Browsing by Author "Marbun, Oswald"
Now showing 1 - 15 of 15
Results Per Page
Sort Options
- ItemKajian Pola Distribusi Dan Penerapan Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi Di Provinsi Aceh(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Chairunas; Fauzi, Emlan; Azis, Abdul; Marbun, Oswald; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Tujuan kajian untuk memetakan pola distribusi faktor-faktor penentu penerapan inovasi PTT padi sawah di Provinsi Aceh. Penelitian dilaksanakan di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Pidie Jaya dan Bireuen yang merupakan daerah lumbung padi di Provinsi Aceh. Jumlah keseluruhan sampel terdiri dari 240 orang petani responden dan 24 orang Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan inovasi PTT padi sawah di Provinsi Aceh masih tergolong sedang. Sebanyak 60,3% petani baru menerapkan sebagian rekomendasi komponen teknologi pada PTT padi sawah. Sebanyak 25,5% petani melaksanakan komponen dasar PTT padi karena memang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat setempat. Hanya 14,1% yang telah menerapkan sebagian besar komponen inovasi PTT secara tepat dan masalah yang menyebabkan belum tingginya tingkat adopsi inovasi PTT padi di Provinsi Aceh adalah karena intensitas dan kualitas penyuluhan di tingkat petani masih rendah. Kurangnya biaya operasional penyuluh dan terbatasnya pengetahuan dan pemahaman PPL dan petugas lapangan lainya terhadap inovasi PTT padi menyebabkan tidak tepatnya informasi yang disampaikan kepada petani.
- ItemKajian Pola Distribusi Dan Penerapan Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi Di Provinsi Aceh(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Chairunas; Fauzi, Emlan; Azis, Abdul; Marbun, Oswald; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Tujuan kajian untuk memetakan pola distribusi faktor-faktor penentu penerapan inovasi PTT padi sawah di Provinsi Aceh. Penelitian dilaksanakan di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Pidie Jaya dan Bireuen yang merupakan daerah lumbung padi di Provinsi Aceh. Jumlah keseluruhan sampel terdiri dari 240 orang petani responden dan 24 orang Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan inovasi PTT padi sawah di Provinsi Aceh masih tergolong sedang. Sebanyak 60,3% petani baru menerapkan sebagian rekomendasi komponen teknologi pada PTT padi sawah. Sebanyak 25,5% petani melaksanakan komponen dasar PTT padi karena memang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat setempat. Hanya 14,1% yang telah menerapkan sebagian besar komponen inovasi PTT secara tepat dan masalah yang menyebabkan belum tingginya tingkat adopsi inovasi PTT padi di Provinsi Aceh adalah karena intensitas dan kualitas penyuluhan di tingkat petani masih rendah. Kurangnya biaya operasional penyuluh dan terbatasnya pengetahuan dan pemahaman PPL dan petugas lapangan lainya terhadap inovasi PTT padi menyebabkan tidak tepatnya informasi yang disampaikan kepada petani.
- ItemKeragaan Demplot PTT Dan Display Varietas Padi Di Kabupaten Sukabumi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2018) Marbun, Oswald; Supriyadi, Hendi; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Pendampingan pengembangan kawasan pangan di Jawa Barat dalam upaya pemenuhan kebutuhan benih dan peningkatan produktivitas padi pada suatu lokasi, dilakukan di desa Mekarjaya, kecamatan Ciemas, dan desa Surade, kecamatan Surade, kabupaten Sukabumi. Tujuan pengkajian ini adalah untuk meningkatkan produktivitas padi dengan pendekatan PTT dan mengupayakan ketersediaan benih bagi petani di daerah Ciemas, serta memperkenalkan varietas varietas unggul baru padi di daerah Surade. Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan di Ciemas dilakukan pada MT I 2016 melalui serangkaian kegiatan sosialisasi kegiatan, pelaksanaan percontohan demplot padi dengan varietas Inpari 31(berlabel ungu/ benih pokok), seluas kurang lebih 2 ha, sedangkan display varietas unggul baru padi dengan varietas Inpari 30, 34, 38, 39, 41, dilakukan pada MH 2016/2017, pada lahan seluas 6000 m2, dengan pendekatan PTT padi. Hasil pendampingan demplot PTT padi di desa Mekarjaya Ciemas menunjukkan bahwa produktivitas varietas Inpari 31 adalah 6.8 ton/ha, lebih tinggi 15% dari produktivitas Inpari 31 para petani sekitarnya (5.9 ton/ha). Produktivitas display varietas varietas unggul baru di desa Surade belum menunjukkan hasil yang optimal, dengan variasi produktivitas antara 4.8 ton/ha sampai dengan 5.5 ton/ha. Hanya varietas Inpari 39 yang mencapai produktivitas 5.5 ton/ha, lebih tinggi dari produktivitas Ciherang (sebagai pembanding) dengan produktivitas 5.4 ton/ha. Hasil evaluasi respons petani terhadap varietas varietas unggul baru menunjukkan hasil yang seragam atau tidak bervariasi (‘agak suka’), menunjukkan bahwa varietas varietas baru harus lebih sering diperkenalkan kepada para petani.
