Browsing by Author "Achmad M. Fagi"
Now showing 1 - 14 of 14
Results Per Page
Sort Options
- ItemAdagium Ilmu Tanah dan Tanaman dalam Praktek Pertanian Tanaman Pangan(2020) Achmad M. Fagi; A.Karim Makarim; Haris SyahbuddinBuku tentang tanah dan fisiologi tanaman untuk pertanian telah banyak ditulis oleh para ahli ilmu tanah dan ahli fisiologi tanaman bertaraf internasional. Isi dari buku-buku ilmu tanah dan juga buku-buku fisiologi tanaman bervariasi dalam hal tekanan terhadap objek bahasan, bergantung kepada daya tarik dari para ahli tersebut. Tetapi kalau dibaca secara seksama isi dari buku-buku dalam disiplin ilmu yang sama saling melengkapi antara satu dan lainnya. Untuk menelaah isi dari buku-buku itu yang terdiri atas ratusan halaman per buku atau ribuan halaman secara keseluruhan perlu waktu yang tidak mungkin diluangkan oleh teknisi di lapang (Penyuluh Pertanian Spesialis-PPS, Penyuluh Pertanian Lapang-PPL), bahkan oleh mahasiswa dan peneliti sekalipun, apalagi oleh para pengambil keputusan yang kegiatan kesehariannya begitu banyak dan kompleks. Buku-buku ilmu tanah dan fisiologi tanaman dasar ditulis oleh para ahli pada era dimana isu-isu terkini belum timbul, karena pada saat itu hasil-hasil pertanian relatif masih dapat mencukupi kebutuhan minimal, sementara sejak pertengahan abad ke-20, mulai disadari bahwa pertambahan jumlah penduduk membutuhkan pangan dan papan yang semakin banyak, dan kelestaran lingkungan semakin mengkhawatirkan akibat dari tekanan jumlah penduduk itu. Pada situasi seperti dewasa ini wajar kalau muncul dua pilihan gagasan atau strategi tentang pembangunan pertanian: pertama, gagasan low-inputs traditional farming untuk kembali ke penerapan teknologi seperti pada era pra-industri; kedua, gagasan high inputs commercial farming yang lebih memperhatikan kebutuhan pangan dan papan penduduk yang terus meningkat. Pada tanaman pangan terigu, jagung dan padi alternatif/gagasan kedua berkonotasi dengan teknologi Revolusi Hijau.
- ItemAdagium Ilmu Tanah dan Tanaman dalam Praktek Pertanian Tanaman Pangan(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2020) Achmad M. Fagi; A.Karim Makarim; Haris SyahbuddinIlmu tanah dan fisiologi tanaman ditulis oleh para ahlinya dalam buku-buku yang terpisah. Berbagai versi diuraikan dalam buku tersebut. Buku ini menyelaraskan keterkaitan antara ilmu tanah dan fisiologi tanaman. Uraian penyelarasan isi buku dari sisi ilmu tanah adalah fabrikasi berbagai jenis pupuk, karakteristik dan reaksinya di dalam tanah; dari sisi fisiologi tanaman adalah mekanisme jerapan unsur hara tanah, fungsi dari masing-masing unsur hara bagi metabolisme tanaman. Efisiensi penggunaan pupuk dipertimbangkan dari keseimbangan antara ketersediaan unsur hara dan kebutuhan tanaman. Pupuk diberikan apabila ada ketidakseimbangan. Teknologi pada hakekatnya bertujuan untuk memodifikasi karakteristik fisik, kimia dan biologi tanah agar unsur hara lebih tersedia dan efisiensi unsur hara naik, dan tepat waktu tanam untuk memanfaatkan energi matahari secara optimum, dan menghindar dari cekaman kekurangan air. Aspek ekonomi dan agronomis dari pemupukan diuraikan dengan rumus agronomis dan
- ItemAlternatif Teknologi Peningkatan Produksi Beras Nasional(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008-12-16) Achmad M. FagiUntuk meningkatkan produksi padi 6,4% pada tahun 2007, Pemerintah menginisiasi P2BN (Proyek Peningkatan Beras Nasional). Teknologi PTT (pengelolaan tanaman terpadu) diagendakan untuk digunakan dalam intensifikasi tanaman padi pada lahan baku sawah irigasi seluas 2,0 juta ha atau luas panen 4,0 juta ha. Varietas unggul hibrida (VUH) akan ditanam di lahan sawah irigasi seluas 160.000 ha. Sebelum teknologi PTT dikembangkan, teknologi PMI (perbaikan mutu intensifikasi) diterapkan di seluruh sentra produksi padi yang masuk dalam program Supra