Browsing by Author "Susanto, Andriko Noto"
Now showing 1 - 20 of 23
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisis Kelayakan Finansial Teknologi Usahatani Padi Sawah di Desa Woegeren, Kecamatan Mako. Kabupaten Buru Maluku(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Susanto, Andriko Noto; Hidayah, Ismatul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian yang bertujuan untuk menentukan kelayakan financial teknologi introduksi dan teknologi asli usahatani padi sawah, titik impas tambahan produksi padi dan titik impas harga padi yang telah dilakukan pada petani padi sawah irigasi di desa Waegeren, kecamatan Mako, kabupaten Buru pada tahun 2005. Digunakan metode pemahaman pedesaan secara partisipatif terhadap dua kelompok petani yaitu kooperator dan non-kooperator. Data yang dikumpulkan meliputi data komponen produksi. Hasi penelitian menujukkan bahwa usahatani yang dikelola petani kooperator dengan menerapkan teknologi introduksi mampu memberikan keuntungan yang lebih besar dibanding usahatani yang dikelola petani non-kooperator, dengan nilai R/C masing-masing yaitu 1,71 (petani kooperator), 1,53 (petani non-kooperator minimal), 1,41 (petani non-kooperator maksimal) dan 1,54 (petani non-kooperator rta-rata). Hasil analisis marginal R/C menunjukkan bahwa perubahan komponen teknologi petani yang disesuaikan dengan teknologi introduksi secara financial layak dilakukan karena setiap Rp. 1,00 tambahan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masin kelompok petani non-kooperator akibat mengganti komponen teknologi menyebabkan diperolehnya tambahan penerimaan masing-masin sebesar Rp. 1,87 (non-kooperator minimal), Rp 4,68 (non-kooperator maksimal) dan Rp. 2,11 (non-kooperator rata-rata). Usahatani pola introduksi layak diterapkan dengan titik impas tambahan produksi yang harus dicapai untuk masing-masing kelompok petani non-kooperator yaitu 1441,34 kg GKG/ha (minimal) 256,37 kg GKG/ha (maksimal dan 829,99 kg GKG/ha (rata-rata). Dengan tambahan produksi sebesar 2.700 GKG/ha (minimal), 1.200 GKG/ha (maksimal) dan 1,750 GKG/ha (rata-rata) pada petani non-kooperator maka perubahan komponen teknologi tersebut layak dilakukan jika penurunan harga tidak sampai dibawah tititk impas harga yaitu Rp. 1.099,10/kg
- ItemAnalisis Kelayakan Finansial Teknologi Peningkatan Produktivitas Lahan Berbasis Tanaman Pangan pada Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Buru(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hidayah, Ismatul; Susanto, Andriko Noto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian ini bertujuan untuk menentukan kelayakan finansial teknologi peningkatan produktivitas lahan berbasis tanaman pangan pada lahan sawah irigasi. Kajian pola tanam telah dilakukan pada petani lahan sawah irigasi di desa Waekasar, Kecamatan Mako, Kabupaten Buru pada tahun 2006. Digunakan metode pemahaman pedesaan secara partisipatif terhadap dua kelompok petani yaitu petani non kooperator (pola tanam asli) dan kooperator (pola tanam introduksi). Data yang dikumpulkan meliputi data komponen produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani dengan pola tanam petani maupun pola tanam introduksi layak secara finansial untuk diusahakan, namun usahatani dengan pola tanam introduksi mampu memberikan keuntungan yang lebih besar dibanding pola tanam asli petani dengan nilai R/C dan keuntungan masing-masing yaitu padi – padi – bero 1,60 keuntungan Rp 5.384.675 (pola tanam petani ), sedangkan pola tanam introduksi yaitu padi – padi – kedelai 1,61 dengan keuntungan Rp 8.921.675, padi – padi – kacang hijau 1,53 dengan keuntungan Rp 7.961.675, padi – kedelai – kedelai 1,57 dengan keuntungan Rp 9.389.175, padi – kedelai – kacang hijau 1,50 dengan keuntungan Rp 8.429.175, padi – kacang hijau – kacang hijau 1,46 dengan keuntungan Rp 8.000.675. Hasil