- ItemKeragaan Pengembangan Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) Di Jawa Barat(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Marbun, Oswald; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Untuk memperbaiki produktivitas tanah pertanian, meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan pendapatan petani, diperlukan terobosan teknologi yang ramah lingkungan melalui sistem pengelolaan. Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) merupakan pendekatan pemupukan yang mendasarkan pada ilmu pengetahuan untuk memandu penggunaan pupuk secara rasional dan efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman yang diliuncurkan oleh Kementerian Pertanian RI tahun 2011. Panduan PHSL ini masih perlu dikaji secara luas di lapangan. Oleh karena itu perbaikan dan pengembangan PHSL perlu terus dilakukan terutama PHSL berbasis IT. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk: 1) mengkaji PHSL terhadap hasil padi yang dapat dicapai melalui anjuran pemupukan menurut acuan PHSL berbasis IT dibandingkan dengan hasil yang dicapai berdasarkan cara pemupukan yang dipraktekkan oleh petani tahun 2013 dan 2014, 2) mengamati dampak PHSL terhadap produktivitas dan keuntungan bagi petani. Hasil analisis pengkajian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil produksi padi antara PHSL dan perlakuan petani, meskipun dosis pemupukan PHSL lebih sedikit dari cara petani. Ini menunjukkan bahwa PHSL dapat bermanfaat untuk membantu petani padi sawah secara luas di Jawa Barat dalam menentukan dosis pupuk secara tepat, rasional dan berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman, meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, memperbaiki pengelolaan teknologi lainnya seperti PHT dengan penggunaan sex feromon dan light trap, varietas unggul baru, dan pengaturan air, serta peningkatan pendapatan petani tanpa adanya kerusakan lingkungan.
- ItemKeuntungan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Padi Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) dan Cara Petani(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Mulijanti, Siti Lia; Sinaga, Anna; Marbun, Oswald; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiProduktivitas padi dari tahun ke tahun mengalami penurunan hasil yang tentunya mempengaruhi tingkat keuntungan yang diperoleh petani. Introduksi teknologi PHSL yang menganjurkan penggunaan pupuk sesuai kebutuhan tanaman diperlukan agar efi siensi input produksi dapat dicapai. Pengkajian penerapan PHSL dilakukan di Desa Tegal Sari Kecamatan Cilamaya Wetan pada tahun 2013. Tujuan pengkajian adalah mengetahui tingkat keuntungan dan efi siensi cara tanam dengan metode PHSL dibandingkan cara petani. Pengkajian dilaksanakan dengan cara on farm participatory research dengan melibatkan 20 Petani tersebar di 2 Kluster, 5 ulangan. 2 kluster menerapkan praktek PHT dan 2 kluster menerapkan pengendalian OPT cara petani (non PHT). Data yang dikumpulkan terdiri atas data in put out put produksi. Untuk melihat tingkat efi siensi penggunaan pupuk berdasarkan PHSL dilakukan 2 analisis, yaitu (1) analisis fi nancial, yaitu Benefi t Cost Ratio (BCR) dan nilai peningkatan keuntungan bersih atau Incremental Benefi t Cost Ratio (IBCR) dan (2) analisis keuntungan kompetitif, dan (3) tingkat pengembalian modal. Hasil pengkajian menunjukkan penerapan pemupukan cara PHSL dapat meningkatkan produksi padi sebesar 0,4 ton/ha dibandingkan cara petani dan pendapatan bersih memberikan keuntungan lebih besar dan lebih efi sien dibandingkan cara petani dengan B/C 1,97. Penerapan cara tanam dengan metode PHSL meningkatkan pendapatan sebesar 15,52%, dengan IBCR 1,15 dan harga minimal Rp.4.751,-/kg pada tingkat produktivitas 6,372t/ha.
