Browsing by Author "Susanti, Tri"
Now showing 1 - 8 of 8
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisis Semi Kuantitatif Peluang Masuknya Rabies ke Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau(Balai Veteriner Bukittinggi, 2019) Hartini, Rina; Fitria, Yul; Susanti, Tri; Rahmadani, Ibenu; Krisnandana; Mustiana, Ana; M. Mardani; Jejen S.Pulau Rupat merupakan salah satu pulau terbesar di Kabupaten Bengkalis yang menjadi salah satu tujuan destinasi wisata. Delapan tahun terakhir kasus Rabies sudah tidak pernah dilaporkan. Angka kejadian Rabies di wilayah endemis rabies yang berbatasan langsung dengan Pulau Rupat adalah cukup tinggi sehingga diperlukan penilaian risiko terhadap peluang masuknya rabies ke Pulau Rupat. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh dan kepadatan lalu lintas dari dan ke Pulau Rupat menjadikan peluang terhadap tertularnya penyakit Rabies. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian/analisis risiko setiap pemasukan/pengeluaran hewan terutama anjing. Pendekatan yang dilakukan dalam kajian ini adalah (1) Focal Group Discussion dengan para ahli (tim kajian epidemiologi) dari berbagai instansi seperti Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Riau, Dinas Pertanian Kabupaten Bengkalis. Pada dasarnya FGD ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor resiko yang memiliki kemungkinan menyebabkan masuknya Rabies ke Pulau Rupat melalui kapal kayu, Spead Boat dan Kapal Roro yang masuk; (2) Pembuatan alur yang melibatkan faktor-faktor resiko yang diperoleh dari hasil FGD; (3) Penilaian semi kuantitatif risiko dengan menggunakan tabel probabilitas. Penilaian risiko secara resmi kuantitatif peluang masuknya Rabies ke Pulau Rupat dari wilayah endemik rabies dari pelabuhan Kota Dumai melalui Moda Transportasi sangat rendah (1,8 x 10-4) atau dapat diabaikan dengan peluang terbesar adalah lewat transportasi kapal kayu. Rekomendasi strategi untuk mempertahankan wilayah Pulau Rupat dari masuknya HPR adalah melakukan KIE pada pelabuhan penyeberangan di pintu masuk di Pulau Rupat dan Kota Dumai, public awarness pada pemilik kapal kayu dan menurunkan dan prevalensi rabies di Kota Dumai diturunkan.
- ItemGambaran Kasus Penyakit Gangguan Reproduksi Dalam Rangka Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting di Propinsi Riau Tahun 2018(Balai Veteriner Bukittinggi, 2019) Hartini, Rina; Susanti, Tri; Santosa, Budi; KrisnandanaPenanganan Penyakit Gangguan Reproduksi sapi atau disebut Gangrep adalah salah satu kegiatan dalam UPSUS SIWAB tahun 2018. Gangguan reproduksi menyebabkan betina produktif tidak dapat bunting sehingga dapat menghilangkan produktifitas dan peluang menghasilkan kelahiran padet untuk penambahan populasi. Propinsi Riau adalah salah satu propinsi yang mendapatkan target penanganan gangrep yang di biayai oleh Balai veteriner Bukittinggi. Pelaporan Kegiatan Penanganan Gangrep oleh petugas di Propinsi Riau melalui iSIKHNAS. Kajian dari analisa menggunakan sumber data dari laporan Penyakit Gangguan Reproduksi Individual nomor 379 tahun 2018 dan data diolah menggunakan program Excell. Jumlah ID kasus yang dilaporkan sebanyak 3.065 ID Kasus dan tersebar di 12 kab/kota. Kasus gangrep yang banyak ditemukan berupa kasus gangrep non permanen yang bisa disembuhkan dengan diagnosa/penanganan yang tepat. Diagnosa yang paling banyak adalah Hipofunsi Ovari (25%) dan Silent Heat (20%). Pada umumnya penanganannya dengan pemberian premix mineral, vitamin ADE, dan pemberian hormon Gnrh. Hasil pemantauan kasus di peroleh hasil bahwa sebesar 76% dari kasus ganggrep di Propinsi Riau tahun 2018 dinyatakan sembuh dengan rata-rata kesembuhan selama 43 hari, sedangkan Hewan yang di IB setelah dilaporkan sembuh sebesar 61%. Keberhasilan program penanganan ganggrep diperoleh dengan adanya kerjasama dan koordinasi antar petugas dan pelaporan ke iSIKHNAS yang tertib.
