KERAGAAN PETERNAKAN KERBAU DI KALIMANTAN TIMUR (STUDI KASUS DI DESA SUKOMULYO, KECAMATAN SEPAKU, KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA)
Loading...
Date
2017-10
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Abstract
Kerbau dikenal sebagai ternak yang sangat adaptif di berbagai agroekosistem.
Tetapi perkembangannya kurang menggembirakan, terutama di Kalimantan Timur.
Tercatat terjadi penurunan populasi 12,9% pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2012.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui keragaan peternakan kerbau di Kalimantan Timur
khususnya di desa Sukomulyo kecamatan Sepaku kabupaten Penajam Paser Utara.
Pelaksanaan pengkajian dimulai pada tahun 2011 sampai 2014. Metode yang digunakan
adalah rapid appraisal sedangkan introduksi teknologi berupa flushing dengan
menggunakan dedak padi sebanyak 3 kg/ekor/hari. Flushing dilakukan pada kerbau
bunting 2 bulan sebelum beranak dan 1 bulan setelah beranak. Hasil pengkajian
menunjukkan bahwa permasalahan utama peternakan kerbau adalah kekurangan pakan,
kemudian diikuti oleh serangan penyakit, kurangnya pengetahuan petani dan yang
terakhir, difungsikannnya ternak sebagai pekerja beban. Permasalahan tersebut
mengakibatkan kerbau sulit berkembang di daerah ini. Sistem pemeliharaan kerbau
adalah semi intensif tradisional yaitu kerbau digembalakan di hutan pada siang hari dan
dikandangkan pada malam hari. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa introduksi
teknologi berupa flushing dapat menurunkan angka kematian anak kerbau sampai
100%. Calving crop anak kerbau meningkat sebesar 10% dari 13,3% pada tahun 2012
menjadi 23,3% pada tahun 2013.
Description
Kerbau merupakan ternak yang sangat adaptif terhadap berbagai agroekosistem.
Hal ini terlihat dari penyebarannya yang sangat luas yaitu di daerah iklim kering, daerah
pertanian yang subur, lahan rawa dan pegunungan (Triwulaningsih, 2007). Ironisnya
perkembangan kerbau di Indonesia kurang menggembirakan, termasuk di Kalimantan
Timur. Tercatat terjadi penurunan populasi 12,9% pada tahun 2014 dibandingkan tahun
2012 (BPS, 2015). Perkembangan kerbau yang rendah di Indonesia disebabkan oleh
sarana dan prasarana sistem agribisnis kerbau masih dalam tahap proses produksi masih
berada pada sistem tradisional zero cost, dimana usaha produksi belum berorientasi
pasar (Triwulaningsih, 2007). Sementara itu, Tiesnawati dan Thalib, (2011)
menyatakan bahwa penurunan populasi kerbau disebabkan oleh (a) peran kerbau
sebagai pengolah lahan pertanian diganti dengan tenaga mesin; (b) peningkatan laju
pemotongan ternak kerbau, (c) meningkatnya laju inbreeding (d) menurunnya jumlah
dan mutu pakan yang dikonsumsi karena alih fungsi lahan.
Keywords
kerbau, flushing, calving crop