Browsing by Author "Rouw, Aser"
Now showing 1 - 8 of 8
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisis Variasi Geografis Pola Hujan di Wilayah Papua(Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, ) Rouw, Aser; Hadi, Tri Wahyu; Program Studi Meteorologi, Institut Teknologi Bandung; H.K., Bayong Tjasyono; Program Studi Meteorologi, Institut Teknologi Bandung; Hadi, Safwan; Program Studi Oseanografi, Institut Teknologi Bandung
- ItemCEKAMAN ABIOTIK DAN PROVITAS PADI PADA AGROKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DAN TADAH HUJAN DI PAPUA BARAT: Penerapan Inovasi Teknologi Badan Litbang Pertanian(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Rouw, Aser; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKajian ini bertujuan menginformasikan cekaman abiotik kamasaman tanah dan kekeringan (El Nino), serta capaian provitas padi melalui penerapan inovasi teknologi di lahan sawah irigasi teknis di Masni, Manokwari dan tadah hujan di Malawele, Sorong Papua Barat. Kajian di Masni seluas 1 ha menerapkan paket teknologi: (i) varietas tenggang masam Inpara 1, 8, dan Inpari 34 dan (ii) pengairan inter-miten, serta dosis pupuk yang ditentukan dengan PUTS. Kajian di Malawele Sorong menggunakan: (i) varietas eksisting IR64 dan Sidenok, dan (ii) dosis pupuk rekomendasi katam terpadu. Pada kedua lokasi dilakukan analisis contoh tanah komposit sebelum penanaman. Di Masni dilakukan pengamatan gejala keracunan Fe pada petak sampel tanaman padi mulai 2MST-8MST berdasarkan definsi gejala keracunan Fe menurut IRI. Kajian cekaman kekeringan akibat El Nino dilakukan melalui pendekatan: (i) desk study untuk analisis skala regional dan lokal, dan (ii) survey lapagan. Analisis regional menggunakan data SST Nino 3.4 dikorelasikan dengan curah hujan 30 tahun (1985-2015) dari 60 pos hujan di Pulau Papua. Analisis lokal mengambil kasus El Nino dipertengahan tahun 2015 hingga awal 2016, dan perubahan curah hujan di stasiun lokal, serta kaitannya dengan provitas padi selama dua musim tanam. Hasil analisis sampel tanah memperlihatkan bahwa lokasi kajian bersifat masam, kandungan Fe-dd sangat tinggi, dan ketersediaan hara sangat rendah. Presentase gejala keracunan Fe pada tanaman padi di Masni meningkat tajam mulai 4 MST hingga 8 MST. Presentase gejala tertinggi pada Inpara 1, sedangkan akumulasi Fe dalam jaringan tanaman tertinggi pada Inpari 34. Namun provitas tertinggi dicapai oleh inpari 34, yaitu 2,6 t GKP/ha yang didukung oleh penambahan 1 ton kompos/ha. Di Malewele, Sorong provitas IR64 dan 4,7 t/ha dan Sidenok 4,3 t/ha, didukung oleh penggunaan kompos 2 ton/ha. Analisis regional memperlihatkan bahwa seluruh wilayah Papua dipengaruhi oleh El Nino. Anomali STT Nino 3.4 secara presisten dengan indeks 0,5-2 akan diikuti dengan penurunan curah hujan berkisar 15-30% dari kondisi normal di Papua. Kejadian El Nino di tahun 2015 dengan intensitas sedang menyebabkan penurunan curah hujan di 20-30 % di Sorong dan Manokwari. Pada lahan sawah tadah hujan di Sorong, 60 % tanaman padi mengalami gagal panen akibat cekaman kekeringan (El Nino).
