Browsing by Author "Hartini, Rina"
Now showing 1 - 18 of 18
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisis Semi Kuantitatif Peluang Masuknya Rabies ke Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau(Balai Veteriner Bukittinggi, 2019) Hartini, Rina; Fitria, Yul; Susanti, Tri; Rahmadani, Ibenu; Krisnandana; Mustiana, Ana; M. Mardani; Jejen S.Pulau Rupat merupakan salah satu pulau terbesar di Kabupaten Bengkalis yang menjadi salah satu tujuan destinasi wisata. Delapan tahun terakhir kasus Rabies sudah tidak pernah dilaporkan. Angka kejadian Rabies di wilayah endemis rabies yang berbatasan langsung dengan Pulau Rupat adalah cukup tinggi sehingga diperlukan penilaian risiko terhadap peluang masuknya rabies ke Pulau Rupat. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh dan kepadatan lalu lintas dari dan ke Pulau Rupat menjadikan peluang terhadap tertularnya penyakit Rabies. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian/analisis risiko setiap pemasukan/pengeluaran hewan terutama anjing. Pendekatan yang dilakukan dalam kajian ini adalah (1) Focal Group Discussion dengan para ahli (tim kajian epidemiologi) dari berbagai instansi seperti Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Riau, Dinas Pertanian Kabupaten Bengkalis. Pada dasarnya FGD ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor resiko yang memiliki kemungkinan menyebabkan masuknya Rabies ke Pulau Rupat melalui kapal kayu, Spead Boat dan Kapal Roro yang masuk; (2) Pembuatan alur yang melibatkan faktor-faktor resiko yang diperoleh dari hasil FGD; (3) Penilaian semi kuantitatif risiko dengan menggunakan tabel probabilitas. Penilaian risiko secara resmi kuantitatif peluang masuknya Rabies ke Pulau Rupat dari wilayah endemik rabies dari pelabuhan Kota Dumai melalui Moda Transportasi sangat rendah (1,8 x 10-4) atau dapat diabaikan dengan peluang terbesar adalah lewat transportasi kapal kayu. Rekomendasi strategi untuk mempertahankan wilayah Pulau Rupat dari masuknya HPR adalah melakukan KIE pada pelabuhan penyeberangan di pintu masuk di Pulau Rupat dan Kota Dumai, public awarness pada pemilik kapal kayu dan menurunkan dan prevalensi rabies di Kota Dumai diturunkan.
- ItemEkologi dan Studi Demografi Anjing dalam Upaya Persiapan Program Pembebasan Rabies di Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Hartini, Rina; Fitria, Yul; Rahmadani, Ibenu; Krisnandana; Putra, A.A. Gde; Susetya, Heru; Mardani, M.; S, JejenPulau Rupat merupakan salah satu pulau terbesar di Kabupaten Bengkalis yang menjadi salah satu tujuan destinasi wisata. Delapan tahun terakhir kasus Rabies sudah tidak pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui estimasi populasi dan study awal demografi anjing dalam upaya program pembebasan Rabies di Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis. Kajian observasional ini dilaksanakan pada 379 responden yang terpilih secara random sederhana pada 13 desa yang tersebar di Kecamatan Rupat 263 (68%) orang dan Rupat Utara 121 (32%) orang. Analisis data di lakukan secara deskriptif menggunakan Microsoft Offi ce excel 2013. Perbandingan antara jumlah penduduk dengan jumlah anjing adalah 14:1, jika di konversikan dengan jumlah penduduk diperoleh estimasi populasi anjing yaitu berjumlah 3.421 ekor, maka tingkat kepadatan anjing di Pulau Rupat diperkirakan hanya 2 ekor per km2 (3.421 ekor/ 1524.9 km2 luas wilayah). Mayoritas responden memiliki kondisi rumah tanpa pagar (382; 99%). Rata-rata tingkat kepadatan anjing berpemilik sebanyak (0,31±0,10) ekor. Cara masyarakat memelihara anjing dengan dilepas (54; 92%). Tujuan masyarakat memelihara anjing sebagian besar untuk menjaga rumah (52; 88%). Perbandingan rata rata jumlah anjing betina dengan jumlah anjing jantan adalah (1:2,5). Secara keseluruhan anjing berdasarkan kategori umur, anjing anak ≤ 6 bulan sebanyak (28; 23%), umur muda (7-12 bulan) (18; 15%), dan umur dewasa (>12 bulan) (78; 63%). Kelahiran bayi anjing di terjadi pada Desember sampai dengan Mei sebesar (81; 80%) dan Juni sampai dengan November sebesar (20; 20%). Musim kawin anjing banyak terjadi di bulan Februari (23;22,7%) dan di bulan September (38;37%), pada masa waktu tersebut merupakan saat yang tepat untuk melakukan program vaksinasi massal. Faktor resiko masuknya rabies ke pulau Rupat daeri daerah endemis adalah terdapatnya lalu lintas anjing dari luar desa sebanyak (78; 20%) dan kegiatan bisnis jual beli anjing sebanyak (2; 1%). Gambaran bioekologi anjing ini sangat bermanfaat dalam penyusunan strategi pembebasan Rabies di Pulau Rupat.
