KERAGAAN PETERNAKAN KERBAU DI KALIMANTAN TIMUR (STUDI KASUS DI DESA SUKOMULYO, KECAMATAN SEPAKU, KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA)
dc.contributor.author | Rizqi Bariroh, Nur | |
dc.contributor.author | Novitasari, Erliana | |
dc.contributor.author | Erdiansyah | |
dc.contributor.other | Balai Pengkajian Teknologi Pertanian | en_US |
dc.date.accessioned | 2019-08-07T03:40:33Z | |
dc.date.available | 2019-08-07T03:40:33Z | |
dc.date.issued | 2017-10 | |
dc.description | Kerbau merupakan ternak yang sangat adaptif terhadap berbagai agroekosistem. Hal ini terlihat dari penyebarannya yang sangat luas yaitu di daerah iklim kering, daerah pertanian yang subur, lahan rawa dan pegunungan (Triwulaningsih, 2007). Ironisnya perkembangan kerbau di Indonesia kurang menggembirakan, termasuk di Kalimantan Timur. Tercatat terjadi penurunan populasi 12,9% pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2012 (BPS, 2015). Perkembangan kerbau yang rendah di Indonesia disebabkan oleh sarana dan prasarana sistem agribisnis kerbau masih dalam tahap proses produksi masih berada pada sistem tradisional zero cost, dimana usaha produksi belum berorientasi pasar (Triwulaningsih, 2007). Sementara itu, Tiesnawati dan Thalib, (2011) menyatakan bahwa penurunan populasi kerbau disebabkan oleh (a) peran kerbau sebagai pengolah lahan pertanian diganti dengan tenaga mesin; (b) peningkatan laju pemotongan ternak kerbau, (c) meningkatnya laju inbreeding (d) menurunnya jumlah dan mutu pakan yang dikonsumsi karena alih fungsi lahan. | en_US |
dc.description.abstract | Kerbau dikenal sebagai ternak yang sangat adaptif di berbagai agroekosistem. Tetapi perkembangannya kurang menggembirakan, terutama di Kalimantan Timur. Tercatat terjadi penurunan populasi 12,9% pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2012. Studi ini bertujuan untuk mengetahui keragaan peternakan kerbau di Kalimantan Timur khususnya di desa Sukomulyo kecamatan Sepaku kabupaten Penajam Paser Utara. Pelaksanaan pengkajian dimulai pada tahun 2011 sampai 2014. Metode yang digunakan adalah rapid appraisal sedangkan introduksi teknologi berupa flushing dengan menggunakan dedak padi sebanyak 3 kg/ekor/hari. Flushing dilakukan pada kerbau bunting 2 bulan sebelum beranak dan 1 bulan setelah beranak. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa permasalahan utama peternakan kerbau adalah kekurangan pakan, kemudian diikuti oleh serangan penyakit, kurangnya pengetahuan petani dan yang terakhir, difungsikannnya ternak sebagai pekerja beban. Permasalahan tersebut mengakibatkan kerbau sulit berkembang di daerah ini. Sistem pemeliharaan kerbau adalah semi intensif tradisional yaitu kerbau digembalakan di hutan pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa introduksi teknologi berupa flushing dapat menurunkan angka kematian anak kerbau sampai 100%. Calving crop anak kerbau meningkat sebesar 10% dari 13,3% pada tahun 2012 menjadi 23,3% pada tahun 2013. | en_US |
dc.identifier.isbn | 978-602-6954-16-9 | |
dc.identifier.uri | https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/7297 | |
dc.publisher | Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian | en_US |
dc.subject | kerbau, flushing, calving crop | en_US |
dc.title | KERAGAAN PETERNAKAN KERBAU DI KALIMANTAN TIMUR (STUDI KASUS DI DESA SUKOMULYO, KECAMATAN SEPAKU, KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA) | en_US |
dc.type | Book | en_US |