- ItemEfisiensi Penggunaan Pupuk Dan Senjang Hasil Padi Sawah Berdasarkan Pemupukan Berimbang Menggunakan PUTS Di Kabupaten Sorong, Papua Barat(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Atekan; Rouw, Aser; Cahyono, Tri; ; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPemberian pupuk sesuai kebutuhan tanaman merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan produktivitas tanaman, menghemat biaya input, dan mempertahankan kelestarian tanah. Pada lahan sawah, penentuan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman padi dapat dilakukan dengan cepat, murah, dan cukup akurat menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui efisiensi penggunaan pupuk dan senjang hasil padi sawah berdasarkan pemupukan berimbang menggunakan PUTS. Metode kajian dilakukan melalui tahapan wawancara, pengambilan sample tanah, dan pengujian lapangan. Wawancara dilakukan pada 27 orang petani menggunakan kuisioner terstruktur untuk mendapatkan informasi jenis varietas, jenis dan dosis pupuk, serta produksi padi pada musim tanam 1 (MT I) tahun 2014. Tahap berikutnya dilakukan pengambilan sampel tanah secara komposit pada lahan sawah petani bersangkutan secara diagonal (cross) pada kedelaman 0-20 cm, selanjutnya diuji kebutuhan pupuk N, P, dan K menggunakan PUTS. Senjang hasil padi sawah diketahui berdasarkan selisih dari uji validasi dengan membandingkan antara hasil padi dari pemupukan berimbang menggunakan PUTS dengan pola petani pada MT I tahun 2015. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata petani responden melakukan pemupukan majemuk jenis NPK 15:15:15 dosis 197 kg/ha dan ditambah urea 158 kg/ha atau setara pupuk urea 222 kg/ha, SP36 83 kg/ha dan KCl 50 kg/ha dengan hasil padi 3,84 t GKG/ha. Dosis pupuk tersebut lebih tinggi dari rata-rata kebutuhan pupuk hasil rekomendasi PUTS yaitu urea 200 kg/ha, SP36 50 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha. Hasil padi berdasarkan uji validasi dengan menerapkan dosis pupuk berimbang menggunakan PUTS adalah 4,98 kg GKG/ha lebih tinggi dari pola petani dengan senjang hasil 450 kg GKG/ha. Hal ini menunjukkan pemupukan berimbang berkontribusi dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan produksi padi.
- ItemMODEL ASARAN TUNGKU LUAR PENGERINGAN PALA PAPUA (Myristica Argentea) DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2018) Maruapey, Erny R.; Rouw, Aser; Krisdianto, Arif Y.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPala merupakan tanaman perkebunan yang menjadi andalan kabupaten Fakfak dan merupakan komoditas unggulan di Papua Barat, sehingga perhatian pemerintah daerah pada perkembangan komoditas ini sangat besar. Permasalahan yang ada di Kabupaten Fakfak dikelompokkan menjadi dua sisi yaitu on-farm dan off-farm. Masalah dari sisi on-farm adalah terkait dengan teknik budidaya tanaman pala di lahan usahatani. Dari sisi off-farm terkait dengan penanganan pascapanen dan pengolahan hasil serta distribusi rantai pemasaran. Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah melalui Dinas Perkebunan, diantaranya pembangunan rumah-rumah pengeringan biji dan fuli yang merupakan sedikit modifikasi dari rumah pengasaran inovasi petani, namun masih ditemukan rumah-rumah pengeringan tersebut belum digunakan secara maksimal oleh petani dan inovasi teknologi sederhana berupa model asaran tungku luar merupakan salah satu solusi yang diharapkan mampu memaksimalkan penggunaan rumah-rumah pengeringan yang sampai saat ini masih belum terpakai maksimal.
- ItemPENDEKATAN CLIMATE SMART AGRICULTURE (CSA) DALAM MEMBANGUN MODEL PERTANIAN ADAPTIF PERUBAHAN IKLIM DAN POLA SINERGI PENELITI-PENYULUH DALAM DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2018) Rouw, Aser; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPerubahan iklim dapat berdampak terhadap penurunan dan stagnasi produksi pertanian yang mengancam ketahanan pangan dan kelangsungan hidup manusia. Keadaan ini menuntut kita untuk harus mereformasi sistem pertanian kita dengan menerapkan pendekatan Climate Smart Agriculture (CSA): (1) meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan secara berkelanjutan, (2) adaptasi dan membangun ketahanan terhadap perubahan iklim, serta (3) mengurangi emisi gas rumah kaca (mitigasi). Sistem pertanian bio-industri adalah sebuah sistem yang sesuai dengan pendekatan CSA. Model bio-industri, yaitu: mengusahakan lebih dari satu jenis komoditas yang memiliki hubungan fungsional yang kuat pada satu satuan lahan yang dapat mengurangi penggunaan input eksternal/memaksimalkan penggunaan input dalam sebuah sistem. Dengan model ini, risiko usaha dapat dikurangi; kegagalan panen pada suatu komoditas dapat ditutupi hasil panen komoditas lainnya; anjloknya harga satu produk dapat ditolong dengan baiknya harga produk yang lain; lebih menjamin keberlanjutan usahatani, sekaligus dapat meningkatkan daya adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. Sistem ini membutuhkan inovasi teknologi ramah lingkungan dan adaptif terhadap perubahan iklim. Peneliti dan penyuluh pertanian merupakan agen penyedia dan diseminasi inovasi teknologi kepada petani (pengguna), perlu meningkatkan sinergi secara kuat melalui tiga aspek penting, yaitu sosialisasi, verifikasi dan validasi dalam suatu siklus yang terus berjalan dalam setiap interaksi hubungan fungsional peneliti-penyuluh guna mencapai akurasi dan akselerasi penerapan inovasi teknologi adaptif perubahan iklim.