analisis marginal B/C rasio semuanya > 1, menunjukkan bahwa perubahan pola tanam oleh petani sesuai pola tanam introduksi secara finansial layak dilakukan karena dari masing masing pola tanam introduksi mampu memberikan tambahan penerimaan lebih besar dibanding tambahan biaya yang dikeluarkan akibat mengganti pola tanam sesuai pola tanam introduksi dengan nilai mbcr masing masing yaitu padi – padi – kedelai 1,63, padi – padi – kacang hijau 1,42, padi – kedelai – kedelai 1,53, padi – kedelai – kacang hijau 1,38, padi – kacang hijau – kacang hijau 1,31. Model pola tanam introduksi padi – padi – kedelai secara finansial merupakan model usahatani yang mampu memberikan keuntungan terbesar selama satu tahun
- ItemAnalisis Kelayakan Finansial Teknologi Usahatani Kedelai Setelah Padi Sawah di Desa Waekasar, Kecamatan Mako, Kabupaten Buru(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hidayah, Ismatul; Susanto, Andriko Noto; Sirappa, Marthen P; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian ini bertujuan untuk menentukan kelayakan finansial teknologi introduksi usahatani kedelai setelah padi sawah, yang telah dilakukan pada petani kedelai lahan sawah irigasi di Desa Waekasar, kecamatan Mako, kabupaten Buru pada Tahun 2006. Digunakan metode pemahaman pedesaan secara partisipatif terhadap dua kelompok petani yaitu petani kooperator dan non-kooperator. Data yang dikumpulkan meliputi data komponen produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani petani kooperator dengan menerapkan teknologi introduksi mampu memberikan keuntungan yang lebih besar (Rp 2.557.000) dibandingkan dengan usahatani petani non-kooperator (1.165.000), dengan nilai R/C masing-masing yaitu 1,40 (petani kooperator), 1,33 (petani non-kooperator). Hasil analisis marginal B/C sebesar 1,36 menunjukkan bahwa perubahan komponen teknologi petani yang disesuaikan dengan teknologi introduksi secara finansial layak dilakukan karena setiap Rp 100 tambahan biaya yang dikeluarkan oleh petani kooperator akibat mengganti komponen teknologi menyebabkan tambahan penerimaan sebesar Rp 136. Usahatani pola introduksi layak diterapkan dengan titik impas tambahan produksi yaitu 556,60 kg/ha atau produktivitas minimal yang harus dicapai 1.486,60 kg/ha. Dengan tambahan produksi sebesar 850 kg/ha pada petani kooperator maka perubahan komponen teknologi tersebut layak dilakukan jika penurunan harga tidak sampai dibawah titik impas harga yaitu Rp 3.274,12/kg.
- ItemAnalisis Kemandirian Kacang-Kacangan, Sayur Dan Buah Di Maluku Utara(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Susanto, Andriko Noto; Siregar, Idri Hastuty; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuAnalisis kemandirian sayur, buah, bumbu dan kacang-kacangan bertujuan untuk mengetahui neraca kecukupan domestik serta tingkat kemandirian pangan di Maluku Utara. Study/analisis data bersifat kuantitatif-deskriptif dengan menggunakan database pangan BPS 2015 dari setiap Kab./Kota di Provinsi Maluku Utara serta data dari Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara, meliputi jumlah ketersediaan pangan, jumlah kebutuhan pangan, eraca pangan serta tingkat kemandirian panganyang berasal dari sayur, buah , bumbu dan kacang-kacangan. Pada tahun 2014, Maluku Utara mengalami defisit energi dari kacang-kacangan sebesar -31.595.060,157 kkal. Produksi kacang-kacangan hanya mampu mencukupi 39.5 % kebutuhan domestik. Sayur dan buah mengalami surplus sebesar 29.179.254,220 kkal , dengan tingkat kemandirian pangan mampu mencukupi sebesar 146,6 % dari kebutuhan masyarakat lokal. Sedangkan kebutuhan bumbu mengalami defisit sebesar -29.985.395,958 kkal dan hanya mampu memenuhi 4,3% kebutuhan domestik di Maluku Utara. Kekurangan kalori dari sumber kacang-kacangan dan bumbu diperoleh dari provinsi lain maupun impor dari luar negeri.
