Pendekatan One Health dalam Mendukung Investigasi dan Identifikasi Faktor Resiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kerja BBVet Wates
No Thumbnail Available
Date
2019
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Direktorat Kesehatan Hewan
Abstract
Leptospirosis adalah salah satu penyakit yang sering tidak terdiagnosis dan tidak dilaporkan di negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia. Salah satu daerah endemis Leptospirosis di Indonesia adalah di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Pada tahun 2018 di kabupaten ini terjadi leptospirosis pada manusia sebanyak 92 kasus 24 diantaranya berakibat fatal. Dalam kurun JanuariFebruari 2019 kembali dilaporkan 18 kasus leptospirosis dan 5 orang diantaranya meninggal dunia..
Keberadaan ternak ruminansia sering dikaitkan dengan kejadian leptospirosis pada manusia. Oleh karena itu dilakukan investigasi dengan tujuan untuk mengetahui peranan ternak ruminansia dalam penularan leptospirosis pada manusia, serta menganalisis faktor risiko lingkungan dan perilaku yang mempengaruhi kejadian leptospirosis. Penelitian ini menggunakan desain studi observasional kasus kontrol (case-control study) dengan menggunakan unit epidemiologi individu/orang dan kasus didefi nisikan sebagai individu yang menunjukkan tanda klinis penyakit dan hasil uji laboratorium positip leptospirosis. Dari defi nisi ini, terpetakan 9 individu kasus dan 37 individu kontrol.. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan pengukuran dilanjutkan analisis diskriptif dan analitik. Hasil investigasi menunjukkan 39% penderita tinggal di daerah yang sering banjir/tergenang air jika hujan; 43% penderita mempunyai ternak ruminansia, 71% penderita beraktifi tas sehari-hari di sungai dan 50% penderita kontak dengan tanah yang tercemar urin ruminansia. Kepemilikan ternak tidak terkait dengan leptospirosis (Odds Ratio/OR: 0.3, 95%CI: 0.1-4.3, p value=0.369). Dengan analisi univariat, beberapa faktor resiko memiliki keterkaitan yang signifi kan dengan leptospirosis pada manusia, antara lain: Lingkungan yang mengalami banjir/terendam air setelah hujan (OR: 8,3 [95%; CI:0,88-19,6; p value=0,018]), aktifi tas harian di sungai (OR= 21.87 9[5%; CI:3.14-152.05; p value=0,001]) dan kontak dengan tanah yang tercemar urin ruminansia merupakan faktor resiko leptospira (OR:10,3 [95%; CI:0,5911,5; p value=0,05]) dan ternak yang terdeteksi positif leptospirosis (OR:10.2 [95%CI 0.81-129.5;p=0.09]) Selanjutnya analisis multivariat menunjukkan bahwa risiko tinggi tertular leptospirosis bagi individu yang memiliki riwayat kontak dengan tanah yang tercemar urin ruminansia (OR=9.66; [95%, CI: 1.6656.17; p=0,001]) dan risiko semakin meningkat jika ternak positif leptospirosis (OR:47.32 [95%CI: 1.701315.43]). Resiko penularan dapat dikurangi jika individu menggunakan alat pelindung kerja (univariat OR: 0.3; [95% CI: 0.7-1.4]) dan multivariat OR: 0.5; [95% CI: 0.7-3.4]).
Kepemilikan ternak ruminansia bukan merupakan faktor resiko penularan leptospira, tetapi resiko akan meningkat apabila ternak terinfeksi leptospitosis dan pemilik ternak pemilik ternak lalai dalam penggunaan alat pelindung diri saat berinteraksi dengan ternak atau saat membersihkan tanah dan kotoran ternak yang tercemar. Dibutuhkan upaya yang besar dan serius secara komprehensif untuk menurunkan kejadian leptospirosis melibatkan antar sektor yaitu kesehatan, veteriner/peternakan dan sosial.
Description
Keywords
Leptospirosis, Lingkungan banjir, Studi kasus kontrol, Kontaminasi urin ternak, Ternak ruminansia.