Situasi Perdagangan Daging Anjing di Indonesia
No Thumbnail Available
Date
2020
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Direktorat Kesehatan Hewan
Abstract
Perdagangan daging anjing telah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia yang telah menjadi perhatian nasional dan internasional. Banyak pihak yang menuntut agar perdagangan daging anjing segera dihentikan namun hal ini tidak mudah karena menyangkut berbagai dimensi kehidupan baik sosial, politik, ekonomi, hukum, dan budaya. Pemotongan anjing dilakukan tanpa mempedulikan aspek teknis kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan. Proses pemotongan daging anjing dapat berpotensi menularkan penyakit zoonosis (rabies) dan penyakit lainnya seperti salmonella, ring worm, dan kecacingan. Menyikapi isu tersebut Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 9874/SE/ pk.420/F/09/2018 tentang Peningkatan Pengawasan terhadap Peredaran Perdagangan Daging Anjing.
Hasil survei yang dilakukan oleh Tim melalui pengisian kuisioner dan kunjungan lapangan selama periode 2018-2019 didapatkan bahwa sejumlah 47 responden petugas Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota yang tersebar di 21 provinsi dan 46 Kabupaten/Kota menggambarkan secara singkat kondisi perdagangan daging anjing di Indonesia. Aspek yang diamati yaitu wawasan responden tentang pengetahuan dasar hukum, lalulintas perdagangan anjing hidup, tindakan pengawasan perdagangan daging anjing, dan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE). Pengetahuan responden terhadap Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Pangan kaitannya daging anjing bukan kategori pangan menunjukkan bahwa 98% responden telah mengetahui undang-undang tersebut sedangkan terkait Surat Edaran Nomor 9874/ SE/pk.420/F/09/2018 menunjukan sejumlah 83% responden telah mengetahui. Kaitannya dengan kegiatan lalulintas anjing hidup sejumlah 55% responden menjawab lalulintas perdagangan anjing hidup dilengkapi dengan Sertifikat Veteriner, sedangkan 45% responden menjawab tidak dilengkapi Sertifikat Veteriner.
Survei responden juga menunjukkan 53% daging anjing hasil pemotongan dipergunakan untuk komersial dan 47% menjawab tidak dikomersialkan. Menurut Pengakuan responden anjing yang dipotong tersebut berasal dari anjing peliharaan (65%); anjing lokal (8%); anjing luar daerah (11%); anjing liar (13%) dan anjing buru afkir (3%). Menurut pengakuan responden 85% cara pemotongan anjing dilakukan dengan cara yang tidak memperhatikan aspek kesejahteraan hewan. Hasil rata-rata urgensi intervensi dalam tingkat tinggi (mendesak) 72,79% untuk merubah perilaku (practice) dan urgensi dalam tingkat sedang untuk merubah sikap (attitude) 55,74% sedangkan pengetahuan (knowledge) dalam urgensi yang cukup rendah 52,25%. Oleh karena itu, perlu peningkatan pemahaman kesejahteraan hewan melalui kegiatan KIE.
Description
Keywords
Daging Anjing, KIE, Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)