Browsing by Author "Direktorat Kesehatan Hewan"
Now showing 1 - 20 of 92
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisa Data Isikhnas : Identifikasi Sebaran Straw Sapi di D.I Yogyakarta pada Bulan Januari 2019 dengan Social Network Analysis Menggunakan Program Gephi 09.2(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Suryanto, Basuki Rochmat; Direktorat Kesehatan HewanAnalisis ini bertujuan untuk memberikan data dan informasi bagi dinas yang membidangi produksi peternakan dan produsen straw untuk pemetaan dan perencanaan kebijakan produksi ternak . Hasil analisa social network ini berupa graph yang menggambarkan hubungan antara produsen straw – ID Straw Sapi Pejantan – Inseminator. Metoda analisa dilakukan dengan pengambilan data dari isikhnas root_204 periode Januari 2019, difilter menggunakan pivotableExcell2016 untuk pembuatan data node dan edge, selanjutnya data diolah menggunakan aplikasi gephi. Visualisasi node dan edge merupakan informasi mengenai kuantitas inseminator dalam melakukan IB di wilayah Yogyakarta pada bulan Januari 2019 dan juga menggambarkan mengenai trend kesukaan peternak terhadap straw dari sapi pejantan tertentu. Hasil analisa graph diperoleh data bahwa pada Januari 2019 penggunaan tertinggi dari straw pejantan di kabupaten Gunungkidul adalah straw ID41260, Sleman tertinggi ID61015 , Kulonprogo ID611114 , Bantul ID 60865. Sebaran straw terbanyak untuk wilayah Yogyakarta adalah straw ID61015 ( 12.54 %), ID611114(10.24 %) dan ID60865( 8.7 %). Analisa data Isikhnas dengan SNA ini dapat digunakan untuk : 1. Mengetahui daerah sebaran produk straw dari Balai Inseminasi Buatan. 2. Sebagai data sekunder bagi dinas untuk pemetaan dan perencanaan kebijakan produksi ternak diwilayah Yogyakarta. 3. Pemantauan, pembinaan dan apresiasi terhadap inseminator dalam program peningkatan SDM. 5. Hasil analisa ini dapat juga dijadikan sebagai data awal oleh unit perbibitan , dalam penelusuran kualitas peranakan dari sapi pejantan bibit.
- ItemAnalisa Ekonomi Veteriner Pemeliharaan Ayam Petelur Spesific Antibody Negatif (SAN) Sebagai Penyedia TAB di IKHP BBVet Wates(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Untari, Heni Dwi; Suryanto, Basuki Rochmat; Suprihatin; Poermadjaja, Bagoes; Direktorat Kesehatan HewanInstalasi Kandang Hewan Percobaan (IKHP) Balai Besar Veteriner Wates memelihara ayam petelur dengan tujuan utama memproduksi telur ayam bertunas (TAB) untuk media isolasi virus di laboratorium Virologi. Ayam dipelihara tanpa pemberian vaksin untuk mendapatkan produk telur ayam bertunas Spesific Antibody Negatif (SAN). Penelitian ini bertujuan untuk menilai biaya dan manfaat pemeliharaan ayam petelur di IKHP dibandingkan dengan pengadaan TAB dari pembelian. Variabel yang digunakan adalah input (biaya produksi) dan output (hasil produksi). Variabel operasional dari penelitian ini mencakup analisa produksi, ekonomi veteriner, dari pemeliharaan ayam petelur SAN. Metode yang digunakan adalah metode analisa deskriptif melalui survei dan observasi. Dari hasil kajian ini diketahui bahwa pemeliharaan ayam SAN di BBVet Wates mengalami peningkatan jumlah populasi, tahun 2018 sejumlah 125 ekor dan tahun 2019 menjadi 170 ekor, produksi telur utuh yang dihasilkan rata-rata 1000 butir perbulan. Kesimpulan dari kajian ini bahwa pemeliharaan ayam petelur SAN di IKHP BBVet Wates didapatkan data bahwa angka Break Even Point (BEP) harga telur adalah Rp 13.743.98,- perbutir, nilai ini lebih hemat dan efisien dibandingkan pengadaan telur dari pemasok luar yang berkisar dari Rp 15.000,- untuk telur SAN atau clean egg dan Rp 35.000,- sampai dengan Rp 100.000,- per butir untuk telur SPF (Specific Pathogen Free). Angka R/C Return Cost Ratio didapatkan nilai 1,16 sehingga disarankan pemeliharaan ayam petelur SAN di IKHP BBVet Wates layak untuk tetap dilanjutkan. Pemanfaatan telur SAN dipertimbangkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan laboratorium Virologi BBVet Wates melainkan laboratorium dari instansi lain.
