Browsing by Author "Hadi, Sulaxono"
Now showing 1 - 16 of 16
Results Per Page
Sort Options
- ItemDampak infeksi dan diagnosa Chicken Infectious Anemia Virus pada Ayam(Perpustakaan Balai Besar Veteriner Maros, 2021-04) Hadi, Sulaxono; Sulaxono, Ratna Loventa; Siswani; Balai Besar Veteriner MarosSerangan virus Chicken Infectious Anemia Virus (CIAV) menimbulkan berbagai akibat pada ayam, mulai klinis berupa kelemahan, mengantuk, kegatalan pada otot sayap dan perdarahan pada otot sayap. Dampak patologis yang terjadi tampak pada disfungsi hematopoietik sumsum tulang berupa kepucatan sumsum tulang dan nekrosis. Gambaran packed cell volume (PCV) ayam menunjukkan terus penurunan dan ayam mengalami anemia. Produksi sel-sel pembeku darah atau trombosit menunjukkan penurunan, trombositopenia, dibandingkan ayam normal. Perubahan histopatologi spesifik pada infeksi adalah terbentukkan inclusion bodies intranuklear pada sumsum tulang dan berbagai jaringan tubuh ayam yang lain. Secara imunohistokimia, antigen virus penyebab dapat ditemukan diidentifikasi pada sumsum tulang dan berbagai jaringan lainnya dari ayam terinfeksi CIAV dengan warna kecoklatan pada pewarnaan dengan imunohistokimia.
- ItemDeteksi Virus dan Antibodi Newcastle Disease pada Beberapa Jenis Unggas di Wilayah Layanan Indonesia Bagian Timur(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Hadi, Sulaxono; Direktorat Kesehatan HewanPendahuluan. Newcastle Disease atau ND merupakan penyakit viral pada berbagai jenis unggas yang dapat dikendalikan dengan vaksinasi dan penerapan bioskuriti. Vaksinasi telah dilakukan oleh masyarakat peternak secara mandiri, terutama pada peternakan komersial. Pelaksanaan vaksinasi pada back yard farming tidaklah seintensif yang dilakukan pada peternakan komersial. Kajian dilakukan untuk melihat titer antibodi ND dan deteksi virus ND pada berbagai jenis peternakan, komersial dan back yard farming. Metode. Besaran sampel minimal untuk sampling serum dan swab orofaring dihitung menggunakan piranti Epitools (sample size for apparent or seroprevalence serta sample size calculation for fixed pool size and perfect tests). Kajian dilakukan secara retrospektif dari hasil uji Balai Besar Veteriner Maros tahun 2017. Sebanyak 6.870 sampel serum ayam yang berasal dari 46 kabupaten/kota, dengan rincian 412 serum ayam parent stock broiler, broiler komersial sebanyak 435 sampel, ayam buras sebanyak 2.030 sampel, itik sebanyak 115 sampel serta ayam layer sebanyak 3.878 sampel telah diuji secara serologis dengan metode hemaglutinin inhibition (HI). Sampel swab orofaring sebanyak 6.166 sampel, berasal dari ayam layer 2974 pool swab, ayam broiler 435 pool swab, itik 125 pool swab dan ayam buras 2.535 pool swab. Pengujian terhadap pool swab untuk identifikasi matriks virus ND dilakukan dengan metode real time polymerase chain reaction (RT-PCR). Hasil Hasil uji serologis menunjukkan persentase titer antibodi terbaik terdapat pada ayam parent stock sebesar 99,76%, disusul ayam layer sebesar 91,23%, broiler sebesar 51,95% dan ayam buras sebesar 40,34%. Pada itik ditemukan adanya antibodi terhadap ND sebesar 53,04%. Hasil pengujian RT PCR matriks virus ND dari swab orofaring positif pada ayam buras sebesar 1,97%, disusul ayam broiler komersial sebesar 0,94% dan pada layer sebesar 0,2%. Matriks virus ND ditemukan di Kota Jayapura, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Maros, Kabupaten Pinrang serta Kabupaten Sidrap. Kesimpulan. Persentase antibodi ND tertinggi ditemukan pada ayam parent stock broiler, disusul layer, itik, ayam broiler komersial dan antibodi terendah terendah pada peternakan ayam buras. Berdasarkan pengujian dengan RT-PCR, matrik virus ND, ditemukan bersirkulasi pada peternakkan ayam buras, ayam broiler komersial dan ayam broiler komersial.
