan, khususnya padi (Manwan el al.. 1992), Hal ini tentu harus disertai upaya-upaya untuk mengatasi kendala yang ada. Daerah pasang surut, baik daerah rawa maupun lahan keringnya antara lain didirikan dengan pentingnya pengelolaan tata air, pengolahan tanah, dan langkanya tenaga kerja
- ItemSISTEM PENGELOLAAN AIR DALAM MENUNJANG PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN Dl LAMAN PASANG SURUT(Balittra, 1996) Noor, Muhammad; Saragih, Suryanto; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaBeragam komoditas pangan dapat dikembangkan di lahan pasang surut, namun yang sangat menonjol adalah tanaman pangan berupa padi dan palawija. Datam perkembangannya pengelolaan air merupakan kunci yang sangat menentukan dalam peningkatan produktivitas lahan dan intensitas tanam. Hasil penelitian menunjukkan pengelolaan air, pelumpuran dan pemberian kapur dapat meningkatkan hasil padi dari 126 t GKG/ha pada tahun pertama pembukaan menjadi 4,03 tma setelah pengusahaan tiga tahun dengan penerapan pengelolaan air yang diperbaiki dengan sistem irigasi, drainase dan intersepsi (one flow system) secara berkesinambungan dalam tiga musim tanam. Pelumpuran pada MT I menurunkan hasil padi, tetapi pada MT selanjutnya pelumpuran dapat meningkatkan hasil antara 17-32% dibandingkan dengan MT l. Pergifiran tanaman dengan palawija memberikan hasil yang cukup baik, terutama dengan kedelai. Jumlah pemberian kapur cukup berpengaruh terhadap tingkat hasil yang diperoleh baik pada tanam 1 (padi) maupun tanam ke-2 (kedelai dan kacang tanah). Hasil padi dan palawija terbaik Yang dicapai 2,73 t gabah kering giling (GKG), 2,03 t bili kering kacang tanah, dan 1,54 t biji kering kedelai. Residu 4 t kapurma (L3) yang diberikan pada musim tanam ke-l dan ke-2 dapat memberikan peningkatan hasil padi sebesar 85% dan hasil kedelai sekitar 4 kali lipat. Pengolahan tanah dapat meningkatkan secara nyata baik hasil padi pada tanam 1 dan palawija (kacang tanah dan kedelai) pada tanam 2. Pada lahan pasang surut tipe B, dengan sistem drainase dangkal dimungkinkan untuk tanam palawija dalam 2-3 kali setahun. Kapur dan pemupukan berpengaruh cukup besar terhadap hasil palawija. Hasil terbaik palawija yang dicapai masing-masing 4,41 t pipilan kering jagung, 3,52 t biji kering kacang tanah, dan 2,2 t biji kering kedelai per ha.
- ItemPERCEPATAN DAN PELESTARIAN ADOPSI TEKNOLOGI PRODUKSI PADI UNGGUL Dl LAHAN PASANG SURUT(Balittra, 1996) Sutikno, Heru; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaMakalah ini bertujuan untuk membahas masalah pengembangan teknologi padi di lahan pasang surutj mulai dari momentum dan kendala•kendalanya, 3ğfIa çemecahannya dengan teknologi hasil penelitian Balittra, Pada bagian akhif darl makalah ini akan dikemukakan strategi baru yang diugulkan untuk mompercopat dan reiestankan adopsi teknologi padi unggul pada petanL
- ItemPENGEMBANGAN SISTEM WANATANI PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT(Balittra, 1996) Alam, Syamsu; Subandi; Zubachirodin; Saenong, Sania; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaPembukaan dan pemanfaatan lahan rawa Yang semula belum banyak digunakan keprluan budidaya/pertanian, akan terus meningkat bila dikaitkan dengan protransmigrasi dari pulau padat huni, terutama pulau Jawa, yang Jahan pertanian terus reoyusut kerena berbagai keperluan di Juar pertanian ke pulau langka huni di luar Jawa rang Iahannya bclum dimanfaatkan atau dikelola secara optimal
- ItemPENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI MELALUI PEMUPUKAN N, P DAN K DI LAHAN SULFAȚ MASAM TIPE C(Balittra, 1996) Alwi, Muhammad; Anwar, Khairil; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaPenaneman kedelai di Iahan pasang surut sulfat masam umumnya dihadapkan kemesaman tanah tinggî akibat oksidesi lapisan pirit yang menghasițkan esam sulfat Dalam keadaan masam, kelarutan Al, Fe dan Mn meningkat. Keadaan hi menpakbatkan terflksasinya ion P oleh Al menjadi Al-P yang tidak Iarut, sehingga P dalam tanah berkurang dan tanaman mengalami defisiensi P. Sefain basa-basa seperti K, Ca dan Mg umumnya rendah. Lahan pasang surut sulfat masam memiliki karakteristik kimia tanah sangat beragam. Tergantung pada kedataman lapisan bahan organik, kedalaman lapisan pirit dan sistem pengeblaan ait yang dłgunakan. Keseimbangan takaran pupuk N, P dan K yang sesuai untuk perF'aman kedelai di Iahan pasang surut sulfat masam berhubungan erat dengan karak. kimie tanahnya. Oleh karena itu kebutuhan pupuk N, P dan K untuk mercapai hasî kedeiai optimal perlu disesuaikan dengan karakteristik kimia tanahnya Bila ketersediaan N, P dan K tanah rendah, maka diperlukan tambahan pupuk N, P dan K daiam jumlah besar. Sebaliknya bila ketersediaan N, P dan K tanah tinggi, maka pupuk N, P dan K relatif kecil.