- ItemPanduan umum pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan diseminasi teknologi pertanian(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jawa Barat, 2014-06-08) Sutrisna, Nana; Marbun, Oswald; Histifarina, Dian; BPTP Jawa Barat
- ItemPedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011) Rejekiningrum, Popi; Las, Irsal; Amien, Istiqlal; Pujilestari, Nurwindah; Estiningtyas, Woro; Surmaini, Elza; Suciantini; Sarvina, Yeli; Pramudia, Aris; Kartiwa, Budi; Muharsini, Sri; Sudarmaji; Hardiyanto; Hermanto, Catur; Putranto, Gatot Ari; Marbun, OswaldDengan sifat iklim yang dinamis, variabilitas dan perubahan iklim merupakan suatu keniscayaan yang mesti dan telah mulai terjadi di beberapa tempat. Namun karena pemanasan global akibat berbagai aktivitas manusia mempercepat dinamika dan perubahan iklim yang terjadi secara alami. Perubahan iklim berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan dan aktivitas manusia. Walaupun ikut berkontribusi sebagai penyebab, sektor pertanian merupakan korban dan paling rentan (vulnerable) terhadap perubahan iklim, terutama Ketahanan Pangan Nasional. Dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan nasional terjadi secara runtut, mulai dari pengaruh negatif terhadap sumberdaya (lahan dan air), infrastruktur pertanian (irigasi) hingga sistem produksi melalui produktivitas, luas tanam dan panen. Petani juga memiliki sumberdaya yang lebih terbatas untuk dapat beradaptasi pada perubahan iklim. Berdasarkan konsekuensi dan dampak dari perubahan iklim tersebut, diperlukan arah dan strategi antisipasi dan penyiapan program aksi adaptasi dengan dukungan teknologi inovatif dan adaptif. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu suatu panduan atau pedoman umum, baik dalam rangka antisipasi untuk menyiapkan strategi dan program adaptasi maupun dalam rangka pelaksanaan atau aksi adaptasi. Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian ini menguraikan beberapa dampak perubahan iklim pada masing-masing sub sektor, arah dan strategi serta program aksi adaptasi perubahan iklim pada sektor pertanian. Pedoman umum adaptasi perubahan iklim sektor pertanian diharapkan menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam menyusun program dan petunjuk operasional terkait upaya adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian.
- ItemPenampilan Beberapa Padi Varietas Unggul Baru di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2019-12) Sari, Ratna; Noviana, Irma; Marbun, Oswald; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Jawa Barat merupakan salah satu kontributor produksi padi terbesar di Indonesia dengan salah satu sentra produksinya ialah Kabupaten Indramayu. Kabupaten Indramayu menghadapi permasalahan pengurangan lahan pertanian karena adanya konversi lahan. Untuk itu, untuk menjaga produksi beras, sangat penting untuk melakukan intesifikasi budidaya padi dengan cara menggunakan Varietas Unggul Baru (VUB). Penelitian dilakukan di Kabupaten Indramayu pada tahun 2017 dengan menggunakan varietas Inpari 32, Inpari 42, dan Inpari 43. Ketiga varietas ini di tanam dengan rancangan acak kelompok (RAK) yang diulang sebanyak tiga kali. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa varietas Inpari 32 memiliki produktivitas tertinggi bila dibandingkan dengan Inpari 42 dan Inpari 43.
