Browsing by Author "Jumberi, Achmadi"
Now showing 1 - 6 of 6
Results Per Page
Sort Options
- ItemEfisiensi Pemupukan melalui Irigasi Tetes pada Tanaman Cabai di Lahan Sulfat Masam Aktual(BPTP Jambi, 2008) Hairani, Anna; Noor, Izzuddin; Indrayati, Linda; Jumberi, Achmadi; BPTP JambiTanaman sayuran dapat dikembangkan di lahan pasang surut tipe B dan C, namun lahan tersebut umumnya didominasi oleh tanah sulfat masam aktual dengan masalah kemasaman tanah yang tinggi. Disamping itu, air yang tersedia berkualitas rendah dengan pH < 3,0. Untuk penyiraman tanaman sayuran di musim kemarau, perbaikan kualitas air dapat dilakukan dengan pemberian bahan amelioran dan penggunaan irigasi tetes dapat menghemat penggunaan air. Dengan cara tersebut hasil tanaman sayuran dapat ditingkatkan. Irigasi tetes juga dapat dimanfaatkan untuk pemberian pupuk dan diharapkan akan lebih efisien. Untuk itu, dilakukan penelitian pada lahan sulfat masam aktual di Desa Kolam Kiri Dalam, Kecamatan Barambai, Kabupaten Barito Kuala, pada MK 2006 dengan menanam tanaman cabai.
- ItemPemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Gambut : Pengalaman dan Pembelajaran dari Petani(BPTP Jambi, 2008) Noor, Muhammad; Jumberi, Achmadi; BPTP JambiLahan gambut yang luasnya meliputi 20 juta hektar tersebar terutama di tiga pula besar Kalimantan, Sumatera, Papua telah dimanfaatkan oleh penduduk lokal setempat atau pendatang (transmigrasi) sudah sejak lama. Awalnya pemanfaatan gambut terbatas, tetapi akibat desakan ”lapar tanah” di pulau Jawa yang dirasakan sejak jaman Jepang dan terus meningkat sekarang menjadi pendorong pemanfaatan lahan gambut untuk lebih luas dan intensif.
- ItemPengelolaan air di lahan Gambung untuk Pemanfaatan Pertanian secara bijaksana (Wise Use)(BPTP Jambi, 2008) Supriyo, Agus; Noor, M; Jumberi, Achmadi; BPTP JambiPotensi lahan gambut di Indonesia cukup luas diperkirakan antara 17,4 – 20 juta hektar yang tersebardi wilayah Pulau Kalimantan, Sumatera dan sebagian di Papua. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian melalui reklamasi dari hutan rawa gambut (peat swamp forest) mengakibatkan perubahan ekosistem alami (gambut sebagai restorasi dan konservasi air) menjadi ekosistem lahan pertanian mempunyai konsekuensi perubahan sifat bawaan (inherent) seperti biofisk dan kimia gambut dan lingkungan.
- ItemPengelolaan Air di Lahan Gambut untuk Pemanfaatan Pertanian secara Bijaksana(BPTP Jambi, 2008) Supriyono, Agus; Noor, M.; Jumberi, Achmadi; BPTP JambiPotensi lahan gambut di Indonesia cukup luas diperkirakan antara 17,4 – 20 juta hektar yang tersebardi wilayah Pulau Kalimantan, Sumatera dan sebagian di Papua. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian melalui reklamasi dari hutan rawa gambut (peat swamp forest) mengakibatkan perubahan ekosistem alami (gambut sebagai restorasi dan konservasi air) menjadi ekosistem lahan pertanian mempunyai konsekuensi perubahan sifat bawaan (inherent) seperti biofisk dan kimia gambut dan lingkungan. Karakteristik tanah gambut yang berubah dengan adanya reklamasi (pembukaan dan pembuatan saluran) meliputi penyusun utama gambut berkayu sehingga bobot volume (BV) rendah sehingga mudah amblesan (subsidence) dan kesuburan yang rendah, hilangnya kemampuan memegang air. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dimaksudkan menghilangkan kelebihan air permukaan dan air dibawah permukaan serta mengendalikan muka air tanah. Prinsip utama pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian berdasarkan pembelajaran dari pengalaman (lesson leant) adalah pengendalian tinggi muka air tanah agar menciptakan kondisi bak bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini meliputi a) tata ruang dalam suatu ekosistem perlu memperhatikan pergerakan air b) sistem dranase harus mampu menjamin tidak terjadinya “over-drained” sehingga ruang perakaran tanaman terjamin dan c) Pemilihan tanaman yang dibudidayakan harus sesuai dengan cara pengelolaan air yang berbeda pula. Pada makalah ini juga dikemukakan beberapa pengalaman (masalah masalah yang ditemukan) di lapangan dan beberapa alternatif penangannya (pengelolaanya) untuk pertaian yang bijaksana. Potensi lahan gambut di Indonesia cukup luas diperkirakan antara 17,4 – 20 juta hektar yang tersebardi wilayah Pulau Kalimantan, Sumatera dan sebagian di Papua. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian melalui reklamasi dari hutan rawa gambut (peat swamp forest) mengakibatkan perubahan ekosistem alami (gambut sebagai restorasi dan konservasi air) menjadi ekosistem lahan pertanian mempunyai konsekuensi perubahan sifat bawaan (inherent) seperti biofisk dan kimia gambut dan lingkungan. Karakteristik tanah gambut yang berubah dengan adanya reklamasi (pembukaan dan pembuatan saluran) meliputi penyusun utama gambut berkayu sehingga bobot volume (BV) rendah sehingga mudah amblesan (subsidence) dan kesuburan yang rendah, hilangnya kemampuan memegang air. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dimaksudkan menghilangkan kelebihan air permukaan dan air dibawah permukaan serta mengendalikan muka air tanah. Prinsip utama pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian berdasarkan pembelajaran dari pengalaman (lesson leant) adalah pengendalian tinggi muka air tanah agar menciptakan kondisi bak bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini meliputi a) tata ruang dalam suatu ekosistem perlu memperhatikan pergerakan air b) sistem dranase harus mampu menjamin tidak terjadinya “over-drained” sehingga ruang perakaran tanaman terjamin dan c) Pemilihan tanaman yang dibudidayakan harus sesuai dengan cara pengelolaan air yang berbeda pula. Pada makalah ini juga dikemukakan beberapa pengalaman (masalah masalah yang ditemukan) di lapangan dan beberapa alternatif penangannya (pengelolaanya) untuk pertaian yang bijaksana.
- ItemPengembangan Lahan Rawa berbasis Inovasi Teknologi(Balittra, 2005) Jumberi, Achmadi; Alihamsyah, Trip; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaBerbagai pengalaman dan hasil pcnelitian menunjukkan bahwa dengan mengelola secara benar melalui penerapan teknologi tcpat guna, Jahan rawa yang dianggap marjinal dapat diubah menjadi Iahan pertanian produktif. Narnun demikian, karena Iahannya rapuh terutama dengan adanya bcrbagai masalah fisiko-kimia tanahnya, maka pengembangannya untuk pertanian pada suatu kawasan luas perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati dengan mernilih teknologi yang sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Kckeliruan dalam mereklamasi dan mengelola Jahan ini akan membutuhkan biaya besar guna merehabilitasinya serta sulit untuk memulihkan seperti kondisi semula
- ItemProspek Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan Pasang Surut(BPTP Jambi, 2008) Jumberi, Achmadi; Alihamsyah, Trip; BPTP JambiMasalah dan tantangan utama dalam peningkatan ketahanan pangan adalah menciutnya lahan subur karena beralih fungsi ke penggunaan non-pertanian serta melandainya peningkatan produktivitas tanaman karena cekaman lingkungan dan menurunnya kualitas lahan. Salah satu areal alternatif yang prospektif untuk produksi tanaman pangan adalah lahan rawa pasang surut karena arealnya cukup luas, yaitu sekitar 20,1 juta hektar dan teknologi pengelolaannya sudah tersedia. Untuk keperluan praktis, lahan pasang surut dikelompokkan menjadi empat tipologi lahan, yaitu potensial, sulfat masam, gambut dan salin dengan empat tipe luapan air, yaitu A, B, C dan D. Berbagai pola penataan lahan bisa dikembangkan di lahan pasang surut yang disesuaikan dengan dipologi lahan dan tipe luapan air. Dengan penataan lahan tersebut dan pengelolaan yang tepat sesuai dengan karakteristiknya, berbagai tanaman pangan dapat dikembangkan di lahan pasang surut disesuaikan dengan penataan lahannya. Berbagai komponen teknologi pengelolaan tanah dan air serta budidaya tanaman pangan di lahan pasang surut sudah dihasilkan dari berbagai kegiatan penelitian. Penerapan teknologi tersebut pada lahan yang sudah direklamasi diperkirakan akan diperoleh produksi sebanyak 3,684 juta ton padi, 1,473 juta ton jagung dan 0,276 juta ton kedelai pertahun untuk pertanaman musim hujan saja.