- ItemHasil Monitoring Avian Influenza Subtipe H5 di Wilayah Layanan BBvet Maros(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Hadi, Sulaxono; Direktorat Kesehatan HewanPendahuluan Penyakit Avian influenza (AI) H5N1 merupakan salah satu penyakit viral strategis di Indonesia, Penyakit masih muncul secara sporadis dan menyebabkan kematian pada unggas yang peka. Pengendalian di Indonesia telah dilakukan dengan vaksinasi dan pelaksanaan manajemen bioskuriti pada usaha peternakan unggas. Indonesia telah menjadi endemis dengan penyakit AI, penyakit telah menyebar ke berbagai propinsi, pada berbagai jenis unggas. Monitoring dilakukan untuk mengetahui persentase titer antibodi pada populasi berdasarkan jenis unggas dan deteksi keberadaan matriks H5 dalam populasi melalui pengujian sampel serum dan swab orofaring unggas. Metode. Pengujian serologis terhadap serum unggas dilakukan dengan metode hemaglutinin aglutination (HA) dan hemaglutinin inhibition (HI) terhadap AI H5. Pengujian serologis telah dilakukan terhadap 5.679 sampel serum dari berbagai jenis unggas yang terdiri dari serum entog 33 sampel, itik 201 sampel, ayam buras 2387 sampel, ayam broiler komersial 652 sampel, ayam layer 2038 sampel serta parent stock (PS) broiler sebanyak 696 sampel, ayam layer 4065 sampel dan PS broiler 728 sampel. Pengujian virologis telah dilakukan untuk mendeteksi keberadaan matriks AI H5 . Pengujian matriks H5 dilakukan secara pooling terhadap sampel swab orofaring dengan metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT PCR). Senayak 5 sampel swab di pool menjadi 1 pool. Jumlah sampel pool swab yang diuji dari ayam PS broiler 213 pool, broiler komersial 103 pool, ayam layer 731 pool dan ayam buras 742 pool swab. Hasil. Pengujian antibodi AI H5 menunjukkan persentase titer antibodi tertinggi terdapat pada PS broiler sebesar 71,43%, disusul ayam broiler komersial 51,23%, ayam layer 50.14%, entog 39,39%, ayam buras sebesar 18,22% serta itik 8,96%. Secara keseluruhan persentase titer antibodi pada serum yang diuji adalah sebesar 52,05%. Persentase positif matriks H5 terbesar pada ayam broiler komersial sebesar 54,34%, disusul PS broiler 27,70%, ayam layer 22,16% serta ayam buras 15,50%. Matriks H5 ditemukan di 21 kabupaten/kota dari lokasi 49 kabupaten/kota yang diuji sampelnya. Kesimpulan. Antibodi H5 terdeteksi pada unggas yang tidak divaksinasi AI yaitu ayam buras, itik, entog dan ayam broiler komersial dengan kisaran 8,96%-39,39%. Pada divaksinasi AI H5 yaitu ayam layer dan PS broiler, antibodi yang terbentuk berkisar antara 51,23%-71,43%. Sirkulasi virus avian influenza H5 ditemukan pada peternakan divaksinasi AI yaitu PS broiler dan layer maupun yang tidak melaksanakan vaksinasi AI yaitu ayam buras, itik dan entog.
- ItemHasil Monitoring Serologis Penyakit Classical Swine Fever (CSF)(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Hadi, Sulaxono; Direktorat Kesehatan HewanPendahuluan. Classical Swine Fever (CSF) merupakan penyakit viral oleh genus Pestivirus, famili Flaviviridae. Penyakit ini masih menimbulkan kasus sporadik. Vaksinasi telah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengendalikan terjadinya wabah. Surveilans untuk deteksi antibodi penyakit Classical Swine Fever (CSF) telah dilakukan pada beberapa kabupaten di wilayah layanan Balai Besar Veteriner Maros untuk mengetahui terbentuknya antibodi CSF yang dihasilkan dari pelaksanaan vaksinas CSF. Serum babi telah diambil dari 29 kabupaten di 6 propinsi. Kajian dimaksudkan untuk mengetahui herd immunity yang ada pada babi di 6 propinsi ini. Metode. Kajian merupakan studi retrospektif, atas hasi uji serologis CSF pada tahun 2017 di 27 kabupaten/kota, yang ada di Maluku, Papua Barat, Papua, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Jumlah sampel minimal dihitung menggunakan piranti lunak Epitools. Uji serologis dilakukan terhadap 4.000 serum babi untuk mengetahui titer antibodi dengan metode Elisa menggunakan kit komersial Hasil. Sebanyak 46,30% dari 4.000 serum menunjukkan adanya antibodi terhadap CSF sedangkan 53,70% tidak menunjukkan adanya antibodi CSF. Herd immunity dengan titer antibodi tertinggi ada di Propinsi Sulawesi Utara sebesar 56, 41%. Pada propinsi lain, herd immunity bervariasi, Papua sebesar 30,38%, Sulawesi Selatan sebesar 14,29%, Papua Barat sebesar 0,57% dan Maluku 0%. Propinsi Sulawesi Utara paling intensif melaksanakan vaksinasi CSF karena adanya support penuh dari pusat sehingga pelaksanaan vaksinasi lebih dari 70% populasi yang ada. Kondisi ini menghasilkan herd immunity CSF yang lebih baik dibanding propinsi lainnya. Kesimpulan. Kondisi herd immunity CSF pada babi beragam di lima propinsi. Kondisi herd immunity tertinggi ada di Propinsi Sulawesi Utara, disusul Papua, Sulawesi Selatan, Papua Barat dan Maluku.