- ItemGambaran Kasus Penyakit Gangguan Reproduksi Dalam Rangka Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting di Propinsi Riau Tahun 2018(Balai Veteriner Bukittinggi, 2019) Hartini, Rina; Susanti, Tri; Santosa, Budi; KrisnandanaPenanganan Penyakit Gangguan Reproduksi sapi atau disebut Gangrep adalah salah satu kegiatan dalam UPSUS SIWAB tahun 2018. Gangguan reproduksi menyebabkan betina produktif tidak dapat bunting sehingga dapat menghilangkan produktifitas dan peluang menghasilkan kelahiran padet untuk penambahan populasi. Propinsi Riau adalah salah satu propinsi yang mendapatkan target penanganan gangrep yang di biayai oleh Balai veteriner Bukittinggi. Pelaporan Kegiatan Penanganan Gangrep oleh petugas di Propinsi Riau melalui iSIKHNAS. Kajian dari analisa menggunakan sumber data dari laporan Penyakit Gangguan Reproduksi Individual nomor 379 tahun 2018 dan data diolah menggunakan program Excell. Jumlah ID kasus yang dilaporkan sebanyak 3.065 ID Kasus dan tersebar di 12 kab/kota. Kasus gangrep yang banyak ditemukan berupa kasus gangrep non permanen yang bisa disembuhkan dengan diagnosa/penanganan yang tepat. Diagnosa yang paling banyak adalah Hipofunsi Ovari (25%) dan Silent Heat (20%). Pada umumnya penanganannya dengan pemberian premix mineral, vitamin ADE, dan pemberian hormon Gnrh. Hasil pemantauan kasus di peroleh hasil bahwa sebesar 76% dari kasus ganggrep di Propinsi Riau tahun 2018 dinyatakan sembuh dengan rata-rata kesembuhan selama 43 hari, sedangkan Hewan yang di IB setelah dilaporkan sembuh sebesar 61%. Keberhasilan program penanganan ganggrep diperoleh dengan adanya kerjasama dan koordinasi antar petugas dan pelaporan ke iSIKHNAS yang tertib.
- ItemGambaran Perkembangan Kasus Penyakit Jembrana di Propinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau Tahun 2011 - 2015(Balai Veteriner Bukittinggi, 2015) Miswati, Yuli; Cahyanti, Nirma; Safitria, Kiki; Putra, Yade Eka; Hartini, RinaPenyakit Jembrana atau Jembrana Disesase (JD) adalah penyakit viral pada sapi, terutama pada sapi Bali. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Retrovirus, sub famili Lentivirinae dan bersifat fatal pada sapi Bali. Materi yang diperiksa terhadap Penyakit Jembrana berasal dari kegiatan aktif monitoring dan surveilans serta kegiatan pasif yang dikirim oleh peternak, Dinas Peternakan dan Perusahaan berupa darah dalam EDTA, serum dan organ. Pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium Bioteknologi dan laboratorium Virologi. Pengumpulan data selama tahun 2011- Juni 2015 dilakukan di Seksi Informasi Veteriner. Metode pengujian di laboratorium menggunakan teknik PCR dan Elisa. Materi pengujian adalah 2716 serum Sapi Bali yang divaksin dan tidak divaksin serta 1859 whole blood (buffycoat) dan organ yang berasal dari kabupaten/kota di propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau.Gambaran situasi JD secara klinis tidak terlihat pada tahun 2011-2012 tetapi pengujian ELISA menunjukkan hasil seroprevalensi 14,72% (tahun 2011) dan 3,32% (tahun 2012). Setelah terjadi outbreak JD pertama pada bulan Maret 2013 di kabupaten Rokan Hilir propinsi Riau, maka penyebaran JD meluas ke kabupaten lain di propinsi Riau bahkan sampai ke propinsi Jambi dan Sumtera Barat. Pengujian ELISA menunjukkan seroprevalensi 30,80% (tahun 2013). Monitoring antibodi post vaksinasi tahun 2014 dan 2015 belum dapat disimpulkan karena adanya kendala keterbatasan bahan pengujian ELISA. Deteksi material genetik virus JD dengan PCR menunjukkan hasil positif 48,58% (tahun 2013), 20,29% (tahun 2014) dan 26,45% (Juni 2015). Secara klinis propinsi Kepulauan Riau masih bebas. Kasus JD secara klinis terjadi ketika adanya sapi sakit/karier masuk ke kawasan ternak yang bebas JD.