- ItemPengaruh Pemupukan Kcl Dan Kompos Jerami Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Padi Sawah (Oryza Sativa L.)(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2017) Salbiah, Cut; Basri AB; Azis, Abdul; Marbun, Oswald; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemupukan KCl dan kompos jerami terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah (Oryza sativa L.). Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola factorial dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama pupuk KCl (0, 100, 150 kg ha). Faktor kedua takaran kompos jerami (0, 10, 20 ton/ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 35 HST, jumlah anakan umur 25 HST, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa per malai, bobot 1000 butir gabah dan hasil gabah per hektar. Pemberian kompos jerami memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan umur 35 HST, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa per malai, bobot 1000 butir gabah dan hasil gabah per hektar. Pengaruh interaksi antara pemupukan KCl dan kompos jerami memberikan pengaruh nyata terhadap pH tanah, K tersedia dan bobot 1000 butir gabah. Kombinasi perlakuan terbaik pada pelakuan pupuk KCl 100 kg ha-1 dengan kompos jerami 20 ton ha
- ItemPengaruh perlakuan jerami dan varietas padi inbrida terhadap emisi gas rumah kaca di lahan sawah irigasi(BPTP Jawa Barat, 2015-10-16) Sutrisna, Nana; Surdianto, Yanto; Marbun, Oswald; BPTP Jawa BaratSistem budidaya padi yang intensif dapat meningkatkan produktivitas, namun juga dapat memberikan dampak negatif terhadap peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ti troposfer dalam bentuk gas metan (CH 4) dan dinitrogen oksida (NO). Indonesia adalah penyumbang emisi gas rumah kaca urutan ke-18 dunia. Atas dasar itu, pemerintah Republik Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 26% sampai tahun 2020. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan jerami padi pada beberapa varietas unggul baru terhadap penurunan GRK. Penelitian mengunakan rancangan petak terpisah (split plot design). Petak utama adalah VUB, terdiri atas (1) Inpari 4 (V1), (2) Inpari 14 (V2), dan (3) Mekongga (V). Anak petak adalah teknik pemanfaatan jerami terdiri atas: (1) jerami dikomposan (J1), (2) jerami digelebeg (J23), dan (3) tanpa jerami (J). Jumlah ulangansebanyak 5. Data yang dikumpulkan terdiri atas: emisi GRK (CH4 dan NO), pertumbuhan padi, komponen hasil, dan hasil padi. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis statistik dengan analisis keragaman (Analysis of Varians) yang dilanjutkan dengan uji nilai tengah Duncan pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara varietas dan perlakuan jerami padi terhadap emisi CH42 baik pada umur 21, 42, dan 87 hst. Pada umur 42 hst perlakuan jerami padi berpengaruh nyata terhadap emisi CH4 . Pada umur 87 hst varietas dan perlakuan jerami masing-masing berpengaruh nyata terhadap emisi CH. Pada umur 110 hst justru varietas berpengaruh nyata terhadap emisi CH. Terjadi interaksi antara varietas dan perlakuan jerami padi terhadap emisi gas NO pada umur 21 hst.
- ItemPengaruh sistem irigasi berselang dan jarak tanam padi sistem legowo terhadap produktivitas dan emisi gas rumah kaca (grk)(BPTP Jawa Barat, 2017-10-12) Sutrisna, Nana; Surdianto, Yanto; Marbun, Oswald; BPTP Jawa BaratSistem irigasi berselang dan jarak tanam legowo 2:1 diduga selain dapat meningkatakan produktivitas padi juga dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh sistem irigasi berselang dan jarak tanam legowo 2:1 terhadap produktivitas padi dan emisi GRK gas CH4 (metan). Penelitian mengunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dengan tiga ulangan. Petak utama adalah sitem irigasi berselang (I) terdiri atas: I1 = Irigasi berselang 3 hari digenangi; 3 hari dikeringkan (3:3); I2 = Irigasi berselang 5 hari digenangi; 3 hari dikeringkan (5:3); I3 = Irigasi berselang 7 hari digenangi; 3 hari dikeringkan (7:3). Anak petak adalah jarak tanam legowo 2:1 terdiri atas: L1 = Legowo 2:1 (25,0 x 15,0 x 50,0 cm); L2 = Legowo 2:1 (25,0 x 12,5 x 50,0 cm); L3 = Legowo 2:1 (25,0 x 15,0 x 40,0 cm); dan L4 = Legowo 2:1 (25,0 x 12,5 x 40,0 cm). Data yang dikumpulkan terdiri atas: emisi gas CH4; pertumbuhan padi (tinggi tanaman dan jumlah anakan); bobot 1.000 butir; dan hasil padi. Data dianalisis sidik ragam (Analysis of Varians) yang dilanjutkan dengan uji nilai tengah Duncan pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara irigasi berselang dengan jarak tanam legowo 2:1 terhadap emisi gas metan. Sistem irigasi berselang 5 hari digenangi; 3 hari dikeringkan (5:3) dapat menurunkan emisi gas metan dan meningkatkan produktivitas padi sebesar 17,2% dari 5,88 menjadi 6,89 t/ha. Jarak tanam legowo 2:1 yang dapat menurunkan emisi gas metan adalah 25 x 15 x 40 cm sedangkan yang dapat meningkatkan produktivitas padi adalah 25 x 12,5 x 40 cm, yaitu sebesar 13,6% dari 6,04 menjadi 6,86 t/ha GKG.
