Browsing by Author "Rawung, Jefny B.M."
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemANALISIS FINANSIAL DAN PREFERENSI PETANI TERHADAP JAGUNG HIBRIDA PROLIFIK DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Sondakh, Joula; Rembang, Janne H.W.; Rawung, Jefny B.M.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu sentra produksi Jagung di Sulawesi Utara didominasi oleh lahan kering yang luasannya mencapai 70,022 ha, cukup potensial untuk pengembangan tanaman jagung. Kajian dilakukan pada Januari 2017 pada saat panen pengembangan jagung hibrida prolifik produktivitas tinggi Balitbangtan. Survey dilakukan terhadap 25 anggota kelompok tani untuk preferensi melibatkan 30 reseponden yang terdiri dari PPL dan PBT, ABRI, petani kooperator dan non-kooperator. Analisis data dilakukan analisis BCR membandingkan varietas prolifik dengan varietas eksisting. Unrtuk tingkat preferensi dilakukan analisis terhadap tanggapan petani, petugas lapangan, dan pengambil kebijakan yang menjelaskan tingkat kesukaannya, dilakukan dengan pendekatan Likert. Hasil analisis finansial menunjukkan perbedaan yang signifikan. B/C, teknologi petani 0,17 sedangkan Teknologi introduksi 4,59. Untuk tingkat preferensi hasil analisis Likert menunjukkan bahwa pada pertumbuhan tanaman yaitu bentuk batang lebih baik dari pada bentuk daun; sedangkan pada produksi (tongkol dan biji) warna biji menempati preferensi tertinggi dibanding kategori lainnya.
- ItemKELAYAKAN DAN DAYA SAING ALOKASI TENAGA KERJA PADA USAHATANI JAGUNG DI SULAWESI UTARA(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Kindangen, Jantje G.; Rawung, Jefny B.M.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPenelitian bertujuan untuk untuk mengetahui kelayakan dan daya saing pengalokasian tenaga kerja dalam usahatani jagung. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bolang Mongondow dan Minahasa TenggaraTenggara dan Bolaang Mongondow Sulawesi Utara menggunakan metode survai dan diskusi kelompok (FGD). Hasil penelitian menunjukkan pengelolaan sistem usahatani jagung konsumsi meliputi usaha tradisional (10 %), semi intensif (80 %), dan intensif (10 %). Ketiga sistem pengelolaan usahatani jagung konsumsi di Kabupaten Minahasa Tenggara dan Bolaang Mongondow menunjukkan nilai R/C semuanya bernilai >1 dan B/C rasio <1 menggambarkan usaha ini relatif menguntungkan namun tidak optimal. Pada usahatani jagung benih produksi usaha swadaya, bantuan saprodi dan pengolahan tanah serta swadaya subsidi harga di Kabupaten Minahasa Tenggara menunjukkan nilai R/C semuanya >2 dan B/C >1 menggambarkan usaha penangkaran benih jagung layak dan memberikan keuntungan yang optimal. Imbalan riel alokasi tenaga kerja pada 3 sistem pengelolaan usahatani jagung konsumsi hanya pada usahatani intensif di Minahasa Tenggara bernilai lebih besar dari nilai upah riel sebesar Rp 75.000/HOK. Pada usaha penangkaran benih imbalan riel tenaga kerjanya semuanya lebih besar dari nilai upah riel. Indikasinya tenaga kerja yang dialokasikan dalam pengelolaan usaha penangkaran benih lebih berdaya saing daripada alokasi tenaga kerja pada usahatani jagung konsumsi. Pada usahatani penangkaran benih alokasi tenaga kerjanya dapat berdaya saing dengan nilai upah pada sektor industri dan jasa.