- ItemGambaran Serologi Penyakit IBR Pada Sapi di Wilayah Kerja BVet Bukittinggi Tiga Tahun Terakhir (Tahun 2014-2016)(Balai Veteriner Bukittinggi, 2017) Susanti, Tri; Hartini, Rina; Fitria, Yul; Febrianto, NikoInfectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit pada sapi yang disebabkan oleh virus menular Bovine herpesvirus type-1/BHV-1. Penyakit IBR termasuk ke dalam kelompok penyakit hewan menular strategis yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian. Hal ini karena kerugian ekonomi yang ditimbulkannya seperti penurunan produksi susu, penurunan berat badan hewan serta menyebabkan keguguran atau abortus. Persentase Sero Positif IBR di wilayah BVet Bukittinggi dalam jangka waktu tiga tahun terakhir mengalami penurunan dari tahun 2014 ke 2015 sebesar 12,18%. Akan tetapi persentase seropositifnya mengalami kenaikan kembali pada tahun 2016 yaitu sebesar 4,66%. Dari tiga tahun ini, persentase paling tinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu 51,28%. Berdasarkan hasil pemeriksaan serologi ini dapat diketahui bahwa persentase serologi terhadap IBR di wilayah BVet Bukittinggi 3 tahun terakhir masih cukup tinggi. Sehingga upaya-upaya penanggulangan penyakit oleh berbagai pihak sangat perlu ditingkatkan untuk mencegah penyebaran penyakit semakin luas.
- ItemKajian Epidemiologi Kasus Rabies di Propinsi Sumatera Barat dan Upaya Pemberantasan Tahun 2004 s/d 2009(BPPV Regional II Bukittinggi, 2009) Hartini, Rina; Nugroho, Rudi Harso; Faizal, Daniel; Sybli, MuhammadAnalisis kasus kejadian Rabies di Propinsi Sumatera Barat ini bertujuan mengetahui tingkat kejadian dan kecenderungan kejadian Rabies di wilayah ini selama 6 tahun terakhir (2004-2009). Data yang diambil merupakan data hasil diagnosa Rabies dengan Metode FAT maupun Sellers. Data di analisa dengan Analisa Deret Waktu (Time Series Analicys) dan kecenderungan kejadian ini dianalisa dengan metode Statistik Regresi Linier menggunakan Program Komputer Excell. Dari hasil analisis didapatkan bahwa kejadian Rabies cenderung menurun. Penurunan kejadian Rabies sesuai dengan persamaan Y= -0.07X + 16.43 yang diperkirakan mencapai kejadian negatif diagnosa terjadi dipertengahan tahun 2003, masih jauh dibandingkan dengan target Pulau Sumatera bebas rabies pada tahun 2015.
