Browsing by Author "Winarto, Loso"
Now showing 1 - 8 of 8
Results Per Page
Sort Options
- Item1. Adopsi Teknologi PTT Padi Berbasis Limbah Cair Pabrik Gula Kwala Madu (Langkat) Menuju Pertanian Bioindustri di Sumatera Utara(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Wasito; Rinaldo; Hermanto, Catur; Winarto, Loso; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPertanian bioindustri sebagai konsep pengembangan pertanian, tidak semata-mata berbasis sumberdaya alam namun juga industri. Pertanian bioindustri memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan, serta produk lain yang dikelola menjadi bioenergi serta bebas limbah dengan menerapkan prinsip mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang. Pemanfaatan limbah cair Pabrik Gula Kwala Madu (PGKM) di Langkat yang mengandung senyawa organik dan anorganik pada usahatani padi mempunyai banyak manfaat dalam mewujudkan pertanian bioindustri. Untuk itu, telah dilakukan pengkajian pemanfaatan limbah cair PGKM (P1: pupuk organik + anorganik) pada usahatani padi di Desa Sambirejo dan Sendangrejo, Kabupaten Langkat (2013, 2014); serta tanpa limbah cair (P0 pupuk anorganik). P1 atau P0 masing-masing melibatkan 5 petani. Parameter utama yang diamati, yaitu adopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT), persepsi terhadap PTT padi berbasis limbah cair PGKM menuju pertanian bioindustri, dan analisis lainnya. Analisis Cohran dan himpunan digunakan untuk mengukur senjang hasil dan adopsi teknologi PTT. Hasil kajian, terjadi senjang adopsi teknologi PTT mencapai 0,25–0,35 (P1> P0), sedangkan senjang hasil sekitar 0,10–0,15 (P1>P0). Kondisi biofisik, cekaman abiotik, iklim, modal sebagai penghambat adopsi teknologi pada PTT padi. Persepsi terhadap PTT padi berbasis limbah cair PGKM menuju pertanian bioindustri dengan nilai akhir 3,83 (nilai ideal=5,00), perlu mengejar ketertinggalan 1,17 (22,23%). Analisis secara kualitatif, limbah cair pabrik gula memberi keunggulan pada produktivitas padi, bermanfaat ganda, mencegah pencemaran dan daya guna air, sehingga menghemat cadangan air bersih dan sebagai penyubur tanah. Hal ini mempunyai manfaat dalam mewujudkan pertanian bioindustri.
- ItemKajian pengendalian hama spodoptera exigua pada tanaman bawang merah dengan agensia hayati(BB Biogen, 2013-12) Winarto, Loso; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianKajian pengendalian hama spodoptera exigua pada tanaman bawang merah dengan agensia hayati di Kebun fisitor BPTP Sumatera Utara. Agensia hayati yang digunakan adalah: 1) Beauveria bassiana kerapatan konidia 108, 2). Metarrhizium anisopliae kerparatan konidia 108, 3).Ekstrak daun mimba 200 g/l air, 4).Ekstrak daun mindi 200 g/l air 5). Ekstrak daun tembakau 50 g/l air. 6). Kontrol (tanpa perlakuan) dan disusun pada rancangan acak kelompok (RAK).sertiap perlakuan di ulang 4 kali. Bawang merah yang di tanam varietas kuning yang di tanam pada bedengan berukuran 1,2 x 4 cm, jarak tanam 20 x 20 cmjarak antar perlakuan 50 cm, jarak antar ulangan 100 cm, tinggi bedengan 40 cm. Untuk pemeliharaan tanaman di berikan pupuk kadang 20 t/ha, pupuk 400 kg TSP/ha, 200 kg Urea/ha, 200 kg KCl/ha. Urea diberikan 2 kali pemebrian pertama 10 hst, yang kedua 25 hst. Parameter yang diamati 1).Presentase serangan Spodoptera exigua dan 2) Produksi. Hasil dari pengkajian ini adalah. Agensia hayati entomopatogen Jamur Beauvaria bassiana dan M. anisopliae efektif untuk mengendalikan hama spoptera exiguan pada bawang merah. Sedangkan agensia hayati yang berasal dari ekstrak Nabati yang efektif adalah Daun Mimba kemudian disusul oleh daun mindi. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan jamur Beauveria bassiana dan M. Anisopliae.