- ItemInvestigasi Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) ke Manusia di Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesi Selatan(Balai Besar Veteriner Maros, 2018) Alfinus; Marmansari, Dini; Hadi, Sulaxono; Widyastuti, Danny Raty; Sukri; RamlanPada Bulan Februari 2018, Balai Besar Veteriner Maros bersama dengan Tim dari Dinas yang membidangi Fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Donggala melaksanakan penyidikan kasus Gigitan dari Anjing (HPR) di Kecamatan Sirenja, Kecamatan Tompe, KabupatenDonggala Propinsi Sulawesi Selatan. Tujuan penyidikan adalah untuk mengetahui penyebab manusia digigit oleh Hewan Penular Rabies (anjing), mengumpulkan data dan informasi, melakukan tindakan pengendalian, mengidentifikasi kemungkinan sumber / rute infeksi, pengambilan sampel (hipokampus dan serum), tindakan pengendalian dilapangan dan saran serta diagnosa. Kasus gigitan anjing pada manusia Berdasarkan data dari Puskesmas Tompe, Kec Sirenja, Kab Donggala sejak Januari sampai 15 Februari 2018 telah terjadi kasus gigitan anjing ke manusia sebanyak 22 korban gigitan; 15 korban gigitan manusia pada bulan Januaridan 7 korban pada bulan Februari 2018. Kasus gigitan anjing pertama kali dilaporkan oleh Staf Puskesmas Tompe kepada Petugas Dinas Peternakan Kab Donggala.Kegiatan dilapangan berupa Pengambilan data, Vaksinasi massal rabies, KIE (Pemutaran video perihal Rabies); Pengambilan sampel dan pemasangan penning pasca vaksinasi.Hasil pengujian laboratorium berdasarkan metode Sellers dan FAT dinyatakan Positif Negri bodies rabies. Penyebab anjing mengigit manusia dikarenakan anjing menderita rabies.Rekomendasi tindakan pengendalian adalah Vaksinasi, Identifikasi dan KIE serta Koordinasi dengan instansi terkait (Kesehatan, Dishub, Kepolisian dan tokoh masyarakat).
- ItemInvestigasi Kasus Anthrax pada Sapi Bali di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Hadi, Sulaxono; Direktorat Kesehatan HewanPendahuluan. Serangkaian kematian sapi bali telah terjadi di Lingkungan Bontopale, Kelurahan Samataring, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai. Dalam waktu 3 minggu terdapat 11 ekor sapi bali mati, mengalami sakit 9 ekor, dipotong oleh pemiliknya sebanyak 4 ekor. Populasi sapi bali di Kelurahan Samataring tercatat sebanyak 1124 ekor. Penyidikan dilakukan untuk mencari penyebab kematian sapi bali di lokasi ini. Serangkaian kegiatan penyidikan telah dilakukan bersama dengan melalui wawancara langsung kepada peternak, petugas peternakan, pengambilan sampel dari sapi sakit yang telah terpotong, pengambilan beberapa sampel tanah di lokasi sapi mati, sapi sakit dan padang penggembalaan. Metode. Pengujian bakteriologis melalui kultur sampel, pewarnaan gram dan pewarnaan kapsul dilakukan untuk melihat morfologi bakteri secara mikroskopis pada preparat sentuh dan pertumbuhan koloni bakteri pada media umum blood agar. Hasil dibandingkan dengan kontrol positif sebagai referensi. Sampel yang diuji mencakup ingus, cairan perut dan dada, darah pada tanah dan tanah sejumlah 111 sampel. Uji biologi pada mencit juga dilakukan secara intraperitoneal darisampel potongan organ limpa dan cairan rongga perut dan dada. Hasil. Dari kultur organ limpa, cairan rongga perut dan dada, tetesan darah pada tanah serta tanah di beberapa titik lokasi tumbuh koloni kuman Bacillus. anthracis, dengan pewarnaan gram dan kapsul, konfirm B. anthracis. Sebanyak 5 sampel tanah dari 111 sampel tanah, positif ditemukan pertumbuhan B. anthracis. Kesimpulan. Penyebab kematian sapi bali di Kabupaten Sinjai adalah karena infeksi B. anthracis. Telah terjadi kontaminasi spora B. anthracis pada lingkungan tanah pada area pemeliharaan sapi dari sapi yang mati atau sakit.