- ItemPAKAN DAN NUTRISI SAPI POTONG BERBASIS LIMBAH PADI(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Paat, Paulus C.; Rawung, Jefny B.M.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratSumber pakan dan nutrisi ternak sapi potong di Indonesia ke depan akan sangat tergantung dari limbah pertanian termasuk limbah padi. Walaupun limbah utama padi berkualitas rendah, namun jika dikombinasikan dengan pakan tambahan atau suplemen maka dapat dimanfaatkan sampai 60% dalam pakan. Bila jerami mendapatkan perlakuan pendahuluan secara kimia atau biologi maka dapat dimanfaatkan lebih besar dari 60% dalam pakan sapi. Beberapa varian limbah pertanian padi yaitu dedak padi murni dapat digunakan menjadi suplemen yang baik bahkan sampai mendekati 100% jika pakan dasarnya adalah jerami padi. Dari berbagai penelitian dan pengkajian yang dilakukan di berbagai daerah menunjukkan bahwa ternak sapi potong di Indonesia memberikan respon yang baik terhadap pakan dari limbah pertanian padi. Setiap 1 ha lahan sawah untuk sekali panen dapat menghasilkan bahan kering jerami sebesar kebutuhan pakan 2 ekor sapi dewasa atau untuk kebutuhan 4 ekor bagi sawah dengan indeks pertanaman (IP) 200. Tantangan pemanfaatan limbah padi dalam pakan dan nutrisi sapi potong yang perlu dipertimbangkan adalah tanaman padi merupakan tanaman semusim yang umumnya melakukan panen serentak sehingga limbah pertanian cenderung tersedia dalam jumlah yang serentak pula dan sangat banyak serta mudah rusak. Disimpulkan bahwa pemanfaatan bahan pakan suplemen merupakan kebutuhan mutlak untuk sapi yang mendapatkan pakan basal jerami padi, baik dari bahan pakan sumber energi maupun sumber protein terutama untuk pemanfaatan jerami yang tidak mendapatkan perlakuan sebelumnya. Perlu rekayasa kelembagaan petani untuk penanganan jerami mulai dari pengumpulan, teknologi pengolahan, dan penyimpanan agar sumberdaya limbah padi dapat dioptimalkan kemanfaatannya untuk sapi potong.
- ItemPROSPEK PENGEMBANGAN EKONOMI KAWASAN USAHATANI KELAPA DENGAN TANAMAN KAKAO KLON UNGGUL DI SULAWESI UTARA(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Kindangen, Jantje G.; Rawung, Jefny B.M.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratAreal usahatani kakao hanya sekitar 5-7 % dari areal usahatani kelapa di Sulawesi Utara seluas 260.000 ha dan lebih dari separuh areal kelapa yang ada masih diusahakan secara monokultur. Usahatani kelapa dan kakao di Sulawesi Utara lebih dari 95% dikelola petani, penerapan sistem usahatani pada umumnya masih dikelola secara tradisional, sehingga ada senjang produktivitas sekitar 1-2 ton/ha/tahun untuk kelapa dan 1,5-2 ton/ha/tahun untuk kakao. Faktor penyebab utama produktivitas kakao masih rendah selain penerapan sistem usahatani belum secara intensif juga karena masih menggunakan kakao klon-klon yang tidak produktif. Pengembangan tanaman kakao pada areal tanaman kelapa sesuai untuk diterapkan pada areal tanaman kelapa akan terjadi peningkatan produktivitas kelapa sekitar 15-30 % serta tambahan pendapatan dari usahatani kakao sebesar 2-3 kali lipat dari nilai produk kelapa. Bila usahatani kakao dikelola secara intensif produksi kakao akan optimal mencapai 2-3 ton/ha/tahun mulai tahun ke-3 dan ke-4. Pengembangan masal seluas 20-30% dari areal tanaman kelapa yang ada akan terjadi pertumbuhan ekonomi sekitar 3-5% dari nilai PDRB harga yang berlaku tahun 2016 sebesar lebih dari Rp 100 triliun. Nilai ekonomi yang besar ini akan diperoleh apabila pengembangan kakao ditopang oleh pemerintah daerah melalui penyediaan dana investasi bersumber dana fiskal, dana moneter dan pemberdayaan dana swadaya petani.