- ItemAnalisis Semi Kuantitatif Peluang Pemasukan Rabies ke Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Guntoro, T; Hakim; Safryl, F; Direktorat Kesehatan HewanSejak 2013 Kepulauan Bangka Belitung telah dinyatakan bebas Rabies oleh Menteri Pertanian. Provinsi ini adalah salah satu provinsi kepulauan yang dijadikan sebagai objek wisata. Dan provinsi ini berbatasan dengan Pulau Sumatera daratan yang merupakan daerah endemik rabies. Tujuan dalam penulisan ini adalah menilai risiko masuknya rabies ke provinsi ini. Metode yang digunakan dengan FGD (Fokus Group Diskusi) untuk mendapatkan angka probabilitas atau kemungkinan di masing masing jalur peluang pemasukan. Penilaian yang telah dilakukan bersama narasumber menyatakan bahwa Rabies memiliki peluang masuk 27 x 10-2 (27 dalam 100) dapat digolongkan atau dikategorikan rendah. Penguatan penjagaan oleh Karantina dan petugas check point serta penguatan surveilans dan juga memastikan titer antibodi terhadap penyakit rabies yang protektif menjadi sangat penting dalam mempertahankan status bebas rabies Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
- ItemCemaran Timbal pada Ternak di TPA Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Susilaningrum, Siwi; Sutopo; Wibawa, Hendra; Arif, Didik; Poermadjaja, Bagoes; Direktorat Kesehatan HewanSesuai dengan Undang-Undang No.18/2008 tentang pengelolaan sampah yaitu sistem sanitary landfill yaitu perataan, pemadatan, dan penutupan lapisan sampah memerlukan kondisi yang kondusif yaitu salah satunya bebas dari gangguan ternak. Tempat Pembuangan Ahkir (TPA) sampah berisiko tinggi terhadap pencemaran berbagai polutan. Ternak yang digembalakan dan mengkonsumsi limbah atau sampah di TPA akan sangat berbahaya bila ternak tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pangan manusia. Dilakukan Investigasi dengan tujuan mengetahui ada dan tidaknya logam berat Pb pada sapi yang dipelihara di area TPA Piyungan yang bersifat observasional dengan metode pengambilan sampel darah sapi secara acak, pengisian kuisener dan pengujian laboratorium dengan metode Atomic Absorption Spectrofotometric (AAS). Hasil pengujian 19 sampel darah sapi diperoleh hasil 6 sampel tidak terdeteksi Pb dan 13 sampel terdeteksi Pb (rata-rata 2,69 mg/kg). Selanjutnya dilakukan pemilahan ternak sapi jantan-betina, muda dewasa dan kebebasan dalam memilih pakan. Hasil pengujian kadar Pb dalam darah 14 betina rerata 1,14 mg/kg dan 5 jantan rerata 1,71 mg/kg. Sapi muda (2 bulan - < 2,5 tahun) 5 sampel rerata 2,97 mg/kg dan dewasa (2,5 tahun - 10 tahun) 10 sampel 0,686 mg/kg. Terakhir, 8 sampel dari kelompok sapi yang pakannya diambilkan dari TPA rerata 1,67 mg/kg dan 11 sampel dari kelompok sapi yang digembalakan di TPA rerata 1,013 mg/kg. Hasil investigasi menunjukkan bahwa sapi-sapi yang memakan sampah terdeteksi kandungan Pb melebihi standart Maksimum Residu Limit (MRL) WHO 0,10 mg/kg dan standart MRL Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 1,0 mg/kg. Perlu penelitian lebih lanjut tentang distribusi logam berat Pb dalam berbagai jaringan tubuh ternak yang digembalakan di TPA dan dilakukan penyuluhan kepada warga yang bertempat tinggal di area TPA tentang bahaya logam berat bagi kesehatan dan perlu dilakukan bimbingan teknis pemeliharaan sapi yang lebih baik.
- ItemDeteksi Bovine Viral Diarrhea pada Ternak Sapi di Wilayah Regional III Lampung Tahun 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) R.R., Kurdiwa; S., Alawiyah; Sumaryatno; T., Hidayah; Direktorat Kesehatan HewanBovine Viral Diarrhea (BVD) merupakanpenyakit viral yang disebabkan oleh Bovine viral diarrhea virustermasuk genus Pestivirus famili Flaviviridae. Virus ini bersifat teratogenik dan imunosupresif. Penyakit ini sangat infeksius pada sapi dengan gejala diare, pneumonia dan dapat menimbulkan dampak kerugian secara ekonomi yang besar. Regional III sebagai pintu masuk bagi ternak sapi dari luar Pulau Sumatera merupakan salah satu faktor risiko yang memungkinkan terjadinya penyebaran virus BVD ke wilayah lainnya, untuk itu perlu dilakukan pemantauan terhadap Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada ternak sapi di wilayah Regional III Lampungsecara berkesinambungan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui seroprevalensi BVD dan prevalensi kasus BVD serta mendeteksi adanya kaitan bangsa sapi, jenis kelamin dan umur sapi sebagai faktor risiko terhadap kasus BVD. Telahdilakukansurvei serologis BVD pada tahun 2019 terhadapBovine Viral Diarrhea (BVD) di wilayah Regional III dan diuji secara laboratoris menggunakan metode uji ELISA(enzyme linked immunosorbant assay) BVDantibodi dan ELISA(enzyme linked immunosorbant assay)BVD antigen.Materi yang digunakan adalah serum sapi dan Kit ELISABVD antibodi dan Kit ELISABVD antigen. Sebanyak 306 sampel dilakukan uji dengan metode ELISAantibodi, hasil positif sebanyak 179(58,49%), sampel positif dilanjutkan uji menggunakan metode ELISAantigen dengan hasil uji semuanya adalah negatif (0%).Dari data sampel yang masuk didapatkan data Sapi Brahman Crossmenghasilkan nilai (OR=14,55; CI=8,32 – 25,44) dan faktor jenis kelamin dengan nilai (OR=8,46; CI=2,41 – 29,69). Hasil ini menunjukkan adanya asosiasi antara kedua faktor dengan kejadian penyakit BVD.Pelaksanaan vaksinasi, sanitasi yang baik atau biosekuriti yang sesuai merupakan salah satu langkah pencegahan terbaik terhadap penyakit BVD.
