Browsing by Author "Purnama, Betty Indah"
Now showing 1 - 5 of 5
Results Per Page
Sort Options
- ItemIdentifikasi dan Uji Resistensi Antimikroba terhadap Escherichia Coli dari Susu Segar di Peternakan Sapi Perah Tahun 2016(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Agustina, Tine; Nurhayati; Purnama, Betty IndahEscherichia coli merupakan salah satu foodborne bakteri yang telah banyak terbukti mengalami resisten terhadap antimikroba. Susu sapi segar adalah produk peternakan yang berpotensi menjadi pembawa E. Coli. Penelitian ini bertujuan untuk identifi kasi E. Coli dari susu sapi segar dan menguji resistensi nya terhadap antimikroba. Sampel susu sapi segar diambil dari 5 kelompok ternak sapi perah, frekuensi pengambilan 2 (dua) kali pada masing-masing kelompok dengan rentang waktu antara 2 – 4 minggu. Isolasi dan identifi kasi E. Coli dari sampel dilakukan dengan menggunakan metode Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 2897:2008, metode pengujian cemaran mikroba pada susu, daging dan telur. Total E. Coli yang berhasil diidentifi kasi sebanyak 85 isolat. Bakteri disimpan dalam bentuk isolat pada media Nutrient Agar Miring, untuk dilakukan pengujian resistensi terhadap antimikroba Ciprofl oxacin®, Ampicillin®, Ceftriaxone®, Nalidixic Acid®, Sulfamethoxazole® dan Chloramphenicol® dengan metode Kirby Bauer Disk Diffusion Test. Hasil pengujian sebanyak 85 isolat (100%) E. Coli sensitif terhadap antibiotika Ciprofl oxacin®, Ceftriaxone®, Nalidixic Acid®, Sulfamethoxazole® dan Chloramphenicol® ditunjukkan dengan adanya zona hambatan, dengan derajat kepekaan yang berbeda tergantung besarnya zona hambatan. Sedangkan sebanyak 20 isolat (14%) resisten terhadap antibiotik Ampicillin®, ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambatan yang terbentuk di sekitar disc Ampicillin®. Dan disimpulkan bahwa E. Coli yang berhasil diisolasi dari susu sapi segar di peternakan sapi perah di wilayah Provinsi Sumatera Barat telah resisten terhadap antimikroba Ampicillin.
- ItemIdentifikasi Gangguan Reproduksi Sapi Potong dalam Mendukung Upsus Siwab di Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam Tahun 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Putri, Sri Hilmayeni Tri; Purnama, Betty IndahGangguan reproduksi dapat menyebabkan rendahnya efi siensi reproduksi dengan berkurangnya jumlah pedet yang harusnya dihasilkan dari suatu proses reproduksi, sehingga produktivitas peternakan rendah yang berakibat pada rendahnya perekonomian peternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifi kasi kasus gangguan reproduksi dan faktor risiko yang berpengaruh pada sapi potong di Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam selama tahun 2017, yang dilakukan di Kecamatan IV Nagari, mulai tanggal 27 Maret sampai 27 November 2017. Materi yang digunakan adalah sapi indukan yang dimiliki oleh peternak di Kecamatan IV Nagari sebanyak 697 ekor, yang diperiksa status reproduksinya secara palpasi perektal melalui program UPSUS SIWAB. Metode yang digunakan adalah studi dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Data disajikankan secara deskriptif dan faktor risiko dianalisa dengan Chi-square untuk melihat pengaruhnya terhadap gangguan reproduksi. . Dari hasil pelaksanaan kegiatan SIWAB, diperoleh data sapi yang mengalami gangguan reproduksi sebanyak 111 ekor, yaitu endometritis 6 ekor (5,4%), hipofungsi ovari 20 ekor (18%), hipoplasia ovari 5 ekor (4,5%), kawin berulang 1 ekor (0,9%), silent heat 77 ekor (69,4%) dan sistik ovari 1 ekor (0,9%). Gangguan reproduksi terutama disebabkan oleh gangguan fungsional (hormonal) dipengaruhi oleh umur, manajemen peternakan, sistem pemeliharaan dan pakan. Faktor risiko yang berpengaruh (berbeda nyata) adalah umur. Kualitas pakan sapi pada saat digembalakan ataupun dikandangkan, pemberian pakan tambahan dan mineral, pengendalian parasit pada ternak, perlu dicermati. Penanganan gangguan reproduksi pada hewan betina di lapangan dengan menyiapkan tenaga ahli reproduksi dan sarana yang dibutuhkan.
