Prosiding Seminar Nasional Mewujudkan Kedaulatan Pangan pada Lahan Sub Optimal Melalui Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Prosiding Seminar Nasional Mewujudkan Kedaulatan Pangan pada Lahan Sub Optimal Melalui Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi by Subject "Agribisnis"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
- ItemAgribisnis Usaha Ternak Sapi Potong Melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (Puap) Di Kabupaten Jayapura, Papua(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Tiroja, Siska; Tiro, Batseba M W; Usman; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPerkembangan pembangunan di Propinsi Papua saat ini mulai membaik dibandingkan tahun-tahusebelumnya. Di era pemerintahan yang baru dengan semangat kerjanya yang tinggi menjadikan Papua cukumendapat perhatian. Sebagai salah satu Propinsi di Kawasan Timur Indonesia dan apabila dibandingkadengan Kawasan Barat Indonesia, dalam perkembangannya berbagai sektor pembangunan cukup lambanamun demikian apabila ditinjau berdasarkan potensi sumberdaya alam dan ketersediaan hijauan (padanpenggembalaan) sangat potensial bagi pengembangan ternak bila ditinjau dari potensi sumber daya alamnyaKebijakan dan program yang telah ditetapkan untuk mencapai sasaran pembangunan peternakan di Papusalah satunya yaitu melalui program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) terutama ditinjau daagribisnis usaha ternak sapi potong yang merupakan komoditi unggulan di kabupaten Jayapura. Berbaga upaya terus dilakukan melalui pengembangan kawasan produksi peternakan, mengembangkan usahagribisnis berbasis komoditas melalui pengembangan agribisnis peternakan, dan menyediakan sarana dan prasarana pendukung sarana produksi. Oleh karena itu perlu diinformasikan potensi pet ernakan, ketersediaadan dukungan teknologi pakan sapi dalam mendukung teknologi usaha ternak sapi sehingga upaya untumengembangkan agribisnis usaha ternak sapi potong ditingkat peternak dapat tercapai.
- ItemProspek Pengembangan Jeruk Pamelo Mendukung Kawasan Taman Teknologi Pertanian Di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Sarintang; Muhammad, Thamrin; Santoso, Agung Budi; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuSulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah pengembangan Taman Teknologi Pertanian (TTP) dari lima provinsi di Indonesia. Lokasi TTP dilaksanakan di Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) dan merupakan salah satu kekuatan inti perekonomian daerah yang selama ini baru dikelola sampai skala regional. Salah satunya adalah sentra budidaya jeruk pamelo (jeruk besar) di Kabupaten Pangkep. Di kabupaten ini terdapat dua kecamatan sentra pengembangan jeruk, yakni Kecamatan Marang dengan potensi areal 350 ha dengan jumlah 70.000 pohon dan Kecamatan Labakkang seluas 170 ha dengan 34.000 pohon. Hal yang unik dari Kabupaten Pangkep, khususnya pada dua kecamatan tersebut adalah bahwa struktur tanah dan kandungan unsur hara dalam tanah yang sangat mendukung untuk pengembangan budidaya jeruk. Pengembangan agribisnis jeruk besar dipersyaratkan dengan daya saing kuat yang ditunjukkan oleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik, dan mampu menghasilkan produk dengan jumlah dan ragam sesuai dengan kebutuhan pasar. Untuk mewujudkan hal tersebut , perlu peningkatan efektivitas pengelolaan kebun jeruk besar melalui perbaikan kualitas bibit, perbaikan manajemen pengelolaan usahatani dan perbaikan manajemen produksi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk. Orientasi pengembangan agribisnis jeruk besar sangat terkait dengan pembangunan masyarakat lokal, melalui pendekatan terpadu, untuk menggerakkan berbagai sumberdaya sebagai kekuatan utama untuk mewujudkan pengembangan agribisnis jeruk besar yang berkelanjutan. Masalah-masalah dalam agribisnis jeruk besar untuk mendukung pengembangan kawasan hortikultura pada beberapa subsistem hulu, on farm dan hilir adalah : (1) belum maksimalnya dukungan teknologi; (2) perlunya peningkatan keterampilan teknis petani; (3) relative rendahnya dukungan informasi teknologi; (4) kurang intensifnya pendampingan; (5) masih rendahnya bargaining position; (6) belum dilakukan grading; (7) belum adanya legalitas hokum kelembagaan petani; (8) kurangnya pengetahuan tentang spesifikasi mutu produk dan (9)rendahnya market intelligence