- ItemDeteksi Deoxyribonucleic Acid (DNA) Virus Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) dengan Teknik Realtime Polymerase Chain Reaction (PCR) pada Sampel Semen Sapi dan Embrio Tahun 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Famia, Zaza; Lestari; Nurbintara, Muhammad Ridwan; Wibawa, Hendra; Pramastuti, Ira; Yuanita, Vika; Mulyawan, Herdiyanto; Poermadjaja, Bagoes; Direktorat Kesehatan HewanPenyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) disebabkan oleh infeksi virus bovine herpes virus 1 (BHV-1). Virus ini masuk dalam famili Herpesviridae yang memiliki untai dasar double stranded deoxyribonucleic acid (DNA) dan memiliki glikoprotein utama (glikoprotein B (gB), gC dan gD). Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi DNA virus IBR pada sampel semen sapi dan embrio sapi sebagai upaya pengamanan dan pengendalian penyakit hewan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perbibitan sehingga dapat diperoleh benih dan bibit ternak yang berkualitas dan bebas dari penyakit IBR. Jenis sampel terdiri dari 256 sampel semen dari UPT BIB Singosari, dan BIBD Pakem Kabupaten Sleman, dan 37 sampel embrio dari BET Cipelang Kabupaten Bogor hasil surveilans aktif tahun 2019. Pengujian dilakukan dengan teknik realtime polymerase chain reaction (PCR) menggunakan gen glikoprotein B (gB). Teknik ini lebih cepat dan mudah sehingga akan mampu mendeteksi keberadaan virus IBR yang bersifat laten secara dini. Hasil uji realtime PCR IBR pada 256 sampel semen dan 37 embrio diperoleh 5 sampel semen (1,95%) positif IBR, sedangkan sampel embrio semua hasil negatif IBR. Kesimpulan yang didapat bahwa sampel semen terdeteksi BHV-1 dengan teknik realtime PCR IBR dan sampel embrio tidak terdeteksi BHV-1. Saran yang bisa diberikan yaitu UPT Perbibitan hendaknya melakukan pemeriksaan rutin dilakukan untuk sampel semen dan embrio untuk memonitoring dan mencegah penularan penyakit IBR dan sapi–sapi yang ada di UPT Perbibitan hendaknya dihindarkan dari faktor-faktor yang menyebabkan latensi.
- ItemDeteksi Gen Resistan Siprofloksasin qnrA, qnrB, dan qnrS pada Escherichia coli Multiresistan Kolistin dan Siprofloksasin(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Palupi, Maria Fatima; Andesfha, Ernes; Hayati, Meutia; Kartini, Dina; Nugraha, Eli; Atikah, Neneng; Direktorat Kesehatan HewanResistansi terhadap siprofloksasin dan kolistin yang merupakan Highest Priority Critically Important Antimicrobials for Human Medicine merupakan ancaman yang serius bagi dunia kesehatan. Penyebaran gen resistan melalui plasmid meningkatkan risiko meluasnya resistansi suatu antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi gen resistansi siprofloksasin yang berada di plasmid yaitu qnrA, qnrB, dan qnrS pada 20 isolat Escherichia coli resistan kolistin-siprofloksasin. Kedua puluh isolat tersebut telah dideteksi ada tidaknya gen mcr-1 dan didapatkan 15 isolat memiliki gen mcr-1. Dua puluh arsip isolat E. coli resistan kolistin-siprofloksasin arsip Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan hasil isolasi tahun 2019 diuji deteksi gen qnrA, qnrB, dan qnrS dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Berdasarkan uji PCR terhadap 20 isolat tersebut didapatkan 7 isolat (35%) memiliki gen qnrA, 4 isolat (20%) memiliki gen qnrB, 3 isolat (15%) memiliki gen qnrS, 2 isolat (10%) memiliki gen qnrA serta qnrS, dan 4 isolat (20%) negatif terhadap ketiga gen tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya ancaman resistansi yang serius mengingat isolat yang digunakan resistan terhadap kolistin dan siprofloksasin serta gen yang ditemukan berada di plasmid sehingga dapat disebarkan melalui konjugasi bakteri.
- ItemDeteksi Virus dan Antibodi Newcastle Disease pada Beberapa Jenis Unggas di Wilayah Layanan Indonesia Bagian Timur(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Hadi, Sulaxono; Direktorat Kesehatan HewanPendahuluan. Newcastle Disease atau ND merupakan penyakit viral pada berbagai jenis unggas yang dapat dikendalikan dengan vaksinasi dan penerapan bioskuriti. Vaksinasi telah dilakukan oleh masyarakat peternak secara mandiri, terutama pada peternakan komersial. Pelaksanaan vaksinasi pada back yard farming tidaklah seintensif yang dilakukan pada peternakan komersial. Kajian dilakukan untuk melihat titer antibodi ND dan deteksi virus ND pada berbagai jenis peternakan, komersial dan back yard farming. Metode. Besaran sampel minimal untuk sampling serum dan swab orofaring dihitung menggunakan piranti Epitools (sample size for apparent or seroprevalence serta sample size calculation for fixed pool size and perfect tests). Kajian dilakukan secara retrospektif dari hasil uji Balai Besar Veteriner Maros tahun 2017. Sebanyak 6.870 sampel serum ayam yang berasal dari 46 kabupaten/kota, dengan rincian 412 serum ayam parent stock broiler, broiler komersial sebanyak 435 sampel, ayam buras sebanyak 2.030 sampel, itik sebanyak 115 sampel serta ayam layer sebanyak 3.878 sampel telah diuji secara serologis dengan metode hemaglutinin inhibition (HI). Sampel swab orofaring sebanyak 6.166 sampel, berasal dari ayam layer 2974 pool swab, ayam broiler 435 pool swab, itik 125 pool swab dan ayam buras 2.535 pool swab. Pengujian terhadap pool swab untuk identifikasi matriks virus ND dilakukan dengan metode real time polymerase chain reaction (RT-PCR). Hasil Hasil uji serologis menunjukkan persentase titer antibodi terbaik terdapat pada ayam parent stock sebesar 99,76%, disusul ayam layer sebesar 91,23%, broiler sebesar 51,95% dan ayam buras sebesar 40,34%. Pada itik ditemukan adanya antibodi terhadap ND sebesar 53,04%. Hasil pengujian RT PCR matriks virus ND dari swab orofaring positif pada ayam buras sebesar 1,97%, disusul ayam broiler komersial sebesar 0,94% dan pada layer sebesar 0,2%. Matriks virus ND ditemukan di Kota Jayapura, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Maros, Kabupaten Pinrang serta Kabupaten Sidrap. Kesimpulan. Persentase antibodi ND tertinggi ditemukan pada ayam parent stock broiler, disusul layer, itik, ayam broiler komersial dan antibodi terendah terendah pada peternakan ayam buras. Berdasarkan pengujian dengan RT-PCR, matrik virus ND, ditemukan bersirkulasi pada peternakkan ayam buras, ayam broiler komersial dan ayam broiler komersial.