- ItemPERANAN DATA DAN INFORMASI PEMETAAN AEZ (AGRO ECOLOGICAL ZONE) BAGI PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN: KASUS WILAYAH PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Rouw, Aser; Atekan; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPembangunan pertanian berbasis sumberdaya lahan, harus didasarkan atas data dan informasi yang akurat agar dapat menjamin penggunaannya secara berkelanjutan. AEZ (Agro-ecological zone) merupakan pengelompokan wilayah ke dalam zona-zona yang mempunyai keseragaman karakteristik sumberdaya lahan (biofisik) dan sosial ekonomi. Setiap zona agro ekologi mencerminkan kesamaan faktor-faktor sumberdaya tanah, seperti: lereng, topografi, litologi, drainase dan sumberdaya iklim (tipe curah hujan, kelembapan udara, dan radiasi matahari). Secara metodologi analisis AEZ menggunakan input data yang sangat memadai, mencakup data pimer dan sekunder dengan pendekatan desk study, survey lapangan, dan analisis laboratorium. Keluaran AEZ mencakup: zona-zona pertanian, arahan komoditas, sistem pertanian, dan data sifat fisik-kimia tanah setiap zona yang disajikan secara spasial dan tabular dan dikemas dalam sistem informasi geografis dan tercetak. AEZ disusun pada skala 1:250.000 sebagai dasar perencanaan pengembangan pertanian di tingkat provinsi, skala 1:50.000 untuk operasional di Kabupaten, dan skala 1:10.000 hingga 1:5.000 untuk skala kawasan. Tentunya semakin besar skala peta, semakin detail pula data dan informasi yang disajikan. Berdasarkan kandungan data dan informasi ini, maka AEZ memiliki peranan penting dalam konteks pembangunan pertanian berkelanjutan, yaitu dalam aspek produksi komoditas pertanian unggulan, komoditas fungsional, strategi produksi, dukungan pembangan kawasan-kawasan pertanian, jaminan teknis investasi pengembangan pertanian, dan penjelasan biodiversity pertanian, serta bagi efisiensi dan efektivitas pengkajian teknologi pertanian spesifik lokasi.
- ItemTINJAUAN FILOSOFIS MASALAH PETANI DAN MASALAH RISET DALAM PARADIGMA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Rouw, Aser; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPengkajian teknologi pertanian spesifik lokasi adalah sebuah paradigma pengkajian dalam menghasilkan teknologi pertanian spesifik lokasi. Proses tersebut diawali dari masalah petani dalam berusahatani dan bermuara pada solusi inovasi teknologi pertanian, atau masalah penerapan teknologi oleh petani. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis mengajukan thesis: masalah petani dan masalah riset adalah tahapan fundamental dan krusial dalam paradigma pengkajian teknologi pertanian spesifik lokasi. Untuk menjelaskan pertimbangan filosofis terhadap thesis tersebut, penulis mengajukan tiga pertanyaan mendasar: (i) Apakah hakekat masalah riset dan masalah petani dalam paradigma pengkajian teknologi pertanian spesifik lokasi? (ii) Dapatkah seseorang petani memecahkan masalah usahataninya? (iii) Bagaimana memformulasikan masalah petani menjadi masalah riset bagi peneliti. Petani secara individu maupun kelompok usahatani mampu memecahkan masalah usahataninya. Namun kemampuan tersebut dibatasi oleh pengetahuan dan pengalaman usahataninya. Dengan demikian, hakekat sesunguhnya masalah petani adalah sesuatu diluar kemampuan pengetahuan petani, yang penulis sebut sebagai masalah aktual petani. Sedangkan masalah riset adalah fakta atau fenomena yang dianggap merugikan, yang berupa sebuah pertanyaan riset yang telah diberi penjelasan sains untuk menjawabnya, namun belum lengkap, sehingga perlu mencari penjelasan lanjut melalui penelitian. Sehingga secara struktur masalah petani berbeda dengan masalah riset. Masalah petani menyangkut sesuatu yang bersifat negatif, atau merugikan secara ekonomi. Sementara masalah riset memuat penjelasan sains berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah terhadap permasalahan. Untuk menjadi masalah riset, maka masalah aktual di petani harus dapat diformulasikan untuk memenuhi keadaan menjadi permasalahan riset bagi peneliti. Hal ini harus memenuhi dua substansi penting, yaitu kaidah ilmiah dan kepentingan petani. Sehingga formulasi masalah riset dari masalah aktual petani tidak hanya menyangkut aspek nalar, tetapi juga menyangkut aspek motivasi dan secara teknis harus memenuhi setidaknya empat tahapan proses, yaitu: mulai dari masalah aktual petani, motivasi peneliti, pendefinisian, pertanyaan riset, dan masalah riset.