Insus. Status teknologi PMI dievaluasi di Jawa Barat. Komponen teknologi PMI adalah modifikasi dari 10 jurus paket-D (Supra Insus). Penerapan teknologi PMI mampu meningkatkan hasil padi sawah irigasi. Petani pemilik dan petani penggarap lebih diuntungkan oleh penerapan teknologi PMI dibanding petani penyewa. Komponen teknologi PMI yang dianjurkan kepada petani padi sawah di Jawa Barat tidak berbeda dengan komponen teknologi PTT, karena adanya interaksi antara peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) sekarang Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) dan pengkaji dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat dengan penyuluh dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. Paket teknologi dengan pendekatan PMI masih berlaku umum, sedangkan paket teknologi dengan pendekatan PTT bersifat spesifik lokasi. Komponen teknologi PTT atau kombinasinya dapat berbeda antara sentra produksi padi yang kondisi biofisik dan sosial-ekonomi petaninya berbeda. Kurva kisaran tingkat kenaikan hasil gabah dengan penerapan teknologi PTT di beberapa sentra produksi di Indonesia selaras dengan kurva penerapan teknologi PMI di Jawa Barat. Teknologi PMI dapat sebagai alternatif yang dapat diterapkan pada 7,5 juta ha luas panen padi sawah. Teknologi PTT atau teknologi PMI dapat digunakan pada pertanaman VUH. Anjuran teknologi PTT atau PMI yang top- down, instruktif dan vertikal dapat mempercepat adopsi dan diseminasinya, tetapi rawan terhadap perubahan lingkungan strategis. Adopsi teknologi PTT atau teknologi PMI bisa tidak berlanjut kalau perubahan lingkungan strategis tidak kondusif bagi petani
- ItemKualitas Sumber Daya Air di Pantai Utara Wilayah Pengairan Jatiluhur(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2006) Achmad M. FagiIntensifikasi padi sawah mendorong pemakaian pupuk buatan dan insektisida yang dikhawatirkan mencemari air limbah sawah di sungai-sungai dan tambaktambak. Contoh air limbah dari sembilan desa di Kabupaten Karawang dan tiga desa di Kabupaten Bekasi yang potensial bagi budi daya udang windu dianalisis selama Mei-Oktober 1985. Contoh-contoh air tersebut diambil dari laut, muara sungai, saluran air, sungai, dan/atau tambak. Semuanya menunjukkan konsentrasi residu insektisida pada tingkat yang aman. Suhu air, pH, kandungan oksigen, salinitas, NO2 , NO3 , dan NO4 cukup baik untuk pertambakan udang windu. Mulai tahun 1987, pemakaian 57 jenis insektisida untuk padi sawah dilarang, kemudian diikuti oleh pencabutan subsidi insektisida. Pelarangan itu pasti membuat konsentrasi residu insektisida di air sawah saat ini jauh lebih rendah daripada saat analisis pada tahun 1985. Jika konsentrasi residu insektisida akan dipantau terus disarankan agar contoh air dimasukkan ke dalam botol gelas dan disimpan dalam ice box sebelum dan pada saat dibawa ke laboratorium untuk analisis. I ntensifikasi padi sawah telah berhasil meningkatkan produksi padi nasional sampai tingkat swasembada beras. Akan tetapi penerapan teknologi intensif itu telah mendorong kenaikan konsumsi pupuk buatan dan insektisida. Dikhawatirkan, penggunaan insektisida secara berlebihan, selain akan membunuh musuh alami hama dan menyebabkan kekebalan hama, juga akan mencemari air limbah sawah.Air limbah sawah yang tercemar itu akan tercampur di sungai-sungai, tertuang di saluran pembuangan dan ada pula yang tertampung di sumur-sumur dan kolam-kolam ikan air tawar. Kekhawatiran komunitas internasional terhadap penggunaan insektisida secara berlebihan diujudkan dengan dicanangkannya konsep pengendalian hama terpadu (PHT) pada tahun 1976. Di Indonesia konsep PHT mulai diperkenalkan pada tahun 1979 (Fagi et al. 2000). Bersamaan dengan penelitian-penelitian tentang komponen PHT, International Rice Research Institute (IRRI) pada tahun 1970-an dan 1980-an menginisiasi jaringan penelitian kerja sama internasional berjudul INFER