- ItemKajian Situasi Rabies di Wilayah Layanan Balai Besar Veteriner Maros(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Hadi, Sulaxono; Direktorat Kesehatan HewanPendahuluan. Rabies merupakan penyakit viral yang zoonosis. Penyakit ini bersifat sporadis pada beberapa kabupaten/kota di wilayah layanan. Kajian dilakukan terhadap hasil uji rabies terhadap sampel yang diuji untuk diagnosa dan deteksi antibodi yang terbentuk paska vaksinasi rabies. Akumulasi kasus bulanan yang positif rabies, akumulasi kasus per kabupaten serta hasil uji serologis antibodi yang terbentuk paska vaksinasi rabies per kabupaten. Kajian retrospektif dilakukan dengan melakukan analisa data akumulatif per tahun selama periode tahun 2014 sampai dengan tahun 2017, dengan maksud untuk mengetahui situasi kasus rabies dan herd immunity terhadap rabies di beberapa kabupaten/kota di wilayah layanan Balai Besar Veteriner Maros. Metode. Metode uji yang dilakukan di Laboratorium Virologi untuk diagnosa rabies terhadap sampel otak adalah menggunakan Fluorescent Antibody Technique (FAT), sedangkan untuk pengujian serologis antibodi rabies menggunakan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (Elisa) Hasil. Dari data tahun 2016 dan 2017, kasus rabies ternyata berfluktuatif. Kasus rabies tertinggi terjadi pada bulan Mei dan Agustus dengan puncak kasus terjadi pada bulan Agustus yang mencapai 15 kasus positif, Kasus terendah terjadi pada bulan Januari, hanya 1 kasus positif. Kasus tertinggi rabies terjadi di Kabupaten Tana Toraja, yang mencapai 62 kasus positif, disusul Kabupaten Toraja Utara dengan 15 kasus positif rabies. Uji serologis kekebalan terha-dap rabies dengan metode Elisa menunjukkan nilai kekebalan yang berbeda tiap kabupaten. Dalam tahun 2017, hasil pengujian terhadap serum anjing menunjukkan, titer kekebalan pada populasi anjing tertinggi ada di Kabupaten Mamuju yang mencapai 74% dari 54 sampel yang diuji, disusul dengan Kabupaten Kepulauan Sitaro yang mencapai 60,65% dari sejumlah 958 sampel serum yang diuji. Secara keseluruhan dari 2.767 sampel serum yang diuji dari 30 kabupaten/kota, herd immunity anjing hanya sebesar 36.50%. Kesimpulan. Kasus rabies tertinggi terjadi pada tahun 2016 dengan jumlah kasus mencapai 236 kasus dan terendah tahun 2014 dengan jumlah kasus sebanyak 47 kasus positif rabies dari hasil uji sampel otak anjing dengan uji florescent antibody technique (FAT). Kasus tertinggi rabies berada di Kabupaten Tana Toraja. Herd immunity anjing masih rendah, perlu dilakukan peningkatan vaksinasi untuk menekan kasus rabies yang terjadi.
- ItemKasus Bovine Viral Diarhea pada Sapi Bali di Desa Arso 4, Kecamatan Skanto, Kabupaten Keerom, Propinsi Papua(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Hadi, Sulaxono; Direktorat Kesehatan HewanPendahuluan. Serangkaian kematian sapi telah terjadi di Desa Arso 4, Kecamatan Skanto, Kabupaten Keerom dengan gejala klinis, diare profus, lemas, ambruk dan mati. Selama 2 minggu jumlah sapi yang mati mencapai 17 ekor (2,7%) dari populasi sapi 628 ekor di Desa ini. Penyidikan kasus diare dan kematian sapi telah dilakukan bekerjasama dengan Dinas Pertanian Kabupaten serta Dinas Peternakan dan Kesehatan Propinsi guna menemukan penyebab sebenarnya diare dan kematian pada beberapa sapi milik peternak. Penyidikan dilakukan untuk menemukan penyebab kematian dengan wawancara kepada petugas, peternak yang sapinya mengalami diare atau mati, pengamatan klinis sapi yang sakit, serta pengambilan sampel tinja, ulas darah dari sapi sekandang serta pengambilan sampel organ tubuh terhadap sapi yang mati dengan nekropsi. Metode. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan terhadap 29 sampel ulas darah untuk melihat keberadaan parasit, pemeriksaan metode apung dilakukan untuk 7 sampel tinja untuk guna melihat ada tidaknya infestasi parasit gastrointestinal. Nekropsi dilakukan pada sapi yang mati untuk melihat perubahan patologi anatomi pada organ tubuh secara makroskopis. Pemeriksaan terhadap organ tubuh sapi yang mati untukkeperluan diagnosa dilakukan secara histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin & Eosin (HE) serta pewarnaan khusus untuk identifikasi agen penyebab, BVDV pada jaringan organ tubuh. Kesimpulan. Ditemukan 1 sampel ulas darah positif Trypanosoma sp., dan 1 sampel positif Theileria sp., tanpa gejala klinis. Dari 7 sampel tinja ditemukan 7 positif Paramphistomm sp., dan 2 sampel positif Fasciola sp. Pada sapi yang sakit dan mati ditemukan lesio berupa luka pada mukosa mulut, perdarahan dan pembendungan pada mukosa usus (duodenum, jejenum dan ileum). Hasil pemeriksaan untuk identifikasi antigen dengan imunohisto-patologi (IHK), ditemukan antigen BVDV pada organ usus, ginjal dan hati sapi yang mati. Kematian sapi karena adanya infeksi BVDV.