- ItemPengembangan aneka produk olahan berbasis ubikayu dan respon petani terhadap pengolahan ubikayu di Kabupaten Bandung “Study Kasus di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat”(BPTP Jawa Barat, 2016-11-11) Rachman, Adetiya; Surdianto, Yanto; Marbun, Oswald; BPTP Jawa BaratUbikayu (Manihot utilissima) merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan setelah padi di Jawa Barat dengan produksi mencapai 2 juta ton per tahun. Produksi ubikayu di Jawa Barat merupakan tanaman pangan terbesar setelah padi, namun kontribusi terhadap pendapatan petani masih rendah. Hal ini antara lain disebabkan rendahnya harga di tingkat petani serta dan belum diterapkan sepenuhnya usaha diversifikasi produk. Pemanfaatan ubikayu hingga saat ini sebagian besar masih terbatas dipasarkan dalam bentuk segar atau diolah menjadi pati/tepung tapioka. Pengolahan tepung tapioka menghasilkan rendemen yang relatif rendah dan permasalahan limbah onggok/ampas yang dihasilkan. Inovasi pengolahan produk ubikayu menjadi tepung mocaf (modified cassava flour) yang menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dengan minim limbah mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan petani. Teknologi pengolahan mocaf dan produk olahan berbasis ubikayu banyak dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Jawa Barat telah mengembangkan teknologi pengolahan mocaf dan aneka produk olahan berbasis ubikayu yang dilaksanakan di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pengembangan aneka produk olahan berbasis ubikayu mendapat respon postitf dengan 82,34% petani menyatakan pengolahan ubikayu penting dilakukan dan 94,12% menyatakan ubikayu lebih baik dijual dalam bentuk segar. Bentuk olahan ubikayu telah berkembang dari semula hanya tape menjadi tepung, mie, rasi (beras singkong), kerupuk, kastangel dan brownies kasava. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan aneka olahan ubikayu berkisar antara 225 – 1.562%.
- ItemPeningkatan Produktivitas Padi Melalui Sistem Tanam Jajar Legowo Dan Aplikasi Pupuk Hayati Mendukung Pengembangan Kawasan Padi Di Kabupaten Subang(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), 2018) Noviana, Irma; Marbun, Oswald; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Perbaikan usahatani padi dapat ditempuh melalui perbaikan teknologi budidaya, yaitu melalui pemupukan dan pengaturan jarak tanam. Tujuan pengkajian adalah mengetahui pengaruh aplikasi pupuk hayati dengan kesesuaian jarak tanam legowo di wilayah sentra padi di Jawa Barat terhadap peningkatan produksi padi. Pengkajian dilaksanakan di desa Jatiragas Hilir Kecamatan Patokbeusi Kabupaten Subang pada Bulan Juni hingga September 2016 di lahan sawah irigasi. Varietas padi yang digunakan adalah Inpari 30. Perlakuan terdiri atas dua taraf jarak tanam legowo 2:1, yaitu jarak tanam 27 x 17,5 x 40 cm dan 30 x 20 x 60 cm, serta dua taraf aplikasi pupuk hayati yaitu pemberian pupuk hayati dan tanpa aplikasi pupuk hayati. Teknologi yang diterapkan adalah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi. Peubah yang diamati: Karakteristik agronomis tanaman (tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, produktivitas, jumlah malai per rumpun) dan komponen hasil (jumlah gabah isi dan hampa per malai, bobot 1.000 butir). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa 1) jarak tanam legowo (30 x 20 x 60 cm) memberikan jumlah anakan padi, jumlah malai per rumpun, dan produksi lebih tinggi dibandingkan legowo 25 x 17,5 x 40 cm di Kabupaten Subang, 2) pemberian pupuk hayati pada padi mampu menambah jumlah anakan per rumpun, menurunkan gabah hampa per malai dan meningkatkan hasil, 3) interaksi pupuk hayati dan jarak tanam berpengaruh terhadap peningkatan jumlah anakan padi, hasil, dan penurunan jumlah gabah hampa per malai.