- ItemMenyiasati Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Pertanian Masa Depan(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007) Achmad M. FagiPercepatan laju pembangunan di segala sektor telah menyebabkan pergeseran paradigma pengelolaan sumber daya air. Sistem Subak, suatu kearifan lokal masyarakat Bali dalam pengelolaan sumber daya air dan tataguna air untuk pertanian, yang telah dikenal di dunia, terancam oleh modernisasi pembangunan sistem irigasi dan pengembangan pariwisata. Dewasa ini sikap antroposentrik lebih dominan, diindikasikan oleh fokus pembangunan ke pertumbuhan ekonomi, dan mengabaikan kearifan lokal yang ternyata sangat relevan dengan prinsip- prinsip pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Penyertaan masyarakat dalam pengoperasian dan pemeliharaan sistem irigasi diperkuat oleh UU No. 7 Tahun 2004. Tetapi pelaksanaannya supaya mempertimbangkan distribusi dan kecukupan air irigasi yang menentukan produktivitas lahan dan tanaman. Partisipasi masyarakat dalam pembiayaan operasional dan pe- meliharaan sistem irigasi bergantung kepada keyakinan mereka bahwa teknologi benar-benar bermanfaat. Lembaga di pedesaan yang bertanggung jawab dalam persuasi keunggulan teknologi adalah kelompok tani dan Perhimpunan Petani Pemakai Air (P3A). Ke depan perlu dipertimbangkan penyatuan kelompok tani dan P3A. Langkah-langkah ke depan untuk mengonservasi sumber daya air dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan air harus bersifat kom- prehensif, mulai dari strategi pengelolaan daerah aliran sungai, operasional dan pemeliharaan sistem pengairan, serta teknik irigasi. S elf governance pengelolaan sumber daya air telah diimplementasikan dalam sistem Subak diBali selama berabad-abad dengan berlandaskan harmoni dan kebersamaan yang berpedoman kepada filosofi Tri Hita Karana ~ harmoni antara manusia dengan Sang Pencipta, harmoni antara manusia dengan alam, dan harmoni antara manusia dengan manusia. Ketiga harmoni tersebut menghasilkan kedisiplinan seluruh anggota Subak di tingkat provinsi dalam melestarikan sumber daya air di satu daerah aliran sungai (DAS) (Sudaratmaja dan Soethama 2003)
- ItemMenyikapi Perkembangan Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009-12-16) Achmad M. FagiPenerapan bioteknologi pada bidang pertanian terbukti bermanfaat, tetapi masih mengundang isu kontroversial di Indonesia. Penelitian bioteknologi dengan teknik tinggi yang menghasilkan tanaman transgenik masih diperdebatkan, karena belum ada bukti tanaman transgenik menguntungkan atau merugikan. Beberapa negara di dunia menerapkan permissive policy, tetapi ada pula yang menganut precautionary policy berkenaan dengan pengembangan tanaman transgenik dan penggunaan produknya. Indonesia tergolong negara yang menerapkan precautionary policy, tetapi tetap melakukan penelitian tanaman transgenik. Lembaga-lembaga penelitian bioteknologi, termasuk Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) telah menghasilkan teknologi dari penelitian bioteknologi terapan. Melalui serangkaian kerja sama internasional, pelatihan, pengadaan peralatan dan penelitian, BB Biogen mampu melakukan penelitian bioteknologi pertanian dengan teknik tinggi. Kemampuan BB Biogen untuk membuat tanaman transgenik perlu diteruskan, karena kebergantungan untuk memperoleh gen-gen unggul dari lembaga penelitian bioteknologi internasional akan menjadi perangkap yang merugikan dalam jangka panjang. Tanaman padi perlu mendapat prioritas pertama, diikuti oleh jagung, khususnya dalam penelitian pemuliaan. Pada tanaman padi, bioteknologi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi proses pemuliaan. Balai penelitian komoditas sebagai pengguna hasil penelitian bioteknologi dalam pemuliaan tanaman, seharusnya dilibatkan dalam memformulasi prioritas penelitian bioteknologi.