- ItemKasus Bovine Viral Diarhea Pada Sapi Bali di Desa Arso 4, Kecamatan Skanto, Kabupaten Keerom, Propinsi Papua(Balai Besar Veteriner Maros, 2020) Hadi, Sulaxono; Sulaxono, Ratna Loventa; Rahman, Abdul; Astuti, Siti; Perpustakaan Balai Besar Veteriner MarosSerangkaian kematian sapi telah terjadi di Desa Arso 4, Kecamatan Skanto, Kabupaten Keerom dengan gejala klinis, diare profus, lemas, ambruk dan mati. Selama 2 minggu jumlah sapi yang mati mencapai 17 ekor (2,7%) dari populasi sapi 628 ekor di Desa ini. Pengobatan suportif antibitioka long acting, roboransia dan pemberian perasan tumbukan daun jambu biji dan kunyit mampu menghentikan kematian dan kesembuhan pada sapi yang kondisinya tidak terlalu parah. Pada sapi yang mati ditemukan lesio berupa luka pada mukosa mulut, perdarahan dan pembendungan pada mukosa usus (duodenum, jejenum dan ileum). Hasil pemeriksaan untuk identifikasi antigen dengan imunohistopatologi (IHK), ditemukan antigen BVDV pada organ usus dan hati sapi yang mati
- ItemKasus Pertama Low Pathogenic Avian Influenza Subtipe H9N2 pada Peternakan Ayam Petelur di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan Indonesia(Balai Besar Veteriner Maros, 2017) Muflihanah; Andesfha, , Ernes; Wibawa, Hendra; Zenal, Farida Camallia; Hendrawati, Ferra; Siswani; Wahyuni; Kartini, Dina; Rahayuningtyas, Irma; Hadi, Sulaxono; Mukartini, Sri; Poermadjaja, Bagoes; Rasa, Fadjar Sumping Tjatur; RamlanLow pathogenic avian influenza subtiype H9N2 virus pertama kali didiagnosa pada peternakan ayam layer di Kabupaten Sidrap Propinsi Sulawesi Selatan Indonesia pada Desember 2016 dengan gejala klinis berupa gangguan pada saluran pernafasan yang ditandai dengan muka bengkak, sesak nafas, discharge dari hidung, kurang nafsu makan dan feses berwarna kehijauan. Kejadian penyakit terjadi dalam kurun waktu 3 – 14 hari dengan tingkat mortalitas rata-rata dibawah 5 % dan terjadi penurunan produksi telur sebanyak 50 - 80%. Dari hasil pengujian laboratorium dengan real time PCR menunjukkan positif Avian Influeza Type A, negatif subtype H5 dan H7 serta positif H9. Hasil isolasi virus pada Telur Embrio Bertunas (TAB) dengan uji rapid aglutinasi hasilnya tidak mengaglutinasi sel darah merah. Hasil histopatologi pada jaringan organ menunjukkan hasil suspect terhadap virus. Pengujian laboratorium dengan menggunakan teknik isolasi virus dan real time PCR. Dari isolasi virus setelah dilakukan penanaman di telur embrio, menunjukkan terjadi kematian embrio, seluruh organ embrio mengalami pendarahan, tetapi cairan allantois tidak mengaglutinasi sel darah merah ayam. Kemudian cairan allantois diambil untuk pengujian real time PCR menunjukkan hasil positif tipe A, negatif H5, negatif H7 dan positif H9. Hasil Sequencing terhadap tiga isolat A/Chicken/Sidrap/07161511-1/2016, A/Chicken/Sidrap/07161511-61/2016, A/Chicken/Sidrap/07170094-44OA/2017 memiliki kesamaan genetik 98% H9N2. Hasil pohon filogentik menunjukkan sampel yang diuji nampak dari kelompok atau lineage Asia Y280-H9N2
- ItemKasus Pertama Low Pathogenic Avian Influenza Subtipe H9N2 pada Peternakan Ayam Petelur di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan Indonesia(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Muflihanah; Andesfha, Ernes; Wibawa, Hendra; Zenal, Farida Camallia; Hendrawati, Ferra; Siswani; Wahyuni; Kartini, Dina; Rahayuningtyas, Irma; Hadi, Sulaxono; Mukartini, Sri; Poermadjaja, Bagoes; Rasa, Fadjar Sumping TjaturLow pathogenic avian influenza subtiype H9N2 virus pertama kali didiagnosa pada peternakan ayam layer di Kabupaten Sidrap Propinsi Sulawesi Selatan Indonesia pada Desember 2016 dengan gejala klinis berupa gangguan pada saluran pernafasan yang ditandai dengan muka bengkak, sesak nafas, discharge dari hidung, kurang nafsu makan dan feses berwarna kehijauan. Kejadian penyakit terjadi dalam kurun waktu 3 – 14 hari dengan tingkat mortalitas rata-rata dibawah 5 % dan terjadi penurunan produksi telur sebanyak 50 - 80%. Dari hasil pengujian laboratorium dengan real time PCR menunjukkan positif Avian Influeza Type A, negatif subtype H5 dan H7 serta positif H9. Hasil isolasi virus pada Telur Embrio Bertunas (TAB) dengan uji rapid aglutinasi hasilnya tidak mengaglutinasi sel darah merah. Hasil histopatologi pada jaringan organ menunjukkan hasil suspect terhadap virus. Pengujian laboratorium dengan menggunakan teknik isolasi virus dan real time PCR. Dari isolasi virus setelah dilakukan penanaman di telur embrio, menunjukkan terjadi kematian embrio, seluruh organ embrio mengalami pendarahan, tetapi cairan allantois tidak mengaglutinasi sel darah merah ayam. Kemudian cairan allantois diambil untuk pengujian real time PCR menunjukkan hasil positif tipe A, negatif H5, negatif H7 dan positif H9. Hasil Sequencing terhadap tiga isolat A/Chicken/Sidrap/07161511-1/2016, A/Chicken/ Sidrap/07161511-61/2016, A/Chicken/Sidrap/07170094-44OA/2017 memiliki kesamaan genetik 98% H9N2. Hasil pohon filogentik menunjukkan sampel yang diuji nampak dari kelompok atau lineage Asia Y280-H9N2.
- ItemPrevalensi Coccidiosis pada Ayam Ras di Wilayah Layanan Balai Besar Veteriner Maros(Perpustakaan Balai Besar Veteriner Maros, 2021) Hadi, Sulaxono; Sulaxono, Ratna Loventa; Dariani, Wiwik; Salam, St Aminah; Balai Besar Veteriner MarosCoccidiosis merupakan penyakit parasiter yang disebabkan oleh Eimeria spp., yang menyebkan kerugian ekonomis akibat patologis yang ditimbulkan. Penyakit menyerang berbagai ras unggas, ayam broiler, ayam layer dan ayam buras serta burung. Surveilans aktif telah dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Maros untuk mengetahui prevalensi Coccidiosis pada ayam broiler dan ayam layer di daerah sentra pengembangan ayam ras ini. Sampel untuk pengujian berupa tinja segar ayam yang diambil langsung dari ayam dalam kandang. Sebanyak 276 sampel tinja ayam yang berasal sari 120 tinja ayam broiler, 156 ayam layer dari 4 kabupaten, yaitu Sidenreng Rappang, Pinrang, Bau-bau dan Maros telah diuji apung untuk mengetahui ada tidaknya ookista Eimeria spp. Hasilnya menunjukkan bahwa prevalensi coccidiosis pada ayam broiler sebesar 25,00% sedangkan pada ayam layer sebesar 1,28%. Infestasi Eimeria spp pada ayam layer ditemukan pada ayam layer di Pnrang sebesar 33,33% dan pada ayam broiler di Maros sebesar 25%
- ItemSeroprevalensi Pullorum pada Unggas di Kalimantan Tahun 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Hadi, Sulaxono; Direktorat Kesehatan HewanPendahuluan. Pullorum merupakan penyakit bakterial yang menular vertikal dan menyebabkan kerugian pada peternak ayam petelur, broiiler, ayam buras maupun pada itik. Berdasarkan peraturan yang ada, secara serologis, breeding farm tidak diperbolehkan untuk menjual produksi DOC ataupun DOD bila pada parent stock ditemukan adanya pullorum test yang positif. Surveilans dan pengujian serologis pullorum telah dilakukan oleh Balai Veteriner Banjarbaru tahun 2018 ke breeding farm itik di Kabupaten Tanah Laut, broiler komersial di Kapuas Hulu dan Mempawah dan ayam buras di Kapuas Hulu, Kabupaten Pontianak, Kota Banjarbaru, Nunukan dan Seruyan. Hasil serologis dibandingkan antar ras unggas dengan maksud untuk mengetahui seroprevalensi diantara beberapa ras unggas yang diuji di Kalimantan. Metode. Kajian merupakan study retrospective. Pengujian dilakukan secara serologis dengan uji aglutinasi, Pullorum test, terhadap 868 sampel serum dari beberapa jenis unggas, dari 8 kabupaten/kota di Kalimantan. Hasil. Dari pengujian terhadap 868 sampel serum unggas d10,87idapatkan jumlah seropositif terhadap penyakit Pullorum sebesar 7,14%. Masing-masing seroprevalensi untuk ayam buras sebesar 42,98%, ayam broiler 10,87% dan itik sebesar 1.13%. Kesimpulan. Secara serologis ditemukan adalah penyakit Pullorum pada ayam buras, ayam broiler komersial dan itik yang tidak tervaksinasi Pullorum di Kalimantan pada tahun 2018. Besaran seroprevelensi berbeda diantara ketiga jenis unggas.