- ItemKajian Faktor Risiko Fasciolosis dan Pengaruhnya pada Sapi Simental Berdasarkan Pemeriksaan Darah, Serum Glutamate Oxaloacetat Transminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) di Daerah Sentra Ternak (Koto Baru, Padang Laweh dan Sitiung), Kabupaten Dharmasraya, 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Purnama, Betty Indah; Direktorat Kesehatan HewanKabupaten Dharmasraya merupakan daerah sentra ternak (sapi simental) yaitu Kecamatan Koto Baru, Padang Laweh dan Sitiung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi Fasciolosis di daerah sentra ternak, mengidentifikasi beberapa faktor risiko yang kemungkinan dapat berperan dalam kejadian Fasciolosis dan mengetahui perubahan hematologi serta peningkatan kadar SGPT dan SGOT pada sapi simental. Sampel diambil dari 100 ekor sapi simental betina dengan teknik proporsional random sampling. Sebanyak 100 peternak sebagai responden untuk diwawancarai. Sampel feses diperiksa dengan uji sedimentasi untuk mengidentifikasi keberadaan telur Fasciola sp dan sampel darah dari sapi yang positif ditemui telur Fasciola sp diperiksa menggunakan autoanalyser untuk dievaluasi hematologi (MCHC, RBC, Hb, limfosit, MCV) dan juga diperiksa dengan IFCC untuk mengetahui kadar enzim SGPT dan SGOT di Laboratorium Keswan RSH Sumatera Barat. Penelitian dilakukan bulan Maret sampai Mei 2018. Data dianalisis deskriptif dan chi-square. Penyebaran Fasciolosis pada sapi simental di daerah sentra ternak cukup merata dengan prevalensi di Kecamatan Koto Baru (48.28%), Padang Laweh (47.26%), dan Sitiung (50.0)%. Umur ternak, pemberian obat cacing, sumber rumput, dan lantai kandang tidak memiliki hubungan yang signifikan (P>5) dengan kejadian Fasciolosis. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dari 49 ekor sapi yang posistif Fasciolosis diperoleh 12.24% MCHC, 24.5% RBC, 18.36% Hb dibawah strandar normal, kebalikannya 12.24% limfosit, 18.37% MCV berada diatas standar normal. Infeksi Fasciola sp dapat meningkatkan kadar enzim SGPT (49.67 ± 5.193) U/L dan SGOT (74.08 +16.98) U/L dalam darah sapi simental. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sapi penderita Fasciolosis mengalami anemia makrositik hipokromik dan limfositosis. Peningkatan enzim SGPT dan SGOT melebihi normal dapat mengakibatkan kerusakan sel hati.
- ItemKasus Kematian Sapi Bali di Jorong Tompek Nagari Salareh Aia Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Putri, Sri Hilmayeni Tri; Purnama, Betty IndahTelah dilaksanakan penyidikan kematian sapi bali pada bulan April sampai Juni 2017 di kelompok Karya Abadi, Jorong Tompek Nagari Salareh Air. Kasus kematian beberapa ekor sapi bali baru pertama kali terjadi di daerah ini. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan konfirmasi dan verifikasi diagnosa penyakit, mengidentifkasi sumber penularan penyakit dan populasi berisiko, menggambarkan karakteristik epidemiologi, mengidentifikasikan faktor-faktor risiko yang berasosiasi dengan penyakit dan untuk merekomendasikan langkah-langkah pengendalian penyakit. Metode penyidikan berupa; pengumpulan data dan informasi melalui wawancara menggunakan kuisioner, pemeriksaan laboratorium dengan pengambilan sampel dan analisa data. Gejala klinis berupa: demam tinggi, penurunan nafsu makan, lesu, lemah dan depresi. Untuk kasus lanjut disertai keringat darah dan kematian. Berdasarkan kerangka waktu dan kurva epidemik, kisaran masa inkubasi sampai terlihat gejala klinis adalah 4 sampai 14 hari. Angka mortalitas sebesar 6% sampai 36%. Diagnosa banding saat kunjungan lapangan adalah parasit darah dan penyakit Jembrana. Mortalitas sebesar 38% terhadap populasi