- ItemPerbedaan Populasi dan Kerusakan Tanaman Pada Kluster PHT dan Non PHT dalam Kegiatan Sistem Informasi PTT Padi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Nurawan, Agus; Marbun, Oswald; Ratnasari; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiKegiatan Sistem Informasi Pengelolaan dan Sumberdaya Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah telah dilaksanakan di Desa Bojongjaya, Kecamatan Pusaka Jaya, kabupaten Subang. Kegiatan dimulai pada bulan Juni sampai dengan Desember 2014. Perlakuan yang diuji terdiri dari dua bagian yaitu pengujian pupuk Cara Petani (CP) dan Pemupukan Hara Spesifi k Lokasi (PHSL) dengan cara mengakses ke http://webapps.irri.org/nm/draft/id., dari 2 kegiatan tersebut dibagi menjadi 2 kluster yaitu kluster yang menggunakan perlakuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan perlakuan Non PHT masing-masing kluster melibatkan 10 orang petani. Perlakuan PHT menggunakan cara 30 hari setelah tanam tanpa pegendalian, sedangkan yang Non PHT dikendalikan sesuai kebiasaan petani. Perlakuan PHT, setelah umur 20 HST dipasang Light traps memonitor populasi organisme pengganggu tanaman (OPT) dan untuk mengendalikan penggerek batang padi. Pemupukan berdasarkan PHSL menggunakan dosis dan waktu pemberian untuk pertumbuhan awal (0-14 HST) Phonska 3kg, fase anakan aktif (28-32 HST) 4 kg urea dan fase primordia (43-47 HST) urea 5 kg. Sedangkan (CP) dosis per ha adalah sebagai berikut : Phonska 143 kg, SP-36 : 143 kg dan Urea 357 kg. Cara pemberiannya yaitu urea 100 kg diberikan satu Hari SebelumTanam sebagai pupuk dasar, pupuk lainnya diberikan sebanyak 4 kali selanjutnya pada umur 21 HST, pemberian SP-36 sebanyak 1 kuintal saat umur 30 HST, pemberian NPK Mutiara 61,67 kg pada 50 HST, varietas yang digunakan adalah Mekongga. Hasil pengkajian pada kluster PHT populasi dan tingkat kerusakan lebih ringan bila dibandingkan dengan Non PHT. Rendahnya populasi opt pada kluster PHT karena selalu terkontrol oleh light trap, dan penggerek batang dapat dikendalikan oleh perangkap sex feromon. Dari pantauan light trap populasi opt wereng hijau meningkat pada bulan Juli 2013 hingga 3.000 ekor dan menurun kembali setelah dilakukan pengendalian. Pada kluster non PHT kerusakan lebih parah yaitu 20% akibat wereng hijau dengan populasi rata-rata 17 ekor/rumpun. Penggerek batang meningkat pada bulan Agustus 2013, dari hasil tangkapan sex feromonrata-rata 70ekor/perangkap dan menurun kembali pada September 2013 hingga menjadi hanya 2 ekor/perangkap. Analisis ekonomi menunjukkan, bahwa kluster PHTbiayanya lebih efi sien Rp. 1.500.000,-bila dibandingkan dengan kluster Non PHT (pengendalian cara petani), terutama dalam pembelian pestisida
- ItemPreferensi petani terhadap pengembangan tanaman hias mendukung bioindustri di kabupaten sukabumi(BPTP Jawa Barat, 2017-10-12) Marbun, Oswald; Histifarina, Dian; BPTP Jawa BaratTanaman krisan (Chrysanthemum morifolium Ramat) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi dan banyak diminati oleh pasar dan konsumen. Permintaan bunga krisan baik dalam bentuk bunga potong maupun dalam bentuk bunga pot hingga saat ini cukup tinggi dan bahan masih belum terpenuhi. Produksi bunga krisan mencapai 208.768.506 dari luas tanam 2.612.862 Ha pada tahun 2015. Peningkatan permintaan yang tinggi ini juga sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan preferensi konsumen terhadap komoditas krisan baik dari segi varietas, warna, bentuk dan ukuran. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prerefensi konsumen terhadap karakteristik fi sik bunga krisan. Pengkajian dilakukan di desa Langensari, kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi pada bulan Juni - Oktober 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan cara metode survey dengan kuisioner. Jenis data yang dikumpulkan penilaian preferensi terhadap warna bunga, bentuk bunga, ukuran bunga, ketegaran tangkai bunga dan tinggi tangkai. Analisis data menggunakan statistik non parametrik (test friedman) untuk mengetahui perbedaan penilaian terhadap karakter yang sama antar varietas atau perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna bunga merupakan karakteristik utama yang menjadi pilihan dari konsumen dan jenis krisan lokon kuning dan lokon putih yang paling banyak diminati.