Kontroversi System of Rice Intensification (SRI) di Indonesia

dc.contributor.authorMahyuddin Syam
dc.date.accessioned2025-09-03T02:07:36Z
dc.date.available2025-09-03T02:07:36Z
dc.date.issued2006
dc.descriptionBuletin Iptek Tanaman Pangan dilatari oleh berbagai hal, antara lain (1) perlunya mewadahi hasil analisis/studi objek sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan, (2) pentingnya diseminasi inovasi untuk mendukung pembangunan pertanian, dan (3) perlunya meningkatkan intensitas komunikasi antara peneliti dengan para pengguna hasil penelitian.
dc.description.abstractSystem of Rice Intensification (SRI) yang dikembangkan di Madagaskar sekitar 20 tahun yang lalu telah menyebar di banyak negara termasuk Indonesia. Paket rekomendasi SRI yang berlaku secara umum adalah: (1) tanam bibit muda ber- umur 8-15 hari, satu batang per rumpun, (2) tanam pindah dengan akar horizontal dan kedalaman 1-2 cm, (3) jarak tanam 25 cm x 25 cm atau lebih lebar, (4) peng- airan berkala (intermitten), (5) penyiangan dengan landak 2-4 kali sebelum pri- mordia, dan (6) penggunaan bahan organik atau kompos sebanyak mungkin sebelum tanam. Hasil padi SRI dilaporkan mencapai 12-16 t/ha gabah kering panen (GKP), jauh lebih tinggi dari rata-rata hasil padi sawah nasional. Hal ini telah mendorong berbagai pihak di dalam dan luar negeri untuk menguji SRI dengan membandingkannya dengan cara budi daya yang diterapkan petani dewasa ini. Untuk mendapatkan gambaran terkini, Yayasan Padi Indonesia (YAPADI) melakukan survei di Ciamis dan Garut, Jawa Barat, dua di antara beberapa daerah yang menerapkan SRI di Indonesia. Hasil kegiatan YAPADI menunjukkan bahwa SRI tidak diterapkan secara luas oleh petani di kedua kabupaten itu. Hal ini berkaitan dengan tidak menonjolnya hasil panen yang diperoleh, banyaknya curahan tenaga kerja yang diperlukan, sukarnya mendapat pupuk kandang, dan harga produk yang tidak sesuai dengan harapan petani. Oleh karena itu, apabila tujuan pengembangan tanaman padi adalah untuk meningkatkan produktivitas, maka SRI kurang tepat untuk dianjurkan secara luas. Terlepas dari hal itu, pendekatan penyuluhan dalam kegiatan SRI dapat dipakai sebagai acuan sistem penyuluhan yang akan datang. Dalam hal ini petani didudukkan sebagai mitra dan didorong untuk mandiri melalui kontak yang cukup intens dan praktek lapang. Penggunaan bahan organik dan pemakaian air secara efisien melalui pengairan berselang (intermitten) sudah lama dianjurkan peneliti dan perlu dikembangkan lebih luas. Penggunaan bibit muda satu batang per rumpun mengurangi penggunaan benih sehingga menguntungkan petani meski tanaman cukup rentan terhadap hama keong emas atau tersapu hujan lebat.
dc.identifier.issn1907-4263
dc.identifier.urihttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/26024
dc.language.isoid
dc.publisherPusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
dc.relation.ispartofseriesVolume 1; No 1
dc.titleKontroversi System of Rice Intensification (SRI) di Indonesia
dc.typeArticle
Files
Original bundle
Now showing 1 - 1 of 1
Loading...
Thumbnail Image
Name:
03-Mahyuddin.pdf
Size:
73.89 KB
Format:
Adobe Portable Document Format
Description:
License bundle
Now showing 1 - 1 of 1
Loading...
Thumbnail Image
Name:
license.txt
Size:
1.77 KB
Format:
Item-specific license agreed upon to submission
Description:
Collections