- ItemMina-Padi(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 1994-12-16) Sadeli Suriapermana; lis Syamsiah; Putu Wardana; Zainal Arifin; Achmad M. FagiPetunjuk praktis budi daya ikan di sawah telah banyak beredar, tetapi informasinya kurang lengkap dan rinci, khususnya tentang sistem usahatani minapadi dan parlabek. Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Sukamandi mulai merintis penelitian sistem usahatani padi-ikan dan parlabek sejak tahun 1984. Dari hasil penelitian itu dan berdasarkan pemantauan di lapang, disusun petunjuk praktis ini, untuk melengkapi informasi yang telah ada guna menunjang program intensifikasi minapadi (inmindi). Publikasi ini merupakan penyempurnaan dari "Petunjuk Praktis Sistem Usahatani Padi-ikan dan Parlabek di lahan sawah" yang diterbitkan tahun 1993 oleh Balittan Sukamandi. Diharapkan publikasi ini bermanfaat bagi para penyuluh pertanian dalam membina dan membimbing petani, dan semua pihak yang memerlukannya.
- ItemPadi TIPE BARU(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2004-12-16) A.K. Makarim; Irsal Las; Achmad M. Fagi; I Nyoman Widiarta; Djuber PasaribuDalam beberapa tahun ke depan dikhawatirkan defisit antara produksi padi dan permintaan beras akan semakin besar. Hal ini dilatarbelakangi oleh masih tingginya laju peningkatan permintaan sementara konversi lahan sawah produktif makin pesat dan laju peningkatan produksi padi nasional mengecil. Sejak dua dekade lalu kurva produksi padi cenderung melandai. Pengalaman menunjukkan penggunaan varietas padi unggul dengan teknik budi daya yang tepat telah memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan produksi padi. Meski demikian, varietas unggul yang telah dan sedang digunakan petani saat ini seperti IR64, Memberamo, Ciherang, Way Apoburu, Bondoyudo, Kalimas, dan Sintanur tidak mampu lagi berproduksi lebih tinggi karena kemampuan genetiknya terbatas. Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) yang bernaung di bawah Pusat Penelitian Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian) terus berupaya merakit varietas unggul berpotensi hasil tinggi. Salah satu terobosan yang dihasilkan adalah varietas unggul tipe baru (VUTB) yang dirakit dari plasma nutfah potensial yang dihimpun dari berbagai sumber, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa di antara sejumlah galur hasil persilangan itu memiliki harapan untuk dikembangkan, satu di antaranya telah dilepas pada tahun 2003 dengan nama VUTB Fatmawati. Uji adaptasi di berbagai lokasi yang cocok untuk VUTB menunjukkan bahwa VUTB Fatmawati mampu menghasilkan gabah 10-20% lebih tinggi dari IR64. Guna mendukung upaya peningkatan produksi padi nasional, penanaman VUTB diharapkan dapat segera meluas ke sentra-sentra produksi padi sawah irigasi. Pedoman ini disusun untuk digunakan dalam perluasan tanam VUTB dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT). Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan dan penerbitan Pedoman Pengembangan VUTB ini kami sampaikan penghargaan dan terima kasih.
