Browsing by Author "Varton, Sevina Lorenza"
Now showing 1 - 3 of 3
Results Per Page
Sort Options
- ItemPembuatan Teh Bunga Telang Di Kelompok Wanita Tani (KWT) Dumay Perumahan Pamulang Estate Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten(Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia, 2022-09-21) Varton, Sevina Lorenza; Politeknik Enjiniring Pertanian IndonesiaPROPOSAL PKL 1.2019.THP.PENDAHULUAN.Masa pandemi virus corona mengakibatkan perubahan pada kehidupan manusia. Himbauan kepada masyarakat untuk tetap berada di rumah dan membatasi aktivitas di luar membuat jenuh sebagian besar masyarakat. Dibutuhkan kegiatan baru yang dapat meminimalisir kejenuhan pada kondisi seperti ini. Banyak alternatif kegiatan yang dapat mengatasi kejenuhan salah satunya adalah bercocok tanam. Selain dapat meminimalisir kejenuhan, bercocok tanam dapat membuat halaman rumah menjadi lebih asri dan dapat memanen hasil tanaman sendiri bahkan dapat dijadikan sebuah produk yang memiliki nilai jual. Tanaman yang dapat dipilih untuk bercocok tanam yaitu Telang. Tanaman bunga telang dikenal dengan nama butterfly pea, sedangkan bahasa ilmiah adalah Clitoria ternatea. Di Indonesia sendiri, bunga telang ini memiliki banyak nama. Seperti di Sumatera, bunga telang dikenal dengan nama bunga biru atau bunga kelentit, di Jawa, ia dikenal dengan nama kembang teleng atau menteleng; di Sulawesi, bunga ini disebut dengan bunga talang atau temanraleng, Menurut penelitian Tmannetje dan Jones (1992), bunga telang dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi tanah berpasir, tahan terhadap kekeringan dengan curah hujan 500-900mm/tahun, dan mampu berkompetisi dengan gulma (tumbuhan pengganggu). Bunga telang cukup baik untuk dijadikan sebagai tanaman penutup tanah karena perkembangannya yang cukup cepat dan mudah. Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian Hall (1992), Gomes and Kalamani (2003), dan Cook et al. (2005) tentang bunga telang. Pertumbuhan bunga telang sendiri terbilang mudah karena tergolong tumbuhan liar dan pertumbuhannya merambat. Bunga yang oleh sebagian masyarakat dianggap hanya tanaman biasa ternyata memiliki khasiat yang luar biasa jika dikonsumsi. Tanaman Telang (Clitoria ternatea) atau Butterfly pea merupakan Bunga telang merupakan salah satu jenis tanaman merambat yang banyak dijumpai di hutan maupun di pekarangan rumah penduduk yang biasanya digunakan sebagai tanaman hias. Tanaman yang umumnya memiliki bunga berwarna biru terang, putih, pink dan ungu ini dapat dimanfaatkan untuk beraneka ragam keperluan seperti sebagai pewarna makanan, kue serta sebagai bahan dasar pembuatan minuman (Purwandhani et all., 2019). Di dalam bunga telang terkandung tanin, flobatanin, karbohidrat, saponin, triterpenoid, fenolmfavanoid, flavanol glikosida, protein, alkaloid, antrakuinon, antisianin, stigmasit 4-ena-3,6 dion, minyak volatil dan steroid (Budiasih, 2017). KWT Dumay Kecamatan Pamulang merupakan salah satu dari banyaknya KWT binaan BPP Jombang yang salah satu kegiatannya yaitu pengolahan bunga telang. Berdasarkan hal tersebut saya ingin melakukan kegiatan pengkajian dan belajar bersama ibu-ibu KWT Dumay dalam Pembuatan Teh Bunga Telang di KWT Dumay Kecamatan Pamulang.
