Browsing by Author "Sudjarmoko, Bedy"
Now showing 1 - 7 of 7
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisa Usahatani dan Kelayakan Kemiri (Aleurites moluccana Willd.)(Unit Penerbitan dan Publikasi Balittri, 2019) Sudjarmoko, Bedy; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarMengusahakan tanaman kemiri termasuk usaha yang bersifat jangka panjang, karena biaya sudah harus dikeluarkan sejak investasi dimulai, sedangkan penerimaan baru diperoleh pada tahun ke lima. Dengan sifat usaha seperti ini, menilai tingkat kelayakan usaha menjadi sangat penting untuk dilakukan. Berdasarkan standar harga tahun 2008, dalam periode pengusahaan selama sepuluh tahun, biaya yang dibutuhkan adalah Rp 15 613 250/Ha, sedangkan penerimaan mencapai Rp 93 750 000/Ha. Dengan demikian, keuntungan total mencapai Rp 78 136 750/Ha atau rata‐rata Rp 7 813 675/Ha/tahun. Besarnya Return on Invesment (ROI) mencapai 5.00%. Secara finansial, mengusahakan kemiri layak dilakukan karena hanya dalam sepuluh tahun (produksi belum optimal) telah memberikan nilai Net Present Value (NPV) adalah sebesar Rp 40 546 165, Internal Rate of Return (IRR) sebesar 61%, dan Net B/C Ratio sebesar 2.43.
- ItemANALISIS ADOPSI TEKNOLOGI JAMBU METE DI NUSA TENGGARA TIMUR(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010) Sudjarmoko, Bedy
- ItemFactors Affecting The Willingness to Pay of Farmers on Control Technology of Mosquito Bugs and Blister Blight in Tea(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2016-10-05) Sudjarmoko, Bedy; Hasibuan, Abdul Muis; Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar; Listyati, Dewi; Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar; Samsudin, Samsudin; Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
- ItemMANAJEMEN RANTAI PASOK BENIH UNGGUL KARET(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2015-04) Sudjarmoko, Bedy; Hasibuan, Abdul MuisSebagai komoditas perkebunan penghasil devisa negara, perkebunan karet di Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat yang menggunakan benih asalan. Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman karet, maka penggunaan benih unggul menjadi syarat mutlak. Masalahnya adalah akses petani terhadap benih unggul karet tersebut masih sangat terbatas. Untuk mengatasi masalah tersebut, penyediaan dan distribusi benih unggul karet dapat menggunakan model Supply Chain Management (SCM). SCM adalah proses dimana suatu produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dan di negara-negara maju model ini sudah banyak diterapkan pada bidang industri termasuk industri pertanian. SCM diakui sebagai pendekatan strategis untuk mencapai keunggulan kompetitif termasuk pada benih unggul karet. SCM benih unggul karet yang ada di Kabupaten Sarolangun, Jambi pada tahun 2012 dapat dijadikan sebagai contoh model. Ada lima elemen yang terlibat dalam rantai pasok benih unggul karet di daerah tersebut, yaitu chain 1 (dengan pelaku Balai Penelitian Karet Sembawa dan Medan sebagai penyedia biji karet untuk batang bawah; kebun entres Dinas Perkebunan dan asosiasi penangkar sebagai pemasok entres karet; bertindak sebagai suplier); chain 1-2 (Balai Penelitian Karet dan kebun entres dinas perkebunan/asosiasi penangkar/suplier - penangkar ); chain 1-2-3 (suplier – penangkar – petani; suplier – penangkar – asosiasi penangkar); chain 1-2-3-4 (suplier - penangkar - asosiasi penangkar - Dinas Perkebunan Kabupaten dan Provinsi); dan chain 1-2-3-4-5 (suplier - penangkar - asosiasi penangkar - Dinas Perkebunan Kabupaten dan Provinsi – petani). Sistem komunikasi dipersepsikan berjalan lebih baik dibandingkan dengan elemen-elemen lainnya (hubungan baik antar anggota yang terlibat dalam rantai pasok, shared value, dan focus terhadap pelanggan). Sedangkan elemen yang dianggap paling tidak optimal adalah sistem logistik. Agar pasokan benih unggul karet dapat berjalan lebih baik dan mudah diadopsi oleh petani karet, maka perbaikan sarana transportasi penangkar benih karet perlu diprioritaskan.
- ItemPROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRIALISASI KOPI INDONESIA(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2013-12) Sudjarmoko, BedyPengembangan industrialisasi kopi di Indonesia sangat prospektif untuk dilakukan baik untuk kopi arabika maupun kopi robusta. Disamping pasar domestik. potensi pasar internasional masih sangat terbuka. karena permintaan kopi dunia terus menunjukkan trend meningkat. Kopi spesialti asal Indonesia mempunyai kekuatan ”brand image” yang sangat tinggi sehingga mampu memberikan nilai ekonomi yang sangat tinggi. Sebagai negara produsen kopi ke tiga terbesar dunia setelah Brasil dan Vietnam. kopi Indonesia masih dihadapkan pada banyak masalah. baik untuk bahan baku. produksi. pemasaran dan infrastruktur. Pengembangan industrialisasi kopi Indonesia dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas tanaman dan mutu produk. peningkatan ekspor dan nilai tambah. pemberdayaan petani kopi serta perbaikan infrastruktur pada agribisnis kopi.
- Item“STATE OF THE ART” INDUSTRIALISASI KAKAO INDONESIA(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2013-04) Sudjarmoko, BedySebagai negara penghasil kakao ketiga terbesar di dunia, kakao Indonesia masih dihadapkan pada beberapa masalah yang cukup serius untuk ditangani. Masalah-masalah tersebut antara lain di bidang produksi (rendahnya produktivitas tanaman, serangan hama Penggerek Buah Kakao); pengolahan (dominannya pengolahan tanpa fermentasi, beredarnya cocoa shell, belum diterapkannya SNI sepenuhnya); perdagangan (tingginya tarif bea masuk di beberapa negara importir, adanya diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan Indonesia oleh sejumlah negara importir di Eropa); serta masalah-masalah lainnya (rendahnya capaian program Gernas Kakao, tingginya biaya produksi pada industri kakao, iklim usaha yang belum sepenuhnya kondusif). Kebijakan Tarif Bea Keluar kakao Indonesia yang diterapkan oleh pemerintah telah berhasil mengurangi impor bahan mentah (biji kakao), sehingga mendorong berkembangnya industri kakao dalam negeri. Prediksi terjadinya defisit produksi kakao dunia sejak tahun 2015/2015, serta potensi meningkatnya konsumsi kakao masyarakat Indonesia, India dan China di masa yang akan datang, menjadi dorongan tersendiri bagi Indonesia untuk terus memperbaiki kondisi kakao secara nasional.
- ItemSTRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL(IAARD Press, 2014) Sudjarmoko, Bedy; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianKakao menjadi komoditi perkebunan dengan peran penting dalam perekonomian Indonesia. Sampai dengan tahun 2013 Indonesia masih menjadi produsen dan eksportir kakao ketiga terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Walaupun demikian, sejumlah masalah masih dihadapi, baik bidang produksi, pengolahan, dan perdagangan. Kontribusi ekspor kakao terhadap total ekspor Indonesia masih rendah, tetapi ekspor dalam bentuk mentah (biji kakao) sudah begeser ke ekspor produk olahan kakao. Daya saing biji kakao Indonesia di pasar internasional cukup tinggi, tetapi daya saing produk olahan kakao masih lemah. Untuk meningkatkan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional, upaya yang dapat dilakukan meliputi perbaikan produktivitas tanaman, meningkatkan mutu produk olahan kakao, melanjutkan kebijakan tarif bea keluar biji kakao, perbaikan infrastruktur dan penciptaan iklim usaha yang kondusif.