- ItemAnalisis Kemandirian Pangan Sumber Karbohidrat Di Provinsi Maluku Utara(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Susanto, Andriko Noto; Ramijah, Khadijah El; Siregar, Idri Hastuty; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuAnalisis tingkat kemandirian pangan sumber karbohidrat (padi/serelia dan umbi) di Provinsi Maluku Utara telah dilakukan berdasarkan database pangan dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara tahun 2015. Analisis data pangan dilakukan secara kuantitatif-deskriptif meliputi jumlah ketersediaan pangan, jumlah kebutuhan pangan, neraca pangan serta perhitungan kemandirian pangan sumber karbohidrat. Total kebutuhan kalori seluruh penduduk Maluku Utara tahun 2015 yang bersumber dari padi/serelia adalah 522.335.875.628 kkal sedangkan ketersediaan kalori hanya mencapai 167.090.232.412 kkal sehingga terjadi defisit sebesar -355.245.643.22 kkal. Total kebutuhan kalori dari aneka umbi adalah 62.680.305.076 kkal sedangkan ketersediaan mencapai 352.879.679 kkal, sehingga mengalami surplus sebesar 290.199.374 kkal . Tingkat kemandirian pangan dari padi/serelia hanya 33% sedangkan umbi-umbian mencapai 198% . Jika total kelebihan energi dari kelompok umbi-umbian dijumlahkan dengan kelompok padi/serelia maka tingkat kemandirian pangan sumber karbohidrat di Maluku Utara meningkat menjadi 59. 5%. Sumber energi pangan di Maluku Utara seharusnya dapat tercapai jika masyarakat bersedia mengurangi konsumsi beras dan beralih ke umbi-umbian karena tersedia dalam jumlah yang banyak serta mengandung karbohidrat yang tinggi. Oleh karena itu program diversifikasi pangan perlu terus digalakkan untuk mencapai ketahanan dan kemandirian pangan secara spesifik lokasi.
- ItemEvaluasi Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Perkebunan kakao Rakyat di Pulau Wokam Kabupaten Aru(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Waas, Edwen Donal; Susanto, Andriko Noto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian yang bertujuan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan perkebunan kakao telah dilakukan di puau Wokam, kabupaten Aru pada tahun 2003. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan secara kualitatif dengan mencocokkan kualitas lahan yang ditemukan berdasarkan metode survey dengan persyaratan tumbuh kakao. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari total luas lahan pulau Wokam sebesar 139.000 ha, terbagi kedalam kelas cukup sesuai (S2) seluas 30.400 ha (11,87 %), kelas sesuai marginal (S3) seluas 37.200 ha (22,77%), dn tidak sesuai (N) seluas 71.400 ha (51,37%), lahan dengan kelas S2 ini terbagi dalam dua sub-kelas yaitu S2-nr dan S2-nr/rc dengan luas berturut-turut 200.000 ha dn 10.400 ha. Lahan dengan kelas S3 terbagi ke dalam sub-kelas yaitu S3oa/rc, S3-eh dan S3-rc dengan luasan berturut-turut 1.000 ha, 15.100 ha dan 21.100 ha. Factor pembatas pertumbuhan yang umum ditemukan adalah retensi hara, media perakaran dan ketersediaan oksigen
- ItemEVALUASI KUALITAS AIR IRIGASI PADA BUDIDAYA PADI IP 400 DI KABUPATEN SIMALUNGUN(BB Pengkajian Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Ramija, Khadijah EL; Manurung, Erpina Delina; Batubara, Siti Fatimah; Susanto, Andriko Noto; BPTP JambiSalah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi guna memenuhi swasembada pangan adalah dengan meningkatkan indeks pertanaman padi. IP padi 400 diartikan dengan menanam dan memanen padi empat (4) kali setahun. Penanaman yang intensif dibarengi dengan pemupukan yang intensif akan mempengaruhi kualitas air di lahan sawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas air pada budidaya padi IP 400 di Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai Desember 2012 di Desa Purbaganda Kecamatan Pematang Bandar Kabupaten Simalungun. Dari hasil analisis terhadap sifat kimia air irigasi diketahui bahwa pH air mengalami penurunan selama empat musim tanam, daya hantar listrik mengalami peningkatan pada MT II, dan stabil kembali pada MT III dan IV, N-total air menurun pada MT II, kemudian meningkat pada MT III, dan kembali stabil pada MT IV, namun secara umum relatif stabil, P-air secara umum mengalami peningkatan, K air relatif stabil, dan Fe air berfluktuasi selama empat musim tanam. Dari nilai F hitung secara umum memperlihatkan bahwa perlakuan pengairan dan pemupukan serta interaksi pengairan dan pemupukan terhadap kualitas air tidak berbeda nyata selama emapat musim tanam. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa budidaya padi intensif selama empat musim tanam (IP 400) tidak menurunkan kualitas air irigasi sehingga tetap aman untuk dimanfaatkan sebagai sumber air pada budidaya padi selanjutnya.