- ItemKajian Epidemiologi Kasus Rabies di Propinsi Sumatera Barat dan Upaya Pemberantasannya Tahun 2004 s.d Bulan Juni 2019(Balai Veteriner Bukittinggi, 2019) Hartini, Rina; Fitria, Yul; Susanti, Tri; Mardaningsih, Etri; Arianti, Roza; Febrianto, Niko; Desmira V.M.; Rahmi E.P.; Nurwan, RioAnalisis kasus kejadian Rabies di Propinsi Sumatera Barat ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian dan kecenderungan kejadian Rabies di wilayah ini selama 16 tahun terakhir (2004 s.d Bulan Juni 2019). Data yang diambil merupakan data hasil diagnosa Rabies dengan metode FAT. Data dianalisa dengan Analisa Deret Waktu (time Series Analicys) dan kecenderungan kejadiannya dianalisa dengan Metode Statistik Regresi Linier menggunakan Program Komputer Excell. Dari hasil analisis didapatkan bahwa kejadian Rabies cenderung menurun. Penurunan kejadian rabies sesuai dengan persamaan Y = -8.5x + 190.8 yang diperkirakan mencapai kejadian negatif diagnosa pada tahun 2025, lima tahun lebih cepat dibandingkan dengan target Pulau Sumatera Bebas Rabies pada tahun 2030. Sehingga diperlukan upaya yang lebih keras guna mencapai target dan upaya Pemberantasan dan Pembebasan Rabies di Pulau Sumatera, khususnya di Propinsi Sumatera Barat, serta dijalankannya program-program yang telah dibuat serta penegakan kembali peraturan-peraturan yang sudah ada.
- ItemKajian Epidemiologi Kasus Rabies di Propinsi Sumatera Barat dan Upaya Pemberantasannya Tahun 2004 s/d 2015(Balai Veteriner Bukittinggi, 2016) Hartini, Rina; Fitria, Yul; Martdeliza; Susanti, Tri; Faebrianto, Niko; Desmira VM; Rahmi EP; Nurwan, Rio; AzfirmanAnalisis kasus kejadian Rabies di Propinsi Sumatera Barat ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian dan kecenderungan kejadian Rabies di wilayah ini selama 12 tahun terakhir (2004 - 2015). Data yang diambil merupakan data hasil diagnosa Rabies dengan Metode FAT. Data di analisa dengan Analisa Deret Waktu (Time Series Analicys) dan kecenderungan kejadian ini dianalisadengan Metode Statistik Regresi Linier menggunakan Program Komputer Excell. Dari hasil analisis didapatkan bahwa kejadian Rabies cenderung menurun. Penurunan kejadian Rabies sesuai dengan persamaan Y = -8.5 x + 190.8 yang diperkirakan mencapai kejadian negatif diagnosa terjadi pada pertengahan tahun 2026, enam tahun lebih lama dibandingkan dengan target Pulau Sumatera Bebas Rabies pada tahun 2020. Sehingga diperlukan upaya yang lebih keras guna mencapai target dan upaya Pemberantasan dan Pemberantasan Rabies di Pulau SAumatera Khususnya di Propinsi Sumatera Barat, serta dijalankannya program-program yang telah dibuat serta penegakan kembali peraturan peraturan yang sudah ada.
- ItemKasus Fasciolosis dengan Gambaran Total Protein Darah dan HB Secara Kualitatif di Wilayah Kerja BVet Bukittinggi Tahun 2015-2018(Balai Veteriner Bukittinggi, 2018) Susanti, Tri; Hartini, Rina; Santosa, Budi; Adesa, KurniaFasciolosis atau bisa juga disebut dengan Distomatosis merupakan penyakit parasiter yang disebabkan oleh cacing dari kelas Trematoda genus Fasciola spp. Umumnya menyerang hewan ruminansia dan merupakan salah satu penyakit parasiter yang penting karena kerugian ekonomi yang ditimbulkannya cukup tinggi. Kerugian ini terjadi karena fasciolosis dapat menyebabkan penurunan berat badan, kerusakan hati, gangguan reproduksi dan kematian. Kasus fasciolosis di wilayah kerja BVet Bukittinggi hampir terjadi setiap tahunnya dengan persentase yang cukup tinggi. Persentase Fasciolosis paling tinggi dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini adalah terjadi pada tahun 2017 yaitu 29,2%. Persentase gambaran HB rata-ratayang paling tinggi dalam kurun waktu 4 tahun ini adalah persentase HB< Normal yaitu 51,3% sedangkan untuk total protein rata-rata % yang paling tinggi adalah TP > Normal yaitu 34,3%. Tinggi atau rendahnya HB dan total protein darah pada kasus fasciolosis kemungkinan dipengaruhi oleh bentuk infeksi atau derajat infestasi Fasciola sp yang terjadi. Jika infeksi terjadi akut (derajat infeksi yang tinggi dalam waktu singkat) maka akan terjadi kekurangan HB dan peningkatan total protein darah. Akan tetapi jika infeksi kronis kemungkinan akan terjadi penurunan total protein darah (hypoproteinemia) dengan gejala edema yang kadang-kadang bisa dalam bentuk Botle Jaw. Berdasarkan data yang diperoleh, kemungkinan bentuk infeksi fasciolosis dengan persentase paling tinggi adalah bentuk akut dengan derajat infeksi sedang sampai tinggi. Hasil pemeriksaan darah untuk kadar HB dan total protein darah dapat memberikan gambaran kondisi tubuh hewan sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam memberikan pengobatan atau terapi suportif yang diperlukan. Pengobatan dan program pengendalian yang tepat serta terapi suportif yang cocok untuk ternak perlu dilakukan untuk mencegah kejadian penyakit menjadi semakin parah sehingga kerugian ekonomi akibat fasciolosis dapat dihindari. Tindakan penanggulangan kasus Fasciolosis dan juga kasus kecacingan umum lainnya sangat perlu dilakukan. Tindakan pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan pemberian obat cacing yang rutin (6 bulan sekali), meningkatkan kebersihan kandang dan managemen pemeliharaan dan sistem penggembalaan yang harus diperhatikan dan ditingkatkan kualitasnya.