- ItemPengaruh Pemberian Pupuk N dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah(Indonesian Center for Horticulture Research and Development, 2010-03-30) Napitupulu, Delima; Winarto, Loso
- ItemSistem Integarsi Padi dan Ternak Sapi di Desa Lubuk Bayas Titik Tumpuan Pertanian Bioindustri di Perbaungan Sumatera Utara(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015-10) Khairiah, Khairiah; Rinaldo, Rinaldo; Hermanto, Catur; Wasito, Wasito; Winarto, Loso; Balai Besar Penelitian Tanaman PadiPengembangan sistem integrasi padi dan ternak (SIPT) sapi telah terjadi secara berkelanjutan di kelompok tani Mawar, Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengetahui SIPT sebagai titik tumpuan mewujudkan pertanian bioindustri, atau pengembangan pertanian berbasis sumberdaya alam dan industri, memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan yang dikelola menjadi bioenergi serta bebas limbah dengan menerapkan prinsip mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang. Telah dilakukan kajian dan pengumpulan data primer secara cross-sectional dan review hasil kajian. Kajian diawali dengan mengamati dan melibatkan diri pada komunitas petani (innovator, adopter) dan petugas lapangan dalam konteks yang alami (natural setting), diskusi kelompok terfokus dan wawancara mendalam. Parameter pengukuran utama adalah keberlanjutan SIPT meliputi aspek : Z1 : sosial : persepsi pengelolaan SIPT (bt : 0,30); Z2 : ekonomi = persepsi pemenuhan kebutuhan pokok (bt : 0,50); Z3 : ekologi = persepsi keberlanjutan SIPT (bt : 0,10); Z4 : kelembagaan : persepsi pengaturan fungsi kelembagaan (bt : 0,10). Analisis deskriptif untuk menganalisis metode pendekatan secara kualitatif, untuk menemukan makna yang melandasi SIPT sebagai titik tumpuan mewujudkan pertanian bioindustri. Hasil kajian, persepsi terhadap inovasi SIPT berdimensi keberlanjutan (aspek sosial, ekonomi, ekologi, kelembagaan) menghasilkan nilai total 3,12, sementara nilai ideal adalah 5,00. Untuk mengejar ketertinggalan 37,60 persen perlu upaya pembenahan pelaksanaan SIPT. SIPT sebagai inovasi pertanian yang ramah lingkungan, berwawasan agribisnis, dan dapat mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan. Selain itu, SIPT sebagai titik tumpuan dalam mewujudkan pertanian bioindustri di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai
- ItemTanaman Bermanfaat Untuk Kesehatan(BPTP Sumatera Utara, 2015) Winarto, Loso; BPTP Sumatera UtaraSalah Satu Tanaman yang ditanam di pekarangan adalah tanaman yang bermanfaat untuk kesehatan keluarga akhir-akhir ini lebih populer dimata masyarakat, pengobatan cendrung kembali ke tanaman yang digunakan secara tradisional. Keanekaragaman budaya disertai dengan keanekaragaman sumber daya genetik menghasilkan pula keanekaragaman pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya genetik untuk keperluan obat-obatan. Meningkatnya penggunaan obat tradisional didasari oleh harga obat-obatan buatan pabrik yang sangat mahal, sehingga masyarakat mencari alternatif pengobatan yang lebih murah. Efek samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional sangat ekcil dibandingkan dengan obat buatan pabrik.