- ItemIdentifikasi Pola Usahatani Lahan Kering Mendukung Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani di Kabupaten MTB (Studi kasus di Kec. Tanimbar Selatan)(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Rieuwpassa, Alexander J; Susanto, Andriko Noto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuIdentifikasi pola usahatani lahan kering mendukung ketahanan Pangan rumah tangga tani di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2007, menggunakan metode survei, dan berlokasi di desa Ilngei, Wowonda, Translok Wesawak Kecamatan Tanimbar Selatan. Kegiatan ini bertujuan untuk (1) mengetahui pola usahatani lahan kering secara tradisional dan (2) mengetahui berapa besar kontribusi bahan pangan dari pola ini terhadap ketersediaan energi mendukung sistem ketahanan pangan rumah tangga tani di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola usahatani lahan kering di Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah pola usahatani campuran (mix cropping), rata-rata luas lahan garapan petani 0,11 ha dengan kontribusi bahan pangan sebesar 1555,53 kg/tahun dan ketersediaan energi rata-rata 1048,58 kkal/org/tahun. Ketersediaan energi ini untuk kebutuhan per orang per hari masih belum memenuhi angka kebutuhan rata-rata yaitu 1600 kkal/org/hari (standar kecukupan energi), Rendahnya ketersediaan energi disebabkan karena petani belum menerapkan teknologi inovatif, terutama teknologi pola tanam dan teknologi budidaya dan luas lahan garapan sangat kecil (0,11 ha/petani)
- ItemKajian Penggunaan Agrisimba pada Usahatani Padi Sawah Sistem Tabelo di desa Savanajaya. Provinsi Maluku(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Sirappa, Marthen P; Susanto, Andriko Noto; Rieuwpassa, Alexander J; Bustaman, Sjahrul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKajian penggunaan Agrisimba dilaksanaan pada lahan sawah irigasi di desa Savanajaya, kabupaten Buru pada MT 2004, berlangsung dari Juli sampai Nopember 2004. Pengkajian bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan Agrisimba terhadap hasil gabah dan pendapatan petani. Penggunaan Agrisimba dikombinasikan dengan setengah dosis rekomendasi pupuk NPK. Luas lahan yang digunakan sekitar 5 ha dengan melibatkan 9 petani koperator dan sebagai pembanding adalah 6 petani non koperator. Hasil kajian menunjukkan bahwa penggunaan Agrisimba memberikan hasil gabah dan pendapatan petani yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa Agrisimba. Rata-rata hasil gabah kering panen petani koperator yang menggunakan Agrisimba adalah 7,48 t sedangkan petani non koperator 5,30 t/ha. Pendapatan (keuntungan bersih) petani koperator juga lebih tinggi (Rp. 5.003.500/ha) dibandingkan dengan petani non koperator (Rp. 2.676.000/ha) dengan Gross B/C ratio berturut-turut sebesar 2,26 dan 1,73 dan MBCR 9,07
- ItemKajian Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Usahatani Padi Sawah Irigasi(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Sirappa, Marthen P; Susanto, Andriko Noto; Tolla, Yacob; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKajian untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani padi sawah denganpendekatan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) telah dilakukan di desa Waekasar, kecamatan Waepo, kabupaten Buru pada tahun 2004. Komponen teknologi PTT yang diintroduksikan antara lain penggunaan pupuk organik, penggunaan bibit muda (1-3 batang/rumpun), pemupukan N dengan Bagan Warna Daun (BWD), pemupukan P dan K berdasarkan status hara, dan pengendalian hama secara terpadu. Dua percobaab superimpose dilakukan untuk mendukung kajia PTT, masing-masing untuk padi varietas unggul tipe baru (VUTB) Fatmawati dan Way Apo Buru. Perlakuan yang dikaji pada padi VUTB Fatmawati adalah penggunaan pupuk kandang, umur bibit dan takaran urea, sedangkan perlakukan untuk padi Way Apo Buru adalah umur bibit dan jumlah bibit/rumpun. Parameter yang diukur adalah hasi gabah serta data usahatani padi sawah. Hasil kajian menunjukkan bahwa