Browsing by Author "Zakariya, Faizal"
Now showing 1 - 5 of 5
Results Per Page
Sort Options
- ItemBuletin Veteriner Farma Volume XVI Nomor 1 Tahun 2021(Pusat Veteriner Farma, 2021) Pangesti, Rinasti Rida; Saputri, Petri Nandatina; Setyorinie, Evy Indah; Manaf, Abd; Sjolichah, Nur; Hartanti, Febri; Winarko, Yudi; Cahyani, Jossie Intan; Prasetyowati, Sapto Rini Budi; Zakariya, Faizal; Lestari, Dwi Kurnia; Pusat Veteriner FarmaBuletin Veteriner Farma Volume XVI Nomor 1 Tahun 2021 • Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Titer Antigen Newcastle Disease (ND) • Pengujian Masa Kadaluarsa Antigen Mycoplasma • Respon Imun terhadap Antigen AI H9NI Isolat Sidrap dan Isolat South Sulawesi pada Ayam yang Divaksinasi ND-AI H9N2 Isolat Sidrap • Surveilans PMK Berbasis Resiko Sebagai Upaya Pembuktian Ketidakberadaan Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia Tahun 2020
- ItemInvestigasi Kasus Kematian Rusa di Kabupaten Jeneponto dan Identifikasi Faktor Resiko yang Mempengaruhinya(Balai Besar Veteriner Maros, 2014) Zakariya, Faizal; Supri; Hendrawati, Ferra; Suardi; Liany; Perpustakaan Balai Besar Veteriner MarosLaporan investigasi kasus kematian rusa di Kabupaten Jeneponto, diawali dari permohonan investigasi dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Sulawesi Selatan, yang menjelaskan bahwa telah terjadi kematian satu ekor rusa jantan milik H. M. Yusuf Gau pada tanggal 19 Agustus 2014, dengan gejala klinis keluarnya darah dari lubang hidung dan anus. Tujuan investigasi BBV Maros dilakukan untuk mengidentifikasi faktor penyebab kausatif dan faktor resiko yang mempengaruhinya serta memberikan saran dalam pengendalian dan pencegahannya. Berdasarkan pengamatan lapang, rusa dipelihara secara ekstensif mixing spesies dengan anoa, domba dan kambing pada padang savana seluas 4 hektar persegi dengan pagar tembok setinggi 2,5 m2, dengan populasi awal rusa sebesar 70 ekor. Kematian rusa terjadi sejak 1 hingga 20 agustus 2014, dengan tingkat kematian rata rata per hari 2%, dan kematian kumulatif sebesar 9%. Pemberian pakan hanya berupa daun jagung dan air minum berupa air kolam tanpa perlakuan. Pengamatan lapang menunjukkan rata rata rusa tampak kurus, bulu kusam dan berdiri. Pengambilan sampel dilakukan pada rusa dengan gejala klinis diare profus berdarah dan hidung berdarah, berupa swab nasal, swab anus, ulas darah, feses dan serum. Perlakuan yang diberikan berupa pemberian multivitamin dan antibiotika tetracycline secara intra muskuler. Diagnosa kausatif menunjukkan bahwa penyebab kematian rusa adalah infestasi parasit darah Babesia sp dan Theileria sp. Tindakan pengendalian dan pencegahan yang dapat dilakukan adalah pengobatan intra musculer dengan tetracycline, dan multivitamin pada hewan yang di duga terserang, melakukan perbaikan sistem nutrisi dan teknik pemeliharaan satwa liar terutama menghindari sistem pemeliharaan ekstensif mixing species serta monitoring kesehatan safwa secara berkala.