baru dan 5,79% bagi populasi lama. Berdasarkan hasil uji PCR (positif) dari Laboratorium BVet Bukittinggi, menunjukkan bahwa sapi-sapi tersebut positif mengidap JDV. Pengambilan sampel selanjutnya berupa ulas darah setelah kematian masih berlanjut, meskipun tindakan pencegahan dan pengobatan telah dilakukan. Hasilnya, 78,9% positif parasit darah. Berdasarkan hasil penyelidikan dengan gejala klinis yang teramati adalah lemah/lesu, nafsu makan menurun, kadang-kadang ditemukan kondisi seperti keringat darah dimana sapi mati setelah 3 hari keluar keringat darah serta didukung pula dengan hasil laboratorium maka disimpulkan bahwa patogenitas penyakit ini cukup tinggi dengan penyebaran yang cepat. Sumber penularan dapat disebabkan oleh virus ataupun penyakit lain yang ditularkan melalui vektor. Keadaan ini didukung pula dengan luasnya padang penggembalaan, kepadatan populasi di lokasi tersebut serta kondisi lingkungan yang lembab. Pemberian rekomendasi tindakan pengendalian adalah peningkatan sanitasi kandang, manajemen peternakan serta komunikasi, informasi dan edukasi tentang cara beternak sapi bali yang baik.
- ItemPenyidikan Kejadian Kematian Sapi Bali yang Diduga Disebabkan oleh Jembrana di Jorong Panang Nagari Tanjuang Balik Kecamatan Pangkalan Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Oktarianti, Eka; Purnama, Betty IndahSejak pertama kali outbreak di Sumatera Barat tahun 1992 Balai Veteriner Bukittinggi telah melakukan monitoring penyakit Jembrana dan belum pernah ditemukan kasus di Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada bulan Oktober tahun 2016, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kab. Lima Puluh Kota bersama Balai Veteriner Bukittinggi melakukan penyidikan terhadap kasus kematian mendadak pada sapi bali di Jorong Panang Nagari Tanjuang Balik Kecamatan Pangkalan Kab. Lima Puluh Kota dengan gejala diduga terinfeksi Jembrana. Tujuan penyidikan adalah untuk menentukan defenisi kasus, mengumpulkan data dan informasi, melakukan pengambilan dan pengujian sampel, mengidentifikasi kemungkinan sumber/rute infeksi, mengidentifikasi faktor-faktor risiko, analisis data serta pemberian saran tindakan pengendalian. Penyidikan dilakukan melalui pencarian kasus aktif terhadap ternak yang menunjukkan gejala klinis, wawancara terhadap peternak dengan kuisioner, obeservasi lingkungan dan pemeriksaan laboratorium (nekropsi bangkai dan PCR) oleh Balai Veteriner Bukittinggi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analisa sederhana, pembuatan kurva epidemik, dan perhitungan mortalitas. Berdasarkan kerangka waktu dan kurva epidemik, kisaran masa inkubasi adalah 4 – 12 hari. Angka mortalitas sebesar 30%. Diagnosa banding saat kunjungan ke lapangan adalah Bovine Ephemeral Fever (BEF). Peneguhan diagnosa dilakukan dengan nekropsi dan pemeriksaan secara PCR terhadap ternak yang menunjukkan gejala klinis. Hasil nekropsi menunjukkan terjadinya pembesaran lien dan perdarahan pada orga jantung, sedangkan hasil pengujian PCR terhadap serum darah dan organ pada 5 ekor sapi menunjukkan hasil positif terinfeksi Jembrana. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa penyebab kematian pada sapi bali adalah terinfeksi penyakit Jembrana Hasil penyidikan menunjukkan bahwa kemungkinan sumber infeksi berasal dari pemasukan sapi bali dari daerah endemis dan telah terinfeksi Jembrana, serta kurang optimalnya manajemen pemeliharaan sapi bali oleh peternak. Pemberian rekomendasi tindakan pengendalian adalah peningkatkan manajemen peternakan dan biosekuriti, melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi tentang tata cara pemasukan ternak dari luar daerah.