- ItemDistribusi Virus Avian Influenza (AI) Pada Live Bird Markets (LBM) di Wilayah Kerja Balai Veteriner Subang Tahun 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Sufi, Isrok Malikus; Maharani, Niken Respati; Fitriani; Muharrom, Faried Irfan; Direktorat Kesehatan HewanLive bird markets (LBM) sebagai pasar tradisional perdagangan unggas hidup terdapat di sebagian besar negara berkembang yang dapat berperan sebagai tempat penularan penyakit zoonosis yaitu virus Avian Influenza (AI) dari unggas hidup yang dijual ke manusia. Di Indonesia, terutama di wilayah kerja Balai Veteriner (B-Vet) Subang (Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten) memiliki banyak LBM yang menjual berbagai unggas hidup dan berasal dari berbagai peternakan serta bersinggungan langsung dengan manusia. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa LBM merupakan sumber penularan dan penyebaran virus AI melalui unggas dan peralatan yang digunakan untuk menjual unggas tersebut. Virus AI berasal dari virus Influenza tipe A dan termasuk dalam Famili Orthomyxoviridae. Berdasarkan sifat antigenisitas glikoprotein, virus influenza tipe A memiliki 16 Haemaglutinin dan 9 Neuramidase. Penularan virus AI dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penyebaran virus AI terjadi melalui kontak langsung antar unggas, kontaminasi air dan peralatan yang tercemar virus. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi distribusi virus AI pada LBM di wilayah kerja B-Vet Subang pada tahun 2019 secara molekuler dengan metode uji Real-Time Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (rRT-PCR) pada sampel lingkungan. Pengambilan sampel dilakukan di LBM wilayah kerja B-Vet Subang yang dilakukan selama 2 (dua) periode yaitu Periode 1 (Bulan Mei-Juni 2019 pada 71 LBM) dan Periode 2 (Bulan September-Oktober 2019 pada 65 LBM). Jenis sampel yang diambil adalah swab lingkungan. Sampel swab lingkungan diambil dari beberapa titik di lingkungan LBM dan di-pool (digabungkan) maksimal 6 (enam) swab lingkungan (meja karkas, keranjang, tempat sampah, meja proses, mesin cabut bulu dan kain lap basah) dalam satu Viral Transport Media (VTM). Sampel swab lingkungan yang diambil jumlahnya 1 (satu) pool VTM pada setiap LBM yang dilakukan surveillans. Sampel yang didapatkan kemudian diuji dengan metode rRT-PCR untuk deteksi virus AI mengikuti algorithma alur pengujian AI. Prevalensi total virus AI Tipe A di wilayah kerja B-Vet Subang adalah sebanyak 34 LBM menunjukkan hasil positif dari 71 sampel yang didapatkan (47,9%; Selang Kepercayaan (SK) 95%: 36,3% - 59,5%) untuk periode 1, dan sebanyak 45 LBM menunjukkan hasil positif dari 65 sampel yang didapatkan (69,2%; SK 95%: 58% - 80,5%) untuk periode 2. Sampel swab lingkungan yang diuji dengan menggunakan metode rRT-PCR menunjukkan hasil positif yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan adanya kontaminasi virus pada lingkungan LBM yang dilakukan pengambilan sampel terutama pada peralatan yang digunakan untuk memotong dan menjual unggas hidup. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk kebijakan perbaikan pasar tradisional dalam rangka mencegah penularan penyakit zoonosis.
- ItemEvaluasi Nilai Konsentrasi Hambat Minimum Siprofloksasin Terhadap Isolat Escherichia coli dari Usap Kloaka Broiler(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Palupi, Maria Fatima; Nugraha, Eli; Hayati, Meutia; Atikah, Neneng; Direktorat Kesehatan HewanSiprofloksasin merupakan antimikroba golongan kuinolon yang masuk dalam Highest Priority Critically Important Antimicrobials for Human yang juga digunakan sebagai teraputik di hewan produksi di Indonesia. Salah satu parameter farmakologi yang penting bagi evaluasi antimikroba adalah nilai konsentrasi hambat minimum (KHM). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai KHM siprofloksasin terhadap Escherichia coli yang diisolasi dari usap kloaka broiler. Nilai KHM sangat berguna untuk mendapatkan praduga prevalensi resistansi siprofloksasin dan mendapatkan isolat kandidat E. coli yang digunakan untuk uji mutant prevention concentration (MPC) siprofloksasin terhadap E. coli. Sebanyak 159 isolat E. coli arsip Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan yang diisolasi dari usap kloaka broiler pada tahun 2019 diuji nilai KHM dan patogenesitasnya. Isolat berasal dari usap kloaka broiler yang daimbil dari 48 peternakan dari tujuh provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Banten. Uji nilai KHM dilakukan dengan metode agar dilution dan uji patogenesitas dilakukan dengan menggunakan uji Congo Red. Isolat dinyatakan tidak peka atau resistan siprofloksasin apabila nilai KHMnya > 4 μg/mL. Adapun isolat E. coli dapat digunakan sebagai kandidat uji MPC jika nilai KHMnya < 4 μg/mL dan bersifat patogenik. Berdasarkan hasil uji didapatkan nilai KHM berkisar 0.25–32 μg/mL dengan 94 isolat E. coli (59.12%) resistan terhadap siprofloksasin dan 41 isolat resistan patogenik (25.79%). Hasil uji juga mendapatkan 24 isolat E. coli patogenik yang dapat digunakan sebagai kandidat uji MPC dengan nilai KHM berkisar 0.25-2 μg/mL. Data ini menunjukkan bahwa resistansi E. coli terhadap siprofloksasin adalah tinggi dan data KHM untuk menentukan kandidat isolat E. coli untuk uji MPC sangat penting.
