Pengelolaan Tanaman Terpadu dan Teknologi Pilihan Petani: Kasus Sulawesi Selatan
| dc.contributor.author | Maintang | |
| dc.date.accessioned | 2025-09-17T04:04:20Z | |
| dc.date.available | 2025-09-17T04:04:20Z | |
| dc.date.issued | 2012-11-19 | |
| dc.description | Pada tahun ke-7 penerbitan Buletin Iptek Tanaman Pangan, redaksi berusaha untuk lebih mengutamakan artikel tinjauan (review) atau artikel hasil penelitian dengan substansi yang mampu menjawab isu terkini pertanian tanaman pangan. Sejak semula Buletin Iptek Tanaman Pangan diterbitkan mewadahi rangkuman hasil penelitian tanaman pangan, pemikiran dan pembahasan masalah aktual yang mengemuka, atau hasil penelitian yang telah lengkap dan memiliki aplikasi praktis | |
| dc.description.abstract | Pengelolaan Tanaman (dan Sumber Daya) Terpadu (PTT) yang merupakan pendekatan dalam pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu secara terpadu telah diterapkan pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi padi nasional. Untuk mendorong pengembangannya lebih lanjut, Pemerintah telah meluncurkan Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) sejak beberapa tahun yang lalu. Dalam implementasinya, PTT yang mengacu kepada prinsip partisipatif, spesifik lokasi, terpadu, sinergis, dan dinamis ini menawarkan teknologi yang dikelompokkan dalam komponen dasar dan pilihan. Kajian di berbagai daerah umumnya melaporkan bahwa pendekatan PTT berhasil meningkatkan produktivitas padi di samping menghemat penggunaan sarana produksi. Di Sulawesi Selatan, kajian lapang menunjukkan bahwa petani tidak menerapkan semua komponen teknologi yang diperkenalkan secara utuh. Mereka mempunyai pertimbangan sendiri dalam menerapkan teknologi, terutama yang memberikan produktivitas tinggi dan mudah diterapkan. Hal ini berpengaruh kepada keberlanjutan penerapan teknologi. Penerapan penggunaan pupuk organik dan tanam jajar legowo, misalnya, turun drastis setelah petani tidak lagi terlibat dalam program SL-PTT. Faktor ketersediaan dan ruah (bulky) pupuk organik dan tidak nyatanya peningkatan hasil dengan pemakaian pupuk ini serta kesulitan dalam menerapkan jajar legowo menjadi alasan petani untuk tidak lagi menerapkan kedua komponen tersebut. Demikian pula halnya dengan pengairan berselang, penggunaan bagan warna daun (BWD), dan tanam bibit muda. Kondisi seperti ini perlu menjadi pertimbangan dalam pengembangan PTT selanjutnya. Penekanan kepada dua atau tiga komponen teknologi yang paling berpengaruh terhadap hasil panen dan pendapatan petani serta kemudahan dalam proses adopsi tampaknya perlu mendapat perhatian yang lebih besar daripada mendorong petani untuk menerapkan semua komponen teknologi. Keberhasilan PTT ditentukan oleh ketepatan pemilihan teknologi dan kualitas penerapannya di lapang. | |
| dc.identifier.issn | 1907-4263 | |
| dc.identifier.uri | https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/26220 | |
| dc.language.iso | id | |
| dc.publisher | Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan | |
| dc.relation.ispartofseries | Volume 7; No 2 | |
| dc.title | Pengelolaan Tanaman Terpadu dan Teknologi Pilihan Petani: Kasus Sulawesi Selatan | |
| dc.type | Article |