- ItemGambaran Serologi Penyakit IBR Pada Sapi di Wilayah Kerja BVet Bukittinggi Tiga Tahun Terakhir (Tahun 2014-2016)(Balai Veteriner Bukittinggi, 2017) Susanti, Tri; Hartini, Rina; Fitria, Yul; Febrianto, NikoInfectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit pada sapi yang disebabkan oleh virus menular Bovine herpesvirus type-1/BHV-1. Penyakit IBR termasuk ke dalam kelompok penyakit hewan menular strategis yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian. Hal ini karena kerugian ekonomi yang ditimbulkannya seperti penurunan produksi susu, penurunan berat badan hewan serta menyebabkan keguguran atau abortus. Persentase Sero Positif IBR di wilayah BVet Bukittinggi dalam jangka waktu tiga tahun terakhir mengalami penurunan dari tahun 2014 ke 2015 sebesar 12,18%. Akan tetapi persentase seropositifnya mengalami kenaikan kembali pada tahun 2016 yaitu sebesar 4,66%. Dari tiga tahun ini, persentase paling tinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu 51,28%. Berdasarkan hasil pemeriksaan serologi ini dapat diketahui bahwa persentase serologi terhadap IBR di wilayah BVet Bukittinggi 3 tahun terakhir masih cukup tinggi. Sehingga upaya-upaya penanggulangan penyakit oleh berbagai pihak sangat perlu ditingkatkan untuk mencegah penyebaran penyakit semakin luas.
- ItemKajian Epidemiologi Kasus Rabies di Propinsi Sumatera Barat dan Upaya Pemberantasannya Tahun 2004 s.d Bulan Juni 2019(Balai Veteriner Bukittinggi, 2019) Hartini, Rina; Fitria, Yul; Susanti, Tri; Mardaningsih, Etri; Arianti, Roza; Febrianto, Niko; Desmira V.M.; Rahmi E.P.; Nurwan, RioAnalisis kasus kejadian Rabies di Propinsi Sumatera Barat ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian dan kecenderungan kejadian Rabies di wilayah ini selama 16 tahun terakhir (2004 s.d Bulan Juni 2019). Data yang diambil merupakan data hasil diagnosa Rabies dengan metode FAT. Data dianalisa dengan Analisa Deret Waktu (time Series Analicys) dan kecenderungan kejadiannya dianalisa dengan Metode Statistik Regresi Linier menggunakan Program Komputer Excell. Dari hasil analisis didapatkan bahwa kejadian Rabies cenderung menurun. Penurunan kejadian rabies sesuai dengan persamaan Y = -8.5x + 190.8 yang diperkirakan mencapai kejadian negatif diagnosa pada tahun 2025, lima tahun lebih cepat dibandingkan dengan target Pulau Sumatera Bebas Rabies pada tahun 2030. Sehingga diperlukan upaya yang lebih keras guna mencapai target dan upaya Pemberantasan dan Pembebasan Rabies di Pulau Sumatera, khususnya di Propinsi Sumatera Barat, serta dijalankannya program-program yang telah dibuat serta penegakan kembali peraturan-peraturan yang sudah ada.