- ItemTeknik Pembibitan Kentang Berkualitas(BPTP Sumatera Utara, 2007) Winarto, Loso; Yufdy, M. Prama; Fadly, Muhammad; BPTP Sumatera UtaraDi Indonesia belum ada petani yang mengkhususkan diri memproduksi bibit kentang (penangkar bibit). Mereka bertanam kentang hasilnya sebagian untuk bibit dan sebagian untuk konsumen. Hal ini disebabkan karena menghasilkan bibit kentang yang berkualitas tinggi diperlukan biaya yang mahal dan penanganan yang sulit. Produksi kentang di indonesia pada umumnya dipakai sebagai (20,5%), sedangkan untuk konsumsi sekitas 74%, selebihnya untuk industri dan bahan buangan. Menurut survei pada 32 petani kecil di Pengalengan, Jawa Barat, rata-rata hanya 9% dari hasil panen digunakan untuk bibit. Dari seluruh biaya produksi kentang, 35% adalah untuk pembelian bibit impor. Luas tanam dan produksi kentang di Indonesia tiap tahun meningkat, begitu juga di Sumatera Utara. Pembibitan kentang adalah mengusahakan pertanaman yang hasilnya diarahkan untuk dipergunakan sebagai bahan ditanam kembali pada pertanaman yang akan datang. Oleh karena itu dasar-dasar bercocok tanam sama dengan pertanaman untuk konsumsi. Perbedaan didalam pertanaman pembibitan kentang adalah pada pemeliharaan, proteksi tanaman dan pembuangan tanaman-tanaman yang berbeda dengan varietas yang ditanam (Roguing) harus lebih intensif. Dengan kata lain seleksi merupakan syarat mutlak pada pertanaman pembibitan. Tanpa seleksi maka besarnya serangan virus dari generasi ke generasi akan meningkat dan akan terjadi degenerasi bibit dan akibatnya produksi akan menurun.
- ItemTeknologi Budidaya Kedelai Untuk Mengoptimalisasi Sela Tanaman Kelapa Sawit Yang Belum Menghasilkan (TBM)(BPTP Sumatera Utara, 2014) Sebayang, Lukas; Winarto, Loso; BPTP Sumatera UtaraKedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Kedelai memiliki posisi strategis dan penting sebagai komoditas tanaman pangan di Provinsi Sumatera Utara dan termasuk enam besar penghasil kedelai di Indonesia. Kebijakan strategis yang perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing kedelai nasional adalah pemilihan wilayah pengembangan yang sesuai, peningkatan produktivitas melalui manajemen usahatani, kebijaksanaan tarif import yang memadai untuk mendorong adopsi teknologi dan peningkatan produksi. Di Sumatera Utara membutuhkan 52.560 ton kedelai, sementara yang bisa dihasilkan hanya dapat memenuhi 14.142 ton (26,90%) dari kebutuhan. Produksi tersebut diperoleh dari luas panen yang semakin berkurang dengan produktivitas yang relatif konsisten namun masih rendah yaitu sebesar 1,05 t/ha. Lahan usahatani kedelai umumnya lahan sawah tadah hujan, dan sawah irigasi. Faktor utama penurunan produksi kedelai adalah semakin rendahnya minat petani terhadap usahatani kedelai yang sering tidak menguntungkan, karena lemahnya permodalan, dukungan kelembagaan dan penguasaan teknologi. Salah satu alternatif pengembangan lahan untuk dapat ditanami kedelai di Sumatera Utara cukup besar, yaitu bisa di tanam sebagai tanaman sela di antara tanaman kelapa sawit yang masih berumur 1-3 tahun dan tanaman karet yang belum menghasilkan baik perkebunan rakyat maupun perkebunan PTPN dan perkebunan Swasta.
- ItemTeknologi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Kubis(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, 2015) Winarto, Loso; Sebayang, LukasDalam upaya mengatasi upaya masalah hama/penyakit tanaman kubis, pada umumnya para petani menekankan pada pengedalian secara kimiawi. Menurut laporan Woodford et al. ( 1981 ), biaya penggunaan pestisida pada tanaman kubis yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Bandung sebesar 30% dari total biaya produksi. Umumnya pestisida digunakan secara insentif, baik secara tunggal maupun campuran dari beberapa jenis pestisida, dengan konsentrasi penyemprotan melebihi rekonmendasi dan interval penyemprotan yang pendek, 1-2 kali/seminggu (Sastrosiswojo 1987). Dampak negatif yang timbul sebagai akibat penggunaan pestisida yang insentif tersebut antara lain adalah : (1) hama ulat daun kubis (Plutella xylostella L.) menjadi resisten terhadap beberapa jenis insektisida kimia dan mikroba (Sastrosiwojo et al.1989; Setiawati 1996), (2) resurgensi hama P. Xylostella terhadap Asefat, permetrin dan kuinalfos (Sastrosiswojo 1988), (3) residu pestisida yang dapat membahayakan konsumen kubis ( Soeriaatmadja & Sastrosiswojo 1988), dan (4) terganggunya kehidupan dan peranan parasitoid Diadegma semiclausum sebagai musuh alami penting hama P. Xylostella (Sastrosiswojo 1987).