- ItemTEKNOLOGI SISTEM USAHATANI PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DI LAHAN RAWA LEBAK SUMATERA SELATAN(Balittra, 1996) Waluyo; Ismail, Inu G.; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaLuas lahan lebak di Sumatera Selatan sekitar 2 juta ha, akan tetapi baru sekitar 300 ribu hektaryang telah diusahakan. Secara tradisional, petani rawa lebak umumnya hanya menanam padi sekali setahun dengan hasil rata-rata 2,7 tma. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penyempurnaan pengelolaan lahan dan teknik budidaya, daerah lebak mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan tanaman padi maupun palawija. Dengan penggunaan varietas unggul yang sesuai dan teknik budidaya yang baik, hasil padi dapat mencapai 5,0 - 7,5 bha dan kedelai 2 t/ha. Peningkatan produksi tanaman di lahan rawa lebak selain dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas lahan, juga melalui pengaturan pola tanam yang tepat sesuai dengan tipologi lahannya (lebak dangkal, tengahan dan dalam). Peningkatan intensitas tanam dengan pola tanam padi-palawija-padi dapat memberikan pendapatan petani sebesar Rp 2.059.000 pada rawa dangkal dan tengahan di Kijang Ulu, Sumatera Selatan. Kendala utama pengembangan tanaman pangan di lahan lebak, antara Iain: fluktuasi genang air tak menentu, hama tikus dan orong-orong, terbatasnya tenaga dan modal kerja serta ketersediaan sarana produksi.
- ItemPEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI DI LAHAN RAWA PASANG SURUT SULFAT MASAM TIPE B(Balittra, 1996) Anwar, Khairil; Alwi, Muhammad; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaKebutuhan tiga pupuk utama (N, P, K) torus mcningkat dari tahun ke tahun. Walaupun demikian onsionsl pemupukan torus monurun. Hal ini karena pemberian pupuk tidak borsifat sposifik lokasi. Agar pomupukan padi di lahan sawah rawa pasang sutut lebih cfisien maka pertu molakukan pemupukan yang mengacu pada hasit-hasil penelitian pada lahan tersebut. Lahan rawa pasang surut sulfat masam tipe B umumnya merupakan tanah sulfat masam yang masih muda (Sulfic Hydraquen0, dimana ait pasang besar (pasang tunggal) dapat masuk ke persawahan. Lahan tersebut cukup potensial untuk dikembangkan menjadi areal pertanian. Hasil-hasil penetitian pada lahan tersebut di atas menunjukkan bahwa dari ketiga macam pupuk tersebut. pupuk Nitrogen merupakan pupuk yang paling besar dan jelas pengaruhnya datam meningkatkan hasil gabah. Karena itu pupuk tersebut harus merupakan yang utama diperhatikan. Pemberian pupuk N sampai takaran 135 kg Niha meningkatkan hasil gabah secara linear. Pemberian pupuk N dilakukan setiap musim tanam, karena tidak punya efek residu. Pemberian urea briket lebih efisien dibanding urea butiran (pill), dan pemberian satu kali (umur7 HST) lebih efisien daripada dua kali. Sedangkan pemberian pupuk P tidak mampu meningkatkan hasil, sehingga pemberian pupuk P cukup dengan takaran kg P205/ha (50-75 kg TSP/ha) setiap musim tanam, guna menjaga kesuburan tanah tersebut, takaran dapat ditingkatkan bila mulai terlihat geja!a kahat P. Pengaruh pemberian pupuk K terhadap peningkatan hasil gabah relatif kecil. walaupun demiklan pupuk tersebut tetap diperlukan guna keseimbangan hara tanah dan memperbaiki daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan keracu nan besi. Pemberian cukup dengan takaran 30 kg K20/ha (50 kg KCtma) pada saat tanam