- ItemPenerapan Mesin Rice Milling Unit dalam Proses Produksi Beras Organik di Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) Gapoktan Sidomulyo(Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia, 2022-09-21) Varton, Sevina Lorenza; Politeknik Enjiniring Pertanian IndonesiaPROPOSAL PKL 2.2019.THP.PENDAHULUAN.Pascapanen padi adalah tahapan kegiatan yang meliputi pemungutan malai (pemanenan), perontokan gabah, penampian, pengeringan, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan sampai siap menjadi beras untuk dipasarkan atau dikonsumsi. Penanganan pascapanen bertujuan untuk menurunkan kehilangan hasil, menekan tingkat kerusakan serta meningkatkan daya simpan dan daya guna komoditas untuk memperoleh nilai tambah (Setyono, Nugraha dan Sutrisno, 2008). Salah satu masalah yang dihadapi petani dalam penanganan pascapanen pengolahan padi adalah alat mesin penggilingan yang tidak bekerja dengan optimal. Hal tesebut antara lain terjadi karena umur penggilingan padi, perawatan, dan cara pengoperasian yang tidak sesuai dengan standar. Data BPS pada tahun 2012 melaporkan bahwa di Indonesia jumlah penggilingan padi sebanyak 182.199 unit, terdiri atas 2.076 penggilingan padi berskala besar, 8.628 penggilingan padi skala menengah, dan 171.495 unit penggilingan padi skala kecil (Media, 2017). Skala usaha industri jasa penggilingan padi ditentukan oleh besar kecilnya kapasitas giling terpasang yang dimiliki suatu penggilingan padi. Suatu penggilingan padi digolongkan sebagai penggilingan padi berskala kecil bila kapasitas penggilingannya tidak lebih dari 1500 kg beras per jam (Departemen Pertanian, 2001). Menurut data tahun 1990- 1997, yang dirilis oleh Departemen Pertanian RI (1998), lebih dari 50% penggilingan padi yang ada di Indonesia tergolong dalam penggilingan padi dengan skala kecil dan lebih dari 36% adalah rice milling unit (RMU), yang dari segi kapasitas juga termasuk penggilingan padi kecil. Terdapat dua jenis teknologi yang diterapkan saat ini oleh pabrik penggilingan padi di Jawa khususnya di Jogjakarta yaitu single pass dan double pass atau multiple pass. Teknologi single pass terdiri dari sekali pemecah kulit dan sekali penyosohan. Sedangkan double pass atau multiple pass adalah teknologi dimana gabah setelah satu kali pecah diayak untuk memisahkan beras pecah kulit (PK) dengan gabah yang belum menjadi PK (Swastika, 2012) RMU merupakan teknologi penggilingan gabah skala besar yang berperan penting dalam proses penanganan pascapanen gabah. RMU membantu mempercepat proses pengolahan gabah menjadi beras mengingat kebutuhan beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Produksi beras pada 2021 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sebesar 31,69 juta ton, mengalami kenaikan sebanyak 351,71 ribu ton atau 1,12 persen dibandingkan produksi beras di 2020 yang sebesar 31,33 juta ton. (BPS,2021) Mesin penggilingan gabah sudah banyak digunakan oleh industri atau usaha penggilingan gabah disetiap daerah termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satunya pada usaha tani yang berada di Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman yaitu Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sidomulyo. Tidak hanya mengolah, LDPM Sidomulyo juga memberdayakan anggota kelompok dan 19 Gapoktan mitra lainnya untuk menjaga kontinuitas pasokan beras ke pembeli (Wibowo, 2018) Salah satu peran keberhasilan Gapoktan Sidomulyo untuk tetap dapat memenuhi permintaan pasar akan pasokan beras secara kontinyu yaitu adanya mesin penggiling padi besar (PPB) dengan tenaga penggerak besar (>60 HP) dan berkapasitas produksi lebih dari 1000 ton/jam, dengan menggunakan sistem kontinyu maupun diskontinyu. PBB sistem kontinyu terdiri dari satu unit penggiling padi lengkap, termasuk mesin pemecah kulit, ayakan, dan penyosoh yang beroperasi secara kontinyu memproses gabah menjadi beras giling (Ulfa dan Hariyadi, 2014) Ketika mesin mesin penggilingan padi besar tersebut peroperasi selama 1000 ton/jam maka perlu dilakukan perawatan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada mesin selama mesin beroperasi. Perawatan dilakukan suatu industri agar dapat mempertahankan dan menambah suatu daya dukung mesin selama melakukan proses produksi sebuah produk (Kurniawan dan Fajar, 2013). Maka dari itu perlu dilakukan perawatan pada mesin RMU yang ada di LDPM Gapoktan Sidomulyo secara periodik, terjadwal, dan terencana agar mesin dapat berfungsi dengan maksimal selama proses produksi
- ItemPengaruh Suhu Dan Lama Waktu Penggorengan Terhadap Penerimaan Konsumen Keripik Tempe Di Rumah Tempe Indonesia(Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia, 2022-09-01) Varton, Sevina Lorenza; Politeknik Enjiniring Pertanian IndonesiaKeripik tempe adalah makanan yang dibuat dari tempe kedelai berbentuk lempengan/irisan tipis dengan proses penggorengan sehingga diperoleh produk bertekstur renyah siap konsumsi. Pengolahan produk turunan tempe menjadi keripik tempe ini perlu dilakukan baik. Salah sat dengan perlakuan teknik penggorengan keripik dengan metode atmosferik menggunakan suhu 100 OC. Tujuan penelitian ini yaitu: mengetahui suhu dan lama waktu penggorengan yang optimal untuk menghasilkan produk keripik tempe yang disukai. Faktor yang diteliti yaitu kadar air, kadar protein, tingkat kerenyahan, organoleptik warna, rasa, aroma, dan kerenyahan dengan suhu penggorengan 140 OC, 150 OC, dan160 OC dengan lama waktu penggorengan 3, 5, dan 7 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keripik tempe terbaik adalah pada perlakuan penggorengan dengan suhu 160oC dan waktu penggorengan selama 7 menit (T3t3) dengan nilai kadar air sebesar 4.06%, tingkat kerenyahan sebesar 87125.41 N/m2 dan kadar protein sebesar yaitu 12.54%, dengan rata-rata penerimaan uji organoleptik keseluruhan 4.2 (sangat suka).