- ItemRevolusi Hijau Peran dan Dinamika Lembaga Riset(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009-12-19) Achmad M. Fagi; C.P. Mamaril dan; Mahyuddin SyamRevolusi Hijau yang digulirkan pada tahun 1960an telah berhasil meningkatkan produksi pádi nasional secara nyata. Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai importir beras terbesar dunia secara menakjubkan bangkit dan bahkan mampu berswasembada beras pada tahun 1984. Meski kemudian impor beras kembali terjadi akibat jumlah penduduk yang terus bertambah dibarengi oleh tingkat konsumsi yang masih relatif tinggi serta cekaman biotik dan abiotik, swasembada kembali dapat diraih pada tahun 2008. Tentu banyak faktor yang mendukung keberhasilan ini seperti kerja keras petani, kondisi iklim yang bersahabat, tersedianya teknologi budi daya, serta relatif kecilnya gangguan hama dan penyakit tanaman. Walaupun keberhasilan yang diraih melalui Revolusi Hijau sulit dibantah, di baliknya tersimpan pula pembelajaran yang patut dicermati. Ketergantungan petani akan masukan dari luar dalam bentuk pupuk kimia dan pestisida, ancaman hilangnya varietas lokal/ tradisional, dorongan penggunaan masukan secara tidak tepat dan dalam takaran berlebihan yang mengganggu kelestarian lingkungan adalah beberapa dampak negatif dari Revolusi Hijau yang sering dikumandangkan. Publikasi ini memuat proses panjang program peningkatan produksi padi nasional dengan segala lika-likunya. Perlunya Revolusi Hijau yang lebih memperhatikan keberlanjutan sistem produksi yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan atau Revolusi Hijau Lestari (the Evergreen Revolution) diulas juga oleh penulis sebagaimana halnya dengan awal munculnya pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu).
- ItemSenjang Hasil Tanaman Padi dan Implikasinya terhadap P2BN(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008-12-16) Achmad M. Fagi; H. Sembiring; SuyamtoMetode penelitian kendala dan senjang hasil padi dikembangkan oleh IRRI (International Rice Research Institute) secara komprehensif yang dikelompokkan menjadi masalah biofisik, teknik, sosial-ekonomi dan kelembagaan. Metode yang sama digunakan untuk mengevaluasi efektivitas dari 10 jurus komponen teknologi paket-D yang digunakan dalam program Supra Insus. Petani pembandingnya adalah mereka yang sebelumnya peserta program intensifikasi Bimas. Komponen teknologi yang diverifikasi adalah pengolahan tanah sempurna, pemupukan berimbang, pemberian PPC (pupuk pelengkap cair), cara pengendalian hama dengan prinsip PHT, dan jarak tanam untuk mencapai populasi sebanyak 200.000 rumpun per ha. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa pengolahan tanah sempurna merupakan komponen teknologi 10 jurus paket-D yang paling efektif meningkatkan hasil. Pemupukan lengkap (NPK) ditambah PPC plus ZA atau Zn atau ZA dan Zn tidak efektif meningkatkan hasil kalau tanaman padi ditanam pada tanah yang tidak melumpur sempurna. Jarak tanam dan cara pengendalian hama menjadi penentu kenaikan hasil, kalau tanah melumpur sempurna. Jadi, tidak semua komponen 10 jurus paket-D perlu dianjurkan pada lokasi-lokasi Supra Insus. SUTPA (sistem usahatani padi berorientasi agribisnis) yang dipandu oleh peneliti dalam penerapan teknologi, ketepatan waktu ketersediaan pupuk dan kredit, meningkatkan hasil padi di areal Supra Insus. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem penyuluhan seperti yang berlaku pada saat program Bimas berlangsung diperlukan lagi. P2BN dicanangkan pada pasca-Supra Insus, pada saat petani telah terbiasa mengelola tanaman padinya secara intensif. Dapat diperkirakan bahwa kasus pelandaian produksi padi nasional terjadi akibat faktor sosial- ekonomi dan kelembagaan yang tidak kondusif bagi petani untuk menerapkan teknologi. Upaya untuk memacu laju kenaikan produksi padi sebesar 6,4% pada tahun 2007 melalui penerapan teknologi PTT pada padi sawah seluas 2,0 juta ha menghadapi tantangan faktor biofisik dan sosial-ekonomi yang lebih kompleks. Sebab itu anjuran teknologi PTT harus lebih cerdas yang dilandasi oleh nalar ilmiah, jangan sampai penerapan 12 jurus teknologi PTT justru menurunkan efisiensi. Efektivitas komponen teknologi PTT yang perlu dikaji dan merupakan isu terkini adalah penanaman varietas padi (varietas unggul biasa vs varietas hibrida), pemupukan (pemupukan lengkap vs site spesific nutrient management), dan tata tanam (jajar tegel vs jajar legowo). Metode pengkajian (perlakuan, rancangan percobaan, data yang dikumpulkan, metode analisis, dan sebagainya) dikemukakan dalam artikel ini.
