Padi Gogo

Loading...
Thumbnail Image
Date
2005-12-16
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
BALAI PENELITIAN TANAMAN PADI
Abstract
Tantangan pengadaan pangan khususnya beras ke depan akan semakin sulit mengingat penduduk terus bertambah, tetapi dilain pihak luas sawah irigasi terutama di Pulau Jawa banyak yang terkonversi untuk kepentingan non pertanian. Hal lain yang menambah sulitnya pemenuhan kebutuhan beras adalah; tingkat produktivitas lahan sawah sudah mengalami kejenuhan dan cenderung menurun serta adanya perubahan pola makan penduduk pada beberapa daerah dari non beras ke beras. Kalau dalam waktu dekat tidak ada trobosan baru, untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk kedepan, kita akan tergantung beras impor, yang sudah barang tentu akan memerlukan devisa yang juga terus meningkat. Revolusi hijau pertama yang dimulai dengan ditemukannya padi ajaib (IR 5 dan IR 8) yang diteruskan dengan IR 36, Cisadane, IR 64 serta mencapai puncaknya ketika tercapainya Swa Sembada Beras pada tahun 1984. Program ini lebih terfokus pada lahan sawah irigasi dan hanya beroreantasi kepada produksi tinggi, dengan penggunaan input juga tinggi ternyata tidak stabil. Pada pihak lain kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan kurang mendapat perhatian. Akibatnya terjadi kekurang lenturan sistem usahatani padi terhadap cekaman lingkungan. Peledakan serangan hama dan penyakit sering terjadi, penurunan tingkat produksi lahan juga terjadi, padahal pemupukam cenderung meningkat. Ketidakseimbangan suplai hara juga mengakibatkan kekahatan unsur hara tertentu dan muncul gejala lahan sakit. Belajar dari pengalaman revolusi hijau pertama, muncul gagasan revolusi hijau lestari yang lebih memperhatikan pengembangan lahan sub-optimal disamping tetap mempertahankan tingkat produktivitas lahan sawah irigasi. Lahan sub-optimal terdiri dari; lahan sawah tadah hujan (STH), lahan kering, lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak cukup potensial untuk pengadaan pangan masa depan terutama padi. Potensi lahan kering pada ketinggian < 700 m dpl ada sekitar 52,83 juta ha, tetapi yang potensial untuk vii tanaman pangan ada 5,1 juta ha. Luas pertanaman padi gogo di Indonesia antara 1,0 1,2 juta ha dengan tingkat produksi 2,3 2,5 t/ha atau baru sekitar 50 % produktivitas padi sawah irigasi. Secara potensi, hasil penelitian padi gogo oleh IRRI pernah mencapai 7,2 t/ha dan beberapa hasil penelitian di Sumatera dan Jawa dapat mencapai di atas 5,0 t/ha. Pertanaman padi gogo umumnya ditemukan pada 3 sub ekosistem, yaitu : pada daerah datar termasuk hamparan sungai dan pekarangan, pada kawasan perbukitan daerah aliran sungai (DAS), dan sebagai tanaman tumpangsari tanaman perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) muda. Potensi padi gogo sebagai tanaman tumpangsari perkebunan dan HTI muda dapat mencapai lebih dari 2,0 juta ha. Bila dari luasan pertanaman padi gogo yang ada produksinya dapat ditingkatkan menjadi 3,0 t/ha atau meningkat 0,5 t/ha, maka akan ada tambahan produksi sekitar 1,5 juta ton/tahun dan dapat menambah cadangan beras dan dapat mengurangi impor. Buku tentang padi gogo dan pola pengembangannya diharapkan dapat menjadi acuan untuk pengembangan padi gogo di Indonesia ke depan. Buku ini disarikan dari beberapa hasil penelitian yang berlangsung cukup lama, tetapi belum membahas semua aspek yang kemungkinan ditemukan dilapangan. Saran untuk perbaikan buku ini masih sangat diharapkan, agar imformasi tentang padi gogo di Indonesia menjadi lebih lengkap.
Description
Keywords
Citation
Collections