- ItemSurveillans Deteksi Antigenik dan Respon Imun Pasca Vaksinasi pada Program Pembebasan Classical Swine Fever di Propinsi Sulawesi Utara Tahun 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Hendrawati, Ferra; Zakariya, Faizal; Muflihanah; Mutisari, Dewi; Ratna; Supri; Pricillia, Kartika; Suanti; Firdaus, Taman; Tioho, Hana; Hadi, Sulaxono; Putra, Anak Agung GdePopulasi babi di Propinsi Sulawesi Utara sangat tinggi, komoditas ternak babi sebagai satu aset perekonomian terpenting. Kasus Clasical Swine Fever (CSF) pertama kali terjadi di Sulawesi Utara pada tahun 1996. Pengendalian CSF yang sudah dilakukan adalah vaksinasi, desinfeksi dan pembatasan lalu lintas ternak babi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah memberikan 150.000 dosis vaksin, Balai Besar Veteriner Maros dan Pemerintah daerah Sulawesi Utara ditugaskan untuk melakukan Vaksinasi dan surveillans CSF. Surveillans CSF bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus CSF dan mengukur tingkat protektifitas kekebalan pasca vaksinasi CSF. Vaksinasi dilakukan pada peternakan dan babi berisiko yaitu peternakan skala menengah ke bawah (≤ 500 ekor). Probability Proporsive Sampling (PPS) dilakukan untuk memilih 1110 ekor babi pra vaksinasi dan 2261 ekor pasca vaksinasi. Keberadaan Antigenik CSF didapatkan dari 723 ekor dengan sampling non rambang convinient by judgement pada babi yang menunjukkan gejala demam. Deteksi Antigenik dilakukan dengan pengujian Konvensional Polymerase Chain Reaction (PCR), Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) antigenik, Immunohistokimia (IHK) yang dilakukan secara pararel. Protektifitas imun respon diukur dengan menggunakan Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) antibodi. Hasil surveillans menunjukkan bahwa vaksinasi telah dilakukan pada 149.463 ekor (99,8%), Tingkat protektifitas kekebalan pravaksinasi sebesar 8,02% dan pasca vaksinasi sebesar 82,84%. Peningkatan protektifitas pasca vaksinasi sebesar 74,82%. Penyakit CSF masih ditemukan di Sulawesi Utara (1,38%) dengan sebaran di kabupaten Tomohon, Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Tenggara dan Kepulauan Talaud. Faktor risiko yang ditemukan adalah penerapan biosekuriti buruk, dan pelaporan sindromik CSF serta vaksinasi rutin lemah. Timbulnya penyakit CSF harus menjadi perhatian bersama terutama peternak babi dan pemerintah daerah. Menurunkan jumlah kasus pada saat rentang waktu berisiko (high risk period) adalah cara yang paling efektif mengendalikan kasus CSF dilapangan. Perbaikan penerapan vaksinasi dan biosekuriti harus dilakukan agar dapat segera bebas dari CSF.