pupuk kandang, umur bibit dan takaran urea atau umur bbit dan jumlah/rumpun berpengaruh nyata terhadap hasil padi Fatmawati dan Way Apo Buru. Rata-rata hasil gabah yang dperoleh petani koperator dengan teknologi PTT adalah8,2 t GKP dan 7,6 t GKP/ha berturut-turut untuk Fatmawati dan Way Apo Buru, sedangkan petani non kooperator (teknologi petani) sebesar 4,30 t GKP/ha. Pendapatan (keuntungan bersih) yang diperoleh petani koperator dengan teknologi PTT sebesar Rp. 9.020.000,-/ha untuk padi Fatmawati dan Rp. 3.826.500,-/ha untuk padi Way Apo Buru, sedangkan petani non koperator hanya Rp. 2.012.000,-/ha. Teknologi PTT baik yang menggunakan varietas Fatmawati maupun varietas Way Apo Buru oleh petani koperator lebih menguntungkan dibandingkan dengan teknologi petani non kopertor dan layak direkomendasikan sebagai teknologi inovatif pada lahan sawah irigasi di desa Waekasar, kabupaten Buru, karena selain meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani juga memberikan nilai Gross B/C ratio, MBCR dan NKB lebih besar dari satu
- ItemKeadaan tanah di Pulau Selaru Kabupaten Maluku Tenggara Barat(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Rieuwpassa, Alexander J; Susanto, Andriko Noto; Sirappa, Marthen P; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian untuk mengidentifikasi tanah-tanah di pulau Selaru kabupaten Maluku tenggara Barat (MTB), provinsi Maluku, telah dilaksanakan pada tahun 2004. Dari hasil penelitian ditemukan 3 ordo tanah yang menurunkan sebanyak 7 subordo, 7 grup dan 9 subgrup tanah. Ordo entisol menurunkan 5 subgrup tanah yaitu Lithic Uslorthents, typic Udipsamments, Aguic Udipsamments, Typic Udifluvents, dan Typic Hidraquents. Ordo Mollisols menurunkan 3 sub grup tanah yaitu Typic Haplustolls dan Lithic Haprendolls. Ordo Alfisol hanya menurunkan subgroup Mollic Hapludalfs. Pada umumnya tanah-tanah tersebut belum mengalami perkembangan horizon dan memiliki solum tanah dari dangkal sampai dalam. Warna tanah bervariasi dari hitam, coklat kuning kekelabuan sampai coklat merah gelap, tekstur berpasir sampai liat, kosistensi lepas sampai lekat, kedalam perakaran efektif dangkal sampai dalam dan pH tanah netral sampai basa. Keadaan landform datar sampai berbukit
- ItemOPTIMALISASI LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI PROVINSI SUMATERA UTARA(BB Pengkajian Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Batubara, Siti Fatimah; Ramija, Khadijah EL; Susanto, Andriko Noto; BPTP JambiPadi merupakan komoditas pangan strategis yang produksinya perlu terus ditingkatkan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk yang kian pesat dimana beras menjadi sumber makanan pokok. Sementara itu alih fungsi lahan sawah, perubahan iklim, degradasi sumberdaya dan eksploitasi yang kontinu menyebabkan penurunan produktivitas lahan, sehingga lahan-lahan sub optimal seperti lahan rawa pasang surut merupakan alternatif untuk mempertahankan produksi padi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan rawa pasang surut melalui penerapan teknologi spesifik lokasi dengan aplikasi pemupukan dan varietas padi yang adaptif. Penelitian dilaksanakan di Desa paluh Manan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang pada bulan januari sampai Desember 2014menggunakan rancangan faktorial dua faktor dengan dua ulangan yaitu faktor varietas V1 (Inpara 2), V2 (Inpara 3), V3 (Indragiri), dan faktor pemupukan P1 (Pemupukan Petani), P2 (Pemupukan Berdasarkan analisis tanah), P3 (Pemupukan berdasarkan rekomendasi PUTR). Respons tanaman yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah bernas dan hampa per malai, berat gabah 1000 butir, dan produktivitas. Analisis menggunakan ANOVA dan uji lanjut BNJ. Hasil penelitian menunjukkan Varietas padi Inpara 3 menunjukkan pertumbuhan tanaman terbaik dan produktivitas tertinggi dengan produktivitas 5,78 ton/ha dengan pemberian pupuk berdasarkananalisis tanah dengan dosis Urea Urea 175 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl 75 kg/ha, dan ZA 50 kg/ha.