- ItemStrategi Pembangunan Pertanian pada Lahan Terlantar(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007-12-16) Achmad M. FagiSemangat untuk merehabilitasi dan memanfaatkan lahan alang-alang (Imperata cylindrica) dilandasi oleh TAP MPR-RI No. IX/MPR/2001. Pokok-pokok arahan dalam TAP MPR-RI tersebut yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA), adalah: (1) memulihkan ekosistem yang telah rusak akibat eksploitasi SDA secara berlebihan tanpa perhatian terhadap kelestariannya, (2) menyusun strategi pemanfaatan SDA yang berlandaskan kepada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan potensi dan kontribusinya kepada kepentingan masyarakat, daerah dan nasional. Lahan alang-alang dengan topografi datar sampai bergelombang dalam hamparan luas dijumpai di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, di daerah yang beriklim tropik basah. Sebelumnya lahan tersebut berupa lahan hutan hujan tropik dengan kesuburan rendah, kecuali di bagian aluvial. Lahan alang-alang dapat ditanami karet, kelapa sawit, tebu, kakao, dan kopi, dengan investasi tinggi. Sistem usahatani berbasis tanaman pangan dengan teknik konservasi berupa tanaman lorong, dapat dikembangkan di bagian aluvial. Dari luas lahan alang-alang di Indonesia sekitar 8,5 juta ha, rehabilitasi dan pemanfaatan lahan alang-alang di dataran rendah dengan ketinggian
- ItemSumbangan Pemikiran bagi Penentuan Kebijakan Peningkatan Produksi Kedelai(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009-12-16) Achmad M. Fagi; Farid A. Bahar; Joko BudiantoUpaya untuk mencapai swasembada kedelai telah lama dirintis. Upaya itu lebih terfokus setelah dicanangkannya Gema Palagung 2000 (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai dan Jagung 2000) oleh Departemen Pertanian. Bersamaan dengan upaya tersebut ada tawaran fasilitas GSM 102 atau PL 480 oleh produsen kedelai luar negeri dengan segala kemudahannya. Tawaran ini diawali oleh Letter of Intent (LoI) pada 31 Oktober 1997, dan LoI 24 Juni 1998, yaitu persyaratan dari IMF kepada Pemerintah Indonesia, antara lain menyangkut tataniaga komoditas pertanian, termasuk kedelai. Akibat dari semua itu, impor kedelai makin banyak dan kedelai produksi dalam negeri kalah bersaing dengan kedelai impor. Oleh karenanya ada kekhawatiran Indonesia akan semakin tergantung pada kedelai impor untuk memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri, dan usahatani kedelai semakin tidak diminati oleh petani. Untuk menghindari hal tersebut, Direktur Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan mengusulkan kebijakan tataniaga kedelai pada tahun 2001, yaitu: (a) menerapkan tarif bea impor kedelai, dan (b) membentuk lembaga produsen-importir kedelai. Usul itu dibahas di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada 27 April 2001. Usul kebijakan pengenaan tarif impor tidak didukung oleh peserta diskusi. Berdasarkan teori MCP (Market Closure Process), pembatasan impor kedelai melalui peningkatan tarif bea impor akan merugikan konsumen produk olahan berbahan baku kedelai. Kenaikan harga kedelai di pasar internasional yang sangat tajam pada awal tahun 2008 terjadi akibat ketidak-seimbangan antara penawaran dan permintaan, sehingga harga kedelai di pasar domestik, yang didominasi oleh kedelai impor juga naik. Kenaikan harga di dalam negeri tersebut diharapkan dapat mendorong kenaikan harga tingkat petani dan memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Peluang kenaikan produksi kedelai harus dimanfaatkan melalui intensifikasi dan perluasan areal kedelai ke kawasan potensial terutama di wilayah yang beriklim mirip iklim sub-tropik.