- ItemMonitoring ND - Newcastle Disease di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi(Balai Veteriner Bukittinggi, 2015) Martdeliza; Febrianto, Niko; Wilna S; Rahmi EP; Nurwan, Rio; Desmira; Hartini, Rina; AzfirmanSalah satu sumber protein yang cara pemeliharaannya relatif mudah, hasilnya diperoleh dalam kurun waktu yang relatif singkat adalah beternak ayam.Tetapi beternak ayam sering terkendala beberapa penyakit unggas salah satunya ND. Penyakit ND disebabkan oleh Avian Paramyxovirus type-1 (APMV-1). Di Indonesia ND masih endemis, termasuk diwilayah kerja BVet Bukittinggi (Provinsi Sumbar, Provinsi Riau, Provinsi Jambi dan Provinsi Kepulauan Riau). BVet Bukittinggi tidak punya anggaran khusus untuk melakukan surveillans ND. Untuk tetap memonitoring ND diwilayah kerja setiap sampel yang berasal dari kegiatan surveillans Avian Influenza diperiksa terhadap ND. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberi gambaran penyakit ND di wilayah kerja BVet Bukittinggi. Dengan harapan data tersebut dapat dipakai oleh pihak yang berwewenang untuk memberantas penyakit ND. Dan akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.Pada Tahun 2015 sebanyak 1174 serum dari Provinsi Sumbar, 660 serum dari Provinsi Riau, 47 serum dari Provinsi Jambi dan 114 serum dari Provinsi Kepulauan Riau diuji secara serologis terhadap ND Hasilnya seroprevalensi ND Provinsi Sumatera Barat sebesar 55 %, Provinsi Riau sebesar 42 %, Provinsi Jambi sebesar 47 % dan Provinsi Kepulauan Riau sebesar 49 %. Kebanyakan masyarakat ternak sektor 4 belum memahami pentingnya vaksinasi untuk mencegah penyakit ND atau jika ada yang sudah mengetahui tetapi mereka kesulitan mendapatkan vaksin, dan juga belum bisa melakukan vaksinasi sendiri. Demikian juga tentang manajemen beternak, umumnya masih perlu ditingkatkan. Sehingga masih dibutuhkan bimbingan dan kerja keras dari dinas peternakan setempat/bidang yang membawahinya
- ItemParasit Darah dan Profil Hematologinya Secara Kualitatif pada Sapi di Wilayah Regional BVet Bukittinggi Tahun 2018(Balai Veteriner Bukittinggi, 2019) Susanti, Tri; Hartini, Rina; Santosa, BudiParasit darah merupakan endoparasit/protozoa yang hidup dalam peredaran darah induk semang yang dapat menular dari ternak satu ke ternak lainnya melalui vektor penyakit seperti caplak dan lalat penghisap darah. Kasus penyakit yang disebabkan oleh parasit darah umumnya bersifat kronis, namum terkadang dapat juga bersifat akut dan menyebabkan kematian pada ternak yang terinfestasi parasit dalam jumlah banyak secara sekaligus. Dari 4832 sampel ulas darah yang diuji pada ternak sapi di wilayah regional BVet Bukittinggi tahun 2018, ditemukan sebanyak 4763 (98%) sampel positif parasit darah dengan infestasi bervariasi (terinfestasi satu jenis parasit darah atau lebih dalam satu individu hewan). Kasus positif parasit darah jika dibandingkan dengan kasus negatif parasit darah dari nilai WBC, terlihat persentase WBC di atas normal pada kasus negatif parasit darah lebih tinggi dibandingkan dengan yang positif parasit darah. Pada kasus negatif parasit darah ini kita bisa mencurigai adanya infeksi lain (virus atau bakteri). Selanjutnya nilai RBC, HB dan PCV kecil dari normal pada kasus positif parasit darah yaitu 31%, 20% dan 20%. Hal ini memperlihatkan bahwa persentase kemumgkinan terjadi anemia pada kasus parasit darah di BVet Bukittinggi tidak terlalu tinggi (dibawah 50%). Hal ini kemungkinan infestasi parasit darah pada sapi di wilayah Regional BVet Bukittinggi kemungkinan rata-rata adalah berupa infestasi ringan atau infestasi kronis. Pengendalian dan pencegahan penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit darah dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pembasmian atau pengendalian vektor penyakit (caplak, nyamuk dan lalat penghisap darah) di sekitar kandang, pemberian pakan yang berkualitas, menjaga sanitasi dan kebersihan kandang serta pemberian vitamin dan mineral yang rutin. Dalam menunjang dan memperkuat diagnosa kejadian infestasi parasit darah ini sangat diperlukan pemeriksaan parasit darah sampai pada tingkat parasitemia (infestasi ringan/sedang/tinggi) serta pemeriksaan diferensial leukosit untuk membantu dalam melakukan penanganan dan pemberian terapi yang tepat. Diharapkan kedepannya pemeriksaan rutin BVet Bukittinggi dapat dilakukan sampai pada pemeriksaan ini.
- ItemPemetaan Kasus Rabies dan Korban Gigitan Hewan Penularan Rabies di Propinsi Sumatera Barat Tahun 2016(Balai Veteriner Bukittinggi, 2017) Hartini, Rina; Fitria, Yul; Martdeliza; Susanti, Tri; Febrianto, Niko; Desmira VM; Rahmi EP; Nurwan, RioRabies adalah penyakit infeksi akut yang menyerang susunan syaraf pusat. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang bersifat zoonosis. Peneguhan diagnosa kasus rabies dapat diketahui melalui pemeriksaan sampel otak di laboratorium. Pemeriksaan sampel otak di laboratorium BVet Bukittinggi tahun 2016 menunjukkan persentase hasil positif rabies sekitar 84%. Hewan penular rabies (HPR) yang paling sering ditemukan adalah anjing. Data kasus rabies dan korban gigitan HPR ini dikumpulkan di Seksi Informasi Veteriner dengan menggunakan program Infolab dan pengolahan datanya dilakukan dengan Program excell. Dari data ini dapat diketahui bahwa korban gigitan anjing rabies paling tinggi adalah dari kelompok umur 10-19 tahun dan korban gigitan paling banyak adalah berjenis kelamin laki-laki. Untuk lokasi gigitan, paling banyak terjadi pada daerah kaki dan tangan. Risiko manusia untuk kontak atau tergigit anjing akan meningkat sebanding dengan seberapa sering kontak atau interaksi dengan anjing. Oleh karena itu, untuk mendukung kegiatan pengendalian dan pemberantasan rabies, sangat diperlukan komitmen pemerintah dan kewaspadaan masyarakat terhadap gigitan anjing rabies sehingga diharapkan dapat menekan kejadian kasus rabies dan mengurangi kasus gigitan, terutama gigitan yang terjadi pada kelompok umur anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa.
- ItemPengujian Avian Influenza di BPPV Regional II Bukittinggi Tahun 2008(BPPV Regional II Bukittinggi, 2008) Oktavia, Vera; Hartini, Rina; Syamsi; Erdi; Syibli, MuhammadBalai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional II selama tahun 2008 telah melakukan diagnosa terhadap penyakit Avian Influenza. Sebanyak 3299 swab kloaka/trachea dan organ unggas telah di uji, yang berasal dari kegiatan-kegiatan aktif dan pasif. Metode uji yang dilakukan adalah Metode ITET (Inokulasi pada Telur Embrio Tertunas) dan PCR (Polymerase Chain Reactions). Berdasarkan uji tersebut didapatkan hasil bahwa kasus Avian Influenza tahun 2008 telah terindikasi di semua Provinsi Wilayah Kerja BPPV Regional II yakni di Propinsi Sumatera Barat (10 Kabupaten/Kota), di Propinsi Raiu (8 Kabupaten/Kota), di Propinsi Jambi (1 Kota) dan Kepulauan Riau (2 Kabupaten/Kota).
- ItemPengujian Terhadap Antibodi Jembrana Kegiatan Monitoring Penyakit di Propinsi Sumatera Barat Tahun 2008(BPPV Regional II, 2008) Santoso, Budi; Yulfitria; Hartini, Rina; Syibli, MuhammadTelah dilakukan pengujian terhadap serum darah untuk pemeriksaan antibodi terhadap penyakit Jembrana di BPPV Regional II Bukittinggi selama tahun 2008. Sampel yang diperiksa merupakan serum darah Sapi Bali yang berasal dari Propinsi Sumbar yakni dari Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Dharmasraya. Metode pengujian yang digunakan adalah ELISA. Hasil Pemeriksaan laboratorium menunjukkan di Kabupaten Agam terdapat 8,7% sampel positif titer antibodi Jembrana atau 2 sampel dari 23 sampel. Di Kabupaten Pesisir Selatan 45,6% sampel positif titer antibodi Jembrana atau 47 sampel dari 103 sampel. Dan di Kabupaten Dharmasraya sampel 18,7% positif titer antibodi Jembrana atau 9 sampel dari 48 sampel. Kewaspadaan terhadap Penyakit Jembrana perlu ditingkatkan mengingat dari hasil monitoring, ternyata titer antibodi terhadap Penyakit Jembrana masih rendah pada daerah-daerah dengan sejarah kasus dan vaksinasi.
- ItemSituasi Penyakit Parasit Darah (Anaplasmosis, Babesiosis, Trypanosomiasis dan Theileriosis) di Wilayah Kerja BVET Bukittinggi Tahun 2014(Balai Veteriner Bukittinggi, 2015) Hartini, Rina; Santosa, Budi; Winarti, Sri; Awardi; Rubama; Faizal, Daniel; AzfirmanTelah dilakukan pemeriksaan Penyakit Parasit Darah (Anaplasma sp., Babesia sp., Trypanosoma sp., dan Theileria sp., pada sapi/kerbau diwilayah Kerja Regional II Bukittinggi selama tahun 2014. Metode yang digunakan adalah identifikasi mikroskopis terhadap sampel preparat ulas darah yang diwarnai dengan pewarnaan giemsa. Dari total 12.457 sampel ulas darah yang diperiksa, 4.395 sampel (35%) menderita Anaplasmosis, 727 sampel (6%) menderita Baesiosis, 34 sampel menderita Trypanosomiasis dan 9.930 sampel (80%) menderita Theileriosis. Penyakit Parasit Darah yang paling banyak ditemukan secara berturut-turut adalah Theileriosis Anaplasmosis, Babesiosis dan Trypasomiasis. Secara klinis Penyakit Parasit Darah tidak terlalu berbahaya namun secara ekonomi menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar sehingga perlu adanya penanganan yang serius.
- ItemStudy Epidemiologi Kejadian Penyakit Avian Influenza dan Penyakit Rabies Tahun 2006 s/d 2008 di Regional II Bukittinggi(Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional II Bukittinggi, 2008) Hartini, Rina; Rudi H.N.; Oktavia, Vera; Faizal, Daniel; Syibli, MuhammadAnalisis kasus kejadian Avian Influenza dan Rabies di Wilayah Regional II Bukittinggi yang meliputi Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau, bertujuan mengetahui tingkat kejadian dan kecenderungan kejadian AI dan Rabies di wilayah ini selama 3 tahun terakhir. Data yang diambil merupakan data hasil diagnosa positif AI dengan metode pemeriksaan secara Isolasi Virus dan PCR. Serta data hasil diagnosa Rabies dengan Metode FAT maupun Sellers. Di BPPV Regional II Bukittinggi Analisa kejadian dilakukan menurut analisa deret waktu (Time Series Analicys) dan kecenderungan kejadian ini dianalisa dengan metode statistik regresi linier menggunakan Program Komputer Excell. Dari hasil analisis didapatkan bahwa kejadian penyakit AI dan Rabies cenderung menurun. Penurunan kejadian AI sesuai dengan persamaan Y = -0.22X + 31.37 yang diperkirakan mencapai kejadian negatif diagnosa terjadi di tahun 2017. Sedangkan penurunan kejadian Rabies sesuai dengan persamaan Y = -0.16X + 18.08 yang diperkirakan upaya pembebasan Rabies di Regional II baru akan tercapai pada pertengahan tahun 2015.
- ItemSurveillans Clasical Swine Fever di Propinsi Sumatera Barat dalam Rangka Mempertahankan Status Bebas(Balai Veteriner Bukittinggi, 2015) Hartini, Rina; Martdeliza; Febrianto, Niko; Oktavia, Rahmi; Sri, Wilna; Nurwan, Rio; Miswati, Yuli; AzfirmanSumatera Barat sudah dinyatakan bebas Hog Cholera atau Clasical Swine Fever (CSF) berdasarkan Keputusan Menteri No.:181/KPTS/PD.620/2/2014, perlu terus dilakukan surveilans untuk detect desease dalam rangka mempertahankan status bebas. Perhitungan jumlah sampel yang dibutuhkan di Propinsi Sumatera Barat dengan menggunakan Detect Desease. Jumlah sampel (sample size) dihitung dengan menggunakan program win episcop 2.0 untuk detect Desease dengan populasi target sebanyak 500 ekor di propinsi Sumatera Barat, tingkat konfidensi 95%, perkiraan aras infeksi Hog Cholera 5% dan galat (random error sebesar 5% adalah sebanyak 179 sampel. Pemeriksaan antibodi CSF dilakukan secara Elisa Kompetitif. Reagen yang digunakan berupa Kit ELISA antibodi CSF VDPro ® CSFV Antibody C-ELISA Kit. Rev. 05, sedangkan Darah Antikoagulan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan metode PCR. Tahun 2014 sampel surveillan dan diagnosa penyakit Hog Cholera di Propinsi Sumatera Barat yang terdapat di Kabupaten Padang Pariaman, Kecamatan Batang Anai dan Kabupaten Pasaman, Kecamatan Panti yang ditargetkan sampel sebanyak 179 sampel, dari kegiatan diperoleh sampel sebanyak 105 sampel. Dari hasil pemeriksaan diperoleh 100 % seronegatif. Pengawasan check point perlu terus ditingkatkan dan diperketat penerbitan SKKH-nya dengan mengharuskan berdasarkan hasil uji laboratorium berwenang dengan hasil negatif hog cholera dan deteksi, lapor dan respon cepat jika dilapangan ditemukan gejala klinis mirip CSF.
- ItemUpaya Pemberantasan Penyakit Avian Influenza di Provinsi Kepulauan Riau(Balai Veteriner Bukittinggi, 2018) Martdeliza; Nurwan, Rio; Fitria, Yul; Miswati, Yuli; Hartini, Rina; Krisnandana; Dela, Ana; HonismandriDalam Roadmap Indonesia Bebas AI Tahun 2020; Propinsi Kepri termasuk wilayah resiko sedang dan diharapkan bebas AI Tahun 2018. AI terdeteksi di wilayah Provinsi Kepri pada Tahun 2005.Setiap terjadi kasus Bidnak BPKP Provinsi Kepri melakukan upaya pemberantasan dan penanggulangan dini dengan Unit Respon Cepat Penyakit Hewan Menular Strategis dan melaksanakan strategi pengendalian dan pemberantasan AI yang tercantum dalam roadmap pembebasan AI yang merupakan revisi dari 9 strategis pembebasan AI Tahun 2004. Strategi yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: Biosekuriti, Depopulasi, Surveilans, Pengawasan lalu lintas, Penataan rantai pemasaran unggas dan kompartemen, Public awareness dan Peraturan Perundangan. Berdasarkan hasil surveilans yang dilakukan oleh BVet Bukittinggi dan Lab Kepri Provinsi Kepri setiap tahun dari Tahun 2005 sampai Tahun 2018 masih ditemukan virus AI sehingga belum memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai daerah bebas AI. Sehingga pada workshop AI yang dilaksanakan Tahun 2018 disepakati untuk Provinsi Kepri dalam rangka pembebasan AI akan dilaksanakan secara kompartemen.