- ItemSurvey Triangulasi pada Hewan Domestik di Pulau Sulawesi : Hasil Pengujian Round 1 Sulawesi Utara dan Gorontalo Tahun 2016(Balai Besar Veteriner Maros, 2017) Muflihanah; Hendrawati, Ferra; Zakaria, Faizal; Djatmikowati, Titis Furi; Dariani, Wiwik; Amaliah, Fitri; Supri; Firdaus, Taman; Said, Sitti Hartati; Hadi, Sulaxono; Zenal, Farida Camallia; Arasy, Ali Risqi; Hartaningsih, Nining; Harsono, Audi Tr; RamlanPenyakit zoonosis berdampak pada manusia dan ekonomi secara global. Terdapat kurang lebih 75% penyakit yang baru muncul (emerging diseases) merupakan zoonosis. Dalam era globalisasi dan perdagangan, perjalanan penyakit ini sangat cepat berpengaruh pada kesehatan masyarakat dan ekonomi. Melalui program USAID-EPT 2 program, FAO ECTAD Indonesia berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (BBVet Maros) dan PREDICT2 melakukan surveilans triangulasi dan pengumpulan sampel ternak (hewan domestik) dalam rangka memahami potensi penularan patogen dari satwa liar ke hewan domestik dan manusia. Tujuan surveilans triangulasi adalah untuk mengindentifikasi ancaman virus zoonosis pada interface penularan patogen pada ternak dari satwa liar yang berisiko tinggi, mengidentifikasi faktor biologi yang menggerakkan munculnya, penularan dan penyebaran penyakit zoonosis pada ternak dan kaitannya dengan satwa liar serta memperkirakan risiko relatif spillover patogen yang tidak dikenal atau dikenal dari satwa liar ke hewan domestik, yang memungkinkan penularan virus zoonosis antar wilayah. Desain surveilans adalah berbasis risiko untuk meningkatkan kemungkinan deteksi virus. dengan populasi target hewan domestik yang diternakkan (sapi, kerbau, kuda, babi, kambing) yang memiliki keterkaitan (interface) yang tinggi dengan satwa liar di dua Kabupaten Provinsi Gorontalo (Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato) dan Sulawesi Utara (Kabupaten Bolaang Mongondow, Minahasa Selatan, Minahasa dan Kota Tomohon). Telah dilakukan pengujian terhadap 172 sampel swab rektal untiuk mendeteksi lima target family virus yaitu Influenza (HPAI, Human Flu), Paramyxovirus (Nipah, Hendra), Coronavirus (SARS, MersCov), Filovirus (Ebola), Flavivirus (JE) menggunakan protokol PREDICT dengan teknik PCR konvensional. Hasil menunjukkan sebanyak 6,97% sampel presumptif positif terhadap Influenza A, 0,58% presumptif positif terhadap paramyxovirus, dan 172 sampel presumptif negatif terhadap Coronavirus, Flavivirus dan Filovirus
- ItemSurvey Triangulasi pada Hewan Domestik di Pulau Sulawesi : Hasil Pengujian Round 1 Sulawesi Utara dan Gorontalo Tahun 2016(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Muflihanah; Hendrawati, Ferra; Zakaria, Faizal; Djatmikowati, Titis Furi; Dariani, Wiwik; Amaliah, Fitri; Supri; Firdaus, Taman; Said, Sitti Hartati; Hadi, Sulaxono; Zenal, Farida Camalia; Arasy, Ali Risqi; Hartaningsih, Nining; Harsono, Audi TriPenyakit zoonosis berdampak pada manusia dan ekonomi secara global. Terdapat kurang lebih 75% penyakit yang baru muncul (emerging diseases) merupakan zoonosis. Dalam era globalisasi dan perdagangan, perjalanan penyakit ini sangat cepat berpengaruh pada kesehatan masyarakat dan ekonomi. Melalui program USAID-EPT 2 program, FAO ECTAD Indonesia berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (BBVet Maros) dan PREDICT2 melakukan surveilans triangulasi dan pengumpulan sampel ternak (hewan domestik) dalam rangka memahami potensi penularan patogen dari satwa liar ke hewan domestik dan manusia. Tujuan surveilans triangulasi adalah untuk mengindentifikasi ancaman virus zoonosis pada interface penularan patogen pada ternak dari satwa liar yang berisiko tinggi, mengidentifikasi faktor biologi yang menggerakkan munculnya, penularan dan penyebaran penyakit zoonosis pada ternak dan kaitannya dengan satwa liar serta memperkirakan risiko relatif spillover patogen yang tidak dikenal atau dikenal dari satwa liar ke hewan domestik, yang memungkinkan penularan virus zoonosis antar wilayah. Desain surveilans adalah berbasis risiko untuk meningkatkan kemungkinan deteksi virus. dengan populasi target hewan domestik yang diternakkan (sapi, kerbau, kuda, babi, kambing) yang memiliki keterkaitan (interface) yang tinggi dengan satwa liar di dua Kabupaten Provinsi Gorontalo (Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato) dan Sulawesi Utara (Kabupaten Bolaang Mongondow, Minahasa Selatan, Minahasa dan Kota Tomohon). Telah dilakukan pengujian terhadap 172 sampel swab rektal untiuk mendeteksi lima target family virus yaitu Influenza (HPAI, Human Flu), Paramyxovirus (Nipah, Hendra), Coronavirus (SARS, MersCov), Filovirus (Ebola), Flavivirus (JE) menggunakan protokol PREDICT dengan teknik PCR konvensional. Hasil menunjukkan sebanyak 6,97% sampel presumptif positif terhadap Influenza A, 0,58% presumptif positif terhadap paramyxovirus, dan 172 sampel presumptif negatif terhadap Coronavirus, Flavivirus dan Filovirus.