- ItemTataguna Air Irigasi di Tingkat Usahatani: Kasus di Barugbug, Jatiluhur(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2006) Achmad M. FagiAir dari bendungan modern memiliki multifungsi dan ketersediaannya semakin terbatas. Petani padi pada lahan irigasi selama ini masih menganggap air sebagai komoditi yang harus ada dengan sendirinya, oleh karena itu, mereka perlu disadar- kan bahwa air harus digunakan secara hemat dan efisien. Studi dengan meng- gunakan kasus subsistem bendung Barugbug, wilayah pengairan Jatiluhur, Subang, Jawa Barat, menunjukkan bahwa untuk meningkatkan efisiensi pengairan perlu upaya komprehensif, meliputi pemeliharaan fasilitas irigasi (kalibrasi pintu air, pemeliharaan saluran), teknik budi daya hemat air dan kedisiplinan petugas dan petani dalam menyalurkan air ke petakan sawah. Peningkatan efisiensi pada subsistem Barugbug masih terhambat oleh kerusakan fasilitas irigasi, tidak tersedianya bendung pembagi, dan tidak di- gunakannya papan paster sebagai dasar penyaluran air irigasi. Kehilangan air pada saluran induk sepanjang 4,5 km masih cukup besar, sekitar 35%. Teknik irigasi padi sawah secara macak-macak (tanah basah tidak tergenang) selama periode 35-85 hari setelah tanam (HST) atau macak-macak sejak tanam hingga menjelang panen meningkatkan efisiensi produksi penggunaan air dari sekitar 6 kg/mm/ha untuk genangan terus-menerus, menjadi 9-10 kg/mm/ha untuk pengairan macak-macak. Kebutuhan air untuk palawija yang efektif melalui teknik pengairan yang efisien perlu dijadikan dasar perhitungan volume air bagi perluasan tanaman palawija dan sebagai dasar perbaikan neraca air pengairan.
- ItemTeknologi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 1990-12-16) Ibrahim Manwan; Sumarno; A. Syarifuddin Karama; Achmad M. FagiKedelai, sebagai tanaman palawija tradisional, telah berubah dari tanaman sampingan menjadi tanaman strategis dalam ekonomi nasional. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan komoditas kedelai sebagai bahan pangan, pakan dan industri. Permintaan yang meningkat tersebut terutama didorong oleh meningkatnya industri tahu, tempe, kecap, dan pakan. Bahkan dengan adanya ekspor kecap yang meningkat, kebutuhan bahan mentah kedelai akan terus meningkat di masa depan. Peningkatan produksi dalam negeri belum dapat mengimbangi kebutuhan yang terus bertambah sehingga impor kedelai telah mencapai sekitar 600.000 t/tahun. Laporan ini menghimpun hasil penelitian yang dilakukan oleh enam balai lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Tanaman Pangan yang telah dilakukan selama lima tahun terakhir, untuk menunjang program peningkatan produksi kedelai. Di Indonesia, dalam jangka pendek, usaha peningkatan produksi kedelai guna memenuhi kebutuhan nasional dapat ditempuh melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Peluang untuk perluasan areal ini masih terbuka lebar, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Demikian pula halnya peningkatan produksi melalui intensifikasi. Dalam laporan ini dikemukakan berbagai faktor yang menunjang perluasan areal dan pencapaian produksi kedelai yang tinggi, sekitar 2,0-2,5 t/ha. Dengan mengidentifikasi faktor tersebut, diharapkan keberhasilan serupa akan lebih mudah diulangi pada lokasi/wilayah lain di Indonesia. Berbagai paket teknologi produksi dan informasi sosial ekonomi pada berbagai zone agroekologi utama, disajikan pula dalam laporan ini. Diharapkan informasi ini dapat bermanfaat dalam mendukung usaha peningkatan produksi pada berbagai sentra produksi kedelai dan pengembangannya ke daerah lain yang potensinya masih belum tergali. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Darman M. Arsyad, Dr. Made Oka Adnyana, Dr. Djoko S. Damardjati, Dr. Titis A. Sarwanto, serta para peneliti Puslitbang Tanaman Pangan lainnya yang telah memberikan sumbangan pemikiran, data, dan informasi sehingga dapat diterbitkannya laporan khusus ini.