- ItemProsedur Operasional Baku Surveilans Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) / Standard Operating Procedure (SOP) Surveillance of Foot and Mouth Disease (FMD)(Pusat Veteriner Farma, 2020) Suganda, Agung; Prasetyowati, Sapto Rini Budi; Zakariya, Faizal; Lestari, Dwi Kurnia
- ItemSurveilans Pembuktian Status Provinsi Papua Bebas Historis Rabies Tahun 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Hendrawati, Ferra; Zakariya, Faizal; Ratna; Supri; Putra, Anak Agung Gde; Polos, NyomanRabies merupakan penyakit zoonosis yang dapat mengganggu ketentraman batin yang dapat berakhir dengan kematian. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi yang masih terkategorikan bebas rabies secara historis, sesuai lampiran SK Menteri Pertanian Nomor 1906 Tahun 1999 tentang Pemasukan Anjing, Kucing, Kera dan Hewan Sebangsanya ke Wilayah atau Daerah Bebas di Indonesia. Namun demikian, belum pernah dilakukan pengkajian ilmiah pembuktian status bebas rabies di Provinsi Papua. Tujuan Penelitian ini adalah untuk membuktikan wilayah Provinsi Papua masih dapat dinyatakan bebas rabies Kolaborasi surveilans telah dilakukan bersama sama antara Balai Besar Veteriner Maros, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Papua, dan Karantina Pertanian Klas I Jayapura mulai tahun 2017 sampai dengan 2018. Identifi kasi survei estimasi populasi anjing di Papua menunjukkan hasil estimasi populasi anjing sebesar 1.069.633 ekor dengan kepadatan antara 3 - 4 ekor/m2, anjing dipelihara dengan pola dilepas liarkan (owned free-roaming dog). Kondisi ini rawan apabila virus rabies masuk di provinsi Papua. Deteksi Antigenik rabies dilakukan secara sequential diagnostik (Uji seller’s, Fluorecent antibody Technique (FAT) dan Biologis) sedangkan pengujian titer antibodi dilakukan dengan teknik Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Hasil surveilans menunjukkan bahwa 74 ekor kasus gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) tidak satupun yang terindikasi tertular rabies, meskipun korban GHPR tidak memperoleh Vaksin Anti Rabies (VAR). Sampel 137 otak anjing yang telah diuji secara sequential diagnostik menunjukkan hasil negatif rabies dan 89 serum anjing tahun 2017 seronegatif sedangkan tahun 2018 sebanyak 246 serum seronegatif rabies. Hasil keseluruhan data surveilans tersebut memberikan bukti bahwa wilayah Provinsi Papua masih berstatus bebas rabies secara historis. Mempertimbangkan sosial budaya, topografi , luas wilayah, serta pengetahuan masyarakat maka upaya mencegah rabies harus terus menerus dilakukan beserta melakukan tindak pemberantasan rabies di pulau pulau perbatasan (preemptive program).
- ItemSurveillans Deteksi Antigenik dan Respon Imun Pasca Vaksinasi pada Program Pembebasan Classical Swine Fever di Propinsi Sulawesi Utara Tahun 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Hendrawati, Ferra; Zakariya, Faizal; Muflihanah; Mutisari, Dewi; Ratna; Supri; Pricillia, Kartika; Suanti; Firdaus, Taman; Tioho, Hana; Hadi, Sulaxono; Putra, Anak Agung GdePopulasi babi di Propinsi Sulawesi Utara sangat tinggi, komoditas ternak babi sebagai satu aset perekonomian terpenting. Kasus Clasical Swine Fever (CSF) pertama kali terjadi di Sulawesi Utara pada tahun 1996. Pengendalian CSF yang sudah dilakukan adalah vaksinasi, desinfeksi dan pembatasan lalu lintas ternak babi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah memberikan 150.000 dosis vaksin, Balai Besar Veteriner Maros dan Pemerintah daerah Sulawesi Utara ditugaskan untuk melakukan Vaksinasi dan surveillans CSF. Surveillans CSF bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus CSF dan mengukur tingkat protektifitas kekebalan pasca vaksinasi CSF. Vaksinasi dilakukan pada peternakan dan babi berisiko yaitu peternakan skala menengah ke bawah (≤ 500 ekor). Probability Proporsive Sampling (PPS) dilakukan untuk memilih 1110 ekor babi pra vaksinasi dan 2261 ekor pasca vaksinasi. Keberadaan Antigenik CSF didapatkan dari 723 ekor dengan sampling non rambang convinient by judgement pada babi yang menunjukkan gejala demam. Deteksi Antigenik dilakukan dengan pengujian Konvensional Polymerase Chain Reaction (PCR), Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) antigenik, Immunohistokimia (IHK) yang dilakukan secara pararel. Protektifitas imun respon diukur dengan menggunakan Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) antibodi. Hasil surveillans menunjukkan bahwa vaksinasi telah dilakukan pada 149.463 ekor (99,8%), Tingkat protektifitas kekebalan pravaksinasi sebesar 8,02% dan pasca vaksinasi sebesar 82,84%. Peningkatan protektifitas pasca vaksinasi sebesar 74,82%. Penyakit CSF masih ditemukan di Sulawesi Utara (1,38%) dengan sebaran di kabupaten Tomohon, Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Tenggara dan Kepulauan Talaud. Faktor risiko yang ditemukan adalah penerapan biosekuriti buruk, dan pelaporan sindromik CSF serta vaksinasi rutin lemah. Timbulnya penyakit CSF harus menjadi perhatian bersama terutama peternak babi dan pemerintah daerah. Menurunkan jumlah kasus pada saat rentang waktu berisiko (high risk period) adalah cara yang paling efektif mengendalikan kasus CSF dilapangan. Perbaikan penerapan vaksinasi dan biosekuriti harus dilakukan agar dapat segera bebas dari CSF.