- ItemKajian Epidemiologi Kasus Rabies di Propinsi Sumatera Barat dan Upaya Pemberantasannya Tahun 2004 s/d 2015(Balai Veteriner Bukittinggi, 2016) Hartini, Rina; Fitria, Yul; Martdeliza; Susanti, Tri; Faebrianto, Niko; Desmira VM; Rahmi EP; Nurwan, Rio; AzfirmanAnalisis kasus kejadian Rabies di Propinsi Sumatera Barat ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian dan kecenderungan kejadian Rabies di wilayah ini selama 12 tahun terakhir (2004 - 2015). Data yang diambil merupakan data hasil diagnosa Rabies dengan Metode FAT. Data di analisa dengan Analisa Deret Waktu (Time Series Analicys) dan kecenderungan kejadian ini dianalisadengan Metode Statistik Regresi Linier menggunakan Program Komputer Excell. Dari hasil analisis didapatkan bahwa kejadian Rabies cenderung menurun. Penurunan kejadian Rabies sesuai dengan persamaan Y = -8.5 x + 190.8 yang diperkirakan mencapai kejadian negatif diagnosa terjadi pada pertengahan tahun 2026, enam tahun lebih lama dibandingkan dengan target Pulau Sumatera Bebas Rabies pada tahun 2020. Sehingga diperlukan upaya yang lebih keras guna mencapai target dan upaya Pemberantasan dan Pemberantasan Rabies di Pulau SAumatera Khususnya di Propinsi Sumatera Barat, serta dijalankannya program-program yang telah dibuat serta penegakan kembali peraturan peraturan yang sudah ada.
- ItemKasus Fasciolosis dengan Gambaran Total Protein Darah dan HB Secara Kualitatif di Wilayah Kerja BVet Bukittinggi Tahun 2015-2018(Balai Veteriner Bukittinggi, 2018) Susanti, Tri; Hartini, Rina; Santosa, Budi; Adesa, KurniaFasciolosis atau bisa juga disebut dengan Distomatosis merupakan penyakit parasiter yang disebabkan oleh cacing dari kelas Trematoda genus Fasciola spp. Umumnya menyerang hewan ruminansia dan merupakan salah satu penyakit parasiter yang penting karena kerugian ekonomi yang ditimbulkannya cukup tinggi. Kerugian ini terjadi karena fasciolosis dapat menyebabkan penurunan berat badan, kerusakan hati, gangguan reproduksi dan kematian. Kasus fasciolosis di wilayah kerja BVet Bukittinggi hampir terjadi setiap tahunnya dengan persentase yang cukup tinggi. Persentase Fasciolosis paling tinggi dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini adalah terjadi pada tahun 2017 yaitu 29,2%. Persentase gambaran HB rata-ratayang paling tinggi dalam kurun waktu 4 tahun ini adalah persentase HB< Normal yaitu 51,3% sedangkan untuk total protein rata-rata % yang paling tinggi adalah TP > Normal yaitu 34,3%. Tinggi atau rendahnya HB dan total protein darah pada kasus fasciolosis kemungkinan dipengaruhi oleh bentuk infeksi atau derajat infestasi Fasciola sp yang terjadi. Jika infeksi terjadi akut (derajat infeksi yang tinggi dalam waktu singkat) maka akan terjadi kekurangan HB dan peningkatan total protein darah. Akan tetapi jika infeksi kronis kemungkinan akan terjadi penurunan total protein darah (hypoproteinemia) dengan gejala edema yang kadang-kadang bisa dalam bentuk Botle Jaw. Berdasarkan data yang diperoleh, kemungkinan bentuk infeksi fasciolosis dengan persentase paling tinggi adalah bentuk akut dengan derajat infeksi sedang sampai tinggi. Hasil pemeriksaan darah untuk kadar HB dan total protein darah dapat memberikan gambaran kondisi tubuh hewan sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam memberikan pengobatan atau terapi suportif yang diperlukan. Pengobatan dan program pengendalian yang tepat serta terapi suportif yang cocok untuk ternak perlu dilakukan untuk mencegah kejadian penyakit menjadi semakin parah sehingga kerugian ekonomi akibat fasciolosis dapat dihindari. Tindakan penanggulangan kasus Fasciolosis dan juga kasus kecacingan umum lainnya sangat perlu dilakukan. Tindakan pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan pemberian obat cacing yang rutin (6 bulan sekali), meningkatkan kebersihan kandang dan managemen pemeliharaan dan sistem penggembalaan yang harus diperhatikan dan ditingkatkan kualitasnya.