- ItemOPTIMALISASI LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI PROVINSI SUMATERA UTARA(BB Pengkajian Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Batubara, Siti Fatimah; Ramija, Khadijah EL; Susanto, Andriko Noto; BPTP JambiPadi merupakan komoditas pangan strategis yang produksinya perlu terus ditingkatkan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk yang kian pesat dimana beras menjadi sumber makanan pokok. Sementara itu alih fungsi lahan sawah, perubahan iklim, degradasi sumberdaya dan eksploitasi yang kontinu menyebabkan penurunan produktivitas lahan, sehingga lahan-lahan sub optimal seperti lahan rawa pasang surut merupakan alternatif untuk mempertahankan produksi padi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan rawa pasang surut melalui penerapan teknologi spesifik lokasi dengan aplikasi pemupukan dan varietas padi yang adaptif. Penelitian dilaksanakan di Desa paluh Manan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang pada bulan januari sampai Desember 2014menggunakan rancangan faktorial dua faktor dengan dua ulangan yaitu faktor varietas V1 (Inpara 2), V2 (Inpara 3), V3 (Indragiri), dan faktor pemupukan P1 (Pemupukan Petani), P2 (Pemupukan Berdasarkan analisis tanah), P3 (Pemupukan berdasarkan rekomendasi PUTR). Respons tanaman yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah bernas dan hampa per malai, berat gabah 1000 butir, dan produktivitas. Analisis menggunakan ANOVA dan uji lanjut BNJ. Hasil penelitian menunjukkan Varietas padi Inpara 3 menunjukkan pertumbuhan tanaman terbaik dan produktivitas tertinggi dengan produktivitas 5,78 ton/ha dengan pemberian pupuk berdasarkananalisis tanah dengan dosis Urea Urea 175 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl 75 kg/ha, dan ZA 50 kg/ha.
- ItemPeluang Pengembangan Pala Klonal di Maluku(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Rieuwpassa, Alexander J; Susanto, Andriko Noto; Sirappa, Marthen P; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPala (Myristica faragrans Houtt.) merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Maluku dan termasuk tanaman penting di antara tanaman rempah lainnya karena menghasilkan dua produk bernilai ekonomi tinggi yaitu biji pala dan fuli. Luas areal pala di Maluku dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2001-2005) meningkat dari 8.467 ha dengan produksi 1.580 ton pada tahun 2001 menjadi 9.948 ha dengan produksi 1.998 ton pada tahun 2005, sehingga terjadi pertambahan luas areal rata-rata 2,89 % per tahun. Upaya peningkatan produksi dan ekspor pala di Maluku masih bisa dilakukan dengan penggantian tanaman yang sudah tua dan perluasan areal tanam. Upaya tersebut membutuhkan ketersediaan bibit yang banyak dan bermutu. Kendala utama dalam pengembangan tanaman pala dengan menggunakan biji yaitu masalah sex ratio dimana hampir setengah dari bahan tanam adalah berkelamin jantan yang tidak dapat menghasilkan buah, dapat diatasi dengan cara klonal. Pengembangan pala klonal (vegetatif) asal bibit cangkokan, grafting, mata tunas atau stek berdaun selain dapat mengatasi masalah sex ratio, juga dapat mempercepat masa berbunga (masa juvenil lebih pendek), meningkatkan produktivitas dan dapat memperbaiki kualitas produksi (mutu hasil). Pengembangan pala klonal di Maluku dapat dijadikan salah satu strategi percepatan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah, sehingga sudah selayaknya untuk direalisasikan saat ini, mengingat bahwa sumberdaya lahan dan tenaga kerja cukup tersedia, sumberdaya genetik cukup banyak, teknologi inovatif untuk pengembangan sudah tersedia dan prospek pasar ke depan cukup cerah.
- ItemPeluang Pengembangan Usahatani Kentang Organik di Dataran Tinggi Jayawijaya(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Soplanit, Alberth; Susanto, Andriko Noto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Malukuusahatani kentang merupakan salah satu cabang usahatani sayuran yang utama dalam memberikan kontribusi pendapatan bagi mereka, hal ini disebabkan harga kentang relative stabil jika dibandingkan dengan sayuran lain. System usahatani yang masih tradisional dengan teknologi yang sederhana sangat berdampak terhadap menurunnya produksi kentang Jayawijaya. Pada tahun 1999 produksi kentang Jayawijaya 12,9 t/ha namun selama kurung waktu 4 tahun terakhir produksi jauh menurun hngga 6 t/ha pada tahun 2002 padahal potensi produksi bisa mencapai 20-30 t/ha. Usahatani kentang di Jayawijaya telah dilakukan secara tuun temurun seiring