- ItemGambaran Kegiatan Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017 - 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Oktarianti, Eka; Direktorat Kesehatan HewanGangguan reproduksi masih sering ditemukan pada sektor peternakan yang ditandai dengan rendahnya fertilitas induk dan berdampak terhadap penurunan angka kebuntingan dan jumlah kelahiran pedet, sehingga mempengaruhi penurunan populasi ternak dan pasokan penyediaan daging secara nasional. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran kejadian gangguan reproduksi pada ternak sapi di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 – 2019. Data pelaksanaan kegiatan penanggulangan reproduksi yang dilakukan oleh petugas teknis reproduksi, diunduh melalui web Isikhnas. Data tersebut berupa diagnosa hasil pemeriksaan, pengobatan, perkembangan kasus (PK), tingkat kesembuhan, pelaksanaan inseminasi buatan (IB) dan pemeriksaan kebuntingan (PKB). Data diolah dengan Ms. Excel dan di analisa secara deskriptif. Hasil kegiatan penanggulangan gangguan reproduksi di Provinsi Sumatera Barat selama 3 (tiga) tahun dari tahun 2017, 2018 dan 2019 secara berturut-turut menunjukkan bahwa ternak yang diperiksa sebanyak 8665 ekor; 3352 ekor, dan 4037 ekor, dengan diagnosa berupa hipofungsi (64%; 49,16%; 50,61%), silent heat (11,13%; 18,26%; 17,02%), dan endometritis (9,04%; 11,81%; 9,17%), tingkat kesembuhan adalah 46,14%; 48,30%; dan 49,15%, waktu yang dibutuhkan untuk sembuh setelah dilakukan pengobatan masing-masing adalah 94 hari, 94 hari dan 77 hari, jumlah ternak yang di IB setelah sembuh sebanyak 33,8%; 40,9%; 27,6%, sedangkan jumlah ternak yang bunting setelah di IB sebesar 13,5%; 14,6% dan 6,2%. Disimpulkan bahwa hipofungsi ovari, silent heat dan endometritis merupakan kasus paling tinggi selama 3 (tiga) tahun di Provinsi Sumatera Barat, ternak yang sembuh setelah dilakukan pengobatan yaitu 48%, dengan rata-rata kesembuhan terjadi pada hari ke 86, jumlah ternak yang di IB setelah sembuh sebanyak 34%, sedangkan ternak yang bunting sebesar 33%. Realisasi tersebut masih rendah, sehingga perlu adanya peningkatan pelayanan oleh petugas reproduksi, terutama laporan perkembangan kasus. Disamping itu juga perlu perbaikan manajemen pemeliharaan dan perbaikan kualitas dan kuantitas pakan supaya dapat meningkatkan status kesehatan dan status reproduksi ternak.
- ItemGambaran Kejadian Gangguan Reproduksi pada Sapi di Kabupaten Kotabaru Tahun 2017-2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Jatmiko, Basuki Suryo; Direktorat Kesehatan HewanUpaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya meningkatkan populasi sapi dan penyediaan daging secara nasional. Kabupaten Kotabaru merupakan salah satu kabupaten pendukung pelaksanaan program tersebut, salah satunya melalui kegiatan penanggulangan gangguan reproduksi yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Kotabaru. Dari kegiatan ini, masih banyak ditemukan kasus kejadian gangguan reproduksi. Untuk itu perlu dilakukan kajian untuk melihat trend kejadian gangguan reproduksi. Hasil kajian ini dapat dijadikan dasar pembuatan rekomendasi terkait manajemen pemeliharaan ternak serta penanggulangan gangguan reproduksi di Kabupaten Kotabaru. Data kejadian gangguan reproduksi diperoleh dari hasil laporan petugas penanganan dan pengobatan gangguan reproduksi melalui program iSIKHNAS. Data diinput dan diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan informasi disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Kejadian gangguan reproduksi di Kabupaten Kotabaru pada tahun 2017-2019 diperoleh dua tingkat kejadian gangguan reproduksi tertinggi yaitu silent heat sebanyak 163 kasus (63,18%) dan hipofungsi ovarium sebanyak 59 kasus (22,87%) dari total 258 kasus gangguan reproduksi. Berdasarkan jenis sapi, kejadian gangguan reproduksi tertinggi terjadi pada Sapi Bali, yaitu sebanyak 201 ekor (77,90%). Gangguan reproduksi di Kabupaten Kotabaru terutama disebabkan oleh defisiensi nutrisi. Peternak memberi pakan ternak dengan rumput hijauan (rumput lapangan/liar) tanpa diberi pakan tambahan lainnya. Langkah langkah yang sudah dan masih dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Kotabaru dalam menangani gangguan reproduksi antara lain: bantuan pakan konsentrat dan hijauan pakan ternak; pengobatan vitamin A, D, E, obat cacing dan pengobatan lainnya sesuai hasil diagnosa; pemberian premiks mineral; dan penyuluhan kepada peternak tentang manajemen beternak, nutrisi, ketepatan waktu perkawinan ternak.