- ItemWAKTU TANAM, DOSIS PEMUPUKAN, DAN VARIETAS PADI REKOMENDASI KALENDER TANAM TERPADU VERSUS PENERAPAN OLEH PETANI: (Kasus Musim Tanam Tahun 2014-2016 di Kabupaten Sorong dan Manokwari)(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Rouw, Aser; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratWaktu tanam (WT), varietas, dan dosis pemupukan padi adalah bagian dari rekomendasi teknologi adaptif perubahan iklim yang termuat dalam sistem informasi kalender tanam (katam) terpadu yang dapat diakses setiap saat oleh petani dan penyuluh melalui SMS center, aplikasi android, dan website. Tulisan ini menyajikan hasil verifikasi WT, varietas dan dosis pemupukan padi rekomendasi katam versus penerapan oleh petani di Kabupaten Sorong dan Manokwari pada periode tanam MH Maret 2014 - Oktober 2015 dan MK April - September 2015, serta MH Oktober 2015 - Maret 2016 dan MK April - September 2016. Penelitian dilakukan dalam bentuk survey lapangan dan ekstraksi data dari katam terpadu. Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan antara rekomendasi katam versus penerapan di petani pada periode periode tanam yang sama. WT padi di petani cukup bersesuaian dengan rekomendasi katam. Di Kabupaten Sorong rata-rata WT padi oleh patani berkisar ± 1-2 dasarian dari rekomendasi katam, sedangkan di Manokwari sekitar ± 2-3 dasarian dari WT rekomendasi katam. Pada periode April-September 2015 dan Oktober-Maret 2016 sekitar 40% lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Sorong mengalami gagal panen akibat kejadian kekeringan (El Nino). Meskipun fenomena tersebut telah diprediksi sifat hujan bawah normal dan telah diinformasikan dalam katam. Secara rata-rata provitas padi di Sorong tinggi pada periode April-September, sedangkan Manokwari pada periode Oktober-Maret. Hal ini berkaitan dengan sifat pola hujan pada kedua wilayah tersebut. Sorong memiliki pola hujan lokal C1 yang secara klimatologi distribusi maskimum curah hujan sekitar Mei-Agustus, sedangkan Manokwari memiliki pola hujan monsunal A4 di mana musim hujan sekitar Desember-April. Dosis pemupukan padi yang diterapkan petani sangat bervariasi dengan nilai selang yang besar. Keadaan ini dipengaruhi terutama oleh faktor ketersediaan pupuk di petani. Petani cenderung mengaplikasikan dosis pupuk secara berlebihan (12-50%) jika tersedia pupuk, sebaliknya jika tidak tersedia pupuk, petani tidak memupuk tanamannya. Jenis pupuk yang tersedia di petani adalah Urea dan N-P-K Phonska, sementara pupuk tunggal SP36 dan KCl sangat langka di Petani. Pupuk organik masih sangat jarang digunakan, hanya beberapa lokasi tertentu yang mencoba menggunakan kotoran sapi yang dikomposkan. Varietas padi yang digunakan petani sekitar 40% sama dengan varietas rekomendasi umum dalam katam terpadu, seperti varietas Ciherang, Cigeulis, Inpari 30, dan Mekongga. Umumnya petani masih sulit mendapatkan benih padi bermutu di lapangan. Petani biasanya mendapatkan benih padi dengan cara barter benih antar sesama petani atau melalui bantuan dinas pertanian.