masuknya misionaris eropa dengan memperkenalkan tanaman kentang kepada masyarakat local, namun karena tingkat pengetahuan petani masih renah maka upaya untuk meningkatkan produktivitas kurang diperhatikan. Upaya-upaya yang perlu dilakukan ke depan untuk pengembangan usahatani kentang adalah penggunaan bibit unggul yang memiliki daya adaptasi tinggi serta upaya peningkatan kesuburan tanah dan pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pupuk organic, dan pestisida organic. Disamping itu peranan kelembagaan pemerintah melalui kegiatan penyuluhan yang intensif disertai demplot sangatlah diperlukan. Demikian juga perlu adanya sentra-sentra pembibitan sebagai sumber bibit unggul untuk memperbaiki mutu bibit kentang
- ItemPemetaan dan Pengelolaan Status Kesuburan tanah di Dataran Wai Apu Pulau Buru(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Susanto, Andriko Noto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian yang bertujuan untuk memetakan status kesuburan tanah dan alternatif pengelolaannya pada tanah-tanah pertanian di dataran Wai Apu. Pulau Buru telah dilakukan pada areal seluas 25.400 ha. Evaluasi status kesuburan tanah dilakukan pada setiap satuan unit kerja yang didelineasi berdasarkan pendekatan landscape mapping. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kesuburan tanah di dataran Wai Apu adalah sangat rendah, rendah, sedang dan ting dngan luasan berturut-turut 17.145, 5.182, 1.549 dan 1.542 ha. Faktor pembatas kesuburan tanah yang ditemukan adalah rendahnya nilai kapasitas tukar katian (KTK), C-organik, K2O, P2O5 dan kejenuhan basa. Alternatif pengelolaan tanah yang disarankan adaah meningkatkan C organik dan KTK yang sekaligus juga dapat meningkatkan kandungan hara dalam tanah, dengan cara memberikan bahan organik seperti pupuk andang, kompos jerami (kaya K), kotoran ayam dan guano (kaya P), yang disertai dengan pemberian pupuk anorganik N, P, dan K berdsarkan analisis kimia tanah. Pada area dengan bentuk wilayah berombak sampai berbukit diperlukan tindakan pengawetan tanah dengan menanggulangi erosi, sedangkan daerah hutan mangove, sagu dan hutan sempai sungai yang rusak dianjukan untuk direhabilitasi sedangkan yang masih utuh untuk dipertahankan
- ItemPenelitian Petak Omisi pada Kajian Sistem Usahatani Padi Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Buru(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Susanto, Andriko Noto; Sirappa, Marthen P; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian petak omisi dilakukan di desa Waegeren, kecamatan Waeapo, kabupaten Buru pada tahun 2005 di lahan sawah irigasi. Tujuan dari penelitian petak omisi adalah untuk mengetahui faktor pembatas utama pada pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik pada padi sawah varietas Lok Ulo adalah perlakuan yang menggunakan bahan organik dan pupuk N, P dan K (BoNPK). Faktor pembatas utama pertumbuhan dan hasil padi sawah di lokasi penelitian adalah berturut-turut hara N, K dan P. Hasil gabah yang diperoleh pada petak omisi tanpa N, P, dan K adalah berturut-turut 3,30 t, 3,60 t, dan 3,80 t GKP/ha untuk yang tidak menggunakan bahan organik dan 3,80 t, 4,20 t, dan 4,60 t GKP/ha untuk yang diberi bahan organik. Untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah yang baik, diperlukan penambahan bahan organik tanah disamping pupuk anorganik, dengan urutan nitrogen (N), kalium (K), dan fosfat (P).
- ItemPengaruh Pemberian Mulsa Jerami dan Macam Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau pada Lahan Sawah Irigasi di Dataran Waeapo Buru(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Susanto, Andriko Noto; Sirappa, Marthen P; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPetani pada lahan sawah irigasi di daerah dataran Waeapo Buru selama ini hanya mengolah tanah dua kali dalam satu tahun untuk diusahakan padi sawah. Dalam proses bercocok tanam petani belum terbiasa menanam tanaman palawija seperti kacang hijau pada masa bero setelah padi dan belum memanfaatkan bahan organik yang banyak tersedia disekelilingnya sebagai pupuk yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan mulsa jerami padi dan macam bahan organik yang digunakan sebagai penutup lubang tanam kacang hijau yang ditanam pada lahan sawah irigasi setelah panen padi. Digunakan rancangan faktorial yang diacak secara lengkap dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah tanpa mulsa (M0) dan pemberian mulsa jerami 5 ton/ha (M1), sedangkan faktor kedua adalah pemberian macam bahan organik sebagai penutup lubang tanam dengan dosis setara 2 ton/ha terdiri dari tanpa bahan organik (P0), abu sekam padi (P1), sekam padi (P2), pupuk kandang sapi (P3), dan kompos (P4). Hasil penelitian menujukkan bahwa kombinasi M1P1 mampu menaikan hasil biji kacang hijau kering sebesar 369,55% dari 200,33 gram/petak kontrol (M0P0) menjadi 940,67 gram. Dalam penelitian ini penggunaan mulsa jerami dan pemberian berbagai macam bahan organik sebagai penutup lubang tanam secara nyata mampu meningkatkan hasil kacang hijau