- ItemGambaran Pelaksanaan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017-2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Oktarianti, Eka; Direktorat Kesehatan HewanUpaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) adalah salah satu program pemerintah dalam upaya percepatan peningkatakan populasi ternak terutama sapi. Melalui program Upsus Siwab diharapkan dapat memperbaiki sistem pelayanan peternakan kepada masyarakat, perbaikan manajemen reproduksi dan produksi ternak serta perbaikan sistem pelaporan dan pendataan reproduksi ternak melalui iSIKHNAS. Berdasarkan pedoman pelaksaaan Upsus Siwab yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian tahun 2017, target kebuntingan adalah 70% dari akseptor yang di IB dan tingkat kelahiran 80% dari akseptor yang bunting. Parameter keberhasilan IB adalah service per conception (S/C), dengan nilai ideal antara 1,6-2,0 (Toelihere, 1981). Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan (IB), pelayanan pemeriksaan kebuntingan (PKB) dan pelaporan kelahiran serta evaluasi nilai service per conception (S/C) melalui program Upsus Siwab di Provinsi Sumatera Barat tahun 2017- 2019. Semua laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan IB, PKB dan kelahiran oleh petugas reproduksi dikirimkan ke Isikhnas, dan data tersebut dapat di unduh melalui web Isikhnas. Data IB, PKB dan kelahiran tahun 2017-2019 setelah dikumpulkan, di olah dengan Ms. Excel kemudian di analisa secara deskriptif untuk mengetahui persentase capaian. Hasil menunjukkan bahwa capaian pelaksanaan IB di Provinsi Sumatera Barat tahun 2017 sampai 2019 berturut-turut adalah 93%, 139%, dan 88%. Capaian pelayanan PKB dengan hasil pemeriksanaan bunting pada tahun 2017-2019 berturut-turut yaitu 32%, 40%. 41%. Persentase kelahiran dari ternak yang bunting pada tahun 2017-2019 berturut-turut yaitu 35%, 104%, dan 104%. Sedangkan nilai service per conception (S/C) selama tahun 2017- 2019 adalah 2,6. Pelaksanaan IB dan laporan kelahiran selama tahun 2017- 2019 mencapai target yang ditetapkan, sedangkan PKB dan nilai S/C masih belum mecapai target. Hal tersebut dapat disebabkan antara lain karena belum optimalnya koordinasi oleh petugas baik petugas teknis maupun manjemen di semua jenjang, petugas lapangan belum secara aktif melaksanakan pendataan dan pelayanan PKB pada ternak yang telah di IB lebih dari 2 bulan. Berdasarkan data tersebut, pelaksanaan Upsus Siwab di Provinsi Sumatera Barat dapat ditingkatkan lagi dengan cara mengoptimalkan koordinasi antara petugas baik petugas teknis maupun manjemen di semua jenjang, petugas teknis melaporkan data pelayanan IB, PKB dan kelahiran secara up to date sehingga data yang diperoleh melalui iSIKHNAS lebih valid, serta mengoptimalkan pelayanan IB sehingga dapat menurunkan nilai S/C dan meningkatkan pelayanan PKB.
- ItemGambaran Situasi HPAI pada Beberapa Kompartemen Breeding Farm Unggas di Wilayah Kerja BBVet Wates Periode 2017 sampai dengan 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Lubis, Elly Puspasari; Pramestuti, Ira; Poermadjaja, Bagoes; Direktorat Kesehatan HewanAvian Influenza merupakan penyakit unggas yang sangat menular, bersifat zoonotik, dan menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi. Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kematian dan pemusnahan unggas sehingga untuk mencapai keamanan dan kualitas unggas dan produk unggas harus diterapkan cara budidaya ternak yang baik. Untuk meningkatkan status kesehatan hewan dalam breeding farm unggas perlu dilakukan penataan kompartemen (kompartementalisasi) dan penataan zona (zonafikasi) untuk menghasilkan unggas dan produk unggas yang aman dan berkualitas. Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah untuk mendeteksi penyakit HPAI pada breeding farm di Wilayah kerja BBVet Wates. Pengambilan sampel menggunakan multi stage random sampling ditujukan untuk pemeriksaan Realtime PCR. Sampel dikoleksi dari swab trachea/kloaka dari beberapa breeding farm dalam periode 2017 – 2019 dengan tingkat kepercayaan 95% dengan asumsi prevalensi 2%. Sampel swab trachea/kloaka dikumpulkan (dipool) sebanyak 5 sampel per tabung. Besaran sampel yang didapat sebanyak 2.980 (596 pool). Hasil pengujian didapatkan bahwa sebesar 20 pool (3,35%) terdeteksi influenza tipe A dan sebesar 100% tidak terdeteksi Avian Influenza subtipe H5 dan H7. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak bersirkulasinya virus HPAI di breeding farm di wilayah kerja BBVet Wates, tetapi ditemukannya positif influenza tipe A menunjukkan kemungkinan bersirkulasinya virus yang bukan HPAI.
- ItemHasil Monitoring Avian Influenza Subtipe H5 di Wilayah Layanan BBvet Maros(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Hadi, Sulaxono; Direktorat Kesehatan HewanPendahuluan Penyakit Avian influenza (AI) H5N1 merupakan salah satu penyakit viral strategis di Indonesia, Penyakit masih muncul secara sporadis dan menyebabkan kematian pada unggas yang peka. Pengendalian di Indonesia telah dilakukan dengan vaksinasi dan pelaksanaan manajemen bioskuriti pada usaha peternakan unggas. Indonesia telah menjadi endemis dengan penyakit AI, penyakit telah menyebar ke berbagai propinsi, pada berbagai jenis unggas. Monitoring dilakukan untuk mengetahui persentase titer antibodi pada populasi berdasarkan jenis unggas dan deteksi keberadaan matriks H5 dalam populasi melalui pengujian sampel serum dan swab orofaring unggas. Metode. Pengujian serologis terhadap serum unggas dilakukan dengan metode hemaglutinin aglutination (HA) dan hemaglutinin inhibition (HI) terhadap AI H5. Pengujian serologis telah dilakukan terhadap 5.679 sampel serum dari berbagai jenis unggas yang terdiri dari serum entog 33 sampel, itik 201 sampel, ayam buras 2387 sampel, ayam broiler komersial 652 sampel, ayam layer 2038 sampel serta parent stock (PS) broiler sebanyak 696 sampel, ayam layer 4065 sampel dan PS broiler 728 sampel. Pengujian virologis telah dilakukan untuk mendeteksi keberadaan matriks AI H5 . Pengujian matriks H5 dilakukan secara pooling terhadap sampel swab orofaring dengan metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT PCR). Senayak 5 sampel swab di pool menjadi 1 pool. Jumlah sampel pool swab yang diuji dari ayam PS broiler 213 pool, broiler komersial 103 pool, ayam layer 731 pool dan ayam buras 742 pool swab. Hasil. Pengujian antibodi AI H5 menunjukkan persentase titer antibodi tertinggi terdapat pada PS broiler sebesar 71,43%, disusul ayam broiler komersial 51,23%, ayam layer 50.14%, entog 39,39%, ayam buras sebesar 18,22% serta itik 8,96%. Secara keseluruhan persentase titer antibodi pada serum yang diuji adalah sebesar 52,05%. Persentase positif matriks H5 terbesar pada ayam broiler komersial sebesar 54,34%, disusul PS broiler 27,70%, ayam layer 22,16% serta ayam buras 15,50%. Matriks H5 ditemukan di 21 kabupaten/kota dari lokasi 49 kabupaten/kota yang diuji sampelnya. Kesimpulan. Antibodi H5 terdeteksi pada unggas yang tidak divaksinasi AI yaitu ayam buras, itik, entog dan ayam broiler komersial dengan kisaran 8,96%-39,39%. Pada divaksinasi AI H5 yaitu ayam layer dan PS broiler, antibodi yang terbentuk berkisar antara 51,23%-71,43%. Sirkulasi virus avian influenza H5 ditemukan pada peternakan divaksinasi AI yaitu PS broiler dan layer maupun yang tidak melaksanakan vaksinasi AI yaitu ayam buras, itik dan entog.