- ItemParasit Darah dan Profil Hematologinya Secara Kualitatif pada Sapi di Wilayah Regional BVet Bukittinggi Tahun 2018(Balai Veteriner Bukittinggi, 2019) Susanti, Tri; Hartini, Rina; Santosa, BudiParasit darah merupakan endoparasit/protozoa yang hidup dalam peredaran darah induk semang yang dapat menular dari ternak satu ke ternak lainnya melalui vektor penyakit seperti caplak dan lalat penghisap darah. Kasus penyakit yang disebabkan oleh parasit darah umumnya bersifat kronis, namum terkadang dapat juga bersifat akut dan menyebabkan kematian pada ternak yang terinfestasi parasit dalam jumlah banyak secara sekaligus. Dari 4832 sampel ulas darah yang diuji pada ternak sapi di wilayah regional BVet Bukittinggi tahun 2018, ditemukan sebanyak 4763 (98%) sampel positif parasit darah dengan infestasi bervariasi (terinfestasi satu jenis parasit darah atau lebih dalam satu individu hewan). Kasus positif parasit darah jika dibandingkan dengan kasus negatif parasit darah dari nilai WBC, terlihat persentase WBC di atas normal pada kasus negatif parasit darah lebih tinggi dibandingkan dengan yang positif parasit darah. Pada kasus negatif parasit darah ini kita bisa mencurigai adanya infeksi lain (virus atau bakteri). Selanjutnya nilai RBC, HB dan PCV kecil dari normal pada kasus positif parasit darah yaitu 31%, 20% dan 20%. Hal ini memperlihatkan bahwa persentase kemumgkinan terjadi anemia pada kasus parasit darah di BVet Bukittinggi tidak terlalu tinggi (dibawah 50%). Hal ini kemungkinan infestasi parasit darah pada sapi di wilayah Regional BVet Bukittinggi kemungkinan rata-rata adalah berupa infestasi ringan atau infestasi kronis. Pengendalian dan pencegahan penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit darah dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pembasmian atau pengendalian vektor penyakit (caplak, nyamuk dan lalat penghisap darah) di sekitar kandang, pemberian pakan yang berkualitas, menjaga sanitasi dan kebersihan kandang serta pemberian vitamin dan mineral yang rutin. Dalam menunjang dan memperkuat diagnosa kejadian infestasi parasit darah ini sangat diperlukan pemeriksaan parasit darah sampai pada tingkat parasitemia (infestasi ringan/sedang/tinggi) serta pemeriksaan diferensial leukosit untuk membantu dalam melakukan penanganan dan pemberian terapi yang tepat. Diharapkan kedepannya pemeriksaan rutin BVet Bukittinggi dapat dilakukan sampai pada pemeriksaan ini.
- ItemPemetaan Kasus Rabies dan Korban Gigitan Hewan Penularan Rabies di Propinsi Sumatera Barat Tahun 2016(Balai Veteriner Bukittinggi, 2017) Hartini, Rina; Fitria, Yul; Martdeliza; Susanti, Tri; Febrianto, Niko; Desmira VM; Rahmi EP; Nurwan, RioRabies adalah penyakit infeksi akut yang menyerang susunan syaraf pusat. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang bersifat zoonosis. Peneguhan diagnosa kasus rabies dapat diketahui melalui pemeriksaan sampel otak di laboratorium. Pemeriksaan sampel otak di laboratorium BVet Bukittinggi tahun 2016 menunjukkan persentase hasil positif rabies sekitar 84%. Hewan penular rabies (HPR) yang paling sering ditemukan adalah anjing. Data kasus rabies dan korban gigitan HPR ini dikumpulkan di Seksi Informasi Veteriner dengan menggunakan program Infolab dan pengolahan datanya dilakukan dengan Program excell. Dari data ini dapat diketahui bahwa korban gigitan anjing rabies paling tinggi adalah dari kelompok umur 10-19 tahun dan korban gigitan paling banyak adalah berjenis kelamin laki-laki. Untuk lokasi gigitan, paling banyak terjadi pada daerah kaki dan tangan. Risiko manusia untuk kontak atau tergigit anjing akan meningkat sebanding dengan seberapa sering kontak atau interaksi dengan anjing. Oleh karena itu, untuk mendukung kegiatan pengendalian dan pemberantasan rabies, sangat diperlukan komitmen pemerintah dan kewaspadaan masyarakat terhadap gigitan anjing rabies sehingga diharapkan dapat menekan kejadian kasus rabies dan mengurangi kasus gigitan, terutama gigitan yang terjadi pada kelompok umur anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa.