Silase Ampas Sagu Menggunakan Tiga Bahan Aditif sebagai Pakan Basal Kambing Boerka Fase Pertumbuhan

No Thumbnail Available
Date
2017-10-12
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Loka Penelitian Kambing Potong Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
Abstract
Ampas sagu merupakan limbah yang berasal dari pengolahan tanaman sagu menjadi tepung sagu memiliki potensi untuk digunakan sebagai pakan kambing. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan silase ampas sagu sebagai pakan basal terhadap pertumbuhan kambing Boerka. Sebanyak 24 ekor kambing Boerka jantan fase pertumbuhan (rata-rata bobot badan awal 12,13±1,27 kg) digunakan untuk mempelajari pengaruh pemanfaatan silase ampas sagu sebagai pakan dasar terhadap pertumbuhannya. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas 4 perlakuan pakan dan 6 ulangan. Ternak secara acak dialokasikan ke dalam perlakuan pakan yaitu: R0: 60% konsentrat-1 60% + 40% rumput; R1: 60% konsentrat-2 + 40% silase ampas sagu (bahan aditif molases 10%); R2: 60% konsentrat-2 + 40% silase ampas sagu (bahan aditif dedak jagung 10%); dan R3: 60% konsentrat-2 + 40% silase ampas sagu (bahan aditif tepung tapioka 10%). Semua perlakuan pakan memiliki kandungan protein kasar 12% dan DE 2,8 Kkal/kg. Pemberian pakan dilakukan selama 13 minggu sebanyak 3,8% dari bobot badan berdasarkan bahan kering. Hasil penelitian menunjukkan konsumsi bahan kering pakan, kecernaan bahan kering, bahan organik, NDF dan ADF tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P>0,05). Pertambahan bobot hidup pada perlakuan pakan R1 dan R3 lebih besar dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan R0. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa silase ampas sagu dengan bahan aditif molases dan tepung tapioka meningkatkan pertumbuhan kambing. Silase ampas sagu bahan aditif molases, dedak jagung dan tepung tapioka potensial digunakan sebagai pakan dasar ternak kambing, juga merupakan bahan pakan alternatif untuk menggantikan komponen sumber serat.
Description
Hamparan tanaman sagu liar di Indonesia memiliki luas 1,4 juta hektar, sebagian besar terdapat di Papua dan Maluku (Syakir & Karmawati 2013). Berdasarkan luasan tersebut dapat diproduksi sagu sebanyak 15 juta ton karena setiap batang sagu menghasilkan 200 kg sagu (Prastowo 2007). Ampas sagu (ela sagu) yang didapatkan pada proses pengolahan tepung sagu, menurut Rumalatu (1981) dalam proses pengolahan tepung sagu diperoleh tepung dan ampas sagu dengan perbandingan 1:6. Berdasarkan proporsi tersebut jumlah ampas sagu sebanyak 245.000 ton/hari. Jumlah hasil samping yang banyak sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal, hanya dibiarkan menumpuk di lokasi pengolahan tepung sagu sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Hasil samping sagu ini cukup potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia termasuk kambing. Kandungan nutrien yang terdapat pada limbah sagu seperti; protein kasar sebesar 3,36%, NDF 67,40%, ADF 42,11% dan energi kasar 3.838 Kkal/kg (Nurkurnia 1989; Bintoro et al. 1990; Trisnowati 1991), relatif sebanding dengan nutrien rumput kecuali protein kasarnya. Kandungan protein kasar rumput berkisar 8,13-11,25% (Ginting & Tarigan 2006). Dengan kandungan zat nutrisi tersebut, maka limbah sagu diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga untuk pertumbuhan, bunting dan laktasi diperlukan pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi. Simanihuruk et al. (2014) melaporkan bahwa ampas sagu kering dapat digunakan sebesar 40% dalam komponen pakan komplit kambing Boerka. Limbah pengolahan sagu termasuk kategori limbah basah (wet by-products) karena masih mengandung kadar air 70-80%, sehingga dapat rusak dengan cepat apabila tidak segera diproses. Perlakuan melalui pengeringan membutuhkan biaya yang relatif tinggi, sehingga perlu dikembangkan teknologi alternatif agar produk tersebut dapat dimanfaatkan lebih efisien. Teknologi silase adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah pakan menjadi meningkat kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya relatif manis. Silase merupakan proses mempertahankan kesegaran bahan pakan dengan kandungan bahan kering 30-35% dan proses ensilase ini biasanya dalam silo atau dalam lobang tanah, atau wadah lain yang prinsipnya harus pada kondisi anaerob (hampa udara), agar mikroba anaerob dapat melakukan reaksi fermenfasi (Sapienza & Bolsen 1993). Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan kandungan nutrien yang dapat diawetkan. Selain bahan kering, kandungan gula juga merupakan faktor penting bagi perkembangan bakteri pembentuk asam laktat selama proses fermentasi (Khan et al. 2004). Pada fase awal proses ensilase, enzim yang bekerja dalam proses respirasi pada bahan, mengoksidasi karbohidrat yang terlarut, menghasilkan panas dan menggunakan gula-gula yang seyogianya siap pakai untuk proses fermentasi. Kehilangan gula pada proses respirasi merupakan hal yang menyulitkan baik dari sudut pandang pengawetan melalui proses pembuatan silase maupun dari segi nilai nutrisinya. Gula merupakan substrat bagi bakteri penghasil asam laktat yang akan menghasilkan asam yang berfungsi sebagai pengawet bahan yang disilase tersebut. Mengingat ampas sagu mempunyai potensi yang tinggi sebagai bahan pakan ternak ruminansia termasuk kambing, maka perlu dilakukan penelitian pemanfaatan silase ampas sagu sebagai pakan dasar pengganti rumput pada ternak kambing. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan silase ampas sagu sebagai pakan dasar terhadap pertumbuhan kambing Boerka.
Keywords
Citation
Collections