- ItemHasil Monitoring Serologis Penyakit Classical Swine Fever (CSF)(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Hadi, Sulaxono; Direktorat Kesehatan HewanPendahuluan. Classical Swine Fever (CSF) merupakan penyakit viral oleh genus Pestivirus, famili Flaviviridae. Penyakit ini masih menimbulkan kasus sporadik. Vaksinasi telah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengendalikan terjadinya wabah. Surveilans untuk deteksi antibodi penyakit Classical Swine Fever (CSF) telah dilakukan pada beberapa kabupaten di wilayah layanan Balai Besar Veteriner Maros untuk mengetahui terbentuknya antibodi CSF yang dihasilkan dari pelaksanaan vaksinas CSF. Serum babi telah diambil dari 29 kabupaten di 6 propinsi. Kajian dimaksudkan untuk mengetahui herd immunity yang ada pada babi di 6 propinsi ini. Metode. Kajian merupakan studi retrospektif, atas hasi uji serologis CSF pada tahun 2017 di 27 kabupaten/kota, yang ada di Maluku, Papua Barat, Papua, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Jumlah sampel minimal dihitung menggunakan piranti lunak Epitools. Uji serologis dilakukan terhadap 4.000 serum babi untuk mengetahui titer antibodi dengan metode Elisa menggunakan kit komersial Hasil. Sebanyak 46,30% dari 4.000 serum menunjukkan adanya antibodi terhadap CSF sedangkan 53,70% tidak menunjukkan adanya antibodi CSF. Herd immunity dengan titer antibodi tertinggi ada di Propinsi Sulawesi Utara sebesar 56, 41%. Pada propinsi lain, herd immunity bervariasi, Papua sebesar 30,38%, Sulawesi Selatan sebesar 14,29%, Papua Barat sebesar 0,57% dan Maluku 0%. Propinsi Sulawesi Utara paling intensif melaksanakan vaksinasi CSF karena adanya support penuh dari pusat sehingga pelaksanaan vaksinasi lebih dari 70% populasi yang ada. Kondisi ini menghasilkan herd immunity CSF yang lebih baik dibanding propinsi lainnya. Kesimpulan. Kondisi herd immunity CSF pada babi beragam di lima propinsi. Kondisi herd immunity tertinggi ada di Propinsi Sulawesi Utara, disusul Papua, Sulawesi Selatan, Papua Barat dan Maluku.
- ItemHubungan Investasi Parasit Darah dengan Jembrana(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Anindita; Inarsih; Miswati; Hartini; Direktorat Kesehatan HewanPenyakit Jembrana (JD) merupakan penyakit viral yang bersifat menular pada sapi Bali, ditandai dengan demam tinggi, diare (bercamppur darah) peradangan selaput lendir mulut (stomatitis), pembesaran kelenjar limfe preskapularis, prefemoralis dan parotid, terkadang disertai keringat darah (blood sweating). JD disebabkan oleh infeksi bovine lentivirus yang termasuk ke dalam famili retrovirus. Virus ini bersifat immunosupresif artinya menekan sistem kekebalan tubuh hospes. Beberapa literatur menyebutkan faktor penularan jembrana salah satunya adalah melalui vektor yaitu insekta penghisap darah misalnya Tabanus Rubidus, hal ini sama dengan penularan pada parasit darah. Ketika terjadi outbreak Jembrana, oleh investigator terkadang disebutkan bahwa outbreak Jembrana diperparah oleh parasit darah. Penelitan ini bertujuan mengukur asosiasi investasi parasit darah (Anaplasma Sp, Teleria Sp, Babesia Sp dan Trypanosoma Sp) terhadap Infeksi jembrana. Sumber data diambil dari data sekunder Balai Veteriner Bukittinggi tahun 2017 sejumlah 193 sampel yang merupakan hasil pemeriksaan Jembrana dengan PCR dan parasit darah dengan pewarnaan giemsa yang diuji secara paralel. Data yang diambil merupakan hasil Investigasi, monitoring dan survailans serta pemeriksaan sampel pasif pada sapi bali yang tidak divaksin Jembrana. Pengolahan data menggunakan desain cross-sectional. Data yang didapat dianalisis dengan chi square (χ2 ) dan Resiko Relative (RR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksan parasit Anaplasma Sp berhubungan dengan Jembrana dan parasit darah yang lain tidak berhubungan dengan jembrana. Hasil analisis tersebut antara lain Anaplasma Sp (χ2= 4.43; P= 0.04; RR=0,76; 95% CI= 0,58
- ItemIdentifikasi dan Karakterisasi Genetik Virus Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) Subtipe H7N1 dan H10N2 pada Itik dengan Teknik Next Generation Sequencing (NGS)(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Lestari; Wibawa, Hendra; Lubis, Elly Puspasari; Rahayu, Rina Astuti; Pramastuti, Ira; Famia, Zaza; Yuanita, Vika; Mulyawan, Herdiyanto; Poermadjaja, Bagoes; Direktorat Kesehatan HewanVirus avian influenza (AI) dikategorikan menjadi beberapa subtipe berdasarkan determinan antigen yang terdapat pada protein permukaan hemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) yang dimilikinya. Itik termasuk salah satu unggas air yang merupakan reservoir alami virus AI. Semua subtipe virus AI pernah diisolasi dari unggas air tersebut. Namun, penelitian tentang subtipe selain H5N1 dan H9N2 pada itik di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengarakterisasi secara genetik subtipe virus avian influenza yang diisolasi dari itik yang terdeteksi positif influenza tipe A namun negatif subtipe H5N1 dan H9N2. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel/isolat virus AI asal unggas itik yang telah terdeteksi positif virus influenza tipe A (positif gen matrik) dan negatif subtipe H5 dan H9 dengan pengujian realtime RT-PCR. Multi-segmen konvensional RT-PCR digunakan untuk mengamplifikasi genom virus AI kemudian dilanjutkan sequensing genom utuh virus dengan teknik Next Generation Sequencing (NGS). Analisis hasil sequensing dilakukan dengan software CLC Genomic Workbench. Analisis genetik dan filogenetik menggunakan konstruksi neighbor-joining tree dengan nilai replikasi bootstrap sebanyak 1000 kali menggunakan software Mega v7. Berdasarkan analisis molekuler menunjukkan bahwa gen HA dan NA virus-virus dalam penelitian ini termasuk dalam subtipe H7N1 dan H10N2. Karakterisasi genetik menunjukkan bahwa semua virus memiliki residu asam amino single basic pada HA cleavage site yang mengindikasikan low pathogenic avian influenza (LPAI). Analisis gen internal PB2 menunjukkan bahwa semua virus tidak memiliki substitusi asam amino E pada posisi 627 menjadi K (E237K) mengindikasikan tingkat virulensi yang rendah pada mamalia. Analisis terhadap resistensi obat-obatan antiviral pada gen NA menunjukkan asam-asam amino E119 dan H275 serta pada gen M2 menunjukkan asam-asam amino L26, V27 dan S31 mengindikasikan bahwa virus-virus tersebut sensitif terhadap obat-obatan antiviral. Desain primer-primer baru dalam pengujian PCR untuk mendeteksi virus AI subtype selain H5NI dan H9N2 perlu dikembangkan dan karakterisasi genetik rutin sebaiknya terus dilakukan guna mendeteksi dini semua subtype virus-virus avian influenza yang bersirkulasi di lapangan.
- ItemIdentifikasi Escherichia coli Penghasil Extended spectrum β-lactamase (ESBL) pada Sampel Limbah Air dari Proses Pemotongan di Tempat Pemotongan Unggas Kota Bogor(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Rahayu, Kanti Puji; Andriani, Monika Danaparamitha; Wahyudi, Ading; Direktorat Kesehatan HewanExtended spectrum β-lactamase (ESBL) adalah enzim yang dapat menghidrolisis berbagai jenis antibiotik β-laktam termasuk generasi ketiga sefalosporin spektrum luas dan monobaktam. Bakteri Escherichia coli (E. coli) diketahui telah menunjukkan resistensi terhadap beberapa antibiotik, salah satunya terhadap antibiotik golongan β-laktam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keberadaan dan jumlah total bakteri E. coli penghasil ESBL pada limbah air dari tempat pemotongan hewan unggas Kota Bogor. Metode yang digunakan adalah kultur pada media Tryptone Bile X-glucuronide agar dan MacConkey Agar yang ditambahkan antibiotik cefotaxim dilanjutkan pada media Mueller Hinton Agar (MHA). Isolat E. coli penghasil ESBL diisolasi dari tiga bagian sungai yang mengalir di sekitar TPU yaitu bagian hulu sungai (upstream), area pembuangan limbah cair sisa proses produksi (effluent), dan bagian hilir sungai (downstream). Pengambilan sampel dilakukan pada saat proses pemotongan hewan. Hasil identifikasi bakteri menunjukkan terdapat perbedaan jumlah total E. coli dan E. coli penghasil ESBL pada tiap bagian sungai. Pada bagian upstream terdapat total E. coli penghasil ESBL sebanyak 4.4%, effluent sebanyak 38.7%, dan downstream sebanyak 22.2 % dari total E. coli yang ditemukan. Keberadaan bakteri E. coli penghasil ESBL pada limbah cair yang mengalir ke sungai sekitar area tempat pemotongan hewan berpotensi menyebarkan gen resisten tersebut ke bakteri lain di lingkungan. Kondisi ini dapat menimbulkan risiko pada kesehatan masyarakat, sehingga diperlukan evaluasi dan pengendalian lebih lanjut.
- ItemIdentifikasi Kasus Leptospirosis pada Domba dan Kambing di Kabupaten Demak Tahun 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Ruhiat, Endang; Farhani, Nur Rohmi; Kumorowati, Enggar; Dewi, Ari Pupita; Zunarto, Sugeng; Direktorat Kesehatan HewanPada tahun 2018 di Kabupaten Demak tepatnya di Kecamatan Bonang dan Kecamatan Guntur terjadi outbreak leptospirosis pada manusia. Sebagian besar ternak yang dipelihara (domba dan kambing) ditempatkan satu lingkungan dengan rumah/pemukiman sehingga dapat memungkinkan terjadi penularan leptospirosis baik dari ternak ke manusia maupun sebaliknya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi serovar penyebab leptospirosis pada domba dan kambing di Kabupaten Demak Tahun 2018. Sebanyak 97 ekor domba dan 20 ekor kambing diambil darahnya dari vena jugularis sebanyak 3 ml, serum dipisahkan untuk pemeriksaan leptospirosis dengan metode Microscopic Aglutination Test (MAT) yang dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (BBP2V & RP) Salatiga. Hasil uji laboratorium dari 97 sampel serum domba menunjukan hasil positif sebanyak 10 sampel dan dari 20 sampel serum kambing menunjukan hasil positif 1 sampel. Prproporsi leptospirosis di Kabupaten Demak Tahun 2018 pada domba sebesar 10,30% (10/97) dan kambing 5% (1/20). Penyebab leptospirosis pada domba dan kambing di Kabupaten Demak yaitu Leptospira serovar Ichterohaemorrhagiae, Djasiman, Robinsoni, Bangkinang, Pyrogenes dan pada kambing disebabkan oleh serovar Habdomadis.