- ItemPengaruh Pupuk Kandang Nitrogen dan Umur Bibit terhadap Produksi Padi VUTB Fatmawati di Kab Buru, Provinsi Maluku(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Susanto, Andriko Noto; Sirappa, Marthen P; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuDibutuhkan teknologi baru untuk meningatkan produktivitas dan pendapatan petani padi sawah di kabupaten Buru. Penelitian ini diakukan untuk menentukkan pengaruh umur bibit, pupuk kandang dan nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasi padi VUTB Fatmawati. Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Faktoral dalam RAK tiga faktor, diulang tiga kali. Faktor pertama adalah umur bibit (U), yaitu 10 hari setelah sebar (U1), 15 hari (U2) dan 20 hari (U3), faktor kedua adalah pupuk kandang (P), yaitu tanpa pupuk kandang (P0) dan pupuk kandang 1 t/ha (P1), dan faktor ketiga adalah takaran nitrogen (N), yaitu 200 kg urea/ha (N1), 250 kg/ha (N2), dan 300 kg/ha (N3). Parameter yang diukur adalah tinggi tanaman, jumlah anakan/rumpun, jumlah gabah/malai, persentasse gabah hampa/malai, bobot 1000 biji dan hasil gabah. Hasil kajian menunjukkan bahwa umur bibit dan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap petumbuhan dan beberapa omponen hasil, sedangkan takaan nitrogen hanya terhadap bobot 1000 biji. Interaksi ketiga faktor berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, persentase gabah hampa dan bobot 1000 biji. Kombinasi perlakuan pemberian pupuk kandang 1 ton/ha, penggunaan bibit muda umur 10 hai dan pemberian 300 kg urea/ha memberikan hasil tertinggi (9,3 ton GKP/ha) disbanding kombinasi perlakuan lainnya, sehingga petani dapat menggunakan perlakuan ini untuk mengoptimalkan hasi panennya
- ItemPengembangan Tanaman Pangan Berbasis Potensi Sumberdaya Lahan dan Teknologi Inovatif di Pulau Wokam Mendukung Ketahanan Pangan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Susanto, Andriko Noto; Sirappa, Marthen P; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKetahanan pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman dikonsumsi, merata, dan terjangkau. Ketergantungan pangan beras masih cukup tinggi, yaitu sekitar 60% dari total kebutuhan. Oleh karena itu pengembangan pangan tidak hanya terbatas pada satu jenis komoditas seperti padi, tetapi harus dilakukan diversifikasi pangan dengan berbasis pada potensi sumberdaya wilayah dengan mempertimbangkan sosial ekonomi masyarakat setempat. Pemantapan ketahanan pangan akan efektif dimulai dari tingkat rumah tangga. Upaya yang paling tepat adalah pengembangan pangan lokal. Arahan pengembangan tanaman pangan Pulau Wokam berdasarkan kesesuaian lahannya adalah untuk tanaman pangan lahan basah (padi sawah tadah hujan dan sagu) dan lahan kering (padi gogo, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar dan talas) dengan potensi lahan seluas 77.900 ha, yang tergolong kelas cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3). Faktor pembatas atau bahaya yang dijumpai adalah kekeringan dan bahaya banjir, retensi hara yang disebabkan oleh pH tanah agak alkalis dan sebagian mempunyai kandungan bahan organik tanah yang rendah serta media perakaran yang disebabkan oleh solum tanah yang dangkal. Tanaman pangan lahan basah (padi sawah tadah hujan dan sagu) dapat dikembangkan pada SPT 2 (2.200 ha), sedangkan tanaman pangan lahan kering dapat dikembangkan pada SPT 4, 5, 7, 8 dan 9 dengan total luas 75.700 ha. Komoditasnya meliputi padi gogo, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, dan keladi. Usaha perbaikan berupa pengaturan waktu tanam yang tepat dan pengelolaan air, penggunaan pupuk organik dan anorganik serta pengelolaan tanah sangat diperlukan. Pengembangan pangan lokal dapat dilakukan melalui beberapa langkah stategis, yaitu : (1) Identifikasi dan pemetaan potensi sumberdaya lahan dan pangan lokal; (2) Inventarisasi; (3) Perumusan pola pengembangan; (4) Pemberdayaan masyarakat, (5) Penerapan kemitraan; (6) Program aksi partisipatif, dan (7) Dukungan teknologi inovatif